AKIBAT HUKUM ATAS KEBIJAKAN YANG DIKELUARKAN OLEH PEJABAT PELAKSANA TUGAS SEMENTARA DALAM MENJALANKANTUGASNYA SELAKU KEPALA DAERAH
on
AKIBAT HUKUM ATAS KEBIJAKAN YANG
DIKELUARKAN OLEH PEJABAT PELAKSANA TUGAS SEMENTARA DALAM MENJALANKANTUGASNYA SELAKU KEPALA DAERAH
Oleh:
Ni Putu Ega Maha Wiryanthi∗
Anak Agung Ngurah Wirasila∗∗
ProgramKekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstract
This paper is motivated by legal issues concerning the legal effect of the policy issued by the executive officer of the task while in carrying out its duties as regional head. This paper aims to analyze the authority of Acting Officials for Temporary Duties in Implementing Its Duties as Regional Head, and also to analyze the legal implications of the policies issued by the executive officer of the temporary duties in carrying out their duties as regional head. This paper is a normative legal research or doctrinal legal research is a legal research conceptualized as what is written in legislation. The authority of the depenitive head of state with the temporary duties officer is almost equal since all the rights and obligations imposed by the depenitive regional head are also carried out by the acting officer or the executive officer of the temporary duties, regulating the duties of the executive tasks while arranged in the appointment decree of the said All the rights and duties of the temporary duties executive have been in it.
The legal implication of the policy issued by the executive officer of the temporary duty is binding and executed by all the existing organs within the scope of his / her government, and the decision may be valid in his / her term of office as the executive of the temporary duty and may be replaced ifi it is not in accordance with the laws and regulations According to the appointment decree.
Keywords: Implication, Authority, Temporary Task Executive Officer
Abstrak
Tulisan ini dilatarbelakangi oleh permasalahan hukum mengenai akibat hukum kebijakanyangdikeluarkan oleh pejabat pelaksana tugas sementara dalam menjalankan tugasnya selakukepala daerah. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis Kewenangan Pejabat Pelaksana Tugas Sementara dalam Melaksanakan Tugasnya Selaku Kepala Daerah, dan juga menganalisis implikasi hukum atas kebijakanyang dikeluarkanoleh pejabat pelaksana tugas sementara dalam menjalankan tugasnya selaku kepaladaerah. Tulisan ini merupakan penelitianhukum normatif atau penelitian hukum doktrinal merupakan penelitian hukum yang dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan. Kewenangan kepala daerah depenitif
∗ Penulis Pertama Ni Putu Ega Maha Wiryanthi Mahasiswa FH Udayana Korespondensi : [email protected]
∗ Penulis KeduaAnak Agung Ngurah WirasilaDosen FH Udayana Korespondensi : [email protected]
dengan pejabat pelaksana tugas sementara itu hampir sama dikarenakan segala hak dan kewajiban yang dilaksanakan oleh kepala daerah depenitif juga dilakukan oleh pejabat atau pejabat pelaksana tugas sementara, hal yang mengatur mengenai kewajiban pelaksana tugas sementara di atur di dalam SK pengangkatan dari hal tersebut segala hak dan kewajiban pelaksana tugas sementara telah ada di dalamnya.
Akibat hukum atas kebijakan yang dikeluarkan oleh pejabat pelaksana tugas sementara yaitu bersifat mengikat dan dilaksanakan oleh seluruh organ yang ada dalam lingkup pemerintahannya,serta keputusan tersebut dapat berlaku dalam masa jabatannya sebagai pelaksana tugas sementara dan dapat diganti apabila tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta tidak sesuai dengan SK pengangkatan.
Katai Kunci: Implikasi, Kewenangan, Pejabat Pelaksana Tugas Sementara
Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang berasal dari Undang-Undang yang di berikan kepada penyelenggaran negara, karena pemerintah baru dapat menjalankan atas dasar wewenangyangdi perolehnya, artinya barang siapa yang di berikan kewenangan oleh Undang-Undang dalam hal ini adalah subyek hukum, maka ia berwenang untukmelakukan sesuatu yang disebutkan dalam kewenangan tersebut. Dalam Hukum Publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan.1
Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari yang diberikan olehundang-undang. Menurut Prajudi Atmosudirjo, yang dimaksud dengan kewenangan (authority gezag) adalah apa yang dimaksud dengan kekuasaanformal, yang berasal dari kekuasaanlegislatif (diberi oleh Undang-Undang)atau kekuasaan eksekutif/administratif.2
Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas, maka berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa wewenang
pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan.3Indroharto, mengemukakan bahwa wewenang diperoleh secara atribusi, delegasi,dan mandat, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut: Wewenang yang diperolehsecara atribusi, yaitu pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Jadi, disini dilahirkan/diciptakan suatu wewenang pemerintah yang baru. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau Jabatan TUN yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan TUN lainnya. Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya sesuatu atribusi wewenang. Pada mandat, disitu tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dariBadan atau Jabatan TUN yang satu kepada yang lain.4
Berdasarkanprinsip-prinsipOtonomi Daerah, pemerintah daerah berwenang mengatur dan mengurus daerahnya sendiri di luar yang menjadi tugas pemerintah pusat, selain itu pemerintah daerah di beri kewenangan membuat kebijakan daerah yang bertujuanmeningkatkan kesejahteraan rakyat yang dimana di atur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 Ayat (2) dan (3) Pemerintahan Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asasotonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 18 ayat (5) menegaskan bahwa Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara PemerintahanDaerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yangmenjadi kewenangan daerah otonom.
Dalam melakukan pemerintahannya, terkadang terdapat hal-hal tertentu yang mengakibatkan kepala daerah meninggalkan kekuasaannyadan digantikan oleh pejabat pelaksana tugas. Selanjutnya mengenai pejabat pelaksana tugassementara biasanya dalam lingkup pemerintahan disebut dengan penjabat, dalam hal ini yang menjadi dasar hukum daripenjabat yakni pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Pertanyaanpun timbul tentang apakah pejabat pelaksana tugas sementara mempunyai wewenang yang sama dengan kepala daerah,dan bagaimanaimplikasi hukum atas kebijakan yang dikeluarkan oleh pejabat pelaksana tugas sementara dalam menjalankan tugasnya selaku kepala daerah.
Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis Kewenangan Pejabat Pelaksana Tugas Sementara dalam melaksanakan tugasnya selaku kepala daerah, dan juga menganalisis implikasi hukum atas kebijakan yang dikeluarkan oleh pejabat pelaksana tugas sementara dalam menjalankan tugasnya selaku kepala daerah.
Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinalmerupakan penelitian hukum yang dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan(law inbooks).5
-
2.2. Hasil dan Pembahasan
2.2.1. Kewenangan Pejabat Pelaksana Tugas Sementara dalam Melaksanakan Tugasnya Selaku Kepala Daerah
Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah disebutkanbahwa dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri atas urusan wajib danurusan pilihan. Namun tidak bararti bahwa setiap penangananurusan pemerintahan harus dibentuk kedalam organisasi tersendiri.6
Dalam penataan kelembagaan perangkat daerah harus menerapkan prinsip-prinsip organisasi, antara lain visi dan misi yang jelas, pelembagaan fungsi staf dan fungsi lini serta fungsi pendukung secara tegas, efisiensi dan efektifitas, rentang kendali serta tata kerja yang jelas.
Dalam hal kekosongan jabatan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, kondisi yang diadakannya pelaksana tugas sementara atau pejabat terdapat dalam Pasal 131 ayat (1), ayat (2), ayat (2a), ayat (2b), ayat (2c), ayat (2d), ayat (3) dan ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah.
Menurut Surat Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor: K.26-20/V.24-25/99 Tentang Tata Cara Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Sebagai Pelaksana Tugas Sementara. Salah satunya dijelaskan bahwa pelaksana tugas sementara tidak perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Pengangkatan Dalam Jabatan, melainkan cukup dengan Surat Perintah dari Pejabat lain yang ditunjuk. Jadi pelaksana tugas sementara tidak perlu dilantik dan diambil sumpahnya.
Selanjutnya mengenai kewenang Kepala Daerah terdapat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 65 ayat (2) dijelaskan wewenang Kepala Daerah yaitu:
-
a. Mengajukan rancangan Perda;
-
b. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
-
c. Menetapkan Perkada dan keputusan kepala daerah;
-
d. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat;
-
e. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Selanjutnya berbicara mengenai pejabat pelaksana tugas sementara tugas dan kewajibannya sama dengan Pejabat Kepala Daerah hanya saja yang membedakan Kepala daerah atau Pejabat Definitif dengan pelaksana tugas sementara atau Penjabat adalah terletak pada kewenangannya dalam hal mengenai wewenang penjabat terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 Tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor
6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah pada Pasal 132A ayat (1) dijelaskan Penjabat Kepala Daerah atau pelaksana tugas Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 131 ayat (4), atau yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan Kepala Daerah karena mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan menjadi calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, serta Kepala Daerah yang diangkat dari Wakil Kepala Daerah yang menggantikan Kepala Daerah yang mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan sebagai calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dilarang:
-
a. Melakukan mutasi pegawai;
-
b. Membatalkan perjanjian yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perjanjian yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya;
-
c. Membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya;dan
-
d. Membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
Dan dalam ayat (2) dijelaskan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
-
2.2.2. AkibatHukum Atas Kebijakan yang Dikeluarkan Oleh Pejabat Pelaksana Tugas Sementara dalam Menjalankan Tugasnya Selaku Kepala Daerah
Perbincangan mengenai peraturan kebijakan(beleidsregel) dalam dunia ilmu hukum khususnya dalam ilmu hukum administrasi negara dipandang relatif mengalami keterlambatan
dibandingkan dengan sarana-sarana administrasi lainnya seperti ketetapan (beschikking) dan peraturan (regeling) ataupun
perencanaan(het plan).7
Kebijakan yang ditetapkan pejabat administrasi negara berdasarkan wewenang yang bersumber dari peraturan perundang-undangan,kemudian dituangkan dalam berbagai bentuk-bentuk hukum yang ada di Indonesia termasuk dalam golongan peraturan perundang-undangan di Indonesia,bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan yang disebut diatas beraneka ragam, antaralain mencakup: PeraturanPemerintah; Peraturan Presiden; Peraturan Menteri/Peraturan
Badan/Lembaga/Komisi yang dibentuk dengan Undang-Undang atau pemerintah atas perintah Undang-Undang;Peraturan Direktur Jenderal; Peraturan Daerah Provinsi; Peraturan Gubernur;Peraturan Daerah Kabupaten/Kota;dan Peraturan Bupati/Walikota.8
Meskipun kepada pemerintah diberikan kewenangan bebas atau freies ermessen, namun dalam suatu negara hukum penggunaan freies ermessen ini harusdalam batas-batas yang dimungkinkan olehhukum yang berlaku.Menurut
Muchsan,pembatasanpenggunaanfreies ermessenadalah:9
-
1) Penggunaan freies ermessen tidak boleh bertentangan dengan sistem hukum yang berlaku (kaidah hukum positif).
-
2) Penggunaan freies ermessen hanya ditujukan demi kepentingan umum.
Ditinjau dari proses pembentukannya, peraturan kebijaksanaan (beleidsregel)lahir dari adanya wewenang
pemerintah untuk bertindak bebas (freies ermessen)sehingga peraturan kebijaksanaan memiliki karakteristik atau ciri-ciri mendasaryang membedakandengan peraturan perundang-undangan.J.H.VanKreveldmengemukakan, ciri utama dari peraturan kebijkan adalah:10
-
1) Pembentukanperaturan kebijkan tidak didasarkan pada ketentuan yang tegas-tegas bersumber dari atribusi atau delegasi undang-undang.
-
2) Pembentukannya dapat tertulis dan tidak tertulis yang bersumber pada kewenangan bebas bertindak instansi pemerintah atau hanya didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat umum yang memberikan ruang kebijaksanaan kepada badan atau pejabat tata usaha untuk atas inisiatif tersendiri mengambil tindakan hukum publik yang bersifat mengatur maupun penetapan.
-
3) Redaksi atas isi peraturan bersifat luwes dan umum tanpa menjelaskan kepada warga masyarakat tentang bagaimana seharusnya instansi pemerintah melaksanakan kewenangan bebasnya terhadap warga masyarakatdalam situasi yang ditentukan (dikenai)suatu peraturan.
-
4) Redaksi peraturan yuridis kebijkan di negara belanda ada yang dibentuk mengikuti format peraturan perundangan biasa, dan diumumkan secara resmi dalam berita berkala pemerintah, walaupun di dalam konsiderannya tidak menunjuk kepada undang-undang yang memberikan
wewenang pembentukannya kepada badan pemerintah yang bersangkutan.
-
5) Dapat pula ditentukan sendiri format yuridisnya oleh pihak pejabat atau badan tata usaha negara yang memilki ruang kebijkasanaan untukitu.
Suatu kenyataan dalam praktek, bahwa banyak peraturan kebijaksanaan yang dibuat dan mengikat secara hukum terhadap warga masyarakat, sehingga peraturan kebijaksanaan sama halnya dengan peraturan perundang-undangan.Jika kenyataan tersebut yang berkembang dan digunakan sebagai landasan berfikir, maka dalam memetakan persamaan antara peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijaksanaan yang samasama berlakukeluar, ditujukan kepada masyarakat umum, dan mengikat secara umum, karena masyarakatyang terkena peraturan itu tidak dapat berbuat lain kecuali mengikutinya. Dengan demikian peraturan kebijaksanaan yang umum sifatnya,berkembang menjadi mengikat secarai umum dan ditujukan kepada umum.
Berbicara mengenai wewenang,kewenangandaerah sendiri mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan,peradilan, moneter dan fiskal,agama,sertakewenangan dalam bidang lain-lain. Kewenangan dalam bidang lain tersebut meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro,dana perimbangan keuangan,sistem adminisrasi negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia,pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konversi dan standarisasi nasional.
Kewenangan daerah adalah hak dan kekuasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah. sebagai konsekuensi logis “model” negara kesatuan maka kewenangan-kewenangan daerah di Indonesia merupakan pemberian pemerintah pusat. Besar kecilnya kewenangan tidak ditentukan sendiri oleh suatu daerah tetapi ditentukan pemerintah pusat. Walaupun demikian pemerintah pusat masih menyisihkan ruang yang dapat dimaksimalkan daerah, dimana daerah diberi kebebasan menjabarkan sendiri kewenangan sesuai kondisi obyektif.
Pembahasan mengenai rumusan masalah yakni akibat hukum atas kebijakan yang keluarkanoleh pejabat pelaksana tugas sementaradalam menjalankan tugasnyaselaku kepala daerah adalah terletak pada kewenangan dari Pelaksana Tugas Sementara sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 132A Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008. Meskipun mempunyai tugas dan kewajiban yang sama dengan pejabat depenitif, pejabat pelaksana tugas sementara tidak bisa serta merta membuat suatu keputusan atau kebijakan yang betentangan dengan Kepala Definitif sebelumnya. Hal yang menyangkut mengenai kebijakan tersebut seperti kebijakan untuk melakukanmutasi pegawai.
-
III. PENUTUP
Berdasarkan uraian pembahasan atas kedua pokok pembahasan dalam tulisan ini, adapun kesimpulan yang dapat diperoleh sebagai berikut:
-
1) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah serta beberapa perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 diantaranya
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005 Atas Perubahan Pertama, Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2007 Atas Perubahan Kedua, Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 Atas Perubahan Ketiga, dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2012 Atas Perubahan Keempat merupakan payung hukum bagi pejabat pelaksana tugas sementara atau penjabat. Dalam hal Kewenagan Penjabat Sementara mempunyai kewenagan yang terbatas terutama pelarangan yang disebutkan dalam Pasal 132A ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008, dan dapat melaksanakan/melanggar ketentuan ini jika mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri sesuai pada ayat (2) Pasal yang sama.
-
2) Implikasi hukum atas kebijakan yang dikeluarkan oleh pejabat pelaksana tugas sementara dalam menjalankan tugasnya selaku penjabat Kepala Daerah diatur didalam Pasal 132 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dimana didalam masa jabatannyatugas dan kewajibannya sama dengan Kepala Definitif sebelumnya dan dilaksanakan oleh seluruh organ yang ada didalam ruang lingkup pemerintahannya.
3.2.Saran
Sebaiknya suatu peraturan yang mengatur mengenai pelaksana tugas sementara, baik itu berupa Undang-Undang atau Peraturan Perundang-undangan agar dalam pelaksanan yang
dilaksanakan oleh Penjabat tidak menyimpang dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Amirudin dan Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Atmosudirjo,Prajudi, 1981, Hukum Administrasi Negara,
Ghalia, Jakarta.
Hadjon, Philipus M., Tanpa Tahun Terbit, Tentang Wewenang, Makalah, Universitas Airlangga, Surabaya.
Indroharto, 1993, UsahaMemahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka Harapan, Jakarta.
Lukman, Marcus, 1997,Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan Dalam Bidang Perencanaan dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan Didaerah,Universitas Padjadjaran, Bandung.
Muchsan, 1981,Beberapa Catatan Tentang Hukum Administrasi Negara Dan Peradilan Administrasi Negara Di Indonesia, Liberty,Yogyakarta.
HR, Ridwan,2014, Hukum Administrasi Negara, Edisi
Revisi,Rajawali Pers, Jakarta.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
PemerintahanDaerah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005
Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005
Tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Internet
Abdul Razak, 2012, "Hakikat Peraturan Kebijakan", URL: http://www.negarahukum.com/hukum/hakikat-peraturan-kebijakan.html, diakses pada tanggal 9 Mei 2017.
Arif Christiono Soebroto,2015,“KedudukanHukum
Peraturan/Kebijakan Hukum Dibawah Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas”, URL: http://birohukum.bappenas.go.id, diakses pada tanggal 9 Mei 2017.
14
Discussion and feedback