TINJAUAN YURIDIS INTERVENSI MILITER KOALISI SAUDI ARABIA DALAM KONFLIK BERSENJATA DI YAMAN *

Oleh:

Renny Januar Dini ** I Made Pasek Diantha *** A.A Sri Utari ****

Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional

Fakultas Hukum Universitas Udayana

ABSTRAK

Konflik bersenjata yang berkepanjangan di Yaman antara pemberontak Houthi dengan Pemerintah, mencapai puncaknya ketika Houthi mengambil alih pemerintahan yang resmi dan menggulingkan Mansour Hadi dari tanjuk kepemimpinan sebagai presiden. Atas dasar keinginan untuk melindungi kedaulatan, keamanan serta keselamatan negaranya, Mansour Hadi meminta bantuan kepada PBB serta Liga Arab untuk membantu mengatasi pemberontak Houthi, yang kemudian di respon oleh negara– negara liga Arab, dengan melakukan intervensi militer yang dipimpin oleh Saudi Arabia dan melakukan penyerangan udara ke basis pertahanan Houthi. Intervensi militer yang telah dilakukan selama hampir 2 tahun ini telah mengakibatkan jatuhnya korban jiwa terbanyak dari penduduk sipil mencapai 10.000 tewas dan 40.000 luka–luka. Berdasarkan hal tersebut, penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui landasan hukum atas intervensi militer koalisi Saudi Arabia beserta bentuk perlindungan hukum kepada penduduk sipil dalam konflik bersenjata di Yaman. Artikel ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang–undangan dan pendekatan fakta. Pada akhirnya, disimpulkan bahwa landasan hukum intervensi militer koalisi

Saudi Arabia dalam konflik bersenjata di Yaman, didasarkan pada Pasal 51 Piagam PBB yang dibenarkan atas dasar prinsip pembelaan diri (self-defense) dan bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada penduduk sipil Yaman berupa instrumen– instrumen yuridis, bantuan kemanusiaan dan penegakan hukum melalui pengadilan pidana internasional.

Kata kunci : Konflik Bersenjata, Intervensi Militer, Prinsip Pembelaan Diri , Perlindungan Hukum, Penduduk Sipil Yaman

ABSTRACT

Prolonged armed conflict in Yemen between Houthi rebels and the Government reaches its peak when the Houthis took over the official government and overthrow Mansour Hadi from his position as president. On the basis of a desire to protect the sovereignty, security and safety of the country, Mansour Hadi asked for help from UN and Arab League to deal with the Houthi rebels, where later was responded by the member states of Arab League. A military intervention in the form of air strike was led by Saudi Arabia to the Houthi defense base. Military intervention which has been carried out for nearly two years has resulted in the collapse of the largest number of victims from the civilian population by 10,000 death toll and 40,000 wounded. Based on those backgrounds, this article aims to determine the legal basis on military intervention of Saudi Arabia coalition as well as the form of legal protection to the civilian population in the armed conflict in Yemen. This article was conducted by the normative legal research method by using statute and fact approach. Eventually, this article will concludes that the legal basis for military intervention of Saudi Arabia coalition in the armed conflict in Yemen, based on Article 51 of the UN Charter in which it is justified on the grounds of self-defense and form of legal protection given to the civilian population of Yemen in the form of judicial instruments, humanitarian aid and law enforcement through the international criminal court.

Keywords : Armed Conflict, Military Intervention, Self-Defense Principle, Legal Protection, Civilian Population Of Yemen.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Konflik yang terjadi di Yaman, tidak terlepas dari adanya salah satu kelompok pemberontak yang sangat menentang pemerintahan dan memicu konflik yang berkepanjangan di negara Yaman. Kelompok pemberontak ini dipimpin oleh Husein bin Badruddin Al-Houthi, anak dari Badrudin Al-Houthi. 1 Setelah Husein Badruddin Al-Houthi terbunuh, posisi kepemimpinan digantikan oleh Abdul Malik Houthi, yang kemudian mempopulerkan nama Al-Houthi sebagai nama gerakannya.2

Pada tahun 2004, terjadilah demonstrasi besar-besaran, dimana orang-orang Houthi menentang keras sikap pemerintah Yaman yang mendukung Amerika Serikat atas ekspansinya ke Irak serta memprotes sikap diskriminatif, penindasan oleh Presiden Saleh dan menuntut otonomi khusus di Yaman Utara.3 Pemerintah Yaman merespon demonstrasi tersebut dengan sikap represif. Hal ini menyebabkan kekuatiran yang besar bagi pemerintahan Ali Abdullah Saleh. Menurut pemerintah gerakan Al-Houthi akan menimbulkan kendala besar terhadap berjalannya pemerintahan di Yaman. Oleh karena itu langkah pertama yang dilakukan pemerintah Ali Abdullah Saleh adalah mencap kelompok Syi’ah Al Houthi sebagai kelompok pemberontak.

Pada Bulan Januari 2015, krisis politik yang begitu kompleks dan panjang di Yaman meningkat menjadi konflik bersenjata

besar–besaran, 4 antara pasukan pemerintah dan pemberontak Houthi. Pada akhirnya pemberontak Houthi berhasil menguasai ibukota Sana’a dan menggulingkan presiden Mansour Hadi sebagai presiden.

Setelah berhasil melarikan diri, Presiden Mansour Hadi meminta bantuan militer kepada negara–negara Liga Arab yang kemudian ditindaklanjuti dengan mengirim surat kepada Dewan Keamanan PBB untuk melakukan intervensi militer atas dasar self-defense yang kemudian sehari setelah dikirimnya surat tersebut, koalisi Saudi Arabia yang terdiri dari negara Qatar, Kuwait, Bahrain, Uni Emirat Arab melakukan serang udara ke basis pertahanan Houthi.

Intervensi militer Saudi Arabia dan koalisinya yang terus memborbadir daerah Yaman, menuai kecaman diberbagai kalangan, khususnya negara Iran yang menyatakan bahwa penyerangan yang dilakukan Saudi Arabia dan koalisinya telah melanggar hukum internasional. Berdasarkan data organisasi kemanusian PBB di Yaman, tercatat selama hampir 2 tahun lamanya korban jiwa terbanyak dari penduduk sipil mencapai 10.000 tewas dan 40.000 luka–luka.5 Dilain pihak bahwa apa yang dilakukan Saudi Arabia dan koalisinya secara sah dibenarkan atas dasar prinsip pembelaan diri (self-defense).

Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan mengenai landasan hukum atas intervensi militer koalisi Saudi Arabia

beserta bentuk-bentuk perlindungan hukum kepada penduduk sipil dalam konflik bersenjata di Yaman.

  • 1.2    Tujuan

Artikel ini bertujuan untuk menganalisis dan mengetahui landasan hukum yang menjadi dasar dari intervensi militer koalisi Saudi Arabia serta bentuk-bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada penduduk sipil yang menjadi korban atas konflik bersenjata tersebut.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini menggunakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang menarik asas hukum, sistematik hukum, melakukan sinkronisasi peraturan perundang–undangan, membandingkan sistem hukum yang berlaku, serta meneliti sejarah hukum.6 Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang–undangan dan pendekatan fakta.

  • 2.2    Hasil Pembahasan

    • 2.2.1    Landasan Hukum Intervensi Militer Koalisi Saudi Arabia Dalam Konflik Bersenjata di Yaman

Intervensi militer yang dilakukan koalisi Saudi Arabia di Yaman menuai pro dan kontra diberbagai kalangan. Intervensi itu sendiri jelas dilarang menurut hukum internasional. Dengan menerapkan prinsip non intervensi yang terdapat dalam Piagam PBB pasal 2 ayat 7 yang pada dasarnya melarang suatu negara

untuk mencampuri urusan dalam negeri negara lain dalam bentuk apapun.7 Terhadap kasus–kasus tertentu tindakan intervensi ini dilakukan bukan sebagai tindakan pembelaan diri semata, tetapi juga atas dasar adanya persetujuan dari pemerintah yang sah.8

Dalam pelaksanaannya, intervensi militer selalu berkaitan dengan penggunaan kekuatan bersenjata. Hal tersebut tentunya bertentangan dengan apa yang diatur dalam Pasal 2 ayat 4 Piagam PBB yang menyatakan bahwa dalam hubungan internasional, semua negara harus menahan diri dari penggunaan cara–cara kekerasan, yaitu ancaman dan penggunaan senjata terhadap negara lain atau cara–cara yang tidak sesuai dengan tujuan– tujuan PBB.9 Apa yang diatur oleh Pasal 2 ayat 4 berupa larangan penggunaan kekerasan ini merupakan aturan yang tidak hanya dianggap sangat penting dalam hukum internasional, tetapi diletakan sebagai salah satu norma tertinggi hukum internasional (jus cogens).10

Larangan penggunaan kekerasaan sebagaimana diatur Pasal 2 ayat 4 tersebut tidaklah absolut. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan Pasal 51 serta BAB VII Piagam PBB, yang berbunyi :

“ Nothing in the present Charter shall impair the inherent right of individual or collective self-defence if an armed attack occurs against a Member of the United Nations, until the Security Council has taken measures necessary to maintain international peace and security. Measures taken by Members in the exercise of this right of self-defence shall be immediately

reported to the Security Council and shall not in any way affect the authority and responsibility of the Security Council under the present Charter to take at any time such action as it deems necessary in order to maintain or restore international peace and security.”11

Secara tekstual Pasal di atas memberikan hak pada negara secara individual atau kolektif untuk melakukan pembelaan diri sendiri (self-defense) jika terjadi serangan militer (if an armed attack accurs) terhadap anggota PBB.12 Selain memberikan syarat terjadinya serangan bersenjata, Pasal 51 membebankan kewajiban kepada pengguna dari Pasal tersebut untuk melaporkan kepada Dewan Keamanan PBB segera setelah menyatakan self-defense dan juga memberikan jangka waktu penggunaan self-defense yakni hingga Dewan Keamanan mengambil tindakan-tindakan untuk memulihkan perdamaian dan keamanan.

Dalam konteks intervensi militer koalisi Saudi Arabia di Yaman, pemenuhan unsur self-defense pada Pasal 51 Piagam PBB sudah memenuhi persyaratan yang dibenarkan dalam keanggotaannya di PBB. Ini dapat dilihat dari surat yang ditulis oleh Presiden Yaman yang mengidentifikasikan telah terjadinya suatu serangan bersenjata di negara tersebut, seperti yang dikutip dalam surat berikut ini :

“… to the serious and extremely dangerous decline in security in the Republic of Yemen, a decline caused by the ongoing acts of aggression and the incessant attacks against the country’s sovereignty that are being committed by the Houthi coup orchestrators, with the aim of dismembering Yemen and undermining its security and stability.”13

Bahwa dari pernyataan tersebut terindikasi adanya suatu serangan terhadap kedaulatan negara yang di lakukan kelompok pemberontak Houthi dengan tujuan untuk memecah belah, dan merusak keamanan dan stabilitas negara Yaman. Sehingga penekankan unsur if armed attack occurs against a Member of the United pada Pasal 51, sangat jelas bahwa dalam melakukan tindakan self-defense, harus terjadi adanya suatu serangan bersenjata.

Unsur berikutnya adalah pemberitahuan kepada Dewan Keamanan, sampai Dewan Keamanan mengambil suatu tindakan–tindakan yang diperlukan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Sebagian besar ahli hukum dan praktik negara sepakat bahwa hal tersebut merupakan suatu kewajiban prosedural bagi negara yang melaksanakan hak bela dirinya (self-defense). 14 Surat pemberitahuan kepada Dewan Keamanan PBB, telah dilakukan pemerintahan Yaman tertanggal 25 Maret 2016, yang keesokan harinya dilakukan intervensi militer oleh koalisi Saudi Arabia yang mayoritas merupakan negara–negara anggota Liga Arab tanpa menunggu respon dari Dewan Keamanan. Yang kemudian setelah itu, ditindaklanjuti Dewan Keamanan dengan dikeluarkannya Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor S/RS/2216 tentang konflik Yaman.

Selain sebagai anggota PBB, keikutsertaan negara Yaman sebagai anggota Liga Arab sangat mempengaruhi terjadinya intervensi militer oleh koalisi Saudi Arabia di negara tersebut. Hal ini didasarkan pada penerapan Pasal 52 ayat 1 Piagam PBB yang

menjelaskan bahwa piagam PBB tidak menghalangi penyelesaian sengketa yang dilakukan organisasi regional dalam menangani masalah–masalah yang bersangkutan dengan pemeliharaan perdamaian dan keamanan menurut cara mereka sepanjang tindakan–tindakan yang mereka lakukan sesuai dengan prinsip– prinsip dan tujuan dari PBB.15

Liga Arab adalah sebuah organisasi regional dan politik.16 Liga Arab berkoordinasi tidak hanya dalam bidang politik, namun juga dalam bidang pendidikan, keuangan, hukum, keamanan, budaya, sosial dan komunikasi.17 Dalam pelaksanaan, Liga Arab berpedoman pada ketentuan piagam Liga Arab (The Charter Of The Arab League). Sama halnya dengan Piagam PBB, Piagam Liga Arab juga melarang penggunaan kekerasan dalam peyelesaian sengketa antar anggotanya. Penggunaan kekerasan tersebut tidaklah sepenuhnya dilarang, Pasal 6 dalam piagam ini membenarkan adanya tindakan collective self-defense. Menurut Pasal 6 tiap anggota memiliki hak untuk mengusulkan diadakannya sidang council dengan segera dalam hal peristiwa agresi, baik agresi yang dilakukan oleh anggota Liga Arab atau oleh negara luar. Dewan dengan suara bulat harus menentukan tindakan yang diperlukan untuk menolak agresi.18

Penggunaan collective self-defense oleh koalisi Saudi Arabia yang didasarkan pada Pasal 6 Piagam Liga Arab, juga diperkuat dengan adanya Perjanjian Pertahanan dan Kerjasama Ekonomi Antara Negara–Negara Liga Arab (Treaty Of Joint Defense And Economic Co-operation Between The State of The Arab League). Perjanjian ini dibentuk oleh 6 negara Liga Arab dengan tujuan untuk mempererat hubungan antara negara–negara anggota, dengan mewujudkan sistem pertahanan bersama guna memelihara stabilitas keamanan dan perdamaian.19

Dalam Perjanjian tersebut terdapat dua lembaga utama yang mempunyai peranan penting yaitu Dewan Ekonomi dan Sosial Dewan Pertahanan Bersama. 20 Dewan Pertahanan Bersama didirikan di bawah pengawasan Dewan Liga Arab. Dukungan terhadap aksi intervensi milter koalisi Saudi Arabia, disetujui oleh Dewan Keamanan Pertahanan dengan ikut memberikan bantuan militer guna memulihkan keamanan di Yaman, yang didasarkan pada Pasal 2 Treaty Of Joint Defense And Economic Co-operation Between The State of The Arab League dan kesepakan para menteri luar negeri dan pertahanan negara–negara anggotanya. Di dalam Pasal 2, dikatakan bahwa para pihak dalam perjanjian tersebut menganggap setiap agresi bersenjata terhadap salah satu atau lebih anggota dalam perjanjian ini merupakan suatu serangan terhadap seluruh anggotanya. Dan atas permintaan dari anggotanya, Dewan keamanan Pertahanan melakukan tindakan

dan upaya guna melindungi anggotanya dari serangan kekuatan bersenjata atau agresi bersenjata.21

Keputusan penting yang diambil oleh Liga Arab berkenaan dengan konflik bersenjata di Yaman, ditindaklanjuti dengan diadakannya Konferensi Tingkat Tinggi Liga Arab yang digelar pada tanggal 29 Maret 2015 di Sharm Sheikh, ibu kota Provinsi Sinai Selatan, Mesir. Hasil dari Konferensi menyatakan bahwa Liga Arab menyetujui membangun kekuatan militer guna membantu intervensi militer koalisi Saudi Arabia di Yaman atas dasar collective self-defense, dengan pertimbangan Pasal 6 Piagam Liga Arab, Pasal 2 Treaty Of Joint Defense And Economic Cooperation Between The State of The Arab League serta upaya untuk melindungi serta menjaga kestabilitasan kawasan dari segala bentuk ancaman yang mengganggu keamanan, ketertiban dan perdamaian wilayahnya.

  • 2.2.2    Bentuk Perlindungan Hukum Kepada Penduduk Sipil Akibat Intervensi Militer Koalisi Saudi Arabia di Yaman.

Hukum Humaniter Internasional, sebagai salah satu bagian hukum internasional, merupakan salah satu alat dan cara yang dapat digunakan oleh setiap warga negara, termasuk oleh negara damai atau negara netral untuk ikut serta, mengurangi penderitaan yang dialami oleh masyarakat akibat perang yang

terjadi di berbagai negara.22 Secara spesifik, hukum humaniter mengatur mengenai perlindungan penduduk sipil, objek sipil, pemukiman dan orang yang tidak mampu dan/atau mengangkat senjata lagi dalam peperangan (hors de combat).23 Dalam hal ini, Hukum Humaniter Internasional merupakan suatu instrumen kebijakan dan sekaligus pedoman teknis yang dapat digunakan oleh semua aktor internasional untuk mengatasi isu internasional berkaitan dengan kerugian dan korban perang.

Konvensi Jenewa IV merupakan Konvensi yang mengatur mengenai perlindungan penduduk sipil baik dalam hal kedudukan penduduk sipil, pihak-pihak yang bersengketa, yang berada di daerah pertempuran maupun daerah pendudukan serta di negara-negara netral.24 Selain Konvensi Jenewa IV 1949 yang mengatur perlindungan terhadap penduduk sipil, Protokol Tambahan Konvensi Jenewa 1977 adalah protokol tambahan yang merupakan tambahan perlindungan yang ditetapkan Konvensi Jenewa IV yang mengatur perlindungan di masa perang.25 Protokol Tambahan 1977 terdiri dari dua protokol yakni Protokol Tambahan I, tahun 1977 yang mengatur perlindungan korban pertikaian bersenjata internasional dan Protokol Tambahan II

1977, yang mengatur korban pertikaian bersenjata non internasional.26

Terkait dengan perlindungan penduduk sipil dalam konflik bersenjata di Yaman, baik Konvensi Jenewa IV tahun 1949 dan kedua Protokol Tambahan II merupakan konvensi yang telah diratifikasi oleh semua negara yang bergabung dalam koalisi Saudi Arabia, seperti Saudi Arabia, Mesir, Yordania, Sudan, Bahrain, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar, Maroko serta Yaman. 27 Oleh karenanya koalisi Saudi Arabia mempunyai keharusan untuk menghormati dan menjamin penghormatan konvensi dan protokol tambahan tersebut dalam segala keadaan, terutama dalam hal memberikan perlindungan terhadap penduduk sipil Yaman dari ancaman penganiayaan, penyiksaan, serta pembunuhan.

Selain instrumen yuridis, bentuk perlindungan hukum diberikan melalui organisasi–organisasi kemanusiaan internasional, diantaranya United Nations Children’s Fund (UNICEF), United Nations Human Rights Council (UNHCR), World Food Program (WFP), Office For Coordinator of Humanitarian Affairs (OCHA), World Health Organization (WHO), The International Committee Of Red Cross (ICRC) dan organisasi non pemerintah (NGO’S). Salah satunya, apa yang telah dilakukan oleh WFP Yaman dengan memberikan bantuan pangan darurat kepada 6 juta orang di 19 Provinsi, 9 Provinsi diantaranya berada dalam rawan pangan tingkat darurat. 28 Hak untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada penduduk sipil di daerah yang diduduki akibat konflik bersenjata merupakan hak yang diakui.

Badan–badan kemanusiaan melakukan tindakan yang tidak hanya menyediakan penyembuhan tetapi juga menjamin keamanan dan hak asasi yang paling utama dari para korban pertikaian atau bencana yang disebabkan oleh manusia atau alam.29

Selama terjadi konflik bersenjata di Yaman, baik koalisi Saudi Arabia dan pemberontak Houthi disangkakan melakukan kejahatan tersebut berdasarkan bukti–bukti dan fakta di lapangan. Kasus penyerangan terbesar koalisi Saudi Arabia terhadap penduduk sipil Yaman, salah satunya adalah yang terjadi pada tanggal 9 Oktober 2016, lebih dari 140 orang tewas dan 525 terluka ketika serangan udara menghantam suatu upacara pemakaman di Yaman. 30 Sebaliknya Pasal 51 ayat 2 Protokol Tambahan I dan Pasal 13 ayat 2 Protokol Tambahan II tahun 1977, dengan jelas telah mengatur tentang larangan untuk menjadikan penduduk sipil atau orang-orang yang dilindungi sebagai sasaran serang.31 Pelanggaran terhadap kejahatan perang yang menelan korban jiwa terutama penduduk sipil termasuk di dalamnya wanita dan anak–anak, merupakan suatu pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional.

Masyarakat internasional telah mengecam apa yang terjadi di Yaman dan meminta Dewan Keamanan PBB segera melakukan penyelidikan terhadap adanya kejahatan perang yang dilakukan oleh koalisi Saudi Arabia dan pemberontak Houthi. Permintaan untuk membawa kejahatan perang ini ke Pengadilan Pidana

Internasional (ICC) terus diupayakan berbagai pihak. Walaupun negara Yaman dan koalisi Saudi Arabia bukan merupakan pihak dari Statuta Roma, bukan berarti mereka tidak dapat diajukan ke Pengadilan Pidana Internasional atas tuduhan kejahatan perang di Yaman dan bebas menikmati impunitas. Upaya yang bisa dilakukan untuk mengajukan kejahatan perang tersebut ke Pengadilan Pidana Internasional yaitu pengajuan situasi yang dilakukan oleh Dewan Keamanan yang bertindak berdasarkan Bab VII dari Piagam PBB.32 Penegakan hukum melalui Pengadilan Pidana Internasional sangat diperlukan untuk memberikan rasa keadilan kepada penduduk sipil atas pelanggaran perlindungan pendududuk sipil dalam konflik bersenjata di Yaman.

  • III.    PENUTUP

    • 3.1    Kesimpulan

  • 1.    Landasan hukum intervensi militer koalisi Saudi Arabia dalam konflik bersenjata di Yaman, didasarkan pada Pasal 51 Piagam PBB. Intervensi militer ini dibenarkan atas dasar self-defense, akibat telah terjadi suatu serangan terhadap kedaulatan negara yang dilakukan kelompok pemberontak Houthi dengan tujuan memecah belah, merusak keamanan dan stabilitas negara Yaman. Penggunaan self-defense ini, juga diperkuat dalam perjanjian regional yang terdapat dalam Piagam Liga Arab serta Treaty of Joint Defense and Economic Cooperation Between The State of the Arab League.

  • 2.    Ada tiga bentuk perlindungan hukum kepada penduduk sipil akibat intervensi militer koalisi Saudi Arabia. Pertama, diwujudkan dalam bentuk instrumen–instrumen hukum

internasional yang salah satunya terdapat dalam Konvensi Jenewa IV tahun 1949 beserta Protokol Tambahan I dan II tahun 1977, Perlindungan penduduk sipil melalui instrument yuridis menjadi hal yang penting agar dapat memberikan kepastian hukum apabila terjadi pelanggaran terhadap hak– hak penduduk sipil. Kedua, pemberian bantuan kemanusiaan baik dari organisasi–organisasi kemanusian PBB dan International Committee of Red Cross (ICRC) guna meringankan beban penderitaan dan meminimalisir jatuhnya korban dari penduduk sipil. Ketiga, penegakan hukum melalui International Criminal Court, untuk memberikan rasa keadilan kepada penduduk sipil atas pelanggaran perlindungan pendududuk sipil dalam konflik bersenjata di Yaman.

  • 3.2    Saran

  • 1.    Perlu adanya pembatasan dan penafsiran yang jelas dari para ahli hukum internasional tentang Pasal 51 Piagam PBB tentang penerapan self-defense, sehingga tidak terjadi kemultitafsiran dalam pelaksanaannya, mengingat kemajuan teknologi perang saat ini sangat memungkinkan satu negara berlindung dibalik justifikasi hak self-defense.

  • 2.    Adanya penegakan hukum berupa upaya paksa seperti sanksi– sanksi dan penuntutan internasional yang jelas, tegas dan transparan atas pelanggaran prinsip pembedaan (distinction principle) kepada para pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata. Penegakan hukum ini harus segera direalisasikan sehingga dapat meminimalisir jatuhnya korban dari penduduk sipil dan keadilan bagi penduduk sipil yang menjadi korban dapat konflik bersenjata.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Ambarwati, Denny Ramdhany, Rina Rusman, 2012, Hukum Humaniter Internasional Dalam Studi Hubungan Internasional, PT.Raja grafindo Persada, Depok.

Toffolo, Cris E, 2008, Global Organization : The Arab League, Chelsea House, New York.

Bowett, D.W. 1991, Hukum Organisasi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta.

Istanto, F. Sugeng. 1992, Perlindungan Penduduk Sipil Dalam Perlawanan Rakyat Semesta dan Hukum Internasional, Andi Offset, Jogyakarta.

Starke, J.G. 2010, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh, Sinar Grafika, jakarta.

Laporan Komisi pemerintahan Global, 1997, Kerukunan Dunia, Balai Pustaka, Jakarta.

Kusumaatmadja, Mochtar. 1979, Konvensi–Konvensi Palang Merah Th.1949 Cetakan Ke-3, Binacipta, Bandung.

Sefriani, 2011, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Rajawali Press, Jakarta.

Mamudji, Sri. 2005, Metode Penelitian Hukum, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.

Jurnal Hukum :

Kangagung, Veronika Puteri. 2016, Justifikasi Perlindungan Penduduk Sipil dalam Serangan Milter Pakta Pertahanan Atlantik Utara (The North Atlantic Treaty Organization/NATO) Terhadap Libya, Kertha Negara, Vol.04 No. 02, Februari 2016, Available at URL :https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/view/1900 6, diakses pada tanggal 04 Juni 2017.

Website :

Ihrc.org.uk website, 2016, Yemen, available at URL : http://www.ihrc.org.uk/attachment/article/11476/yemen%20Briefi ng-v3%20 (1)pdf, diakses pada tanggal 04 Juni 2017.

WFP website, 2016, What the World Food Programme is Doing in Yemen, Available at URL : http://www1.wfp.org/countries/yemen, diakses pada tanggal 04 Juni 2017.

CNBC website, 2016, Saudi-led Coalition Airstrike Hits Yemen Funeral, Killing Over 140 People, Availabel at URL : http://www.cnbc.com/2016/10/08/saudi-led-coalition-airstrike-hits-yemen-funeral-more-than-140-killed.html, diakses pada tanggal 04 Juni 2017.

Jurist, website 2016, Kevin Govern, The Arab League Joint Military Force: Countering Extremism and Political Instability, available at URL :://www.jurist.org/forum/2015/04/kevin-govern-arab-league.php , diakses pada tanggal 01 Juni 2016.

Wikipedia.website,2016, Joint Defence and Economic Co-operation Treaty, available at :https://en.wikipedia.org/wiki/Join_Defence_and -Economic_Co-operation_Treaty#cite_note-1, diakses pada tanggal 01 Juni 2017.

Securitycouncilreport.website, 2015, Security Council Report, S/2015/217, available at URL: http://www.securitycouncilreport.org /atf/cf/%&B^%BFCF9B-6D27-4E9C-8CD3-CF6E4FF96FF9%7D/s_ 2015_217.pdf, diakses pada tanggal 02 Juni 2017.

Sheila Hilary Kandau, 2016, Hak Bela Diri Menurut Hukum Internasional Dalam Operation Pillar of Defense Yang dilakukan oleh Tentara Israel Terhadap Palestina, Availble at URL : http://www.lib.ui.ac.id/naskah Ringkas/2016-06/S56104-Sheila%20Hillary%20Kandou,    diakses

pada tanggal 02 Juni 2017.

Penaminang website, 2016, Houthi dan Gerakan Syiah di Yaman, available at URL : http://www.penaminang.com/2014/09/houthi-dan-gerakan-syiah-di-yaman.html#axzz488SS0QSZ, diakses pada tanggal 02 Juni 2017.

Muslimedianews.website, 2014, Sejarah Konflik Yaman, available at URL :http://www.muslimedianews.com/2014/11/sejarah-konflik-yaman-hinggakonflik.Htm1#ixzz40mBBf0Oe, diakses tanggal 02 Juni 2017.

Islam-istitute website, 2016, Pemberontak Houthi di Yaman Siapakah Mereka,     available at URL :     http://www.islam-

institute.com/pemberontak-houthi-di-yaman-siapakah-mereka-sebenarnya/ diakses pada tanggal 02 Juni 2017.

Crisisgroup.website, 2015, The Huthis from Saada to Sanaa, available at : http://www.crisisgroup.org/~/media/files/middle%20East%20North %20 Africa/iran%20Gulf /Yemen/154-the-huthis-from-saada-to-sanaa.pdf, diakses pada tanggal 02 Juni 2017

Independent uk website, 2017, Yemen Civil War: 10.000 civilians killed and40.000 injured in Conflict, UN Revels, Available at URL : http://www.independent.    co.uk/news/worl/middle-east/yemen-

civil-war-civilian-death-toll-10000-killed-40000-injured-conflcit-un-reveals-a7530836.html, diakses pada tanggal 02 Juni 2017.

INSTRUMENT HUKUM INTERNASIONAL :

Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa.

Piagam Liga Arab.

Konvensi Jenewa tahun 1949 beserta Protokol Tambahan I dan II tahun 1977.

Perjanjian Pertahanan Bersama dan Kerjasama Ekonomi antara Negara– Negara Liga Arab (Treaty of Joint Defense and Economic Cooperation Between the States of The Arab League).

Statuta Roma Tahun 1998.

17