PENEGAKAN HUKUM TERHADAP GEPENG DI KAWASAN PARIWISATA KUTA KABUPATEN BADUNG BERDASARKAN PERDA NOMOR 7 TAHUN 2016*

Oleh :

Putu Putra Baruna Karmanta** Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati***

Program Kekhususan Hukum Pemerintahan, Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Kuta salah satu kecamatan di Kabupaten Badung yang merupakan tempat tujuan utama bagi wisatawan lokal ataupun mancanegara yang mengunjungi Bali. Selain menjadi sasaran para wisatawan, Kuta juga menjadi tempat sasaran untuk mencari mata pencaharian salah satunya oleh para gepeng yang melanggar ketertiban umum dan merusak citra pariwisata di Pulau Bali khususnya kawasan pariwisata Kuta sendiri. Namun hingga saat ini, permasalahan gepeng yang mengganggu ketertiban umum tersebut belum dapat diselesaikan.

Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini termasuk jenis penelitian hukum empiris. Dan menggunakan pendekatan Perundang-undangan dan pendekatan Fakta.

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2016 tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat sangat berperan untuk menjadi dasar dalam penegakan hukum terhadap gepeng di Kawasan Pariwisata Kuta. Pemerintah Kabupaten Badung telah melaksanakan penegakan hukum terhadap pengemis melalui kegiatan penertiban oleh Satuan Polisi Pamong Praja, Dinas Sosial, dan Pemerintah Kecamatan Kuta Kabupaten Badung. Namun penegakan hukum tersebut belum terlaksana dengan baik, dan membutuhkan partisipasi dari pemerintah provinsi maupun dari masyarakat.

Kata Kunci : Gepeng, Penegakan Hukum, Peraturan Daerah, Kabupaten Badung

ABSTRACT

Kuta is one of the subdistricts in Badung regency which is the main destination for local and foreign tourists who visit Bali. In addition to being targeted by tourists, Kuta is also a good place for people to seek livelihoods, including beggars who violate public order and becomes a nuisance for the surroundings and damage the reputation of tourism in the island of Bali especially the Kuta tourism area itself. However, until now, the problem of beggars that violating public order has not been resolved.

The type of research in this study is empirical legal research. This Research using the Statutory Approach and the Fact Approach.

From this research can be concluded that the Regulation of Badung Regency No. 7 of 2016 about Public Order and Public Peace plays a very important role in law enforcement against beggars in Kuta Tourism Area. Badung Regency Government has implemented law enforcement on beggars through enforcement activities by Satuan Polisi Pamong Praja, Social Service, and Government of Kuta District of Badung Regency. But the law enforcement has not been well implemented, and it needs participation from the provincial government as well as from the society.

Keywords: Beggar, Law Enforcement, Local Regulation,

Badung Regency

  • I.    Pendahuluan

    1.1.    Latar Belakang

Kuta salah satu kecamatan di Kabupaten Badung yang merupakan tempat tujuan utama bagi wisatawan lokal ataupun mancanegara yang mengunjungi Bali. Sebagai tempat wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Maka sudah tentu sangat perlu memperhatikan keamanan dan kenyamanan wisatawan yang datang tersebut, demi menjaga perkembangan sektor pariwisata di wilayah Kuta Kabupaten Badung agar berkembang dan menjadi lebih baik. Salah satu masalah yang berkaitan dengan hal itu adalah keberadaan gepeng di beberapa tempat di wilayah pariwisata Kuta yang mengganggu keamanan dan kenyamanan para wisatawan yang cukup menjadi sorotan masyarakat dan telah menuai protes

dari para pelaku pariwisata salah satunya ialah para guide (Pemandu wisata) yang resah akan adanya gepeng yang berkeliaran di sekitar wilayah pariwisata Kuta, Kabupaten Badung.

Penegakan Hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah nilai yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.1 Mengingat permasalahan gepeng yang mengganggu ketertiban dan keamanan para wisatawan maupun pelaku pariwisata di daerah Kuta Kabupaten Badung tersebut, Pemerintah Kabupaten Badung seharusnya mulai memperhatikan keberadaan gepeng, dimana penegakan hukum bagi gepeng sangatlah penting untuk dilakukan. Selain memberikan efek jera kepada kelompok gepeng dengan melakukan penertiban yang rutin, sebaiknya Pemerintah Kabupaten Badung juga memperhatikan kesejahteraan kelompok gepeng ini, dengan membuat panti sosial yang mempunyai program dalam bidang pelayanan rehabilitasi dan pemberian bimbingan keterampilan (workshop) bagi gepeng sehingga mereka bisa hidup mandiri dan tidak kembali mengemis. Mengingat para gepeng yang berkeliaran di kawasan pariwisata Kuta ini merupakan Warga Negara Indonesia juga, yang berhak atas kesejahteraan sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia.

Sebagai subjek hukum, pemerintah melakukan berbagai tindakan, baik tindakan nyata maupun tindakan hukum.2 Berbagai macam kebijakan telah dibuat oleh Pemerintah Kabupaten Badung untuk mengurangi bahkan menghapus angka

gepeng di Kabupaten Badung, khususnya di wilayah pariwisata Kuta. Salah satunya dengan membuat Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat Di Kabupaten Badung. Namun sampai saat ini masih saja ada gepeng yang berkeliaran di wilayah pariwisata Kuta, bahkan jumlahnya bertambah banyak pasca hari raya.

  • 1.2.    Tujuan

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum terhadap gelandangan dan pengemis di kawasan pariwisata Kuta Kabupaten Badung, serta mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan yang menghambat dalam dilaksanakannya penegakan hukum terhadap gelandangan dan pengemis di Kawasan Pariwisata Kuta Kabupaten Badung tersebut.

  • II.    Isi Makalah

    2.1.    Metode Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam skripsi ini ialah penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris adalah penelitian hukum menyangkut pemberlakuan atau implementasi Perundang-undangan.3 Penelitian ini menekankan penggunaan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi suatu peraturan atau hukum atau kondisi tertentu.

  • 2.2.    Hasil dan Analisis

    • 2.2.1    Peranan Pemerintah Kabupaten Badung berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2016 Pada Penanggulangan gelandangan dan Pengemis di Kawasan Pariwisata Kuta

Sebagai daerah otonom yang memiliki hak dan kewajiban dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut, pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota, berwenang untuk membuat peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, guna menyelenggarakan urusan otonomi daerah dan tugas pembantuan.4 Peraturan perundang-undangan tingkat daerah terdiri dari peraturan daerah dan peraturan/keputusan kepala daerah yang memiliki sifat mengatur. Peraturan daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD.5

Adapun salah satu Peraturan Daerah yang dibuat olah Pemerintah Kabupaten Badung adalah Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat. Dimana dalam Peraturan Daerah tersebut terdapat aturan mengenai masalah penegakan hukum terhadap pengemis, dalam peraturan tersebut terdapat 3 (tiga) poin larangan. Pertama, ditujukan kepada Pengemis dan gelandangan yang berisikan larangan untuk tidak beraktifitas meminta-minta kepada orang lain dan/atau kegiatan lain yangmengganggu di jalanan dan traffic light beserta larangan untuk bertempat tinggal dan/atau beraktifitas yang bukan peruntukannya pada fasilitas umum dan/atau fasilitas sosial. Kedua, Larangan yang ditujukan kepada germo atau atasan para

pengemis yang berisikan larangan mengkoordinir untuk menjadi pengemis, pengamen, pedagang asongan, pengelap mobil di Jalan dan/atauTempat Umum, dan mengekspolitasi anak dan/atau balita untuk mengemis. Dan yang ketiga, ditujukan kepada masyarakat untuk tidak memberikan sejumlah uang dan/atau barang apapun kepada para pengemis dan gelandangan yang berkeliaran di jalan dan/atau di tempat umum.

Untuk menegakkan Peraturan Daerah, dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja yang bertugas membantu kepala daerah untuk menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. Anggota Satuan Polisi Pamong Praja dapat diangkat sebagai penyidik pegawai negeri sipil dan penyidikan, serta penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan perda dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk menegakkan Perda maka dapat ditunjuk pejabat lain yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda.6

Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Badung memiliki tugas dan wewenang yang diatur juga didalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat yang menyatakan tugas dan wewenang Satuan Polisi Pamong Praja ialah sebagai berikut:

  • 1.    Tugas Satuan Polisi Pamong Praja:

  • a.    Penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Peraturan Daerah, penyelenggaraan Ketertiban Umum dan       Ketenteraman       Masyarakat       serta

perlindunganmasyarakat;

  • b.    Pelaksanaan kebijakan penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati;

  • c.    Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan KetertibanUmum dan Ketenteraman Masyarakat di Daerah;

  • d.    Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat;

  • e.    Pelaksanaan koordinasi penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati, penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, PPNS Daerah,dan/atau aparatur terkait lainnya;

  • f.    Pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar mematuhi dan mentaati Peraturan Daerah dan Peraturan Bupati; dan

  • 2.    Wewenang Satuan Polisi Pamong Praja ialah:

  • a.    Melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap setiap orang yang melakukan pelanggaran atas Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Bupati;

  • b.    Menindak setiap orang yang mengganggu Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat;

  • c.    Fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan masyarakat;

  • d.    Melakukan tindakan penyelidikan terhadap setiap orang yang diduga melakukan pelanggaran atas Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Bupati; dan

  • e.    Melakukan tindakan administratif terhadap setiap orang yang melakukan pelanggaran atas Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Bupati.

Hukum adalah sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial dan sebagainya. Kandungan hukum ini

bersifat abstrak. Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak itu. Penegakan hukum adalah usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan.7

Adapun skema/alur mekanisme dari kegiatan penegakan atau penertiban terhadap gelandangan dan pengemis di Kabupaten Badung dapat digambarkan dan dijabarkan sesuai dengan bagan di bawah ini:

Bagan 1 : Alur Kegiatan Penegakan Hukum Terhadap

Gelandangan dan Pengemis di Kabupaten Badung.

Katerangan Bagan :

  • 1.    Pertama, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpolpp) melakukan penertiban/sidak atau penangkapan terhadap gelandangan dan pengemis berdasarkan adanya laporan dari kecamatan atau masyarakat setempat karena dianggap meresahkan masyarakat.

  • 2.    Kedua, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja menerima para gelandangan dan pengemis dari Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Badung beserta surat penangkapannya. Kemudian para gelandangan dan pengemis tersebut di tampung dirumah singgah selama 1x24 jam untuk didata dan diberi pembinaan.

  • 3.    Ketiga, Bagian Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung yang bekerja sama dengan Organisasi sosial atau LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Bentuk pembinaan yang dilakukan hanya dengan sosialisasi atau pemberian nasehat kepada para gelandangan dan pengemis tersebut agar tidak kembali mengemis di daerah Kabupaten Badung yang kebanyakan ditemukan di daerah Pariwisata Kuta Kabupaten Badung.

  • 4.    Ke-empat, setelah didata dan diberi pembinaan, para gelandangan dan pengemis ini akan dikembalikan ketempat asalnya berdasarkan data yang ada oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Badung.

  • 2. 2.2 Faktor-Faktor   Yang   Mempengaruhi   Pemerintah

Kabupaten Badung dalam Penegakan Hukum Terhadap Gelandangan dan Pengemis di Kawasan Pariwisata Kuta Masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada

faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:8

  • 1.    Faktor hukum atau peraturan itu sendiri;

  • 2.    Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum;

  • 3.    Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

  • 4.    Faktor masyarakat, yaitu berkaitan dengan lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan;

  • 5.    Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Penulis dapat gambarkan melalui tabel mengenai faktor-faktor yang mendukung dan menghambat penegakan hukum terhadap pengemis di kawasan pariwisata Kuta Kabupaten Badung sesuai dengan 5 faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto sebagaimana yang telah dijabarkan penulis diatas, antara lain :

Tabel 1 : faktor-faktor yang mendukung dan menghambat

penegakan hukum terhadap pengemis di kawasan pariwisata Kuta Kabupaten Badung sesuai dengan 5 faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto.

5 faktor

Positif (Mendukung)

Negatif (Menghambat)

1. Hukum     atau

Peraturan

Adanya Perda No.7 Tahun      2016

Tentang Ketertiban Umum      dan

Ketenteraman Masyarakat

Tidak adanya Perda Khusus     untuk

penanggualangan gelandangan   dan

pengemis

2. Penegak Hukum

Adanya  kerjasama

yang  baik  antar

instansi Pemerintahan Kabupaten Badung

  •    Belum  melakukan

penegakan hukum

secara maksimal

  •    Kurangnya perhatian  instansi

(Pemerintah)      di

daerah         asal

pengemis tersebut

3. Faktor sarana dan

prasarana

Adanya        alat

trasnportasi, tempat    (kantor),

dan peralatan kerja

Tidak      adanya

tempat     khusus

untuk menampung dan membina para pengemis

4. Masyarakat

Adanya   bantuan

dari LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) untuk membina     para

pengemis

Kurangnya kesadaran   untuk

tidak     memberi

bantuan    kepada

pengemis.

5. Kebudayaan

-

Adanya kebudayaan (kebiasaan) mengemis    yang

susah  dihilangkan

karena       faktor

penghasilan   yang

besar         dan

didapatkan dengan cara yang  sangat

mudah/gampang

  • III.    Penutup

    3.1.    Kesimpulan

Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat memiliki peranan dalam Penegakkan hukum terhadap pengemis di kawasan pariwisata kuta. Namun, tindakan dan upaya Pemerintah Kabupaten Badung dalam melakukan penegakan hukum terhadap pengemis masih

belum maksimal, karena Pemerintah Kabupaten Badung belum sepenuhnya melakukan penegakan hukum sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat dan proses rehabilitasi terhadap pengemis tidak efektif karena proses rehabilitasinya tidak dilakukan secara maksimal.

Faktor hukum, penegak hukum, sarana dan fasilitas, dan masyarakat merupakan faktor pendukung dari Penegakan Hukum terhadap pengemis di Kabupaten Badung, namun keempat faktor tersebut juga menjadi faktor yang menghambat Penegakan Hukum terhadap pengemis di Kabupaten Badung ditambah dengan faktor kebudayaan yang menjadi hambatan besar bagi Pemerintah Kabupaten Badung untuk bisa menghapus angka Pengemis di Kabupaten Badung. Dimana para gelandangan dan pengemis tersebut memiliki budaya atau kebiasaan untuk meminta-minta kepada orang lain dengan alasan pekerjaan meminta-minta dijalanan memiliki hasil yang cukup besar dan sangat mudah dilakukan. Dan tempat asal dari para pengemis di Kabupaten Badung kebanyakan berasal dari Kabupaten Lain dan provinsi di luar Bali, ini juga yang menjadi penghambat didalam proses Penegakan Hukum terhadap pengemis di Kabupaten Badung.

  • 3.2.    Saran

Agar Pemerintah Kabupaten Badung tidak hanya memberikan pembinaan atau rehabilitasi terhadap pengemis tetapi juga menerapkan sanksi pidana berupa hukuman kurungan, karena dengan demikian para pengemis akan

mendapatkan efek jera sehingga para pengemis tersebut takut dan enggan untuk kembali mengemis. Selain memberikan sanksi kepada pengemis, sebaiknya Pemerintah Kabupaten Badung juga menerapkan sanksi bagi siapa yang memberikan bantuan atau sedekah kepada pengemis.

Membuat tempat khusus untuk menampung para pengemis yang terjaring razia atau tertangkap untuk melakukan pembinaan atau rehabilitasi yang maksimal tidak terbatas oleh waktu dan juga memberikan sanksi kurungan terhadap para pengemis tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

  • A.    Buku

HR, Ridwan, 2011, Hukum Administrasi Negara Cet. Ke-7, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Rahardjo, Satjipto, 1995, Masalah Penegakan Hukum Suatu

Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru, Bandung.

Soekanto, Soerjono, 2013, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Penegakan Hukum Cet. Ke-12, Rajawali Press, Jakarta.

____________________, 1983, Penegakan Hukum, Binacipta, Jakarta.

Sunarso, Siswanto, 2006, Hukum Pemerinthan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

  • B.    Jurnal dan Makalah Ilmiah

Yusdiyanto, 2012, Implementasi Kewenangan Kepala Daerah Dalam Pembuatan Perda dan Peraturan Lainnya, Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum, Lampung.

  • C.    Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat Di Kabupaten Badung (Lembaran Daerah Kabupaten Badung Tahun 2016 Nomor 7 dan Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Badung Nomor 7).

14