Buletin Fisika Vol. 19 No. 1 Februari 2018 : 1 – 5

IDENTIFIKASI KOMPOSISI BATAKO PRES SEBAGAI PEREDAM BUNYI

Identification Of Press Brick Composition As A Sound Absorbers

Ni Made Wedayani1, I Gde Antha Kasmawan2, Windaryoto3

1, 2 Department of Physics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Udayana University, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali, Indonesia 80361

1[email protected]; 2[email protected]; 3[email protected]

Abstrak –Telah dilakukan penelitian absorpsi bunyi oleh batako pres yang terbuat dari semen dan pasir. Penelitian dilakukan untuk mengetahui efek campuran terhadap nilai koefisien absorpsi intensitas bunyi dari batako. Dalam penelitian ini telah dibuat tiga variasi perbandingan semen : pasir, yaitu 1:15, 1:10 dan 1:5 pada tekanan 0,30 MPa. Besaran fisis yang diukur adalah intensitas bunyi (dB) di dalam model bangunan yang berbenttuk kubus (74 x 74 x 68) cm3 dengan mengggunakan sound level meter. Intensias bunyi ditentukan dengan metode nomogram. Dengan variasi frekuensi bunyi 1 - 10 kHz selama 5 menit diperoleh bahwa besar koefisien absorpsi bertambah besar dengan bertambahnya frekuensi. Pada rentang frekuensi antara 1 - 6 kHz, batako dengan perbandingan semen:pasir 1:15 memiliki nilai koefisien absorpsi yang paling besar, sedangkan pada rentang frekuensi bunyi antara 6 – 10 kHz, batako dengan perbandingan semen:pasir 1:5 yang memiliki nilai koefisien absorpsi yang paling besar.

Kata kunci: Batako pres, koefisien absorpsi, metode nomogram, rasio semen-pasir, intensitas bunyi

Abstract – Sound absorption research using the press brick made of cement and sand has been done. The research was conducted to determine the effect of mixture on the absorption coefficient value of sound of the brick. In this research have made three variations ratio of cement : sand, that is 1:15, 1:10 and 1: 5 at pressure of 0.30 MPa. The physical quantity measured is the intensity of sound (dB) in the cube-shaped building model (74 x 74 x 68) cm3 by using a sound level meter. The intensity of sound is determined by nomogram method by varying the sound frequency of 1 - 10 kHz for 5 minutes. It is found that the absorption coefficient value increases with increasing frequency. At frequency range of 1 – 6 kHz, brick with ratio cement : sand of 1:15 has the highest absorption coefficient value, while at frequency range of 6 - 10 kHz, brick with ratio cement : sand of 1: 5 which has the highest absorption coefficient value.

Key words: press brick, absorption coefficient, nomogram method, cement- sand ratio, intensity of sound

  • I.    PENDAHULUAN

Kebisingan merupakan intensitas bunyi (bunyi) dalam tingkat dan waktu tertentu yang tidak diinginkan. Kebisingan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan serta kenyamanan lingkungan, termasuk ternak dan sistem alam [1]. Kebisingan dapat dihasilkan dari berbagai aktivitas seperti transportasi (bunyi mesin kendaraan bermotor), industri (bunyi mesin pabrik), pemasangan tiang pancang.

Kebisingan seringkali menjadi masalah dalam pembuatan suatu hunian. Seiring dengan pesatnya populasi, desain tata akustik pada hunian perlu mendapat perhatian supaya dapat memberikan kenyamanan yang maksimal bagi penghuni rumah tersebut. Oleh karena itu diperlukan material bangunan yang mampu menyerap gelombang bunyi

secara maksimal. Salah satu material yang banyak digunakan sebagai struktur bangunan rumah adalah batako pres yang terbuat dari campuran pasir dan semen.

Dalam penelitian ini telah diteliti kemampuan absorbsi dari beberapa variasi campuran batako. Untuk itu dilakukan pengukuran intensitas bunyi dari dalam sebuah model bangunan yang berbentuk kubus, kemudian menghitung nilai koefisien absorpsinya.

  • II.    LANDASAN TEORI

Bunyi adalah gelombang tekanan yang dapat mengakibatkan perubahan tekanan dan kerapatan medium yang dilewatinya [2]. Gelombang bunyi yang melewati suatu medium akan kehilangan energi akibat adanya absorpsi energi oleh medium. Absorpsi energi mengakibatkan penurunan

amplitude gelombang bunyi. Jika amplitude gelombang bunyi mula-mula adalah A0, amplitude A di dalam medium pada kedalamam x adalah dinyatakan dalam persamaan eksponensial [3]

A=Ae-ax                        (1)

dengan a adalah koefisien dalam satuan cm-1 koefisien absorpsi dari medium dalam kaitannya dengan penurunan amplitude bunyi pada frekuensi tertentu. Intensitas bunyi (gelombang bidang) adalah diberikan oleh persamaan

I = 1 ρvA2(2πf)2                      (2)

Dengan ρ adalah kerapatan medium, v adalah kecepatan s dan ƒ adalah frekuensi bunyi.

Karena intensitas adalah berbanding lurus dengan kuadrat amplitudo maka dari pers. (1) dan (2) maka intensitas bunyi dapat diungkapkan sebagai

I = I0e-αx                              (3)

dengan I0 adalah intensitas bunyi datang dan I adalah intensitas bunyi pada kedalaman (ketebalan) x. Dengan demikian koefisien absorpsi dalam hubungannya dengan intensitas bunyi adalah α=2a dalam satuan cm-1. Intensitas bunyi terukur dalam besaran tingkat tekanan bunyi (sound pressure level) dalam satuan desibel (dB) [2, 3].

Koefisien absorpsi bunyi digunakan untuk menentukan efektifitas suatu material dalam menyerap bunyi. Koefisisen absorpsi bunyi mempunyai nilai antara 0 sampai 1. Koefisen absorpsi bunyi tergatung pada frekuensi bunyi dan sudut yang terbentuk dari gelombang bunyi yang datang terhadap garis normal permukaan medium [4, 5].

Bunyi disebut bising atau tidak tergantung pada tempat (area) Tingkat tekanan bunyi yang diijinkan di jalan raya adalah 70 dB dan di ruang kerja adalah 55 dB [3]. Oleh karena itu untuk untuk di ruang kerja, bunyi yang lebih besar dari pada 55 dB didebut dengan bunyi bising.

Kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar yaitu [6]:

  • 1.    Kebisingan tetap (steady noise) dibedakan menjadi dua, yaitu:

  • a.    Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frekuensi noise).

  • b.    Broad Band Noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan nada murni).

  • 2.    Kebisingan tidak tetap (non steady noise) dibedakan menjadi tiga, yaitu :

  • a.    Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise) adalah kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu.

  • b.    Intermitten noise adalah kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan lalu lintas.

  • c.    Impulsive noise adalah kebisingan impulsif yang dihasilkan oleh bunyi-bunyi berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya bunyi ledakan senjata api dan alat-alat sejenisnya

  • III.    METODE PENELITIAN

    • 3.1.    Bahan Dan Alat

Batako pres dibuat dari campuran semen, pasir atau batu-batu kecil dan air [7]. Dapat dibuat secara manual atau menggunakan mesin. Ukuran batako umumnya memiliki panjang atara 36 - 40 cm dan antara tinggi 18 - 20 cm [8]. Dalam penelitian ini batako dibuat dalam tiga campuran yang berbeda yaitu 1:15, 1:10 dan 1:5. Batako dibuat dalam alat cetak berukuran (37x15x9,1) cm3 pada tekanan 0,30 MPa.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur intensitas bunyi adalah Sound Level Meter (SLM) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Sound level meter dapat mengukur bunyi 30 - 130 dB dan dengan rentang frekuensi 20 - 20.000 Hz

D

Gambar 3.1. Alat sound level meter

  • 3.2.    Pengukuran Intensitas Bunyi dan Menentukan Nilai Koefisien Absorbsi

Intensias bunyi akumulasi pada suatu titik ditentukan dengan metode nomogram.. Untuk itu dilakukan variasi frekuensi 1 kHz, 3 kHz, 5 kHz, 7 kHz dan 10 kHz selama 5 menit. Langkah-langkan menggunakan nomogram [9] : (1) Tingkat tekanan bunyi (dB) diurut dari frekuensi terendah. (2) Dua nilai yang berdampingan kemudian dikurangkan. (3) Nilai hasil pengurangan tersebut dilihat pada skala bagian atas pada skala nomogram. (4) Perhatikan skala bagian bawah yang berhimpit dengan skala bagian atas pada langkah 3. (5) Nilai skala bagian bawah tersebut dijumlahkan pada nilai tingkat tekanan bunyi yang lebih besar. Misalnya, hasil pengukuran SPL Lp1 = 70 dB dan Lp2 = 80 dB [10]. Selisihnya adalah 5 dB. Perhatikan skala nomogram Gambar 3.2, skala 5 dB (bagian atas) berhimpitan

Gambar 3.2. Nomogram penjumlahan dB [9,10]


dengan skala 1,2 dB pada skala bagian bawahnya. Nilai ini dijumlahkan dengan hasil pengukuran yang lebih besar yaitu 80 dB sehingga diperoleh hasil penjumlahan 81,2 dB.

Selanjutnya, nilai koefisien absorpsi dicari dengan menggunakan pers. (3), yaitu

ln Iqln I

α =   0-----

x

(4)


I = intensitas bunyi (bunyi) setelah melewati suatu medium (dB), I0 = intensitas mula-mula (dB), α = koefisien absorpsi intensitas bunyi (cm-1), x = tebal medium (cm).

  • 3.3    Pelaksanaan Penelitian

Skema pelaksanaan penelitian seperti ditunjukkan pada Gambar 3.3. Dengan batako dibuat bangunan berbentuk kubus (74 x 74 x 68) cm3. Sound level meter diletakkan di dalam konstruksi bangunan dan sumber bunyi diletakkan di luar dengan jarak speaker dengan tembok dan jarak tembok dengan sound level meter adalah sama. Dilakukan pengukuran taraf intensitas dengan frekuensi sumber bunyi 1 kHz, 3 kHz, 5 kHz, 7 kHz, 10 kHz. Posisi speaker yaitu dari arah depan (berhadapan dengan alat sound level meter), dari arah samping kiri, arah belakang (membelakangi alat sound level meter) dan dari arah samping kanan.

Gambar 3.4. Skema rancangan penelitian:  (1)

Pembangkit Bunyi, (2) Speaker, (3)

Dinding, (4) Sound Level Metter

  • IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 4.1    Hasil

Telah dilakukan pengukuran intensitas bunyi pada model bangungan berbentuk kubus berukuran (74 x 74 x 68) cm3 seperti Gambar 4.1. Hasil penukuran untuk ketiga variasi campuran diberikan pada Tabel 4.1 – 4.3. Sementara hasil pengukuran itingkat intensitas bunyi tanpa penghalang ditunjukkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.1. Intensitas bunyi untuk bangunan dengan batako dengan komposisi campuran massa semen : pasir = 1:15

Frekuensi (kHz)

Intensitas bunyi (dB)

Depan

Kiri

Belakang

Kanan

1

57,2

47,9

52,2

57,1

3

56,4

62,4

54,2

60,8

5

55,7

56,8

53,8

58,6

7

56,5

59,5

52,5

58,2

10

54,7

59,3

61,5

52.,7

Tabel 4.2. Intensitas bunyi untuk bangunan dengan batako dengan komposisi campuran massa semen : pasir = 1:10

Frekuensi (kHz)

Intensitas bunyi (dB)

Depan

Kiri

Belakang

Kanan

1

52,3

59,1

56,7

61,5

3

60,7

61,0

58,3

56,1

5

61,4

57,5

54,9

59,3

7

58,9

53,4

50,1

55,5

10

58,3

47,7

50,2

50,4

Tabel 4.3. Intensitas bunyi untuk bangunan dengan batako dengan komposisi campuran massa semen : pasir = 1:5

Frekuensi (kHz)

Intensitas bunyi (dB)

Depan

Kiri

Belakang

Kanan

1

63,4

56,1

57,1

61,7

3

59,8

63,4

59,9

59,8

5

59,9

61,1

61,4

56,1

7

57,8

57,1

58,6

60,2

10

56,3

52,8

49,4

50,0

Tabel 4.4. Intensitas bunyi tanpa penghalang

Frekuensi (kHz)

Intensitas Bunyi (dB)

1

81,2

3

83,7

5

83,8

7

86,0

10

87,3

Gambar 4.1. Pengukuran dari arah depan dengan posisi sound level meter yang menghadap depan dan posisi speaker yang berada di depan alat sound level meter


Dengan menggunakan metode namogram dan dari data pada Tabel 4.1 – 4.3 dapat ditentukan nilai intensitas total pada suatu titik pengukuran dari model konstruksi bangunan untuk ke tiga variasi

campuran batako. Hasilnya seperti ditunjukkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Intensitas bunyi total pada suatu titik pengukuran di dalam bangunan(Lp)

Frekuensi (kHz)

Intensitas Bunyi Total (dB)

Lp1:15

Lp1:10

Lp1:5

1

61,02

64,57

66,62

3

65,61

65,46

67,05

5

62,59

64,92

66,08

7

63,38

61,62

64,60

10

64,39

59,77

59,05

Selanjutnya, dengan menggunakan nilai intensitas bunyi tanpa penghalang pada Tabel 4.4 sebagai I0 dan dengan pers. (4) dapat dihitung nilai koefisien absorpsi untuk ketiga komposisi campuran batako. Hasilnya seperti ditunjukkan pada Tabel 4.6. Tampak bahwa batako pres yang dibuat pada penelitian ini mamiliki nilai koefisien absorpsi yang hampir sama dengan yang ditunjukkan pada referensi 5.

Tabel 4.6. Nilai Koefisien Absorpsi (α)

Frekuensi Intensitas       Korefisien α (cm-1)

(kHz)

Bunyi (dB)

α1:15

α1:10

α1:5

1

81,2

0,031

0,025

0,022

3

83,7

0,027

0,027

0,024

5

83,8

0,032

0,028

0,026

7

86,0

0,034

0,037

0,031

10

87,3

0,033

0,042

0,043

Selanjutnya, dari Tabel 4.6 dibuat grafik koefisien absorpsi sebagai fungsi frekuensi bunyi. Hasilnya seperti ditunjukkan pada Gambar 4.2. Dari gambar tersebut dengan jelas tampak bahwa koefisien absorpsi dari batako terhadap intensitas bunyi tergantung pada frekuensi bunyi, besarnya bertambah besar dengan bertambah besarnya frekuensi. Dapat juga diamati bahwa pada rentang

Gambar 4.2. Koefisien Absorpsi Terhadap Frekunsi Bunyi

frekuensi 1 - 6 kHz nilai koefisien absorpsi dari batako dengan campuran masa semen:pasir = 1:15 nilainya paling besar, kemudian secara berurutan semakin berkurang pada batako dengan campuran masa semen:pasir = 1:10 dan 1:5. Sedangkan pada rentang frekuensi antara 7 - 10 kHz batako dengan campuran masa semen:pasir = 1:5 nilai koefisien absorpsinya paling besar, kemudian secara berurutan semakin berkurang pada batako dengan campuran masa semen:pasir = 1:10 dan 1:15.

Dari besar nilai koefisien absorpsi tersebut diperoleh indikasi bahwa pada rentang frekuensi antara 1 - 6 kHz, batako dengan campuran masa semen:pasir =  1:15 mempunyai kemampuan

meredam bunyi paling baik. Sedangkan pada bunyi berfrekuensi 10 kHz batako dengan campuran masa semen:pasir = 1:5 yang mempunyai kemampuan

meredam bunyi paling baik. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.5 dimana pada frekuensi 10 kHz intensitas bunyi terendah terjadi pada model bangunan yang dibuat dari batako dengan perbandingan semen:pasir = 1:5. Oleh karena itu untuk untuk meredam bunyi pada frekuensi tinggi maka sebaiknya digunakan batako dengan perbandingan semen:pasir = 1:5.

  • V.    KESIMPULAN

Dari uraian di atas diperoleh ada indikasi bahwa perbandingan campuran semen : pasir berpengaruh terhadap absorpsi batako terhadap intensitas bunyi. Terdapat ketergantungan koefisien absorpsi terhadap frekuensi bunyi dimana koefisien absorpsi bertambah besar dengan bertambahnya frekuensi bunyi. Oleh karenanya dalam penggunaan batako pres sebagai bahan peredam bunyi sebaiknya memperhatikan frekuensi bunyi yang akan diredam.

PUSTAKA

  • [1]    Departemen Lingkungan Hidup, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan, 1996.

  • [2]    Wilson, C.E., Noise Control: Measurement, Analysis and Control of Sound and Vibration. Harper & Row Publisher, Inc. New York, USA, 1989.

  • [3]    John R. Cameron, James G. Skofronick Medical Physics, John Wiley & Sons, New York, 1978, pp. 253 – 260.

  • [4]    Bell, B. F. Childrens Science. Constructivsm and Learning in Science. Victoria: Deakin University. 1993.

  • [5]    Sandy Lerner, The Dilettante’s Dictonary,

http://dilettantesdictionary.org/index.php?sear ch=1&searchtxt=ABS,  Diakses tanggal 25

Nop. 2017

5