KEABSAHAN SK GUBERNUR NO. 1276/04-A/HK/2016 TENTANG PERESMIAN PEMBERHENTIAN ANTAR WAKTU I MADE SUGITA SEBAGAI ANGGOTA DPRD KABUPATEN BADUNG
on
1
KEABSAHAN SK GUBERNUR NO. 1276/04-A/HK/2016 TENTANG PERESMIAN PEMBERHENTIAN ANTAR WAKTU I MADE SUGITA SEBAGAI ANGGOTA DPRD KABUPATEN BADUNG
Oleh:
Ni Made Priska Mardiani
I Gusti Ngurah wairocana
Cokorda Dalem Dahana
Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRACT
The validity of government action in decision-making is measured by the authority set forth in the legislation. Frequently, a decision is arranged by the government leads to a prolonged social conflict between the government officials with citizens or intern between the officials. One example of the conflict that occurred was the issue of Bali Governor’s Decree Number 1276/04-A/HK/2016 between members of The House of Representative of Badung Regency with the Governor of Bali. The purpose of this study is to determine the validity of Bali Governor’s decree and how the legal efforts by member of The House of Representative. This study uses normative legal research, and using legislation approach, factual approach and the case approach. As a result of this study, the validity of Bali Governor’s Decree meets the element of Decision of the State Administration based on article 1 point (9) of Act No.51 of 2009 about Decision of the State Administration, however this decree is considered as invalid because it is an opposed to article 16 point (10) of Act No. 2 of 2011 on political parties, and contrary to the general principles of good governance. The legal effort made by I Made Sugita is to propose a lawsuit to the State Administrative Court.
Keywords: Validity, Legal Effort, Decision of the State
Administration
ABSTRAK
Keabsahan tindak pemerintah dalam pengambilan keputusan diukur berdasarkan wewenang yg diatur dalam peraturan perundang-undangan. Sering kali keputusan yg dibuat oleh pejabat pemerintahan menimbulkan konflik sosial berkepanjangan antara pejabat pemerintahan dengan warga masyarakat ataupun antar pejabat. Salah satu contoh konflik yang terjadi adalah masalah Surat Keputusan (SK) Gubernur Bali No. 1276/04-A/HK/2016 antara anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Kabupaten Badung dengan Gubernur Bali. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keabsahan SK Gubernur Bali dan bagimana upaya hukum yg ditempuh oleh anggota DPRD Kabupaten Badung tersebut. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum Normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan fakta dan pendekatan kasus. Adapun hasil yg diperoleh dalam penelitian ini adalah Keabsahan SK Gubernur Bali tersebut memenuhi unsur Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) berdasarkan Pasal 1 angka (9) UU No 51 Tahun 2009 tentang KTUN tetapi SK ini dianggap tidak sah karena bertentangan dengan Pasal 16 ayat (10) UU No. 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (Parpol), dan bertentangan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yg baik. Upaya Hukum yg ditempuh oleh anggota DPRD Badung dalam hal ini adalah mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Kata Kunci: keabsahan, upaya hukum, Keputusan Tata Usaha Negara
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan Negara adalah Negara Hukum. Hal ini berarti sistem penyelenggaraan pemerintahan Negara Republik Indonesia harus berdasarkan atas prinsip kedaulatan rakyat dan prinsip Negara hukum. Dalam Hal ini keabsahan tindakan pemerintah diukur berdasarkan wewenang yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.1 Keabsahan sendiri berasal dari kata sah yang artinya benar, berlaku, legal, pasti. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) keabsahan itu sendiri memiliki arti sifat yang sah. Jadi dapat disimpulkan bahwa keabsahan berarti keaslian atau kesahan.
Adanya batasan wewenang tersebut memberikan ruang lingkup terhadap keabsahan tindakan atau perbuatan pejabat pemerintahan
yang meliputi wewenang, prosedur, dan substansi.2 Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan selanjutnya disebut UUAP telah mengatur secara khusus norma konstitusi hubungan antar Negara dengan Warga Masyarakat.
Salah satu contoh konflik keabsahan tindak pemerintah yang terjadi adalah masalah surat keputusan Gubernur Bali di lingkungan administrasi pemerintahan, yaitu antara anggota DPRD Badung dengan Gubernur Bali. Konflik ini terjadi karena SK tersebut tidak hanya bernuansa sengketa hukum administrasi Negara, melainkan juga adanya muatan politik dalam konstruksi keputusan yang dikeluarkan oleh Gubernur Bali dan pada akhirnya berimplikasi sosiologis kepada masyarakat.
SK Gubernur Bali ini cenderung berpihak pada kelompok kepentingan politik tertentu dan kurang memperhatikan dampak sosiologisnya kepada masyarakat luas. Selain itu SK Gubernur Bali dianggap bertentangan dengan asas kepatutan norma dan asas-asas umum pemerintahan yg baik. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN sebagaimana telah dirubah menjadi Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN telah mengatur mengenai unsur-unsur Keputusan Tata Usaha Negara, dan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan telah mengatur tentang asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Adapun Permasalahan yang diangkat dari judul tersebut adalah sebagai berikut:
-
1. Bagaimana keabsahan SK Gubernur No. 1276/04-A/HK/2016
tentang Peresmian pemberhentian antar waktu anggota DPRD
Kabupaten Badung atas nama I Made Sugita?
-
2. Upaya Hukum apakah yang dapat dilakukan terhadap
penetapan SK pemberhentian anggota DPRD Kabupaten
Badung?
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui keabsahan SK Gubernur Bali terkait dengan peresmian pemberhentian antar waktu anggota DPRD Badung, dan mengetahui upaya hukum apa yang ditempuh oleh anggota DPRD Badung.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah penelitian hukum Normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan fakta, dan pendekatan kasus. Metode penelitian ini disebut juga sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum lainnya.3
-
2.2 Hasil dan Pembahasan
-
2.2.1 Keabsahan keputusan Gubernur Bali tentang Peresmian Pemberhentian Antar Waktu Anggota DPRD Kabupaten Badung Tahun 2016
-
Dalam hukum Administrasi khususnya Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang PTUN telah diatur mengenai definisi
keputusan Tata Usaha Negara dalam Pasal 1 angka (9) yaitu “suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata”. Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan diatas maka dapat dinilai bahwa keputusan Gubernur Bali yang menerbitkan SK Peresmian Pemberhentian Antar Waktu anggota DPRD Badung merupakan perbuatan “Pejabat Tata Usaha Negara”. Selain itu kewenangan Gubernur untuk mengeluarkan Surat Keputusan (SK) memberhentikan anggota DPRD dari jabatannya juga dijelaskan secara runtut dan sistematis dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam Undang-undang PTUN juga di atur mengenai 5 (lima) aspek KTUN, yaitu4:
-
1. Penetapan tertulis yang dikeluarkan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
-
2. Berisikan tindakan Hukum dalam Bidang Tata Usaha Negara
-
3. Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku
-
4. Bersifat Konkret, Individual, dan Final
-
5. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata
Berdasarkan aspek-aspek Keputusan Tata Usaha Negara diatas, maka SK Gubernur Bali telah memenuhi syarat sebagai KTUN yang merupakan tindakan Pejabat Tata Usaha Negara. Namun SK Gubernur Bali dianggap tidak sah karena:
-
1. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terutama Pasal 16 ayat (1), Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang parpol dimana I Made Sugita tidak pernah melanggar Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) PDIP ataupun ketentuan-ketentuan yang ada di partainya, sebagaimana yang telah dituduhkan kepada beliau.
-
2. SK Gubernur juga bertentangan dengan Pasal 62 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah dimana keputusan harus segera disampaikan pada yang bersangkutan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak ditetapkannya keputusan tersebut.
-
3. Ketidakabsahan SK Gubernur Bali sebagai KTUN juga karena bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yg baik terutama 2 (dua) aspek yaitu Kepastian Hukum Formal dan Asas kecermatan formal dalam Pembentukan keputusan tersebut .
-
4. Ketidakabsahan SK Gubernur Bali sebagai KTUN juga bertentangan dengan parameter keputusan yang sah dan tidak sah. Suatu keputusan harus memenuhi syarat formil salah satunya adalah cara pembuatannya/prosedur, dan juga keputusan tidak boleh memuat kekurangan yuridis seperti penipuan, paksaan, dan kesesatan atau kekeluruan.5 Dalam prosedur penerbitan SK Gubernur tersebut faktanya SK Peresmian Pengangkatan Pengganti Antar Waktu hadir terlebih dahulu, sebelum adanya SK Peresmian Pemberhentian Antar Waktu atas nama I Made Sugita, hal tersebut dapat dilihat dari penomoran kedua SK tersebut. Sehingga hal tersebut
mencerminkan ketidakcermatan Gubernur Bali dalam menerbitkan keputusan. Pada kasus ini kedua SK Gubernur tersebut telah memuat kesesatan atau kekeliruan, karena penomoran pada kedua SK tersebut.
-
2. 2.2 Upaya Hukum Anggota DPRD Badung terhadap Penerbitan SK Gubernur No. 1276/04-A/HK/2016 Tentang Peresmian Pemberhentian Antar Waktu Anggota DPRD Badung
Salah satu upaya penyelesaian sengketa di bidang Tata Usaha Negara yang dapat di tempuh oleh seseorang atau Badan Hukum Perdata yang tidak puas terhadap suatu Keputusan tata Usaha Negara adalah Upaya Administratif atau sering juga disebut dengan Administrative beroep6. Upaya administratif ini diatur dalam Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN , menyatakan:
-
(1) Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka sengketa TUN tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia.
-
(2) Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan sengketa TUN sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, jika seluruh upaya administratif yg bersangkutan telah digunakan.
Dikenal ada 2 (dua) macam upaya administratif dalam Pasal 75 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yaitu:
-
1. Keberatan: yaitu penyelesaian KTUN tersebut harus
dilakukan sendiri oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yg mengeluarkan keputusan itu.
-
2. Banding Administratif: yaitu apabila penyelesaian itu dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yg mengeluarkan keputusan bersangkutan.
Selain upaya administratif penyelesaian sengketa dalam Tata Usaha Negara dapat dilakukan dengan gugatan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. Pengadilan Tata Usaha Negara atau pengadilan tingkat pertama ini adalah pengadilan yg menerima gugatan awal sengketa administrasi7
Berdasarkan hasil penelitian diketahui penerbitan SK Gubernur Bali tentang Peresmian Pemberhentian Antar Waktu terhadap I Made Sugita sebagai anggota Komisi IV DPRD Badung, menimbulkan sengketa hukum, sebab I Made Sugita merasakan ketidakadilan terhadap SK tersebut oleh karena itu I Made Sugita menempuh Upaya Hukum. Upaya hukum yang dilakukan oleh anggota DPRD I Made Sugita adalah menempuh upaya hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar, dengan mengajukan gugatan. Dasar Gugatan I Made Sugita adalah karena dirinya tidak pernah merasa telah melanggar AD dan ART atau ketentuan yang ada di partainya, SK Gubernur Bali terdapat banyak kejanggalan diantaranya SK tersebut tertanggal 11 Mei 2016 tetapi baru diterima tanggal 2 Juni 2016, hal tersebut melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah, dan Gubernur Bali dalam keadaan aktif mengeluarkan keputusan, sehingga sudah termasuk keputusan dalam lapangan Administrasi Negara. Gubernur Bali adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, hal tersebut yang menjadi dasar I Made Sugita menggugat Gubernur Bali.
-
3.1.1 Surat Keputusan Peresmian Pemberhentian Antar Waktu anggota DPRD Kabupaten Badung yang dikeluarkan oleh Gubernur Bali sudah memenuhi unsur KTUN berdasarkan Pasal 1 angka (9) Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009, dan ketentuan Pasal 104 ayat (8) PP Nomor 16 Tahun 2010,
dimana SK Gubernur tersebut berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara atau mencerminkan kehendak Pejabat Tata Usaha Negara dimana Gubernur harus meresmikannya. SK Gubernur Bali dianggap tidak sah dan kemudian menjadi objek/pangkal sengketa karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terutama Pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Parpol, dimana I Made Sugita tidak pernah melanggar AD/ART PDIP ataupun ketentuan-ketentuan yang ada di partainya. Ketidakabsahan SK Gubernur Bali sebagai KTUN juga karena bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik terutama 2 (dua) aspek mengenai “Kepastian Hukum Formal dan Asas kecermatan formal”. Pertama, ketidakpastian hukum formal dimana meskipun SK Gubernur tersebut telah diterbitkan faktanya I Made Sugita masih diberikan beban pekerjaan sebagai seorang anggota DPRD Kabupaten Badung. Berdasarkan fakta tersebut penerbitan SK Gubernur Bali bertentangan dengan maksud dan tujuan asas kepastian hukum formal. Kedua, Ketidakcermatan dalam Pembentukan Keputusan di mana SK “Peresmian Pengangkatan Pengganti Antar Waktu” hadir lebih awal sebelum adanya keputusan “Peresmian Pemberhentian Antar Waktu” sehingga bertentangan dengan kaidah kecermatan formal yang menghendaki tindakan cermat pada saat persiapan penerbitan suatu keputusan tata usaha negara dengan meneliti kebenaran agar tidak menimbulkan dampak merugikan termasuk kepada pihak ketiga. Selain itu SK Gubernur bertentangan dengan parameter keputusan yang sah.
-
3.1.2 Upaya Hukum yang dilakukan oleh I Made Sugita yang telah menerima SK Persemian Pemberhentian Antar Waktu dari Gubernur Bali adalah menempuh upaya hukum melalui
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar. I Made Sugita mengajukan gugatan di PTUN Denpasar dengan dasar alasan bahwa Gubernur Bali (Tergugat) dalam keadaan aktif untuk mengeluarkan keputusan (beschikking) sehingga sudah termasuk keputusan dalam lapangan administrasi negara. Gubernur adalah badan atau pejabat tata usaha negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka (12) Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, bahwa Tergugat juga merupakan Instansi Daerah yang menjalankan fungsi penyelenggaraan pemerintahan daerah, hal ini sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Gubernur Bali dalam mengeluarkan objek sengketa telah bertentangan dengan peraturan perudang-undangan serta asas-asas umum pemerintahan yang baik.
-
3.2 Saran
-
3.2.1 Gubernur Daerah Provinsi Bali dalam membentuk suatu Keputusan Tata Usaha Negara disarankan agar memperhatikan asas kecermatan dalam pembentukan keputusan agar nantinya menjamin kepastian hukum.
-
3.2.2 Asas-asas ini juga sebaiknya dinormakan agar kepastian hukum lebih terjamin. Bagi pihak yang bersengketa, penggugat dan tergugat disarankan lebih mencermati setiap Undang-Undang yang mengatur sehingga gugatan atau yang telah diajukan di Pengadilan nantinya tidak merugikan kedua pihak.
-
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Purbopranoto, Kuntjoro, 1985, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara, Alumni, Bandung.
Atmosudirdjo Pradjudi, 1988, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Indroharto, 1996, Usaha memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku II Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
P.M. Hadjon, 2002, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
SF. Marbun, 2003, Peradilan Administrasi dan Upaya Administratif Di Indonesia, UII Press, Liberty, Yogyakarta.
Sadjijono, 2008, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi Negara, Laksbang, Yogyakarta.
Peraturan Perundang-Undangan:
Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3344)
Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
Indonesia, Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 160, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5079)
Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601)
Jurnal:
Supriyadi Harri, 2008, Penyelesaian Sengketa Pergantian Antar Waktu (PAW) Anggota DPRD Pontianak, Tesis Fakultas Hukum Universitas Diponogoro, Semarang.
Discussion and feedback