PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR DI WILAYAH HUKUMPOLRESTA DENPASAR
on
PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENGEROYOKAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR DI WILAYAH HUKUMPOLRESTA DENPASAR∗
Oleh:
Kadek Velantika Adi Putra∗∗ Gde Made Swardhana∗∗∗ Sagung Putri M.E. Purwani∗∗∗∗
Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRAK
Pengeroyokan merupakan tindak pidana yang dewasa ini sering terjadi di masyarakat kususnya di Wilayah Hukum Polresta Denpasar yang pelakunya merupakan anak dibawah umur. Tindak pidana pengeroyokan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) diatur dalam pasal 170 KUHP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan anak dibawah umur menjadi pelaku dan untuk mengetahui upaya dan kendala pihak Kepolisan Polresta Denpasar dalam menanggulangi tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan oleh anak dibawah umur. Penelitian ini menggunakan metode penelitian empiris yaitu dari adanya kesenjangan antara teori dan realita antara keadaan teoritis dengan fakta. Hasil penelitian yang di dapat bahwa faktor yang menyebabkan anak menjadi pelaku tindak pidana pengeroyokan adalah meliputi faktor internal dan faktor eksternal dan upaya penanggulangan yang dilakukan adalah dengan melakukan upaya pre-emtif, upaya preventiv dan upaya represif. Kendala dari ketiga upaya tersebut berupa kurangnya tingkat kesadaran dari diri anak, susahnya mengatur jadwal pihak kepolisian dengan sekolah yang terbentur jadwal belajar dan susahnya melakukan upaya diversi di tingkat kepolisian.
Kata Kunci: Penanggulangan, Pengeroyokan, Anak
∗Makalah ilmiah ini disarikan dan dikembangkan lebih lanjut dari Skripsi yang ditulis oleh Penulis atas bimbingan Pembimbing Skripsi I Dr. Gde. Made Swardhana, SH, MH dan Pembimbing II Sagung Putri M.E Purwani, SH, MH.
∗∗Kadek Velantika Adi Putra adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, Korespodensi : [email protected].
∗∗∗Gde Made Swardhana adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana
∗∗∗∗Sagung Putri M.E Purwani adalah dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana.
ABSTRACT
Beatings are criminal acts that often happen in society with the perpetrator is a minor. The criminal acts beatings in the Criminal Code (penal code) is regulated in Article 170 of the Criminal Code. This study aims to know what are the factors that cause underage children to be perpetrators and to find out whether the efforts and obstacles of the Police of Denpasar Police in tackling criminalacts of beatings by minors.This research is used with empirical research method with the result of research that can be that the factors that cause the child become the perpetrator of the criminal act of inserting are internal and external factor and the prevention effort is done by doing the pre-emtive effort, preventive effort and repressive effort. The obstacles of the three efforts are the lack of awareness level of the child, the difficulty to arrange the schedule of the police with the school hit the study schedule and the difficulty of doing the diversion effort at the police level.
Keywords: prevention, beating, children
Seperti yang kita ketahui bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan kepada hukum dan bukan Negara yang berdasarkan pada kekuasaan1. Berdasarkan uraian tersebut dapat dipahami bahwa hukum merupakan sistem yang dibuat guna membatasi tingkah laku hidup manusia dengan tugas menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat.
Dewasa ini banyak terjadi pelanggaran hukum di Indonesia (pidana) kususnya di Denpasar Bali yang di pengaruhi oleh berbagai faktor seperti adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, pengaruh globalisasi dalam bidang komunikasi dan informasi, hiburan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya hidup masyarakat Denpasar.2
Salah satu jenis pelanggaran hukum yang dimaksud yaitu pelanggaran hukum pengeroyokan. Tindak pidana pengeroyokan
diatur didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang tertuang di dalam pasal 170 KUHP. Belakangan ini di wilayah hukum Polresta Denpasar banyak di temukan bahwa pelaku dari tindak pidana pengeroyokan ini merupakan anak dibawah umur, akan tetapi anak disini merupakan pengecualian karena anak mendapat perlindungan kusus dari hukum seperti yang diatur pada UU SPPA No. 11 Tahun 2011. Terkait dengan jenis tindak pidana dapat disimak bahwa semua yang melanggar hukum dapat dihukum dan sanksi pidana tersebut diatur pada pasal 10 KUHP yaitu berupa pidana pokok dan pidana tambahan. Jika pelaku pidana adalah anak maka berlaku ketentuan UU SPPA pasal 71 ayat (1) yang berbunyi bahwa pidana pokok bagi anak terdiri atas pidana peringatan, pidana dengan syarat, pelatihan kerja, pembinaan dalam lembaga, dan penjara.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Polresta Denpasar telah di dapatkan data jumlah kenakalan anak dibawah umur, dengan demikian dapat diketahui bahwa prilaku anak sudah mengarah pada perbuatan melawan hukum. Data yang didapatkan menerangkan sebagai berikut : data kasus pengeroyokan dari tahun 2014-Juli 2017, di tahun 2014 terjadi 1 kasus, di tahun 2015 terjadi 3 kasus, di tahun 2016 terjadi 1 kasus dan di tahun 2017 terjadi 3 kasus dimana anak-anak pada kasus ini dekenakan hukuman sesuai dengan pasal 170 KUHP. Pengeroyokan tentunya dilakukan oleh sekumpulan orang terhadap satu orang atau lebih sehingga dirasa perlu untuk mengetahui apakah faktor penyebab anak melakukan tindak pidana seperti pengeroyokan dan bagaimanakah upaya dan kendala yang dihadapi oleh pihak Polresta Denpasar dalam menanggulangi tindakan tersebut.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis membahas dua permasalahan, yaitu :
-
1. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan oleh anak dibawah umur ?
-
2. Apakah upaya dan kendala penanggulangan tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan oleh anak dibawah umur diwilayah Hukum Polresta Denpasar?
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris ini beranjak dari adanya kesenjangan antara teori dan realita dan kesenjangan antara keadaan teoritis dan keadaan fakta.3 Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fakta dan pendekatan perundang-undangan. Ada dua jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data skunder, data primer yakni data yang didapat melalui wawancara atau interview secara langsung terhadap masyarakat4 dan data skunder didapat dengan melakukan penelitian kepustakaan.
Teknik pengumpulan data yang terdapat pada penelitian ini yakni dengan wawancara atau interview yang dilakukan dengan mewawancarai Ibu Ni Made Lestari, SH., selaku kanit PPA Sat Reskrim Polresta Denpasar dan Ibu Siti Sapurah selaku Advokat
Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Bali. Teknik analisis yakni dilakukan dengan mengumpulkan data, baik data primer maupun data skunder kemudian dipilih, dianalisis, secara kualitatif dan selanjutnya akan diolah dan dianalisis dengan menyusun data secara sistematis dan dihubungkan antara data satu dengan yang lainnya. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif, data kemudian akan disajikan secara diskriptif kualitatif.5
-
2.2 Hasil dan Analisis
-
2.2.1 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Tindak Pidana Pengeroyokan yang Dilakukan Oleh Anak di Bawah Umur
-
Pengertian dari faktor adalah suatu hal yang ikut menyebabkan terjadinya sesuatu dan arti kata penyebab merupakan hal yang menjadikan timbulnya sesuatu; lantaran; karena; (asal) mula6. Seseorang anak dibawah umur menjadi nakal bukan muncul hanya dari keinginan diri anak, tetapi bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor dari dalam dirinya dan luar diri anak7 dan sangat berkaitan erat dengan lingkungan anak didalam masyarakat. Kenakalan anak merupakan suatu ancaman yang sangat serius terhadap norma-norma sosial yang berada di dalam kehidupan bermasyarakat. Anak dibawah umur menjadi nakal tidak murni disebabkan karena kehendak atau keinginannya sendiri, ada dua fatktor yang bisa mempengaruhi
anak menjadi nakal yaitu faktor dalam diri anak dan faktor yang terdapat dari luar diri anak.
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber Ibu Siti Sapurah selaku Advokat Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Provinsi Bali pada tanggal 13 Juli 2017 menyebutkan bahwa menyikapi terjadinya tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan oleh anak dibawah umur yang menjadi poin penting utama yaitu dapat dilihat berdasarkan dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri individu atau disini berarti dari dalam diri anak. Menurut Romi Atmasasmita8 faktor internal ini berupa : faktor intelegensia, faktor usia, faktor jenis kelamin dan faktor kedudukan anak dalam keluarga.
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber Ibu Siti Sapurah pada tanggal 12 Juli 2017 menerangkan masing-masing faktor tersebut adalah sebagai berikut.
-
1. Faktor Intelegensia
Faktor-faktor yang mempengaruhi anak dibawah umur adalah faktor bawaan, faktor minat dan pembawaan khas, faktor pembentukan, faktor kematangan, dan faktor kebebasan. Faktor yang paling digaris bawahi menurut narasumber adalah faktor pembentukan karena yang dimaksud dengan faktor ini yaitu segala keadaan diluar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensia. Disinilah point penting masuknya argumentasi
intelegensia sebagai faktor yang mempengaruhi anak menjadi pelaku pengeroyokan.
-
2. Faktor Usia
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber mengatakan bahwa usia anak yang dominan melakukan tindak pidana kebanyakan ada pada usia yang tergolong remaja yaitu usia 13-20 tahun jadi dapat dikatakan bahwa tindak kenakalan yang dilakukan oleh anak tidak terlepas dari kondisi jiwa remaja yang sedang mengalami banyak perubahan-perbuhan pada dirinya.
-
3. Faktor Jenis Kelamin
Berdasarkan wawancara dengan narasumber Ibu Siti Sapurah menyebutkan bahwa kenakalan anak bisa saja dilakukan oleh anak laki-laki maupun perempuan, akan tetapi anak laki-laki lebih mendominasi dikarenakan perbedaan pola asuh seperti perbedaan jam bermain yang diberikan terhadap anak laki-laki dan perempuan yaitu jam bermain anak laki-laki lebih bebas dan lebih longgar daripada anak perempuan. Sehigga anak laki-laki lebih banyak interaksi diluar rumah dan tidak menutup kemungkinan mendapat banyak interksi yang buruk diluar rumah sehingga menyebabkan anak mengarah pada perilaku menyimpang seperti melakukan tindak pidana pengeroyokan.
-
4. Kedudukan Anak dalam Keluarga
Menurut narasumber Ibu Siti Sapurah kedudukan anak didalam keluarga yang menjadi pelaku tindak pidana tidak terlepas dari perlakuan dari orag tuanya dirumah. Seperti terlalu memanjakan anaknya dikarenakan dia adalah anak paling kecil atau anak satu-satunya sehingga mengakibatkan anak merasa menjadi anak spesial dan bisa melakukan semuanya sesuka hati mereka.
Faktor eksternal adalam faktor yang berasal dari luar diri anak. menurut hasil wawancara dengan narasumber Ibi Siti Sapurah yang termasuk dari faktor eksternal adalah sebagai berikut :
-
1. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi keluarga terutama orang tua yang sejak dini mengatakan bahwa akan memenuhi segala kebutuhan sianak akan tetapi sebenarmya orang tua sudah tau bahwa keadaan ekomoni mereka yang kurang, sehingga pada akhirnya mereka tidak bisa memenuhi janji tersebut. Disinilah anak akan mendapatkan kekecewaan dari faktor ekonomi kedua orang tuanya dan mengakibatkan anak tersebut melakukan tindak kejahatan sesuai dengan janji yang tidak dapat dipenuhi oleh keluarga tersebut.
-
2. Faktor Lingkungan Sekolah
Faktor Lingkungan terutama sekolah merupakan faktor yang menyebabkan atau mendorong anak melakukan perbuatan yang menyimpang. Sebagai contoh tidak jarang dijumpai sikap-sikap tidak disiplin dalam suatu sekolah di temukan anak yang merokok dan bolos beramai-ramai, yang dapat berpengaruh besar terhadap anak yang pada awalnya bermental baik menjadi berubah dan bahkan bisa menjadi pelaku tindak kejahatan anak.
-
3. Faktor Lingkungan Pergaulan Masyarakat
Faktor Lingkungan PergaulanMasyarakat merupakan tempat pendidikan ketiga setelah lingkungan keluarga dan sekolah, karena anak selain berinteraksi dengan anggota keluarganya juga akan memasuki pergaulan yang lebih luas lagi yaitu lingkungan masyarakat disekitarnya. Pengaruh yang
diberikan lingkungan pergaulan besar sekali dan bahkan terkadang dapat membawa perubahan besar dan seorang anak akan banyak menyerap hal-hal baru yang dapat mempengaruhinya, dengan demikian pengaruh lingkungan pergaulan terutama pengaruh dari teman-teman mainnya sangat besar bagi anak dapat melakukan apa yang dianggap baik menurutnya dan menjadi sumber bagi anak untuk melakukan perbuatan menyimpang.
-
4. Faktor Mass-Media
Faktor Mass-Media atau sering dikenal dengan media massa, seperti majalah, surat kabar, radio, tape, televisi, VCD, dan lain-lain, juga memberikan pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan manusia dan terdapat juga bagian dari media massa yang tidak mendidik, apalagi jika dikaitkan dengan sifat anak-anak yang suka meniru, ingin tahu dan mencoba-coba hal-hal yang dianggap oleh anak merupakan hal-hal yang baru. Maka tidak sedikit oleh anak saat dilakukan pendekatan secara personal atas prilaku yang telah diperbuat menggunakan alasankarena tontonan di televisi, vidio atau youtube tentang adegan kekerasan.Sejalan dengan hal tersebut dengan mengutip pendapat Kartini Kartono menyatakan bahwa “anak akan menjadi kriminal dan memperoleh kebiasaan delinkuen sangat begantung kepada interaksi yang kompleks dari berbagai faktor penyebab baik internal maupun eksternal sebagai latar belakangnya”9.
-
2.2.2 Upaya dan Kendala Penanggulangan Tindak Pidana Pengeroyokan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah Umur di Wilayah Hukum Polresta Denpasar
Reaksi terhadap kejahatan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu respon yang bersifat non formal, respon yang bersifat informal dan respon yang bersifat formal, metode yang digunakan untuk melawan kejahatan dilakukan secara formal melalui sistem peradilan pidana10
Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber Ibu Ni Made Lestari S.H., selaku Kanit Sat Reskrim Polresta Denpasar pada tanggal 14 Juli 2017 menyebutkan bahwa upaya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi tindak pidana pengeroyokan ialah dengan melakukan tiga upaya yaituyaitu upaya pre-emtif, upaya preventif dan represif. Upaya-upaya penanggulanang tersebut antara lain sebagai berikut :
-
1. Upaya Pre-emtif, melakukan kerjasama dengan pihak sekolah agar disediakan waktu untuk melaksanakan sosialisasi dan memberikan penyuluhan terkait dengan akibat dari melawan hukum dan menanamkan nilai-nilai/norma-norma yang baik sehingga diharapkan dapat menghilangkan niat anak-anak untuk melakukan tundakan melawan hukum.
-
2. Upaya Preventif, melakukan penjagaan, meningkatkan patroli dan mengadakan razia disejumlah titik atau wilayah-wilayah yang rawan terjadi kasus kenakalan remaja, sehingga diharapkan dengan upaya ini akan menghilangkan kesempatan anak-anak untuk melakukan tindakan melanggar hukum seperti tindak pengeroyokan. Upaya selanjutnya dengan melakukan kerjasama dengan pihak Komisi Penyiaran Indonesia terkait larangan menyiarkan sinetron-sinetron yang
berbau kekerasan agar lebih disensor tindak kekerasannya agak tidak memberikan dampak yang buruk terhadap anak-anak yang menonton sinetron tersebut.
-
3. Upaya Represif, mengamankan tempat kejadian dan membawa korban kerumah sakit terdekat untuk dimintai keterangan lebih lanjut tentang peristiwa yang terjadi. Upaya selanjutnya adalah melakukakan upaya diversi yaitu upaya penyelesaian perkara diluar pengadilan guna mendamaikan para pihak antara korban dan pelaku agar tidak sampai lanjut ketahap selanjutnya mengingat pelakunya adalah anak dibawah umur. Upaya terakhir adalah upaya penangkapan dan penahanan dimana upaya ini dilakukan setelah upaya diversi gagal dikarenakan tindakan yang dilakukan oleh anak membuat anacaman hukuman yang diberikan lebih dari 7 tahun sehingga upaya diversi tidak bisa dilakukan dan anak upaya ini dilakukan juga bisa karena anak merupakan residive atau pengulangan tindak pidana sehingga memang harus ditindak lebih lanjut ke proses pengadilan.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap narasumber Ibu Ni Made Lestari S.H., pada tanggal 14 Juli 2017 mengatakan jika dilihat dari data yang didapat pada saat wawancara dapat dikatakan bahwa upaya yang dilakukan oleh pihak Kepolisian Polresta Denpasar adalah upaya represif berupa penangkapan dan penahanan karena upaya diversi telah gagal disebabkan karena tindakkan yang dilakukan diancaman dengan hukuman lebih dari 7 tahun dan merupakan pengulangan tindak pidana sehingga ketentuan UU No. 11 Tahun 2012 tentang SPPA tidak dapat diupayakan.
Kendala-kendala yang dihadapi oleh polresta Denpasar dalam upaya penanggulangan tindak pidana pengeroyokan oleh anak
dibawah umur adalah sebagai berikut : kendala pada upaya Pre-emtif yaitukurangnya respon dari anak terkait sosialisasi yang diakukan pihak Polresta Denpasar. Susahnya mengatur jadwal penyuluhan dikarenakan terbentur jam pelajran disekolah, kendala pada upaya Preventif yaitu anak-anak lebih takut dengan ketua kelompok perkumpulan mereka. Sering berubah-ubahnya waktu dan tempat kejadian terjadinya tindak pidana. Masih kurangnya respon Pihak Komisi Penyiaran Indonesia terkait permintaan penayangan dari pihak Kepolisian. Masih kurangnya sarana dan prasarana pihak Kepolisan Polresta Denpasar, kendala dalam upaya Represif yaitu banyk ditemukan anak-anak pelaku kasus pengeroyokan yang tidak memiliki tanda pengenak sepertiSIM, KTP atau KK.Sulitnya mengupayakan diversi karena susahnya menghadirkan para peserta undangan pada saat mengupayakan diversi dikarenakan kesibukan masing-masing instansi, susahnya mendapat kesepakatan damai dari pihak korban maupun pelaku misalnya dikarenakan biaya restitusi atau biaya pengobatan yang diminta oleh pihak korban.
-
1. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan oleh anak dibawah umur adalah faktor internal meliputi: faktor intelegensia, faktor usia, faktor jenis kelamin, faktor kedudukan anak dalam keluarga dan faktor eksternal meliputi : faktor ekonomi keluarga, faktor lingkungan sekolah, faktor lingkungan pergaulan, faktor mass-media.
-
2. Uapaya-upaya yang dilakukan dapat dibagi menjadi tiga upaya yaitu upaya pre-emtif, upaya preventif dan represif.
Upaya pre-emtif dan upaya preventif seperti melakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah, melakukan patroli, mengadakan razia, mengajak pihak-pihak terkait seperti masyarakat dan pihak Komisi Penyiaran Indonesia untuk bekerjasama. Upaya selanjutnya yaitu upaya represif dilakukan dengan upaya diversi yaitu penyelesaian diluar pengadilan dan upaya penangkapan atau penahanan. Hambatan yang didapat oleh pihak Polresta Denpasar dalam menanggulangi tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan oleh anak dibawah umur yaitu kurangnya tingkat kesadaran oleh anak-anak terhadap hukuman yang akan mereka dapat jika melakukan suatu tindak pidana, selain itu terkait dengan jadwal penyuluhan disekolah-sekolah karena berbenturan dengan jam pelajaran, susahnya melakukan panggilan kepada orangtua pelaku, susahnya mendapat kesepakatan damai untuk melakukan upaya diversi
-
1. Perlu dilakukan pembinaan dan sosialisasi terhadap anak sedini mungkin baik di lingkungan keluarga, lingkungan pendidikan maupun lingkungan masyarakat guna memberitahukan ke pada anak tentang apa akibat dari melanggar hukum dan membantu anak untuk memahami dan mengenali masalah yang dihadapi di dalam masyarakat serta mengarahkan anak-anak mengenai mana hal yang patut di tiru dan yang tidak patut ditiru.
-
2. Selain melalui upaya pre-emtif, preventif dan represif dari lembaga sosial untuk menanggulangi tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan anak dibawah umur, yang terpenting yaitu masing-masing individu memiliki keimanan dalam beragama sehingga anak dapat membedakan hal-hal
yang baik dan yang tidak baik serta perbuatan mana yang pantas dan tidak pantas dilakukan oleh anak penerus bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Abintoro Prakoso, 2016, Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak, Aswaja Pressindo, Yogyakarta.
Ali Zaidan, 2016, Kebijakan Kriminal, Sinar Grafika, Jakarta.
Kartini Kartono, 1986, Pengantar Metedeologi Riset Sosial, Alumni Bandung.
, 1986, Patologi Sosial, Rajawali, Jakarta.
M. Nasir Jamil, 2013, Anak Bukan Untuk di Hukum Catatan Pembahasan UU Sistem Peradilan Pidana Anak, Sinar
Grafika, Jakarta.
Philipus M.Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya.
Wagiati Soetedjo, 2013, Hukum Pidana Anak, PT. Refika Aditama, Bandung.
Jurnal
Megasari et al, 2017, Tinjauan Yuridis Terkait Faktor dan Upaya Menanggulangi Anak yang Berkonflik dengan Hukum. Jurnal Dinamika Hukum Vo.13 No.1.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Undang-Undang Nmor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Internet
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Kata Dasar Kroyok, URL: https://kbbi.web.id/keroyok diakses tanggal 18 September 2017.
15
Discussion and feedback