WEWENANG PAKSAAN PEMERINTAHAN (BESTUURSDWANG) (KAJIAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG BANGUNAN GEDUNG)
on
WEWENANG PAKSAAN PEMERINTAHAN (BESTUURSDWANG)
(KAJIAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG
BANGUNAN GEDUNG)*
Oleh:
Margareta Nopia Merry Venita Jarmani** I Gusti Ngurah Wairocana*** I Ketut Sudiarta****
Program Kekhususan Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK:
Paksaan Pemerintahan (Bestuursdwang) merupakan tindakan nyata dari pemerintah untuk mengakhiri pelanggaran norma hukum oleh warga negara dan mengembalikannya pada keadaan semula. Pemerintah memiliki wewenang untuk melaksanakan bestuursdwang, namun wewenang tersebut tentunya dibatasi. Pembatasan wewenang tersebut tentu berguna untuk menghindari tindakan sewenang-wenang dari pemerintah yang acapkali tidak memperhatikan batasan dari kewenangannya. Sebelum pelaksanaan bestuursdwang terdapat syarat yang harus dipenuhi. Penulis mengkaji salah satu peraturan daerah yang memuat ketentuan terkait bestuursdwang yakni Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung. Pentingnya penelitian ini, untuk mengetahui batas dari wewenang paksaan pemerintahan.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan Perundang-undangan dan pendekatan Analisis Konsep Hukum. Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil data primer bersumber dari peraturan perundang-undangan dan data sekunder bersumber dari kepustakaan.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa bestuursdwang sebagai kewenangan bebas pada Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung dibatasi oleh peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB). Selain itu, sebelum pelaksanaan bestuursdwang terdapat syarat yang harus dipenuhi, yaitu adanya peringatan tertulis. Peringatan tertulis tersebut dikeluarkan oleh Pemerintah dalam bentuk keputusan tata usaha negara (KTUN) sehingga dapat menimbulkan akibat hukum.
Kata kunci : Paksaan Pemerintahan, Pembatasan Wewenang, Peringatan Tertulis, Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).
ABSTRACT:
The Government Coercion (Bestuursdwang) is the real action of government to a violation of legal norm by citizen and return to its original state. Government has authority to doing bestuursdwang, but that authority absolutely limited. Limitation of that authority absoulutely useful to avoid the arbitrary action of government that often not paying attention the limits of his authority. Before implementation of bestuursdwang there are conditions that must be met. The autors review one of the local regulations that contain related provisions bestuursdwang that Local Regulation of Denpasar City Number 5 of 2015 about building buildings.
The important think of this research to know the limits of government coercive powers. This research is normative legal research using the statute approach and analytical & conceptual approach. A data source that used in this research derived from primary data results derived from legislation and secondary data sourced from the literature.
From this research can be concluded that bestuursdwang as free authority on Local Regulation of Denpasar City Number 5 of 2015 about building buildings limited by laws and regulations and the general principles of the good governance. In addition, prior to implementation of bestuursdwang there is a requirement that must be fulfilled that is written warning. Such written warning are issued by the government in the form of state administrative decisions so as to have legal concequnces.
Keywords : the Government Coercion, The Limitation of Authority, The Written Warning, The State of Administrative Decisions.
Segala tindakan Pemerintah harus berdasarkan hukum, baik hukum tertulis maupun tidak tertulis.1 Pemerintah juga wajib melindungi masyarakat dan memiliki kewenangan untuk turut campur dalam kegiatan sosial masyarakat.2 Dalam melaksanakan tugasnya, Pemerintah acapkali melakukan perbuatan yang disebut dengan tindak atau perbuatan pemerintahan. Menurut Van Vollenhoven, “perbuatan pemerintah (bestuurshandeling) adalah pemeliharaan kepentingan negara atau rakyat secara spontan dan
tersendiri oleh penguasa tinggi dan rendah (prinsip hierarkhi).”3 Bestuursdwang atau paksaan pemerintahan merupakan salah satu bentuk tindakan nyata dari pemerintah untuk mengakhiri pelanggaran dan membalikan pada keadaan semula.4 Bestuursdwang merupakan salah satu bentuk dari sanksi administratif. Sanksi administratif adalah perangkat sarana hukum administratif yang bersifat pembebanan kewajiban/pemerintah dan/atau penarikan kembali keputusan tata usaha negara yang dikenakan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan atas dasar ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-undangan.5 P. de Haan dkk, berpendapat bahwa penggunaan sanksi administratif sebagai kewenangan pemerintah yang berasal dari hukum administrasi tertulis maupun tidak tertulis.6 Terdapat perbedaan pendapat terkait dengan bestuursdwang. Beberapa ahli admnistrasi menganggap bahwa bestuursdwang merupakan kewajiban, namun ahli hukum administrasi lainnya menganggap bahwa bestuursdwang merupkan suatu kewenangan. Bestuursdwang merupakan suatu kewenangan bebas dalam artian Pemerintah bebas mempertimbangkan apakah bestuursdwang diperlukan atau dapat menggunakan sanksi lain.7 Namun, pengaturan terkait dengan
bestuursdwang tidak seluruhnya merupakan kewenangan yang bersifat bebas. Terdapat beberapa instrumen hukum yang menjadikan bestuursdwang sebagai kewenangan yang bersifat terikat dan/atau kewenangan fakultatif. Suatu kewenangan tentunya harus dibatasi untuk menghindari penyalahgunaan wewenang dan tindakan sewenang-wenang dari Pemerintah. Pembatasan ini tentunya merupakan jalan terbaik untuk mencapai keadilan bagi pemerintah dan juga rakyat. Pada penelitian ini, penulis memilih instrumen hukum Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung karena memuat mengenai paksaan pemerintahan atau bestuursdwang.
Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa terdapat sejumlah permasalahan yang hendak penulis bahas. Adapun permasalahan dalam penulisan ini ialah sebagai berikut:
-
1. Apakah terdapat pembatasan terhadap wewenang paksaan pemerintahan (bestuursdwang)?
-
2. Apakah syarat yang harus dipenuhi sebelum pelaksanaan paksaan pemerintahan (bestuursdwang) dalam Peraturan
Daerah Kota Denpaar Nomor 5 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung?
Adapun tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui pembatasan terhadap wewenang paksaan pemerintahan atau bestuursdwang dan menguraikan syarat wajib sebelum pelaksanaan bestuursdwang berdasarkan Perda Kota Denpasar No. 5 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan (the statute approach) dalam hal ini penulis menggunakan peraturan daerah dan pendekatan analisis konsep hukum (analytical and conceptual approach) terkait dengan doktrin dari para sarjana hukum.8 Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer yang terdiri dari UUD NRI Tahun 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, dan Peraturan Daerah serta bahan hukum sekunder yang terdiri dari literatur, artikel, karya ilmiah, dan jurnal ilmiah. Penulis menggunakan sistem kartu dalam pengumpulan bahan hukum. Teknik analisis yang digunakan ialah teknik deskriptif dengan menguraikan definisi dan teknik evaluasi untuk menilai tepat atau tidaknya suatu keputusan dalam penelitian ini.
Pembatasan wewenang bertujuan agar Pemerintah tidak menyalahgunakan kewenangan atau bertindak sewenang-wenang. Di Indonesia secara normatif, wewenang Pemerintah dalam bentuk keputusan dibatasi berdasarkan Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam ketentuan Pasal tersebut ditentukan mengenai “alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan” sebagai sarana bagi pihak yang berkepentingan untuk menggugat keputusan yang menyalahi wewenang diskresi. Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam
gugatan itu ialah apabila suatu keputusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB). I Wayan Suandi berpendapat bahwa batas dari wewenang diskresi pemerintah yang berupa keputusan selain dibatasi oleh peraturan perundang-undangan, juga dibatasi oleh larangan penyalahgunaan wewenang dan larangan bertindak sewenang-wenang.9
Wewenang yang berasal dari peraturan perundang-undangan tidak boleh melampaui ketentuan dalam arti wewenang dapat dilaksanakan apabila diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut. Tindakan yang diambil diluar wewenang sebagaimana diberikan oleh peraturan perundang-undangan dianggap melampaui kewenangan. Penelitian ini mengkaji batas wewenang bestuursdwang berdasarkan Perda Kota Denpasar No. 5 Tahun 2015. Terdapat beberapa Pasal yang memberikan wewenang bestuursdwang terhadap Pemerintah. Ketentuan-ketentuan tersebut diuraikan sebagai berikut:
-
- Pasal 133 ayat (6) yang mengatur bahwa “Dalam hal pemilik/ pengguna/ pengelola bangunan gedung tidak melaksanakan perintah pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pembongkaran akan dilaksanakan oleh Pemerintah Kota atas beban biaya pemilik/ pengguna/ pengelola bangunan gedung, kecuali bagi pemilik bangunan rumah tinggal yang tidak mampu, biaya pembongkarannya menjadi beban Pemerintah Kota.”
-
- Pasal 166 ayat (5) yang mengatur bahwa “Dalam hal pemilik Bangunan Gedung tidak melakukan pembongkaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam jangka waktu 30
(tiga puluh) hari kerja, pembongkarannya dilakukan oleh Pemerintah Kota atas biaya Pemilik Bangunan Gedung.”
-
- Pasal 167 ayat (2) yang mengatur bahwa “Pemilik bangunan gedung yang tidak memiliki izin mendirikan Bangunan Gedung dikenakan sanksi perintah pembongkaran.”
-
- Pasal 168 ayat (3) yang mengatur bahwa “Pemilik atau Pengguna Bangunan Gedung yang telah dikenakan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selama 30 (tiga puluh) hari kerja dan tetap tidak melakukan perbaikan atas pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi berupa penghentian tetap pemanfaatan dan pencabutan sertifikat Laik Fungsi.”
Wewenang yang berdasarkan peraturan daerah di atas harus sesuai dan pemerintah dilarang menggunakan kewenangan bestuursdwang selain dari yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
Wewenang bestuursdwang juga dibatasi oleh AAUPB. AAUPB merupakan pedoman tidak tertulis dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Seiring perkembangan pemerintahan, AAUPB mulai dimuat dalam aturan hukum tertulis. Di Indonesia, AAUPB termuat pada Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dengan istilah Asas Umum Penyelenggaraan Negara (AUPN). Terdapat 7 (tujuh) AUPN yang termuat Pada Pasal 3 UU No. 28 Tahun 1999 yakni sebagai berikut:
-
1. Asas kepastian hukum yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara;
-
2. Asas tertib penyelenggara negara yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara;
-
3. Asas kepentingan umum yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara aspiratif, akomodatif, dan selektif;
-
4. Asas keterbukaan yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara;
-
5. Asas proporsionalitas yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara;
-
6. Asas profesionalitas yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
-
7. Asas akuntabilitas yaitu asas menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kekuasaaan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, AAUPB juga termuat pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Terdapat 6 (enam) AAUPB pada UU No. 9 Tahun 2004, yaitu asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas keterbukaan asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas. AAUPB yang menjadi batasan terhadap wewenang bestuursdwang pada Perda Kota Denpasar No. 5 Tahun 2015 ialah sebagai berikut:
-
- Asas kepastian hukum
Pada ketentuan Pasal 133 ayat (5) diatur bahwa pembongkaran bangunan gedung harus disertai dengan surat penetapan pembongkaran atau surat persetujuan oleh walikota.
-
- Asas tertib penyelenggaraan negara
Pada ketentuan Pasal 132 ayat (1) diatur bahwa penetapan dan pelaksanaan pembongkaran bangunan gedung harus memperhatikan kaidah-kaidah pembongkaran secara umum serta memanfaatkan ilmu pengetahuan. Kemudian pada ayat
-
(2) diatur bahwa pembongkaran bangunan gedung harus mempertimbangkan, ketertiban, keamanan dan keselamatan masyarakat serta lingkungannya.
-
- Asas keterbukaan
Pada ketentuan Pasal 133 ayat (3), Pemerintah Kota menyampaikan hasil identifikasi bangunan gedung yang akan dibongkar kepada pemilik bangunan gedung.
-
- Asas proporsionalitas
Pada ketentuan Pasal 106 ayat (2), pencabutan IMB harus disertai dengan peringatan tertulis sebanyak tiga kali dan pelanggar diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan. Kemudian pada Pasal 133 ayat (3), bahwa pemerintah memberikan informasi kepada pihak yang bangunannya memenuhi identifikasi untuk dibongkar. Pada ayat (4) diatur bahwa pihak tersebut wajib melakukan identifikasi sebagaimana dimaksud pada ketentuan pasal tersebut.
-
- Asas profesionalitas
Pada ketentuan Pasal 134 ayat (1), Pasal 135 ayat (1) dan ayat (2), pembongkaran bangunan gedung dilakukan oleh penyedia jasa pembongkaran yang memiki sertifikat keahlian yang sesuai.
-
- Asas akuntabilitas
Pada ketentuan Pasal 136 ayat (4) bahwa Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pembongkaran bangunan gedung. Ketentuan tersebut merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap tindakan pembongkaran.
-
2 .2.2 Syarat Sah Sebelum Pelaksanaan Paksaan Pemerintahan (Bestuursdwang) Pada Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung
Sebelum pelaksanaan bestuursdwang, harus didahului dengan adanya peringatan tertulis dalam bentuk keputusan tata usaha negara (KTUN). Peringatan tertulis sebagai KTUN dapat menimbulkan akibat hukum. Sesuai ketentuan Pasal 53 ayat (1) UU No. 9 Tahun 2004, orang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis kepada pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi.
Terdapat beberapa ketentuan Pasal pada Perda Kota Denpasar No. 5 Tahun 2015 yang memuat peringatan tertulis, yaitu:
-
- Pasal 166 ayat (1) yang mana pemilik bangunan gedung yang melanggar ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud dikenakan sanksi peringatan tertulis sebanyak tiga kali;
-
- Pasal 168 ayat (1) yang mana pemilik atau pengguna bangunan yang melanggar ketentuan pasal-pasal sebagaimana dimaksud dikenakan sanksi peringatan tertulis.
Pada Perda Kota Denpasar No. 5 Tahun 2015, peringatan tertulis dikeluarkan oleh pemerintah kota. Menurut analisis penulis, yang dimaksud dengan pemerintah kota ialah walikota dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada di bawahnya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing. Sesuai dengan lampiran Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Kota Denpasar, urusan yang berkaitan dengan
bangunan gedung menjadi tugas dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Denpasar yang bertugas mengawasi terlaksananya Perda Kota Denpasar No. 5 Tahun 2015. Dalam menjalankan tugasnya, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Denpasar berwenang mengeluarkan surat peringatan kepada pihak yang melanggar ketentuan terkait bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Perda Kota Denpasar No. 5 Tahun 2015. Kemudian, apabila surat peringatan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Denpasar tidak ditanggapi, maka dinas tersebut melimpahkan wewenang dan mengirim tebusan kepada Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar untuk melaksanakan bestursdwang. Namun, sesuai dengan tupoksinya, Satpol PP berwenang untuk mengeluarkan surat teguran kepada pelanggar Perda Kota Denpasar No. 5 Tahun 2015 sesuai dengan ketentuan Pasal 6 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja jo. Pasal 255 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Setelah melakukan analisis terkait dengan draft peringatan tertulis yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Denpasar dan Satpol PP Kota Denpasar, menurut hemat penulis, peringatan tertulis tersebut telah sesuai dengan klasifikasi keputusan tata usaha negara (KTUN) sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dengan unsur-unsur sebagai berikut:
-
- Penetapan tertulis yang tidak harus secara formal namun dapat berupa memo;
-
- Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Denpasar dan Satpol PP merupakan badan tata usaha negara yang berwenang;
-
- Tindakan hukum tata usaha negara yang mana pemerintah memberikan perintah kepada pihak pelanggar yang dapat menimbulkan akibat hukum;
-
- Peraturan perundang-undangan dalam hal ini yang dimaksud adalah Perda Kota Denpasar No. 5 Tahun 2015 yang saat ini masih berlaku dan ditegakkan;
-
- Konkret, individual, final. Konkret adalah obyek yang diputuskan jelas. Individual adalah jelas siapa yang dituju. Final adalah keputusan tersebut dapat menimbulkan akibat hukum;
-
- Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata yang berkaitan dengan hak menggugat apabila keputusan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
-
III. PENUTUP
Berdasarkan pembahasan penelitian sebagaimana telah diuraikan di atas, maka dapat ditarik dua simpulan sebagai berikut:
-
3.1.1 Terdapat pembatasan wewenang terhadap paksaan pemerintahan (bestuursdwang). Wewenang bestuursdwang dibatasi oleh ketentuan Pasal yang memuat wewenang bestuursdwang dan oleh AAUPB. Ketentuan Pasal pada Perda yang membatasi wewenang bestuursdwang ialah Pasal
133 ayat (6), Pasal 166 ayat (4) dan ayat (5), Pasal 167 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 168 ayat (2) dan ayat (3). Asas kepastian hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas merupakan AAUPB yang merupakan pembatasan terhadap wewenang bestuursdwang dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung.
-
3.1.2 Syarat yang harus dipenuhi sebelum pelaksanaan paksaan pemerintahan (bestuursdwang) menurut Perda Kota
Denpasar No. 5 Tahun 2015 adalah wajib didahului dengan pemberian surat peringatan tertulis yang dituangkan dalam bentuk KTUN. Sesuai ketentuan Perda Kota Denpasar No. 5 Tahun 2015, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Denpasar dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Denpasar merupakan badan/ pejabat yang berwenang mengeluarkan surat peringatan sebelum pelaksanaan bestuursdwang.
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan simpulan, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut:
-
3.2.1 Pemerintah selaku pemegang wewenang paksaan pemerintahan (bestuursdwang) sudah selayaknya
memperhatikan batasan-batasan dari kewenangannya dan diharapkan bestuursdwang merupakan tindakan terakhir yang dilaksanakan oleh pemerintah terhadap pelanggaran-pelangaran yang dilakukan oleh masyarakat.
-
3.2.2 Pemerintah yang berwenang melakukan bestuursdwang hendaknya mengeluarkan Surat Peringatan terlebih dahulu sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Peter Mahmud Marzuki, 2014, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Prenadamedia Group, Jakarta.
Philipus M. Hadjon, et.al., 2011, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Ridwan HR., 2011, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
SF. Marbun dan Moh. Mahfud MD, 2011, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta.
Umar Said Sugiarto, 2013, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Zairin harahap, 1997, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Disertasi
I Wayan Suandi, 2003, “Penggunaan Wewenang Paksaan Pemerintah dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Propinsi Bali”, Disertasi Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4380).
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 507).
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 9).
Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kota Denpasar (Lembaran Daerah Kota Denpasar Tahun 2008 Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kota Denpasar Nomor 4).
Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 5 Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah Kota Denpasar Tahun 2015 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Kota Denpasar Nomor 5).
Jurnal Ilmiah
I Made Ari Permadi, “Kewenangan Badan Lingkungan Hidup Dalam Pemberian Sanksi Administratif Terhadap Pelanggaran Pencemaran Lingkungan”, Jurnal Magister Hukum Udayana, Volume 5 Nomor 4 Tahun 2016, DOI: https://doi.org/10.24843/JMHU.2016.v05.i04.p02, URL: https://ojs.unud.ac.id diakses tanggal 23 Maret 2018.
Ivan Fauzani Raharja, “Penegakan Hukum Sanksi Administrasi Terhadap Pelanggaran Perizininan”, Jurnal Penelitian Universitas Jambi: Seri Humaniora, Volume 15 Nomor 2 Juli-Desember Tahun 2013, URL: https://online-
journal.unja.ac.id diakses tanggal 18 Januari 2018.
15
Discussion and feedback