TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BADUNG TERHADAP TENAGA HONORER YANG TIDAK DAPAT DIANGKAT MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL
on
TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH
KABUPATEN BADUNG TERHADAP TENAGA HONORER YANG TIDAK DAPAT DIANGKAT MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL*
Oleh: I Putu Agus Astra Wigoena** Ibrahim R.***
I Ketut Suardita****
Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstrak
Tenaga honorer yang dapat diangkat sebagai CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) antara lain tenaga guru, tenaga penyuluh dibidang pertanian, tenaga kesehatan, tenaga peternakan, tenaga perikanan dan adapun tenaga teknisi lainnya dalam instansi pemerintahan. Maka dari itu pemerintah harus bertanggung jawab dan memberikan solusi atas masalah tersebut. Adapun permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah pengaturan mengenai tenaga honorer menjadi calon pegawai negeri sipil dan bagaimana tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten Badung terhadap tenaga honorer yang tidak dapat diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaturan tenaga honorer menjadi CPNS, dan menganalisis tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten Badung terhadap tenaga honorer yang tidak dapat diangkat menjadi CPNS. Hasil analisis dengan menggunakan metode penelitian hukum empiris ditemukan bahwa pasal 99 Undang– Undang Aparatur Sipil Negara No. 5 Tahun 2014 menyatakan CPNS yang berasal dari PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) tidak otomatis dilakukan pengangkatan, namun PPPK perlu mengikuti pemilihan yang diadakan untuk menjadi CPNS. Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Kabupaten Badung yaitu memberikan penghargaan pada tenaga honorer bila menunjukkan kinerja yang baik selama bekerja berupa tanda kehormatan, kesempatan prioritas untuk pengembangan
kompetensi berupa seminar ataupun penataran, dan juga kesempatan menghadiri acara kenegaraan.
Kata Kunci: Tanggung Jawab, Pemerintah Daerah
Kabupaten Badung, Tenaga Honorer.
Abstract
Honorary staff who can be appointed as CPNS (Candidates For Civil Servants) include teachers, extension workers in the field of agriculture, health workers, livestock workers, fisheries and other technicians in government agencies. Therefore the government must be responsible and provide solutions to the problem. The problems in this article are how the arrangement of honorary staff to be a civil servant candidate and how the responsibility of the local government of Badung regency to the honorary staff who can not be appointed as candidates for civil servants. The purposes of this study are to analyze the arrangement of honorary staff into CPNS, and analyze the responsibilities of local government of Badung regency to the honorary staff who can not be appointed to CPNS. The results of the analysis using empirical legal research method found that article 99 of the Civil State Apparatus Act no. 5 Year 2014 states CPNS coming from PPPK (Government employees with employment agreements) is not automatically out appointed, but the PPPK needs to follow the election held to become CPNS. The responsibility of the local government of Badung Regency is to reward honorary staffs when showing good performance during the work in the form of honor signs, priority opportunities for competence development in the form of seminars or upgrading, as well as the opportunity to attend state events.
Keywords: Responsibility, District Government Badung,
Honorary Staff.
Adapun beberapa profesi umum dilakoni oleh masyarakat/penduduk Indonesia adalah menjadi pegawai atau karyawan suatu instansi atau badan hukum milik pemerintah yang sering disebut dengan Pegawai Negeri, antara lain Anggota TNI ( Tentara Nasional Indonesia), Anggota POLRI (Polisi Republik Indonesia) yang menjadi sebuah pekerjaan tetap, para pegawai
menerima penghasilan setiap bulannya dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pegawai yang tidak tetap menurut UU No.43 Tahun 1999 ialah: Pegawai yang sudah diangkat pada jangka waktu yang di tentukan dalam melakukan tugas pemerintah dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi dan pembangunan yang bersifat teknis professional. Tenaga honorer pada Peraturan Pemerintah No.48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipi, Pasal 1 angka 1 menyatakan tenaga honorer ialah :
“Pada seseorang atau orang yang sudah diangkat atau di angkat oleh pejabat lain atau pejabat pembina kepegawaian untuk melaksanakan tugas-tugasnya pada suatu pemerintahan atau penghasilan menjadi tanggung jawab dari APBN/APBD.”
Pelantikan pegawai yang tidak tetap diberikan kepada kebutuhan masing instansi tetapi pada PP No.48 Tahun 2005 yang kemudian di rubah dengan Peraturan Pemerintah No.48 Tahun 2005 yang diganti menjadi Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, maka seluruh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) dan pejabat lain yang ada di lingkungan pemerintahan tidak diperbolehkan melantik atau mengangkat tenaga honorer atau sejenisnya terkecuali ditetapkannya peraturan pemerintah.
Pada PP No. 48 Tahun 2005 tersebut, tenaga honorer yang diangkat sebagai Calon PNS adalah: tenaga guru,tenaga penyuluh dibidang pertanian, tenaga kesehatan, tenaga peternakan, tenaga perikanan dan adapun tenaga teknisi lainnya yang terdapat disuatu pemerintahan. Akibatnya, selain tenaga honorer yang disebutkan diatas, tidak bisa menjadi CPNS. Oleh karena itu tentunya mengakibatkan kerugian bagi tenaga honorer, terutama
yang berprestasi dan mengabdikan penuh dirinya untuk pemerintahan tempat ia bekerja.
Salah satu peran pemerintah adalah melindungi aparatur nya dari segala bentuk penindasan. Hal ini dapat dilihat dari sejauh mana pemerintah tersebut bisa memberikan solusi atau bertanggung jawab atas masalah yang terjadi di wilayah kerjanya, termasuk masalah tenaga honorer yang tidak dapat menjadi PNS. Oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Kabupaten Badung Terhadap Tenaga Honorer Yang Tidak Dapat Diangkat Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil”.
Pada penelitian ini adapun permasalahan yang diangkat yaitu:
-
1. Bagaimanakah pengaturan mengenai tenaga honorer untuk menjadi calon pegawai negeri sipil?
-
2. Bagaimanakah tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten Badung terhadap tenaga honorer yang tidak dapat diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil?
Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan tenaga honorer menjadi CPNS, dan juga menganalisis tanggung jawab pemerintah Daerah Kabupaten Badung terhadap tenaga honor yang tidak dapat di angkat menjadi calon pegawai negeri sipil.
Artikel ini menggunakan metode penelitian hukum empiris. Jenis penelitian ini merupakan beberapa cara yang dapat di
tempuh untuk mendapatkan kebenaran, yaitu dengan membandingkan aturan yang ada dengan pelaksanaannya atau kenyataan dalam masyarakat (dasollen dan dassein).1
Pendapat Achmad Ali dan Wiwie Heryani pada buku yang berjudul Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum menyebutkan bahwa penelitian empiris disebutkan juga sebagai kajian yang memandang hukum sebagai kenyataan, mencakup kenyataan sosial, dan kenyataan kultur. Kajian ini bersifat deskriptif dengan mengkaji sosiologis hukum, antropologi hukum, dan psikologi hukum, dengan demikian penelitian empiris dunianya adalah das sein (apa kenyataannya).2
-
2.2. Hasil dan Pembahasan
-
2.2.1. Pengaturan Mengenai Tenaga Honorer Menjadi
-
Calon Pegawai Negeri Sipil
Pegawai sebagai bagian dari pemerintah memiliki kedudukan dan memiliki peran yang sangat penting dalam pemerintahan. Fungsi pegawai yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat dan membantu menjalankan programprogram pemerintah yang sudah direncanakan setiap tahunnya. Kedudukan seseorang yang menjabat sebagai pegawai secara yuridis formal pengangkatannya sebagai pegawai harus ditetapkan melalui surat keputusan (SK) pengangkatan. SK pengangkatan itu ialah berlakunya penetapan hubungan dinas publik antara seseorang pegawai dengan suatu Negara.
Rumusan kedudukan pegawai ASN didasarkan pada pokok-pokok pikiran bahwa pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi
umum pemerintahan, tetapi juga harus mampu menggerakan dan memperlancar pembangunan untuk kepentingan rakyat banyak. C.F Strong, dalam bukunya yang berjudul Modern Political Constitutions berpendapat bahwa :
“Government in the broader sense is charged with the maintenance of the peace and security of in a state therefore must have first, military power; second, the means of making laws; thirdly, financial, power or the ability to extract sufficient money from the comunity to defray the cost of defending the state and of enforcing the law it makes on the state behalf.”3
Hubungan dinas publik timbul untuk melakukan beberapa macam jabatan tertentu. Pengangkatan pegawai adalah keinginan dari pemerintah untuk memerlukan pegawai dan keinginan pegawai bekerja di suatu pemerintah.4 Indonesia adalah Negara hukum sehingga segala tindakan pemerintah harus diatur oleh hukum, maka untuk masalah kepegawaian, pemerintah berpedoman pada UU No. 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, selain itu pemerintah berpedoman pada Peraturan Pemerintah No 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil.
Menurut Undang- Undang No.43 Tahun 1999 yang tidak masuk PNS pemerintah dapat juga melantik pegawai bukan PNS atau yang tidak tetap. Dikutip pada tesis Padmawati tentang “Kajian Yuridis Status Hukum Tenaga Guru Honorer Pemerintah Kota Surakarta Pada Dinas Pendidikan, Pemuda Dan Olahraga Kota Surakarta Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999” di jelaskan bahwa :
“ Tenaga Honorer ialah seseorang/orang yang dapat diangkat oleh PPK atau Pejabat lain yang terdapat dalam pemerintah untuk melakukan tugas tertentu pada suatu pemerintahan atau pengghasilannya sebagai beban APBN?APBD. Tenaga Honor atau yang sejenis yang di maksud, termasuk guru honorer, guru bantu, guru wiyata bhakti, pegawai kontrak, pegawai honorer, pegawai tidak tetap, dan lainnya yang sejenis dengan itu yang mempunyai tugas di instansi pemerintahan yang digaji/diupah dari APBN/APBD.5”
Terkait pengaturan pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dapat dilihat pada Undang-Undang Pokok Kepegawaian yaitu UU No.43 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 21 Tahun 2005 tentang Pedoman Pendataan Dan Pengolahan Tenaga Honorer Tahun 2005, Peraturan Kepala BKN No. 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Audit Tenaga Honorer, serta Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 5 Tahun 2010 tentang Pendataan Tenaga Honorer Yang Bekerja di Lingkungan Instansi Pemerintah.
Berdasarkan pasal 6 dan 7 UU No. 5 Tahun 2014, ASN terbagi menjadi dua jenis Kepegawaian yakni PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang diangkat sebagai pegawai tetap oleh PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian) dan memiliki nomor induk pegawai secara nasional dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) yang diangkat sebagai pegawai dengan perjanjian kerja oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai dengan kebutuhan instansi Pemerintah dan ketentuan Undang-Undang. Jadi, dengan
berlakunya Undang-Undang No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara keberadaan tenaga honorer ini kemudian dihapus. Istilah tenaga honorer tidak ada dalam UU No.5 tahun 2014 ini dan digantikan dengan peawai pemerintah dengan penggunaan kontrak (PPPK).
Adapun pengaturan terkait PPPK yaitu pada pasal 96 UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara diatur mengenai keberadaan PPPK bertujuan untuk menutup kekurangan pada instansi pemerintah dan tata cara yang untuk menjadi PPPK yaitu perencanaan, pengumuman lowongan, pelamaran, seleksi, pengumuman hasil seleksi dan pengangkatan menjadi PPPK. Pada pasal 97 UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara diatur mengenai syarat-syarat untuk menjadi PPPK, dimana dilakukan oleh Lembaga Pemerintahan, dengan melakukan penilaian secara Kompetensi, Kualifikasi, dan Persyaratan yang diperlukan dalam jabatan. Pada pasal 98 UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara diatur mengenai cara pengangkatan PPPK melalui keputusan Pejabat Pembinaan Kepegawaian. Dalam pekerjaan yang dilakukan dapat dilakukan paling singkat selama 1 tahun. Namun, dapat diperpanjang lagi dengan melihat peluang kerja. Pada pasal 99 UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menyebutkan bahwa PPPK tidak dapat diangkat langsung menjadi CPNS, PPPK yang ingin menjadi CPNS harus mengikuti semua proses seleksi yang dilaksanakan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
-
2.2.2. Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Kabupaten
Badung Terhadap Tenaga Honorer Yang Tidak Dapat Diangkat Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil
Pelaksanaan atau implementasi kebijakan publik merupakan salah satu aktivitas dalam proses kebijakan publik. Pada pelaksanaannya kebijakan publik sering bertentangan dengan apa yang diharapkan, bahkan kebijakan publik dapat menjadi batu sandungan bagi pembuat kebijakan itu sendiri. Pada pembuatan kebijakan publik pun seringkali tidak melihat pada apa yang sebenarnya masyarakat butuhkan dalam pembuatan kebijakan. Implementasi kebijakan merupakan tahapan pelaksanaan keputusan diantara pembentukan sebuah keputusan di antara pembentukan sebuah kebijakan, seperti hanya pasal-pasal sebuah Undang-Undang maupun peraturan yang lain legislatif, keluarnya sebuah peraturan eksekutif, dan keluarnya keputusan pengadilan, atau keluarnya standar peraturan dan konsekuensi dari kebijakan bagi masyarakat.6 Walaupun suatu aturan dibuat dengan tepat, tidak menutup kemungkinan terjadi kegagalan dalam pelaksanaannya yang tidak baik dan efektif, sehingga aturan yang diterapkan tidak mampu mencapai tujuan yang diinginkan.7
Terkait pelaksanaan pengaturan mengenai pelantikan honorer sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Badung, berdasarkan wawancara dengan Bapak I Made Suambi, SE., selaku Kepala Bidang Mutasi dan Informasi Aparatur, Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kabupaten Badung, beliau mengatakan bahwa saat ini dalam
lingkungan pemerintahan Kabupaten Badung mengikuti apa yang tertulis dalam Peraturan yang ada, aturan hukum yang dijadikan dasar dan berlaku sekarang yaitu Undang- Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Hal tersebut berarti, tenaga honorer yang ada di lingkungan Kabupaten Badung tidak bisa diangkat sebagai CPNS. Terkait jumlah tenaga honorer di Kabupaten Badung, beliau mengungkapkan bahwa jumlahnya masih cukup banyak, terutama di Rumah Sakit dan sekolah-sekolah dasar. Jadi, apabila tenaga honorer tersebut ingin menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, harus mengikuti serangkaian prosedur yang ada di Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, salah satunya yaitu berupa tes.
Sebagaimana yang diketahui bahwa sejak ditetapkannya PP No. 48 tahun 2005, tenaga honorer tidak dapat diangkat langsung menjadi CPNS, terlebih lagi dalam UU ASN, istilah tenaga honorer bahkan tidak ada lagi dalam ruang lingkup aparatur sipil negara. Terkait hal tersebut, terdapat permasalahan yang terjadi seperti; “apakah terdapat kebijakan terhadap tenaga honorer yang sudah mengabdi lama dan berprestasi?”. Dalam kalangan pegawai di lingkungan pemerintahan daerah, setidaknya pasti terdapat tenaga honorer yang sudah mengabdi lama, yang sejak dahulu berharap diangkat menjadi CPNS. Sejak tahun 2005 tenaga honorer tersebut harus mengikuti prosedur tes dan bersaing dengan para lulusan baru (fresh graduate), yang tentunya secara teori mereka mungkin lebih menguasai. Maka dari itu, penulis rasa keadaan ini menimbulkan ketidakadilan bagi tenaga honorer yang sudah berpengalaman dalam bidang praktek.
Terkait hal tersebut, penulis melakukan wawancara dengan Ni Luh Putu Widarti, SE, selaku pegawai TU yang berstatus tenaga honorer di SD 1 Sempidi, Mengwi. Beliau mengatakan bahwa
dirinya selaku tenaga honorer tidak setuju dengan pengaturan terkait pengangkatan CPNS saat ini, yang dimana tenaga honorer yang sudah mengabdi lama tersebut apabila ingin menjadi CPNS harus mengikuti prosedur tes dengan para lulusan baru. Hal tersebut dikarenakan beliau merasa tidak adil rasanya apabila tenaga honorer yang sudah mengabdi lama maupun yang berprestasi dalam pekerjaan bersaing dengan para lulusan baru yang notabene masih fresh dengan ingatan-ingatan akademiknya, terlebih lagi beliau sudah mengabdi sebagai tenaga honorer selama 9 tahun 9 bulan.
Selanjutnya, beliau mengungkapkan bahwa, apabila memang tenaga honorer tersebut yang ingin menjadi CPNS itu dites, maka sebaiknya dilakukan tes antar tenaga honorer saja. Hal tersebut diungkapkannya lebih adil dibandingkan tenaga honorer tersebut sama-sama bersaing menjadi CPNS dengan para lulusan baru. Beliau juga mengungkapkan bahwa sebaiknya pemerintah mempertimbangkan untuk memisahkan jalur perekrutan CPNS, antara tenaga honorer dan masyarakat umum.
Hal tersebut dilakukan guna membedakan antara prosedur tes bagi orang yang telah mempunyai pengalaman di instansi tempat ia melamar (tenaga honorer) dengan yang belum berpengalaman. Beliau merasa tenaga honorer yang telah mengetahui pekerjaan di instansi tempatnya bernaung tidak dapat disetarakan dengan para lulusan baru yang belum memiliki pengalaman pekerjaan, terlebih lagi apabila tes CPNS tersebut berbau akademis, tentu para lulusan baru tersebut sepertinya lebih menguasai soal-soal dalam tes, dibandingkan dengan para tenaga honorer yang lebih berfokus pada pekerjaannya dan sudah tidak terlalu menguasai materi akademis.
Pemerintah selain melayani masyarakat, seharusnya juga perlu memberikan pengayoman terhadap aparatur nya, karena aparatur tersebut merupakan suatu penunjang bagi pemerintah dalam menyelesaikan pekerjaannya. Apabila terdapat aparaturnya yang merasa mendapat ketidakadilan, maka pemerintah wajib bertanggungjawab dan memberikan solusi atas hal tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan I Made Suambi, SE., beliau mengatakan bahwa mengenai tanggung jawab Pemerintah Daerah Kabupaten Badung terhadap tenaga honorer yang tidak bisa diangkat sebagai CPNS yaitu memberikan penghargaan untuk honorer dengan melihat kinerja yang baik selama bekerja berupa tanda kehormatan, kesempatan prioritas untuk pengembangan kompetensi berupa seminar ataupun penataran, dan juga kesempatan menghadiri acara kenegaraan.
Dilihat dari hasil wawancara dengan I Made Suambi, SE., hal tersebut sudah sesuai dengan Pasal 103 ayat (1) serta (2) UU ASN, yang menyatakan bahwa: Penghargaan yang diberikan oleh pemerintah kepada PPPK apabila dalam melakukan tugas dengan cakap, jujur, serta disiplin. Penghargaan yang akan diberikan kepada PPPK berupa tanda kehormatan dari pemerintah, diberikan kesempatan dalam mengembangkan kompetensi yang dimiliki serta dapat menghadiri acara-acara kenegaraan tertentu.
Berdasarkan pengaturan diatas, terlihat pemerintah sudah berupaya untuk mensejaterahkan tenaga honorer dengan
memberikan penghargaan bagi tenaga honorer yang berdedikasi pada kecakapan, pengabdian, kesehatan, dan prestasi kerja serta kedisiplinan dalam melakukan pekerjaannya.
Salah satu peran pemerintah adalah melindungi wilayah, aparaturnya dari segala bentuk penindasan, melindungi yaitu melakukan tindakan dengan cara menaungi, memberikan pertolongan untuk masyarakat menjadi damai dari segala ancaman.8 Pada Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) disebutkan mengenai pedoman kewajaran dan keadilan, maka peran pemerintah dalam memberikan keadilan terhadap para tenaga honorer yang merasa mendapatkan ketidakadilan ini akan dapat terlaksana.
-
1. Kedudukan pegawai honorer setelah diundangkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yaitu akan tetap berkedudukan sebagai tenaga honorer selama pengaturan pengangkatan honorer yang sekarang telah berubah istilah menjadi PPPK tersebut belum dirubah oleh pemerintah. Adapun pengaturan mengenai pengangkatan tenaga honorer menjadi CPNS yang tercantum dalam Pasal 99 UU ASN, menyatakan bahwa CPNS yang berasal dari PPPK tidak otomatis dilakukan pengangkatan,
Namun PPPK perlu mengikuti pemilihan yang diadakan bagi CPNS.
-
2. Tanggung jawab pemerintah daerah Kabupaten Badung terhadap tenaga honorer yang tidak dapat diangkat menjadi CPNS yaitu memberikan penghargaan bagi tenaga honorer yang dilihat telah menunjukkan kinerja yang baik selama bekerja berupa tanda kehormatan, kesempatan prioritas untuk pengembangan kompetensi berupa seminar ataupun penataran, dan juga kesempatan menghadiri acara kenegaraan.
-
1. Sebaiknya pemerintah meninjau kembali pengaturan mengenai pengangkatan CPNS dari tenaga honorer tersebut, supaya menciptakan keadilan dalam hal kesejahteraan aparatur sipil negara.
-
2. Sebaiknya pemerintah lebih memperhatikan nasib tenaga honorer khususnya yang tidak dapat dilantik menjadi CPNS tersebut, dengan benar-benar melakukan tanggung jawab berupa pemberian penghargaan bagi tenaga honorer yang memiliki kinerja yang baik saat bekerja, sebagaimana yang tercantum di dalam UU ASN.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali, Achmad dan Wiwie Heryani, 2013, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Kencana Prenadamedia grup, Jakarta.
Johan Nasution, Bahder, 2008, MetodePenelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung.
Strong, C.F, 1951, Modern Political Constitutions, Sidgwick and Jackson Limited, London.
Sulistiani, Lies, 2009, Sudut Pandang Peran LPSK Dalam Perlindungan Saksi Dan Korban, Wahana Multiguna
Mandiri.
Tjandra, Riawan, 2008, Hukum Administrasi Negara, Universitas Atmajaya, Yogyakarta.
Tahir, Amir, 2014, Kebijakan Publik dan Transportasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Get. 1, Alfabeta, Bandung.
Artikel Ilmiah
Padmawati, 2010, Kajian Yuridis Status Hukum Tenaga Honorer Pemerintahan Kota Surakarta Menurut Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tesis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undangan Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494);
Peraturan Pemerintahan Nomor 48 Tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintahan Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintahan Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.
15
Discussion and feedback