PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNGNOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG LARANGAN MENDIRIKAN BANGUN – BANGUNAN PADA DAERAH JALUR HIJAU
on
PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNGNOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG LARANGAN MENDIRIKAN BANGUN – BANGUNAN PADA DAERAH JALUR HIJAU
Oleh:
Ni Luh Putu Ayu Prawerti** I Ketut Sudiarta*** Cokorde Dalem Dahana**** Program Kekhususan Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum,Universitas Udayana
Abstrak
Judul dari penelitian ini adalah Pelaksanaan peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Larangan Mendirikan Bangun – Bangunan Pada Daerah Jalur Hijau. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum empiris dengan pendekatan menggunakan pendekatan perundang – Undangan dan pendekatan fakta. Kesimpulan penelitian ini adalah pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1992 di Kabupaten Badung yaitu belum efektif karena masih ada bangunan – bangunan pada daerah jalur hijau, dan bagi masyarakat yang mempunyai tanah pada daerah jalur hijau dan tetap diperuntukan sebagai jalur hijau yang hanya dimanfaatkan untuk bertani dibebaskan dari pembayaran pajak bumi dan bagunan.
Kata Kunci :Peraturan Daerah, Larangan Mendirikan Bangunan, Jalur Hijau.
ABSTRACT
The title of the legal research is the implementation of local regulations number 3 of 1992 about the ban on buildings on the green line in Badung Regency. Type used in this paper is an empirical legal research. Data collection techniques used are collecting secondary data and primary data. The type of approach used is thestatute approachandthe fact Approach. The conclusion of this research is the implementation of local regulations number 3 of 1992 in Badung Regency not efective yet, because there are still buildings on the green line, for people who have land on the green lineand still intented as a green line that only used for farming Badung regency government provides subsidies to communities whose lands entering the green line are exempt from paying land and building taxes.
Keyword :Local Regulation, Prohobittion Of Erecting Buildings, Green Line.
Pariwisata di Bali berkembang sangat pesat khususnya di Kabupaten Badung, perkembangan pariwisata yang terjadi di Kabupaten Badung juga membawa dampak positif dan negatif, dampak positif dari perkembangan pariwisata seperti peningkatan pendapatan daerah dan penciptaan lapangan pekerjaan,dampak negatif seperti kemacetan lalu lintas dan alih fungsi lahan pertanian, bahkan lahan sawah produktif dan jalur hijau pun tidak luput dari sasaran pembangunan yang dijadikan tempat pengembangan di berbagai bidang baik di bidang pariwisata maupun dalam bidang usaha. Pariwisata bila dikelola dengan baik dapat memberikan dampak yang positif pada masyarakat di sekitar daerah pariwisata.Kewenangan pemerintah daerah dalam bidang pariwisata diatur dalam Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Pariwisata Pasal 30 yang menyatakan bahwa
Pemerintah Daerah Kabupaten berwenang untuk mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan kepariwisataan di wilayahnya. Otonomi Daerah menurut Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang tujuan dari otonomi adalah mencapai efektifitas dan efisiensi dalam pelayanan kepada masyarakat.1Otonomi daerah sangat berperan penting dalam pengembangan potensi suatu daerah terutama dalam sektor pariwisata. Pemerintah Daerah Kabupaten Badung dalam melaksanakan tugas di bidang pemerintahan dan pembangungan menetapkan berbagai peraturan daerah yang berhubungan dengan berbagai aspek kehidupan masyarakat tersebut. Dari banyaknya Peraturan Daerah Kabupaten Badung diantaranya adalah Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Larangan Mendirikan Bangun – Bangunan Pada Daerah Jalur Hijau.Tujuan umum dari penetapan Perda ini adalah untuk memberikan petunjuk dengan tegas dan tepat kepada masyarakat yang akan mendirikan bangun – bangunan khususnya mengenai larangan mendirikan bangunan pada tempat – tempat yang telah ditetapkan sebagai daerah jalur hijau sehingga dapat terpelihara keserasian kultural di wilayah Kabupaten Badung.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk menganalisis dan memahami tentang pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 3 Tahun 1992 dan mengetahui faktor – faktor penyebab di Kabupaten Badung masih ada bangunan – bangunan pada daerah jalur hijau.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian iniadalah penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris biasa disebut dengan penelitian lapangan atau field research yaitu jenis penelitian yang berorientasi pada pengumpulan data empiris dilapangan. Dengan jenis penelitian lapangan ( field research) yaitu penulis melakukan penelitian langsung ke lokasi untuk mendapatkan dan mengumpulkan data.2 Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan perundang – undangan (the statute approach),dan pendekatan fakta (the fact Approach).Pendekatan perundang-undangan (the statute approach) adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah semua undang – undang yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.3 Pendekatan fakta (the fact Approach) adalah pengkajian yang dilakukan oleh penulis terkait suatu peristiwa hukum yang diangkat serta ditunjang oleh kasus lapangan guna mendapatkkan hasil yang sempurna. Sifat penelitian dalam
penulisan ini adalah penelitian deskriftif. Pengolahan dan analisis data dalam penulisan ini digunakan analisis kualitatif yaitu keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis.
-
2.2 Hasil dan Analisis
-
2.2.1 Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1992 Di
-
Kabupaten Badung
Sebelum lebih jauh membahas tentang kebijakan pemerintah Daerah Kabupaten Badung mengenai jalur hijau, pemahaman tentang Pemerintah Daerah, wewenang membuat Peraturan Daerah dan prosedur pembentukan Peraturan Daerah sangatlah penting untuk diketahui.Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintah Daerah.Menurut H.D Stout wewenang adalah pengertian yang berasal dari hukum organisasipemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai seluruh aturan-aturanyang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang-wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik didalam hubungan hukum publik.4 Dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, pemerintah daerah diberikan otonomi seluas – luasnya kecuali urusan pemerintah yang oleh Undang – Undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat dalam rangka melaksanakan otonomi daerah berhak menetapkan Peraturan Daearah. Perda merupakan hasil kerja antara Gubernur/Bupati/ Walikota dengan DPRD, karena itu tata cara
membentuk Perda harus ditinjau dari beberapa unsur pemerintahan tersebut, yaitu unsur DPRD adalah Peraturan Daerah merupakan suatu bentuk produk legislatif tingkat daerah, oleh karena itu tidak dapat terlepas dari DPRD.5Peraturan daerah adalah “ Peraturan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang harus memenuhi syarat – syarat formal tertentu dapat mempunyai kekuatan dan mengikat”.6Peraturan Daerah untuk dapat berlaku atau mengikat harus memenuhi beberapa syarat formil tertentu, yaitu :
-
1. Peraturan harus ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD;
-
2. Peraturan Daerah harus ditandatangani oleh Kepala Daerah;
-
3. Peraturan Daerah harus ditandatangani oleh Ketua DPRD;
-
4. Peraturan Daerah harus dibuat menurut bentuk yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
-
5. Peraturan daerah yang memerlukan pengesahan lebih dahulu untuk dapat berlaku, tidak dapat diundangkan sebelum dapat pengesahan dari pejabat yang berwenang sebelum jangka waktu yang ditentukan untuk pengesahan berakhir;
-
6. Peraturan Daerah harus diundangkan dalam Lembaran Daerah yang bersangkutan.7
Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1992 di Kabupaten Badung berjalan, yaitu belum efektif karena masih ada bangunan – bangunan pada daerah jalur hijau, bagi masyarakat yang mempunyai tanah pada daerah jalur hijau dan tetap diperuntukan sebagai jalur hijau yang hanya dimanfaatkan untuk bertani dibebaskan dari pembayaran pajak bumi dan bangunan, sesuai dengan Peraturan Bupati Badung Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Penghargaan Peduli lingkungan Pada Daerah Jalur Hijau Di Kabupaten Badung dan Peraturan Bupati Badung Nomor 89 Tahun 2012 Tentang Pengurangan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Untuk Kondisi Tertentu Objek Pajak Pada Jalur Hijau Dan Kawasan Limitasi. Pasal 1 Peraturan Bupati Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Penghargaan Peduli Lingkungan Pada Daerah Jalur Hijau Di Kabupaten Badung, menentukan antara lain:
-
1) Penghargaan Peduli Lingkungan diberikan kepada yang memiliki, menguasai atau memanfaatkan sebagai tanah pertanian pada daerah jalur hijau di Kabupaten Badung, berdasarkan SPPT yang diberikan oleh kantor pelayanan pajak, dengan ketentuan sebagai berikut:
-
a. Seutuhnya difungsikan sebagai lahan pertanian;
-
b. Tidak dialih fungsikan sebagian atau seluruhnya untuk hal – hal yang dilarang Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Badung Nomor 3 Tahun 1992 tentang Larangan Mendirikan Bangun – Bagunan Pada Daerah Jalur Hijau di Daerah Tingkat II Badung.
-
2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa uang senilai pajak yang terhutang berdasarkan
SPPT yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak untuk Tahun yang bersangkutan.
Peraturan Bupati Nomor 89 Tahun 2012 Tentang Pengurangan pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan Untuk Kondisi Tertentu Objek Pajak Pada Jalur Hijau Dan Kawasan Limitasi menentukan antara lain:
-
(1) Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan untuk kondisi tertentu objek pajak pada jalur hijau dan kawasan limitasi
-
(2) Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 diberikan sebesar 100% ( seratus persen) kepada wajib Pajak atas Pajak yang terutang.
-
(3) Objek pajak kawasan limitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kawasan yang tidak dapat dikembangkan sama sekali yang memiliki ratio tutupan lahan sama dengan 0% ( nol persen) sehingga tidak boleh ada bangunan di kawasan ini.
Dibebaskannya dari pembayaran pajak bumi dan bangunan pada daerah jalur hijau diharapkan juga mendatangkan dampak positif, warga makin yakin dengan bidang pertanian dan tetap bertahan menjadi petani ditengah–tengah pesatnya perkembangan di berbagai bidang yang terjadi di Kabupaten Badung.
-
1 Faktor eksternal
Adapun faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian adalah karena
semakin pesatnya pariwisata dan pesatnya pembangunan di berbagai bidang di Kabupaten Badung, yang berpengaruh pada kebutuhan akan lahan non pertanian dan seiring dengan kemajuan zaman, bertambah pula kebutuhan masyarakat akan usaha penggunaan lahan sebagai tempat usaha untuk menopang perekonomian, dan jumlah penduduk yang terus meningkat tentu juga menyebabkan adanya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian guna untuk memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal dan tempat usaha.
-
2 Faktor Internal
Dari segi internal, terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian yang terjadi di atas jalur hijau salah satu faktor penyebabnya adalah masalah kebutuhan akan tempat tinggal, seiring berjalannya waktu jumlah anggota keluarga juga mengalami pertambahan otomatis hal ini berdampak adanya peningkatan kebutuhan tempat tinggal di dalam suatu keluarga. Kemungkinan untuk hidup dalam lingkungan keluarga yang semakin meningkat jumlahnya sudah tidak mungkin lagi.Berdasarkan hasil wawancara dengan I Made Sukersena, (seorang pemilik rumah tinggal asal Munggu, Mengwi) ia mengatakan bahwa tanah di kawasan tersebut merupakan satu – satunya tanah yang dimiliki, kemungkinan untuk hidup dalam lingkungan keluarga yang semakin meningkat jumlahnya sudah tidak mungkin lagi. Sehingga tidak ada pilihan lain lagi selain memanfaatkan tanah tersebut untuk tempat tinggal.
Upaya Pemerintah Kabupaten Badung Untuk Menanggulangi Alih Fungsi Lahan, adapun upaya yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut diantaranya dengan dibebaskan
dalam hal pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) kepada masyarakat yang memiliki tanah pada daerah jalur hijau dan memfungsikan subak itu sendiri, mulai dari menyiapkan sarana – sarana produksi yang baik untuk subak sehingga petani yang khusunya mempunyai tanah yang masuk jalur hijau bisa tekun bekerja.
Untuk melindungi petani dan pertanian, Pemerintah Kabupaten Badung tengah menyiapkan sejumlah program kebijakan yaitu diantaranya adalah asuransi pertanian dan subak mandiri. Pada intinya bupati Badung menginginkan bagaimana membuat petani sejahtera.kerugian petani akibat gagal panen akan ditanggung pemerintah dengan asuransi pertanian, yang sedang di formulasikan. Meski demikian Bupati meminta petani harus jujur, lantaran untuk mendapat klaim ganti rugi harus memaluli berita acara yang diketahui pihak – pihak terkait. Selain program asuransi pertanian, juga dipaparkan kebijakan subak mandiri dimana pemerintah mengalokasikan anggaran kepada subak.Dana ini diharapkan benar – benar dikelola dengan baik untuk kebutuhan krama subak. Diantaranya bisa untuk perbaikan sarana irigasi, pembangunan jalan usaha tani (JUT), lantai jemur, hingga gudang penyimpanan padi.Mengatasi sepak terjang tengkulak yang cenderung petani, pemerintah juga berencana membeli hasil produksi padi.8 Perhatian Pemerintah Kabupaten Badung terhadap pembangunan pertanian, khususnya pertanian tanaman pangan cukup besar. Hal ini tercermin dari adanya kebijakan dan program holistik dari hulu sampai hilir dan juga bersinergi antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten. Di bagian hulu meliputi perbaikan infrastruktur, permodalan, subsidi dan
bantuan saprodi serta alsintan.Sedangkan dibagian hilir meliputi pengelolaan hasil, promosi, pameran, dan pemasaran hasil. Sebagai bukti komitmen tersebut,alokasi anggaran untuk ketahanan pangan di Badung meningkat drastis. Dari jumlah tersebut dominan dipergunakan untuk pembangunan irigasi dan jalan usaha tani. Selain aspek anggaran, Pemerintah Kabupaten Badung juga menerapkan regulasi yang sangat berpihak kepada petani, berupa penghapusan pajak bumi dan bangunan untuk lahan produktif, pembebasan BPHTB, kebijakan bantuan dan subsidi saprodi, pencanangan lahan pertanian pangan berkelanjutan, program LUEP sebagai penyangga harga gabah, pembelian beras petani untuk PNS, pemberian insentif kepada subak, santunan kepada pekaseh, pembinaan dan lomba subak dan sebagainya. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk melindungi sektor pertanian utamanya untuk menekan alih fungsi lahan.9
-
III. Penutup
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 1992 di Kabupaten Badung, berjalan yaitu belum efektif karena masih ada bangunan – bangunan pada daerah jalur hijau, bagi masyarakat yang mempunyai tanah pada daerah jalur hijau dan tetap diperuntukan sebagai jalur hijau yang hanya dimanfaatkan untuk bertani dibebaskan dari pembayaran pajak bumi dan bangunan kepada
masyarakat yang tanahnya masuk sebagai daerah jalur hijau. sesuai dengan Peraturan Bupati Badung Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Penghargaan Peduli lingkungan Pada Daerah Jalur Hijau Di Kabupaten Badung dan Peraturan Bupati Badung Nomor 89 Tahun 2012 Tentang Pengurangan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Untuk Kondisi Tertentu Objek Pajak Pada Jalur Hijau Dan Kawasan Limitasi. Faktor yang menyebabkan di Kabupaten Badung masih ada bangunan – bangunan pada daerah jalur hijau adalah alih fungsi lahan. Adapun upaya yang dilakukan untuk mengatasi alih fungsi lahan diantaranya memfungsikan subak, peningkatan kualitas saluran irigasi, subak mandiri dan jaminan asuransi untuk petani bila terjadi gagal panen sehingga petani di Kabupaten Badung tidak merugi.
Untuk menekan pelanggaran mendirikan bangunan di atas jalur hijau, selain dengan dibebaskannya dari Pembayaran pajak Bumi dan Bangunan, Pemerintah Kabupaten Badung juga harus berani membeli ataupun mengontrak tanah tersebut untuk memberikan rasa keadilan dan tanpa memberatkan masyarakat. Karena kebanyakan ruas jalur hijau merupakan tanah/lahan persawahan milik pribadi, dan jika masyarakat pemilik lahan persawahan memanfaatkan tanah miliknya yang masuk jalur hijau untuk kepentingan diluar pertanian dinyatakan melanggar Perda dan dikenai sanksi. Kesejahtraan petani harus selalu diperhatikan agar mereka tetap mau untuk bertahan menjadi pertani dan tetap memepertahankan tanahnya sebagai daerah hijau dan tidak dialih fungsikan dengan dibanguni bangunan, seperti dengan diberikannya subsibi pupuk, dan yang terpenting
adalah bagaimana cara meningkatkan pendapatan para petani di tengah – tengah kebutuhan hidup yang serba mahal.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2010 , Dualisme penelitian Hukum Normatif Dan Hukum Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Marzuki, Peter Mahmud, 2005,Penelitian Hukum Empiris, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Prakoso, Djoko, 1985, Proses Pembuatan Peraturan Daerah Dan Beberapa Usaha Penyempurnaannya, Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Ridwan HR, 2013, Hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Rosjidi Ranggawidjaja, 1998, Pengantar Ilmu Perundang – Undangan Indonesia, Mandar Maju, Bandung.
Soejito, Irawan, 1984, Hubungan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah, Bina Aksara,Jakarta.
Widjaja ,HAW, 2009, Otonomi Daerah Dan Daerah Otonom, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Internet
Gagal Panen, Petani Badung Bakal Diasuransikan Bupati Giri Prasta Hadiri Pengoprokan Tikus di subak Sengempel https://badungkab.go.id ,diakses pada tanggal 16 agustus 2017.
Kunja Komisi IV DPR RI di Badung apresiasi Program inovatif Badung Tekan Alih Fungsi Lahan,
https://www.badungkab.go.id, diakses pada tanggal 16 agustus 2017.
Peraturan Perundang – Undangan
Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara RepublikI ndonesia Tahun 2009 Nomor 11).
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor5587).
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II BadungNomor 3 Tahun 1992 Tentang Larangan Mendirikan Bangun-Bangunan Daerah Pada JalurHijau Di Kabupaten Daerah Tingkat II Badung.
Peraturan Bupati Badung Nomor 25 Tahun 2011 Tentang Penghargaan Peduli lingkungan Pada Daerah Jalur Hijau Di Kabupaten Badung.
Peraturan Bupati Badung Nomor 89 Tahun 2012 Tentang Pengurangan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan
Dan Perkotaan Untuk Kondisi Tertentu Objek Pajak Pada Jalur Hijau Dan Kawasan Limitasi.
14
Discussion and feedback