KEDAULATAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ATAS WILAYAH UDARA KEPULAUAN NATUNA BERDASARKAN

CHICAGO CONVENTION 1944

Oleh :

Agus Efendi

I Wayan Windia

Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRACT

Natuna Islands is an archipelago under the sovereignty of Indonesia, but the airspace over the islands is controlled by Singapore. This raises concern about the loss of sovereignty over the Natuna islands airspace. This article aims to analyze the sovereignty of the Republic of Indonesia over the Natuna islands airspace based on Chicago Convention 1944. It is a normative legal research that uses statutory approach. The conclusion that can be drawn through this writing is Indonesia has sovereignty over the Natuna islands airspace based on Chicago Convention 1944.

Keywords: Sovereignty, Airspace, Natuna Islands, Chicago Convention 1944.

ABSTRAK

Kepulauan Natuna merupakan kepulauan yang berada di bawah kedaulatan Indonesia, namun wilayah udara di atas kepulauan tersebut dikontrol oleh Singapura. Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran terhadap kehilangan kedaulatan atas wilayah udara kepulauan Natuna. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis kedaulatan negara republik Indonesia atas wilayah udara kepulauan natuna berdasarkan Konvensi Chicago 1944. Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan. Kesimpulan yang dapat ditarik melalui tulisan ini adalah Indonesia memiliki kedaulatan atas wilayah udara kepulauan Natuna berdasarkan Konvensi Chicago 1944.

Kata Kunci: Kedaulatan, Wilayah Udara, Kepulauan Natuna, Konvensi Chicago 1944.

I.PENDAHULUAN

  • 1.1    Latar Belakang

Kepulauan Natuna merupakan kepulauan paling Utara di Selat Karimata yang berbatasan langsung dengan wilayah maritim tiga negara, yaitu Malaysia, Singapura dan Vietnam.1 Meskipun kepulauan Natuna merupakan milik Indonesia, kontrol wilayah udara atas kepulauan tersebut dikuasai Singapura.2 Hal tersebut disebabkan

oleh perjanjian pendelegasian antara Indonesia dengan Singapura tentang Penyelarasan Ulang Garis Batas Flight Information Region (FIR) Singapura dan FIR Jakarta yang 3

disepakati pada tanggal 21 September 1995.3

Berdasarkan perjanjian tersebut, Indonesia mendelegasikan ruang udara Indonesia guna pemberian pelayanan navigasi penerbangan (lalu lintas udara) kepada Singapura dan semua penerbangan yang melewati FIR Singapura yang berada di atas kepulauan Riau dan Natuna diatur oleh Singapura tanpa melibatkan Indonesia.4 Sebagai akibatnya, setiap penerbangan yang melintasi daerah Kepulauan Riau dan Natuna harus atas izin Singapura terlebih dahulu, tidak terkecuali penerbangan Indonesia sendiri.

Akan tetapi, FIR Singapura sejak tahun 1946 telah memegang penuh navigasi penerbangan di daerah Kepulauan Riau dan Natuna hingga saat ini, yang mana setara dengan usia kemerdekaan Indonesia.5 Hal tersebut telah terjadi bahkan sebelum perjanjian pendelegasian tersebut disahkan. Masalah navigasi udara ini menjadi sangat penting karena bukan saja bersinggungan dengan masalah ekonomi, tetapi lebih luas menyangkut keamanan dan kenyamanan serta martabat kedaulatan bangsa.6

  • 1.2    Tujuan

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis kedaulatan Negara Republik Indonesia atas wilayah udara kepulauan Natuna berdasarkan Convention on International Civil Aviation, atau yang dikenal dengan Chicago Convention 1944.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif yang merupakan penelitian hukum kepustakaan yang datanya diperoleh dari mengkaji bahan-bahan pustaka, yang disebut sebagai data sekunder.7 Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (Statutory Approach) yang berkaitan dengan instrumen Hukum Internasional dan Hukum Nasional Indonesia yang relevan. Dalam menganalisis bahan-bahan hukum yang telah diperoleh dilakukan dengan teknik deskripsi, teknik evaluasi, dan teknik argumentasi.

  • 2.2    Hasil Pembahasan

Kedaulatan diartikan sebagai kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara.8 Fungsi dan pelaksanaan kedaulatan dilaksanakan di dalam wilayah negara tersebut menyebabkan semua orang, benda yang berada atau peristiwa hukum yang terjadi di suatu wilayah pada prinsipnya tunduk kepada kedaulatan dari negara yang memiliki wilayah tersebut9 dan kedaulatan tersebut bersifat tunggal asli, abadi dan 10 tak terbagi-bagi.

Pasal 1 Chicago Convention 1944 menyebutkan bahwa: “the contracting States recognize that every state has complete and exclusive sovereignty over the airspace above its territory”.11 Hal ini bermakna bahwa setiap Negara berdaulat mempunyai kedaulatan yang utuh dan penuh terhadap wilayah udara diatas wilayah Negaranya. Dalam Pasal 2 konvensi tersebut ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan wilayah udara adalah ruang udara diatas bagian daratan dan perairan teritorial yang berada 12 dibawah kekuasaan, kedaulatan, perlindungan atau mandat dari negara.12

Mengenai pendelegasian FIR diatur dalam Annex 11 Chicago Convention tentang Air Traffic Services pada ketentuan bagian 2.1.1 yang menyebutkan bahwa

negara-negara peserta dapat menetapkan suatu ruang udara tertentu di dalam wilayah udaranya untuk keperluan pemberian Air Traffic Services (ATS) dimana layanan tersebut diatur dan diberikan berdasarkan ketentuan Annex 11.13 Perkecualian dapat diberikan melalui suatu perjanjian yang menentukan bahwa suatu negara dapat mendelegasikan tanggung jawab terhadap pelayanan ATS di dalam FIR, control area atau control zone di wilayahnya.14 Dalam ketentuan yang sama juga disebutkan bahwa jika suatu Negara mendelegasikan tanggung jawab ke Negara lain untuk penyediaan pelayanan lalu lintas udara di atas wilayahnya, hal tersebut tidak mengurangi kedaulatan nasional dari Negara pemberi tanggung jawab karena Negara penerima hanya bertanggung jawab secara terbatas pada pertimbangan teknik dan operasional.15

Permasalahan mengenai pendelegasian FIR juga telah diatur dalam hukum nasional Indonesia yang tercantum di dalam Pasal 458 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yang berbunyi, “Wilayah udara Republik Indonesia, yang pelayanan navigasi penerbangannya didelegasikan kepada negara lain berdasarkan perjanjian, sudah harus dievaluasi dan dilayani oleh lembaga penyelenggara pelayanan navigasi penerbangan paling lambat 15 tahun sejak Undang-Undang ini berlaku.”16 Dengan kata lain, kepulauan Natuna yang saat ini berada di bawah tanggung jawab FIR Singapura harus diambil alih oleh FIR Indonesia sebelum tahun 2024.

  • III.    KESIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, pendelegasian FIR kepada Singapura tidak mengurangi kedaulatan nasional Indonesia atas wilayah udara kepulauan Natuna. Hal tersebut dikarenakan di dalam pendelegasian FIR, Negara penerima hanya bertanggung jawab terhadap pertimbangan teknik dan operasional. Oleh karena itu, wilayah udara di atas kepulauan Natuna secara penuh tetap berada di bawah kedaulatan nasional Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal

Abu Daud Busroh, 2011, Ilmu Negara, Bumi Aksara, Jakarta.

Boer Mauna, 2005, Hukum Internasional; Pengertian, Peran, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Alumni, Bandung.

Eco Silalahi, 2015, Implikasi Hukum Internasional Pada Flight Information Region (FIR) Singapura atas Wilayah Udara Indonesia terhadap Kedaulatan NegaraKesatuan           Republik           Indonesia.           URL:

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=276346&val=6452&title=IMPLIK ASI%20HUKUM%20INTERNASIONAL%20PADA%20FLIGHT%20INFORMATIO N%20REGION%20(FIR)%20SINGAPURA%20ATAS%20WILAYAH%20UDARA% 20INDONESIA%20TERHADAP%20KEDAULATAN%20NEGARA%20KESATUA N%20REPUBLIK%20INDONESIA

Evi Zuraida, 2012, Tinjauan Yuridis Upaya Pengambilalihan Pelayanan Navigasi Penerbangan Pada Flight Information Region (FIR) Singapura di atas Wilayah Udara Indonesia Berdasarkan Perjanjian Antara Indonesia Singapura pada tahun 1995. URL: http://www.lib.ui.ac.id/file?file=digital/20305389-T30925%20-%20Tinjauan%20yuridis.pdf

Huala Adolf, 2011, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Keni Media, Cetakan ke-4, Bandung.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo, Jakarta.

Dokumen Internasional dan Peraturan Perundang-Undangan

Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Singapore on the Realignment of the Boundary between the Singapore Flight Information Region (FIR) and the Jakarta Flight Information Region (FIR).

Convention on International Civil Aviation (Chicago Convention 1944)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

Internet

Pesona Natuna, Profil Kabupaten Natuna. URL: http://pariwisata.natunakab.go.id/.

Elza Astari Retaduari, 2015, Jokowi Perintahkan Ambil Alih FIR dari Singapura, KSAU: Itu Harus!, URL: http://news.detik.com/berita/3032201/jokowi-perintahkan-ambil-alih-fir-dari-singapura-ksau-itu-harus

5