PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA OLEH PESAWAT MILITER ASING
on
PELANGGARAN HAK LINTAS DI WILAYAH UDARA INDONESIA
OLEH PESAWAT MILITER ASING
Oleh:
Sylvia Mega Astuti I Wayan Suarbha
Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana
ABSTRACT
Sovereignty violations committed by a number of foreign military aircraft crossings Indonesia’s airspace is a strategic issue for the Indonesian state defense. This article aims to analyze the regulation concerning the right of passage for foreign military aircraft and to analyze the law enforcement that can be imposed in case of a violation of Indonesian airspace regulations by foreign military aircraft. It is a normative legal research that uses statutory approach in analyzing international legal instrument and national instrument and also fact approach. This article concludes that foreign military aircraft can only be crossed freely in Indonesian airspace above archipelagic sea lane passage of Indonesia that has been given specifically by UNCLOS 1982 and has been authorized by Indonesian Government. In terms of law enforcement, the actions that must be taken are to warn and to order the foreign military aircraft to leave Indonesian airspace, to do intercept, pursuit and forced landing and send diplomatic note to the countries that commit violations.
Keywords : Airspace, Indonesia, Sovereignty, foreign military aircraft.
ABSTRAK
Pelanggaran kedaulatan yang dilakukan oleh sejumlah pesawat tempur negara asing yang melintasi wilayah udara Indonesia merupakan isu strategis bagi pertahanan negara Indonesia. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan mengenai hak lintas bagi pesawat udara militer asing serta menganalisis penegakan hukum yang dapat digunakan apabila terjadi suatu pelanggaran ketentuan penerbangan di wilayah udara Indonesia oleh pesawat militer asing. Artikel ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan perundangan-undangan dalam menganalisis instrumen hukum internasional dan hukum nasional terkait dan pendekatan fakta. Tulisan ini menyimpulkan bahwa pesawat militer asing hanya dapat melintas secara bebas di wilayah udara Indonesia di atas alur laut kepulauan Indonesia yang telah diberikan secara khusus sesuai UNCLOS 1982 dan setelah mendapatkan otorisasi oleh Pemerintah Indonesia. Dalam hal penegakan hukum, tindakan yang wajib dilakukan oleh militer Indonesia adalah dengan memperingatkan dan memerintahkan pesawat militer asing untuk meninggalkan wilayah udara Indonesia, melakukan pencegatan, pengejaran, dan pendaratan paksa serta mengirimkan Nota Diplomatik kepada negara yang melakukan pelanggaran.
Kata Kunci: Wilayah udara, Indonesia, kedaulatan, pesawat militer asing.
Pada bulan Juni 2015, Tentara Nasional Indonesia (TNI) melakukan evaluasi terkait dengan pelanggaran kedaulatan di wilayah udara Indonesia sepanjang periode Januari hingga Mei tahun 2015. Dari hasil evaluasi tersebut tercatat telah terjadi sembilan kali pelanggaran udara yang dilakukan oleh sejumlah pesawat tempur milik Malaysia. Pesawat tempur tersebut melintasi wilayah perbatasan antara Indonesia-Malaysia namun menerobos masuk ke zona udara Indonesia tepatnya di zona udara Blok Ambalat, sisi Timur pantai Kalimantan dan di sekitar wilayah Selat Makassar.1
Pesawat tempur milik Malaysia yang melakukan pelanggaran tersebut tidak dapat dicegat oleh pihak TNI-AU karena dilakukan saat pesawat tempur milik Indonesia sedang tidak ada di landasan udara baik di Kalimantan maupun di Sulawesi.2 Ketiadaan penjagaan tersebut tentu membuat pesawat tempur Malaysia dengan bebas menerobos wilayah udara Indonesia. Di samping itu, terjadinya pelanggaran di zona udara juga disebabkan oleh beberapa factor, di antaranya lemahnya pengawasan udara di wilayah Timur Indonesia, masih rendahnya kesiapsiagaan militer, keterbatasan fasilitas Alat Utama Sistem Senjata (alutsista) dan penempatannya yang tidak merata serta keterbatasan radar dan teknologi yang modern yang dimililki oleh Angkatan Udara Indonesia.
Hukum Internasional sesungguhnya menentukan bahwa setiap negara memiliki kedaulatan penuh dan eksklusif terhadap wilayah udaranya. Dengan demikian Indonesia memiliki kedaulatan penuh atas wilayah udaranya sehingga tidak ada pesawat udara yang dapat masuk dengan bebas ke wilayah udara Indonesia. Seiring dengan adanya pekembangan masyarakat internasional serta hukum internasional dan hukum udara, kedaulatan negara atas ruang udara di atas wilayahnya itu tidak lagi bersifat penuh dan mutlak.3 Suatu negara dapat melintasi ruang udara negara lain sepanjang telah mendapat
izin dari negara bersangkutan dan sesuai dengan ketentuan hukum internasional dan nasional negara tersebut.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menganalisis pengaturan mengenai hak lintas bagi pesawat udara militer asing serta untuk menganalisis penegakan hukum yang dapat digunakan apabila terjadi suatu pelanggaran oleh pesawat militer asing terhadap ketentuan penerbangan di wilayah udara Indonesia.
Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal yaitu penelitian hukum yang menggunakan sumber data sekunder.4 Jenis pendekatan yang digunakan adalah dengan pendekatan perundangan-undangan yang menganalisis instrumen hukum internasional dan hukum nasional terkait dan pendekatan fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
-
2.2. Hasil dan Pembahasan
2.2.1. Pengaturan Hukum Udara Mengenai Hak Lintas Bagi Pesawat Militer Asing
Berdasarkan Hukum Internasional, pengaturan mengenai ruang udara diatur dalam Convention Relating to the Regulation of Aerial Navigation (Paris Convention/Konvensi Paris 1919), Convention on International Civil Aviation (Chicago Convention 1944/Konvensi Chicago 1944) dan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982/Konvensi Hukum Laut 1982). Dalam Pasal 3 huruf c Chicago Covention 1944 menyatakan “No state aircraft of a contracting State shall fly over the territory of another State or land thereon without authorization by special agreement or otherwise, and in accordance with the terms thereof”. Dengan adanya ketentuan tersebut maka dapat dikatakan bahwa pesawat militer tidak memiliki hak untuk melintasi ruang udara suatu negara.
Sifat ruang udara nasional adalah tertutup baik bagi pesawat sipil maupun militer, sehingga di ruang udara nasional tidak mengenal adanya hak lintas damai pihak
asing seperti pada wilayah laut. Semenjak dibentuknya UNCLOS 1982 yang telah diratifikasi Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985, kedaulatan wilayah udara Indonesia mengalami pembaharuan. Ketentuan Pasal 53 konvensi tersebut menyatakan bahwa suatu negara kepulauan dapat menentukan alur laut dan rute penerbangan di atas wilayahnya. Indonesia sebagai negara kepulauan diwajibkan menyediakan alur laut kepulauan untuk jalur lintas damai untuk kapal asing dimana hal tersebut juga berlaku untuk pesawat asing baik sipil maupun militer di wilayah udara di atasnya.
Melalui Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) pesawat militer asing diberikan hak untuk dapat melintasi wilayah udara Indonesia namun hanya sebatas penerbangan yang dilakukan secara normal semata-mata untuk melakukan transit yang terus-menerus, langsung dan secepat mungkin (Pasal 53 ayat (3) UNCLOS 1982). Pesawat militer asing diijinkan untuk melintas di atas wilayah ini tanpa memerlukan izin dari Pemerintah Indonesia tetapi wajib memenuhi ketentuan ALKI yang berlaku dan tetap diwajibkan untuk memperhatikan keamanan penerbangan pesawat sipil. Selain daripada jalur ALKI dan jalur yang ditentukan oleh perjanjian dengan negara lain, pesawat militer asing tidak berhak melintas dengan bebas sebab dapat mengancam kedaulatan udara Indonesia.
Apabila suatu pesawat militer asing diketahui telah memasuki wilayah udara tanpa izin dan di luar dari rute yang telah diberikan (ALKI maupun perjanjian khusus), maka Pemerintah Indonesia memiliki hak untuk melakukan tindakan pengamanan sebagai wujud dari bela negara. Adapun tanggung jawab pengamanan tersebut diberikan kepada Angkatan Udara Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Tindakan pengamanan dilakukan karena menurut Pasal 19 ayat (1) UNCLOS 1982 lintas adalah damai sepanjang tidak merugikan bagi perdamaian, ketertiban atau keamanan negara pantai maka melintasnya pesawat militer asing tersebut dapat dikategorikan sebagai lintas yang tidak damai dan merupakan ancaman bagi keamanan dan kedaulatan suatu negara.
Untuk melindungi kedaulatan udara Indonesia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan mengatur mengenai tindakan-tindakan yang wajib dilakukan
oleh Angkatan Udara Indonesia. Berkaitan dengan penegakan hukum atas pelanggaran yang dilakukan pesawat militer milik Malaysia, sesuai dengan Pasal 8 undang-undang tersebut tindakan yang wajib dilakukan yakni dengan memperingatkan, memerintahkan kepada pesawat militer tersebut untuk meninggalkan wilayah udara Indonesia, melakukan pencegatan (intercept) dan pengejaran serta melakukan pendaratan paksa di pangkalan udara tertentu di Indonesia apabila pesawat tersebut tidak berkenan meninggalkan wilayah kedaulatan Indonesia. Mengingat keterbatasan dan ketidakmerataan penempatan alutsista yang berjauhan dari lokasi kejadian, maka tindakan pencegatan dan pengejaran pesawat militer milik Malaysia tidak dapat dilakukan sesuai dengan prosedur yang tertuang di dalam undang-undang tersebut.
Sehubungan dengan telah dilakukannya beberapa kali pelanggaran oleh pihak Malaysia, maka tindakan selanjutnya yang wajib dilakukan oleh Indonesia adalah dengan melayangkan Nota Diplomatik. Indonesia telah berulang kali mengirimkan Nota Diplomatik ke negara lain termasuk Malaysia untuk setiap pelanggaran. Ini dilakukan sebagai bentuk keberatan (protes) atas pelanggaran yang terjadi dan sebagai bentuk penegasan bahwa wilayah udara yang dilalui pesawat militer mereka merupakan wilayah kedaulatan udara Indonesia.5 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kedaulatan wilayah udara tidak mengenal adanya hak lintas damai sebab ruang udara nasional suatu negara sepenuhnya tertutup bagi pesawat asing baik sipil maupun militer. Pesawat militer hanya dapat melintas secara bebas di wilayah udara Indonesia yaitu melalui wilayah udara di atas ALKI yang telah diberikan secara khusus sesuai UNCLOS 1982 dan setelah mendapatkan otorisasi melalui perjanjian khusus oleh Pemerintah Indonesia.
Sementara penegakan hukum terhadap pelanggaran penerbangan yang dilakukan Malaysia dan/atau negara lain yakni dengan memperingatkan, memerintahkan untuk meninggalkan wilayah Indonesia, melakukan pencegatan (intercept), pengejaran dan pendaratan paksa di pangkalan udara tertentu di wilayah NKRI serta dengan mengirimkan Nota Diplomatik kepada negara yang melakukan pelanggaran.
Daftar Pustaka
Buku
Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R. Agoes, 2002, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kedua, Alumni, Jakarta.
Parthiana, I Wayan, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju, Bandung.
Soejono, dan Abdurrahman, 2005, Metode Penelitian: Suatu Pemikiran dan Penerapan, Cetakan Kedua, Rineka Cipta, Jakarta.
Perundang-undangan
Convention Relating to the Regulation of Aerial Navigation 1919
Convention on International Civil Aviation 1944
United Nations Convention on the Law of the Sea 1982
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
Internet | ||||
Artikel, |
“Dibayangi Jet Malaysia Ambalat Dicemaskan TNI http://www.cnnindonesia.com/ |
Lepas dari RI” | ||
Artikel, |
“TNI Geram Pesawat Tempur http://www.cnnindonesia.com/ |
Malaysia |
Masuk |
Ambalat 9 kali”, |
Artikel, |
“KSAU: Kami Kirim Nota |
Diplomatik |
untuk |
Tiap Pelanggaran”, |
6
Discussion and feedback