EKSISTENSI KLEMENSI SEBAGAI IMPLEMENTASI HAK TERDAKWA UNTUK MELAKUKAN PEMBELAAN DALAM PERSIDANGAN PERKARA PIDANA DI INDONESIA

Oleh :

Joshua Michael Djami I Putu Sudarma Sumadi

Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstract

This article titled Existence clemency As defendant Rights Implementation To Implement Defense In Criminal Case Trial In Indonesia. In this paper analyzes the similarities and differences between clemency and pledooi and how the existence of clemency as a defendant Implementation of Right to Conduct Trial Advocacy in Criminal Case in Indonesia. The research method used in this paper are included in the category or type of normative legal research. Chosen types normative research for this study outlines the problems that exist, to further discuss the study based on the theories of law is then associated with the legislation applicable in the practice of law. The conclusion of this paper is the concept of clemency with the concept of defense plea (pledooi) is different. Although both are the right and has similarities for the delivery technique, the which can only be done after the reading of the charges by the public prosecutor. The difference between them lies in the mistakes and objectives.

Key words: clemency, rights of the Accused, the criminal procedural law

Abstrak

Tulisan ini berjudul Eksistensi Klemensi Sebagai Implementasi Hak Terdakwa Untuk Melakukan Pembelaan Dalam Persidangan Perkara Pidana Di Indonesia. Dalam tulisan ini menganalisa mengenai persamaan dan perbedaan antara klemensi dan pledooi serta bagaimanakah Eksistensi Klemensi sebagai Implementasi Hak Terdakwa untuk Melakukan Pembelaan dalam Persidangan Perkara Pidana di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini termasuk dalam kategori atau jenis penelitian hukum normatif. Dipilihnya jenis penelitian normatif karena penelitian ini menguraikan permasalahan-permasalahan yang ada, untuk selanjutnya dibahas dengan kajian yang berdasarkan teori-teori hukum kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam praktek hukum. Kesimpulan dari penulisan ini ialah antara konsep klemensi dengan konsep nota pembelaan (pledooi) berbeda. Walaupun sama-sama merupakan hak dan untuk teknik penyampaiannya klemensi dengan pledooi sama, yakni hanya dapat dilakukan setelah pembacaan tuntutan oleh penuntut umum. Perbedaan antara keduanya terletak pada kesalahan dan tujuannya.

Kata kunci : Klemensi, Hak Terdakwa, Hukum Acara Pidana.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar belakang

Hukum merupakan hasil dari interaksi sosial dengan kehidupan masyarakat.

Hukum adalah gejala masyarakat, karenanya perkembangan hukum (timbulnya, berubahnya, lenyapnya) sesuai dengan perkembangan masyarakat. Perkembangan

hukum merupakan kaca dari pembangunan masyarakat.1 Untuk menentukan seseorang secara fakta bersalah, diperlukan pembuktian. Pembuktian ini dilakukan oleh penegak hukum menurut aturan yang telah ditentukan, sehingga tidak terjadi kesewenang-wenangan. Peraturan tentang bagaimana menegakkan hukum pidana materiil inilah yang disebut sebagai hukum pidana formil. Hukum pidana formil mengatur tentang siapa yang berwenang melakukan pembuktian, bagaimana caranya membuktikan, apa yang dapat dipakai sebagai alat bukti, bagaimana perlakuan terhadap orang yang disangka atau didakwa melakukan tindak pidana, serta menentukan siapa yang berwenang dan bagaimana melaksanakan putusan pengadilan.2

Dalam suatu pemeriksaan perkara tindak pidana di muka persidangan, setelah Penuntut Umum membacakan tuntutan kepada Terdakwa, maka akan diberikan hak kepada Terdakwa dan/atau Penasihat Hukumnya untuk mengajukan nota pembelaan (pledooi). Nota pembelaan (pledooi) ini sendiri bertujuan untuk memberikan analisis terhadap proses pemeriksaan perkara terhadap Terdakwa dan/atau Penasihat Hukumnya untuk kemudian sebagai bahan pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara tersebut. Sebelum dibacakan nota pembelaan dari Penasihat Hukum, Terdakwa diberi kesempatan untuk membacakan klemensi. Pada prinsipnya, terdakwa adalah seseorang yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang pengadilan. Seorang Terdakwa telah melakukan pelanggaran terhadap hak orang lain yang bertentangan dengan tata ketertiban umum. Oleh sebab itu, Terdakwa diberi kesempatan untuk mengakui perbuatannya melalui klemensi yang telah dibuat. Berdasarkan pemaparan diatas pentingnya dilakukan suatu penelitian mengenai Perbedaan dan Persamaan antara Klemensi dan Nota Pembelaan (Pledooi) serta bagaimanakah Eksistensi Klemensi sebagai Implementasi Hak Terdakwa untuk Melakukan Pembelaan dalam Persidangan Perkara Pidana di Indonesia.

  • 1.2.    Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui perbedaan dan persamaan antara klemensi dengan nota pembelaan (pledooi) serta mengetahui

eksistensi klemensi sebagai implementasi hak Terdakwa untuk melakukan pembelaan dalam persidangan perkara pidana di Indonesia.

  • II.    ISI MAKALAH 2.1. Metode

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini termasuk dalam kategori atau jenis penelitian hukum normatif. Dipilihnya jenis penelitian normatif karena penelitian ini menguraikan permasalahan-permasalahan yang ada, untuk selanjutnya dibahas dengan kajian yang berdasarkan teori-teori hukum kemudian dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam praktek hukum.3 Penelitian hukum normatif merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

  • 2.2.    Hasil dan Pembahasan

    2.2.1.    Perbedaan dan Persamaan antara Klemensi dan Nota Pembelaan (Pledooi)

Pledooi atau nota pembelaan adalah pembelaan yang diucapkan oleh Terdakwa maupun Penasihat Hukum yang berisikan tangkisan terhadap tuntutan atau tuduhan Penuntut Umum dan mengemukakan hal-hal yang meringankan dan kebenaran dirinya.4 Berdasarkan Pasal 182 ayat (1) huruf b KUHAP, Terdakwa atau Penasihat Hukum mengajukan pembelaannya yang dapat dijawab oleh Penuntut Umum, dengan ketentuan bahwa Terdakwa atau Penasihat Hukum selalu mendapat giliran terakhir. Pada huruf c, ditentukan bahwa tuntutan, pembelaan, dan jawaban atas pembelaan dilakukan secara tertulis dan setelah dibacakan, segera diserahkan kepada Hakim ketua sidang. Dalam hal Terdakwa tidak dapat menulis, Panitera mencatat pembelaannya. Terdapat 3 (tiga) hal yang dapat menjadi kesimpulan dalam nota pembelaan (pledooi). Pertama, Terdakwa minta dibebaskan dari segala dakwaan (bebas murni) yang lazim disebut Vrijspraak, karena tidak terbukti. Kedua, terdakwa supaya dilepaskan dari segala tuntutan hukum, karena dakwaan terbukti, tetapi bukan merupakan suatu tindak pidana. Ketiga, Terdakwa minta dihukum yang seringan-ringannya karena telah terbukti melakukan suatu tindak pidana yang didakwakan. Sedangkan Klemensi merupakan permohonan

yang diucapkan oleh Terdakwa maupun Penasihat Hukum terhadap tuntutan atau tuduhan Penuntut Umum agar meringankan hukuman terhadap dirinya.

Perbedaan selanjutnya antara pengajuan klemensi dan pledooi adalah terletak pada masalah kesalahan, dimana dalam klemensi Terdakwa atau Penasihat Hukum mengakui bahwa Terdakwa telah bersalah melakukan suatu tindak pidana. Sedangkan pada pledooi adalah sebaliknya, yakni Terdakwa atau Penasihat Hukum menyatakan bahwa Terdakwa tidak bersalah atas perbuatan yang didakwakan kepadanya. Perbedaan yang terakhir yaitu terletak pada tujuannya. Dalam sebuah klemensi, Terdakwa mengakui bahwa memang benar bersalah dengan tujuan meminta keringanan hukuman. Sedangkan pada nota pembelaan (pledooi), Terdakwa atau Penasihat Hukumnya tidak mengaku bersalah dengan tujuan meminta dibebaskan atau dilepas dari segala tuntutan hukum.

Adapun persamaan dari klemensi dan nota pembelaan (pledooi) yaitu samasama merupakan hak Terdakwa dan/atau Penasihat Hukumnya. Oleh karena merupakan hak, maka dapat digunakan dan dapat pula tidak digunakan. Persamaan lainnya terletak pada teknik penyampaiannya, dimana hanya dapat dilakukan setelah pembacaan tuntutan oleh Penuntut Umum dan di muka persidangan.

  • 2.2.2.    Eksistensi Klemensi sebagai Implementasi Hak Terdakwa untuk Melakukan Pembelaan dalam Persidangan Perkara Pidana di Indonesia.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Terdakwa memiliki beberapa hak dalam persidangan, dimana salah satunya adalah mengajukan pembelaan. Pembelaan yang dimaksud dapat berupa nota pembelaan dan/atau klemensi. Nota pembelaan ini dapat dibuat dan dibacakan oleh Penasihat Hukumnya. Sedangkan, untuk mengakui kesalahannya secara pribadi, Terdakwa juga diberi kesempatan untuk membacakan klemensi. Alasan yang biasanya digunakan oleh Terdakwa dalam pengajuann klemensi, seperti yang dapat dilihat pada putusan No. 81/pid.b/2009/PN.kray sebagai contoh yaitu Terdakwa mengakui terus terang perbuatannya, Terdakwa menyesali perbuatannya, Terdakwa bersikap sopan dalam persidangan, Terdakwa belum pernah dihukum dan Terdakwa belum menikmati hasil kejahatannya. Berdasarkan pemaparan diatas sudah jelas bahwasannya klemensi dan nota pembelaan ( pledooi ) berbeda. Namun, masih banyak Terdakwa yang belum

menggunakan haknya untuk membacakan klemensi karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki. Selain itu, tidak banyak literatur yang membahas terkait eksistensi klemensi.

  • III.    KESIMPULAN

Antara konsep klemensi dengan konsep nota pembelaan (pledooi) berbeda. Walaupun sama-sama merupakan hak dan untuk teknik penyampaiannya klemensi dengan nota pembelaan (pledooi) sama, yakni hanya dapat dilakukan setelah pembacaan tuntutan oleh Penuntut Umum. Perbedaan antara keduanya terletak pada kesalahan dan tujuannya. Pada klemensi, Terdakwa mengakui bahwa memang benar bersalah dan meminta keringanan hukuman. Sedangkan pada pledooi, Terdakwa atau Penasihat Hukumnya tidak mengaku bersalah dan meminta dibebaskan atau dilepas dari segala tuntutan hukum. Namun, masih banyak Terdakwa yang belum menggunakan haknya untuk membacakan klemensi karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki. Selain itu, tidak banyak literatur yang membahas terkait eksistensi klemensi.

DAFTAR PUSTAKA

Darwan Prinst, 2002, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Djambatan, Jakarta.

Riduan Syahrini, 1999, Rangkuman Intisari Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1995, Penulisan Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT. Grafindo Persada, Jakarta.

Surya Dharma Jaya, Ida Bagus, dkk, 2015, Buku Ajar & Klinik Manual Klinik Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana, Udayana University Press, Denpasar.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana)

5