ANALISIS TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN PEMERINTAHAN YANG BERSIH(CLEAN GOVERNANCE)

Oleh

Dwi Lapriesta Ratmahesarani

Nyoman A Martana

Program KekhususanHukumPemerintahan FalkutasHukumUniversitasUdayana

ABSTRAC

Corruption that is currently happening is unfortunately committed by the government institutions, the corruptors actually come from the members of the People’s Representatives who are actually a respectable officials. The problems faced are: how the government policies in an effort to eradicate corruption? And how the enforcement of government policies in an effort to eradicate corruption? The research method used is normative legal research by conducting research on the norms or the principles of law.

The conclusion which find from the research, it can be seen that the direction of government policy in the field of combating corruption is obvious, that is by the enactment of numbers of special legislations in the field of combating corruption. As a form of moral commitment in seeking to create clean governance, the law enforcement cannot be separated from the elements, such as: the substance of the law, the legal structure and the legal culture. The most dominant element that influencing the ineffectiveness of law enforcement on corruption in Indonesia is a structural element of the law, associated with the law enforcement officers.

Keywords: Policy, Government, Corruption, Clean Governance

ABSTRAK

Korupsi yang saat ini terjadi justru dilakukan oleh Lembaga Pemerintahan, para koruptor justru banyak berasal dari para wakil rakyat yang notabene adalah Pejabat yang terhormat. Adapunpermasalahan yang dihadapiyaitu: bagaimanakah kebijakan pemerintah dalam usaha pemberantasan korupsi? dan bagaimanakah penegakan hukum atas kebijakan pemerintah dalam usaha pemberantasan korupsi? Metode penelitian yang dipergunakan yaitu penelitian yuridi normative dengan melakukan penelitian terhadap norma/asas hukum.

Hasil dari penelitian yang dilakukan maka dapat diketahui bahwa arah kebijakan pemerintah di bidang pemberantasan korupsi adalah jelas yakni dengan diundangkannya berbagai peraturan perundang-undangan khusus di bidang pemberantasan korupsi. Sebagai bentuk komitmen moral dalam berupaya menciptakan pemerintahan yang bersih (clean governance). Penegakan hokum tidak dapat dipisahkan dari unsur-unsur seperti Subtansi hukum, Struktur hokum dan Budaya hukum. unsur yang paling dominan mempengaruhi tidak efektifnya penegakan hukum di bidang korupsi di Indonesia adalah unsure strukturhukum, terkait dengan aparat penegak hukum.

Kata kunci :Kebijakan, Pemerintah, Korupsi, Bersih

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    LatarBelakang

Negara Indonesia mengalami keterpurukan dalam berbagai bidang, diantaranya rendahnya pertumbuhan ekonomi, meningkatnya pengangguran, kemiskinan, dan kriminalitas disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kurangnya kepastian hukum, relatifnya rendahnya tingkat kompetisi perdagangan, dan kurangnya insentif yang menyebabkan iklim berusaha tidak dapat berjalan secara kondusif. Hal ini antara lain disebabkan oleh tingkat korupsi yang cukup tinggi. Kata atau istilah korupsi ini sebenarnya berasal dari bahasa latin “corruptio” dari kata kerja “corrumpere” yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, dan menyogok. Sementara korupsi dalam bahasa Inggris menjadi corruption atau corrupt dalam bahsa Perancis menjadi corruption dan dalam bahasa Belanda disalin menjadi istilah corruptie.1 Dalam pasal 2 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi, ditegaskan bahwa korupsi adalah “setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.

Masyarakat menentang adanya praktek korupsi, mereka memandang korupsi sebagai masalah sosial yang serius yang disamakan dengan penyakit kronis yang harus segera diberantas, namun kenyataan apabila dihadapkan dengan berbagai situasi yang kongkrit, maka mereka memandang korupsi sebagai sesuatu yang normal dan akan dibayar atau sesungguhnya mereka lega dan membayar atau menerima uang dan hadiah, sementara disisi lain keengganan sebagian besar warga masyarakat melaporkan pelaku koruptor (pejabat negara, birokrat, konglomerat, aparat penegak hukum dan lain sebagainya) yang melakukan korupsi, merupakan suatu fenomena tersendiri. Hal ini mengindikasikan lemahnya peran masyarakat dalam rangka mendukung upaya untuk memberantas perilaku korupsi., Sehingga budaya korupsi seakan memperoleh lahan yang subur karena sifat masyarakat yang lunak hingga permisif terhadap berbagai penyimpangan moral, lebih-lebihbila Korupsi dianggap sebagai perkara biasa dan wajar terjadi dalam kehidupan para penguasa dan pengelola kekuasaan yang ada.

  • 1.2    Tujuan

Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan jurnal ini yaitu untuk mengetahui kebijakan pemerintah dalam usaha pemberantasan korupsi, dan untuk mengetahui penegakan hukum atas kebijakan pemerintah dalam usaha pemberantasan korupsi.

  • II.    ISI

    • 2.1    Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan ini yaitu metode penelitian hukum normatif Adapun penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hokum., penelitian sejarah hukum dan penelitian perbandingan hukum. Penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka yang ada, yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier untuk selanjutnya bahan-bahan hukum tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti2.

  • 2.2    Hasil Penelitian dan Pembahasan

    2.2.1    Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi

Menurut kamus bahasa Indonesia kebijakan secara leterlite dapat dijelaskan sebagai kepandaian, kemahiran, kebijaksanaan. Sementara secara bahasa kebijakan dapat dijelaskan sebagai rangkaian konsep dan azas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu perkerjaan, kepemimpinan, cara bertindak.3 Berkaitan dengan pemberantasan korupsi, Pemerintah telah merumuskan kebijakan yang diwujudkan dalam beberapa peraturan perundang – undangan antara lain UU. No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. UU. No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo UU.No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU. No. 31 tahun 1999, Peraturan Pemerintah No. 71 tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran serta Masyarakat dan pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No. 15 Tahun 2002, tentang Tindak Pidana Pencucian Uang; sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.25 Tahun 2003, UU No. 20 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, serta UU No. 7 tahun 2004 tentang Pengesahan United Natoins Convention Against Cooruption 2003. Serta upaya meningkatkan peran Lembaga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Mencermati peraturan perundang-undang yang begitu memadai secara kualitas maupun kuantitasnya, maka dari sisi infrastruktur hukum hampir dapat dipastikan bahwa negara kita merupakan salah satu negara yang paling banyak memiliki regulasi yang berkaitan dengan pemberantasan

korupsi, tentunya dengan harapan agar dapat mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih sebagai salah dari sekian banyak kriteria kepemerintahan yang baik (Good Governance) Jadi bila di lihat dari konteks kebijakan publik maka regulasi yang ada merupakan bentuk kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam upaya memberantas tindak pidana korupsi.

  • 2.2.2    Penegakan Hukum Atas Kebijakan Pemerintah Dalam Usaha Pemberantasan

    Korupsi

Penegakkan hukum adalah suatu proses yang sudah ditentukan dalam norma-norma hukum positif, dimana dalam proses tersebut harus dilalui tahapan-tahapan agar penegakkan hukum dapat menghasilkan keadilan dan kepastian hukum. Persoalan penegakan hukum menurut Lawrence M.Friedman terkait erat dengan 3 (tiga) hal: subtansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum,. Dari aspek subtansi, peraturan perundang-undang di bidang korupsi,hampir dapat di pastikan bahwa tidak bermasalah karena dari waktu ke waktu,terus mengalami penyempurnaan sesuai dengan semangat penegakan hukum di bidang korupsi, dan dalam hal ini hanya dibatasi pada tiga undang-undang yakni. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana, UU Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Natoins Convention Against Cooruption 2003 dan UU Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Satjipto Rahardjo mengungkapkan dalam memberantas sebuah tindak pidana korupsi, diharuskan bersikap dan berpikir yang luar biasa. Karena dengan adanya perubahan tersebut, tidak hanya bagi aparat penegak hukum, pelaku, maupun legislatif, dapat menekan adanya tindak pidana korupsi. Sementara komunitas hukum manapun adalah komunitas yang anti-perubahan. Selain itu para aparat penegak hukum masih berpikir dan bertindak secara klasik, bersikap submisif terhadap hukum positif bahkan tidak berani untuk bertindak rule breaking. Dari sinilah dapat diketahui bahwa tidak hanya aturan-aturan saja yang sempurna dalam penegakan hukum korupsi, akan tetapi juga aparat penegak hukumnya. Yang mana para aparat penegak hukum korupsi tersebut dilahirkan dari fakultas-fakultas hukum, yang seharusnya berpikir bahwa hukum dibuat untuk ditegakkan bukan untuk disimpangi demi tercapainya sebuah keadilan yang tidak hanya melindungi kaum minoritas penguasa, juga melindungi seluruh kepentingan. 4 menurut Mahfud MD, korupsi sulit diberantas karena birokrasi penegekan hukum kita adalah birokrasi lama yang mewarisi penyakit korupsi sangat kronis. Lembaga penegak hukum yang seharusnya menangani

4


korupsi justru dibelit oleh korupsi, birokrasi pemerintahan adalah birokrasi lama yang tetap melaksanakan prosedur-prosedur lama dan pejabat-pejabat lama yang mewarisi korupsi.5 III. SIMPULAN

Arah kebijakan pemerintah di bidang pemberantasan korupsi adalah jelas yakni dengan diundangkannya berbagi peraturan perundang-undangan khusus di bidang pemberantasan korupsi. Sebagai bentuk komitmen moral dalam berupaya menciptakan pemerintahan yang bersih ( clean governance ).

Penegakan hukum tidak dapat dipisahkan dari unsur-unsur seperti subtansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum. Unsur yang paling dominan mempengaruhi tidak efektifnya penegakan hukum di bidang korupsi di indonesia adalah unsur struktur hukum, terkait dengan aparat penegak hukum. Tetapi tentunya dengan tetap tidak mengabaikan pengaruh dua unsur lainnya. Atau dengan kata lain dua unsur lain bukan tidak berpengaruh, tetapi tidak sesignifikan unsur struktur hukum ( penegak hukum). Bahwa untuk lebih mengefektifkan penegekan hukum di bidang korupsi perlu kerjasama antar negara

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku:

Arya Maheka, 2008, Mengenali Dan Memberantas Korupsi di Indonesia,Komisi

Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, Jakarta

Mahfud MD, 2008, Hukum Tak Kunjung Tegak, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung

Muchsin, H. 2006, Hukum dan Kebijakan Publik. Refika Aditama, Jakarta

Satjipto Rahardjo, 2006, Membedah Hukum Progresif, Kompas, Jakarta

Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, UI. Press, Jakarta

Peraturan Perundang – Undangan :

Undang-Undang RI No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintah Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75)

Undang-Undang RI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140)

Undang-Undang RI No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- RI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134)

Undang-Undang RI No.30 Tahun 2002 tentang Kompisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 22002 Nomor 137)

Undang-Undang RI No.25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 108)

Peraturan Pemerintah RI No.71 tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ((Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 144)

5