TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP KEJAHATAN TERORISME YANG MELEWATI BATAS-BATAS NASIONAL NEGARA-NEGARA
on
TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP KEJAHATAN TERORISME YANG MELEWATI BATAS-BATAS NASIONAL NEGARA-NEGARA
Windusadu Anantaya I Dewa Gede Palguna I Gede Putra Ariana
Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas Udayana
Abstract
Since long time until present day, terrorism has always been a problem for the international community. This article aims to determine the legal status of the crime of terrorism based on applicable international law as well as to analyze the responsibility of a state of which the person accused of the crime is a national. This is a normative legal research article that uses statute approach in order to analyze the relevant instrument legal instrument and conceptual approach. The results obtained from this research found that terrorism is an extraordinary crime and crime against humanity, so that in relation to international crimes that fall into the competence of the International Criminal Court can be applied both territorial jurisdiction and national active jurisdiction. It can be also concluded that a state is not immediately responsible for the crime of terrorism that was performed by its national.
Keyword: terrorism, international crime, State responsibility
Abstrak
Sejak dahulu hingga kini, tindak pidana terorisme lintas negara selalu menjadi masalah bagi masyarakat internasional. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui status hukum dari tindak kejahatan terorisme berdasarkan hukum internasional yang berlaku serta untuk menganalisa pertanggungjawaban dari Negara kewarganegaraan pelaku kejahatan terorisme yang melintasi batas-batas Negara-negara. Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif yang mengunakan pendekatan perundang-undangan untuk menganalisis instrumen hukum internasional yang relevan dan pendekatan konsep. Dapat disimpulkan bahwa terorisme merupakan kejahatan luar biasa dan kejahatan terhadap kemanusiaan, sehingga dalam kaitannya dengan kejahatan internasional yang merupakan kompetensi Mahkamah Pidana Internasional dapat diberlakukan yurisdiksi teritorial dan yurisdiksi nasional aktif. Dapat pula disimpulkan bahwa suatu Negara tidak serta-merta bertanggung jawab atas aksi terorisme yang dilakukan oleh warga negaranya.
Kata kunci: Terorisme, kejahatan internasional, tanggung jawab negara.
Ketakutan yang ditimbulkan oleh tindak pidana terorisme memang bukanlah ketakutan biasa dan skalanya besar. Sejak dahulu hingga kini, terorisme selalu menjadi
momok bagi masyarakat internasional. Terorisme sudah dianggap sebagai musuh bagi peradaban, siapapun pelakunya baik individu, sekelompok militan, maupun aparatur negara dan apapun motif yang terdapat dibaliknya, baik itu religius, ekonomi, politik, maupun bentuk perjuangan meraih kebebasan atau kemerdekaan, tindak pidana terorisme tidak bisa dibenarkan karena eksekusinya yang pasti menelan banyaknya korban jiwa dari orang-orang tidak bersalah dan menyebarkan ketakutan serta rasa tidak aman pada masyarakat di seluruh dunia.
Fenomena ini membuat orang menjadi khawatir. Gelombang kekerasan begitu runyam, sebagaimana adagium bellum omnium contra omnes, perang oleh semua melawan semua, dimana pelaku dan korban kekerasan justru sesama warga bangsa sendiri.1 Adapun yang menjadi pertanyaan di sini adalah pertanggungjawaban dari terjadinya tindakan terorisme tersebut. Mengingat teror bisa dilakukan oleh siapapun baik individu maupun kelompok dengan motivasi yang beragam, terdapat kemungkinan bahwa negara yang bersangkutan pun dapat dituntut pertanggungjawabannya.
Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui status hukum dari tindak kejahatan terorisme berdasarkan hukum internasional yang berlaku serta untuk menganalisa apakah Negara kewarganegaraan pelaku tindak kejahatan terorisme yang melintasi batas-batas Negara-negara dapat serta merta diminta pertanggungjawaban atas tindak kejahatan terorisme yang dilakukan oleh warganegaranya.
Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif yang kerap dikenal sebagai penelitian hukum kepustakaan.2 Penelitian ini ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum lain dan penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data sekunder yang terdapat di perpustakaan. Dengan demikian diharapkan bisa ditemukannya ketentuan, kaedah maupun asas-asas yang berlaku dalam hal
kejahatan terorisme yang melintasi batas-batas nasional negara-negara. Tulisan ini menggunakan dua jenis pendekatan, yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), dengan mengkaji ketentuan-ketentuan hukum internasional yang relevan serta pendekatan konsep (conceptual approach) untuk menemukan gagasan yang melahirkan pengertian, konsep, dan asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.
Kofi Annan dan Marry Robinson menyatakan bahwa kejahatan terorisme dapat diklasifikasikan sebagai “crime against humanity” atau kejahatan terhadap kemanusiaan, dengan menggunakan tolak ukur kejahatan yakni adanya serangan yang mematikan terhadap penduduk sipil (non-combatant).3 Setiap aksi terorisme bertujuan menyebarkan kekacauan melalui rasa takut dan tidak aman kepada masyarakat internasional, dengan perencanaan yang matang dan sistematis mengakibatkan pengaruh yang besar dan meluas. Hal tersebut memperjelas bahwa kejahatan terorisme mengarah pada kejahatan kemanusian (crime against humanity) seperti yang tertuang dalam Pasal 7 Statuta Roma (1998). Disana dikatakan bahwa kejahatan kemanusiaan bersifat meluas (widespread) dan sistematik (systematic).4
Selain itu terorisme juga patut di golongkan ke dalam kejahatan luar biasa (extraordinary crime) karena telah memenuhi unsur-unsur sebagai kejahatan luar biasa, yaitu membahayakan nilai-nilai hak manusia yang absolut, serangan terorisme bersifat “random, indiscriminate, and non-selective” yang kemungkinan menimpa orang-orang yang tidak bersalah, selalu mengandung unsur kekerasan, kemungkinan keterkaitannya dengan kejahatan terorganisasi, kemungkinan akan digunakan teknologi canggih seperti senjata kimia, biologi, bahkan nuklir.5 Terorisme merupakan kejahatan internasional (international crime) yang tergolong ke dalam tindak kejahatan luar biasa (extraordinary crime) dan merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity).
Berdasarkan Statuta Roma, yurisdiksi yang berlaku nanti adalah yurisdiksi teritorial dan nasional aktif. Yurisdiksi teritorial berarti ICC berwenang mengadili kasus terorisme yang terjadi di negara yang meratifikasi Statuta Roma.6 Berbeda halnya dengan yurisdiksi nasional aktif yang menentukan bahwa ICC dapat mengadili pelaku terorisme yang merupakan seorang warga negara dari negara yang meratifikasi Statuta Roma kendatipun tempat ia melakukan perbuatan terorisme berada di luar wilayah negaranya.7
Tindakan terorisme yang didalam pelaksanaanya terdapat campur tangan dari negara disebut dengan terorisme negara atau state terrorism. Tindakan terorisme bisa disebut sebagai terorisme negara ketika terdapat kebijakan pemerintah di dalam suatu negara yang membenarkan digunakannya kekerasan maupun bentuk teror lainnya guna mencapai tujuan dari negara tersebut.
Dengan adanya dukungan dari suatu negara, teroris akan sangat lebih mudah dalam menjalankan aksinya, karena didukung oleh fasilitas, bahkan badan resmi negara sponsor. Dalam kaitannya dengan masalah tanggung jawab negara, dikenal doktrin imputabilitas yang menyatakan bahwa suatu negara bertanggung jawab atas kesalahan yang ditimbulkan oleh organnya,8 sesuai dengan Draft Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts (2001).9 Doktrin imputabilitas timbul karena disadari bahwa suatu negara merupakan suatu entitas abstrak yang tidak dapat melakukan tindakan yang nyata.
Tanggung jawab negara timbul pada kejahatan terorisme, dikarenakan terlihat adanya keterlibatan atau peran dari organ negara melalui kebijakan atau kelalaiannya, sehingga tindak terorisme itu dapat terjadi. Maka dari itu, selain
tanggung jawab yang bersifat individual dari para pelaku, tanggung jawab negara juga ikut timbul berdasarkan doktrin imputabilitas.
Terorisme merupakan suatu kejahatan internasional (international crime) yang tergolong ke dalam kejahatan luar biasa (extraordinary crime) dan tindak kejahatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan (crime against humanity). Dalam hal tindakan terorisme merupakan kejahatan internasional yang masuk pada kompetensi International Criminal Court (ICC) untuk mengadili, maka Yurisdiksi yang berlaku pada tindak pidana terorisme adalah yurisdiksi teritorial dan yurisdiksi nasional aktif.
Negara asal pelaku kejahatan terorisme tidak dapat secara serta merta dituntut pertanggungjawabannya atas kejahatan terorisme yang dilakukan oleh warga negaranya. Negara dapat dituntut pertanggungjabannya ketika internationally wrongful act dilakukan oleh individu maupun organ yang mendapat kewenangan sebagai perwakilan negara tersebut.
Daftar Pustaka
I. Literatur
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normative Suatu Tinjauan Singkat, PT.Raja Grafindo, Jakarta.
Nasution, Aulia Rosa, 2012, Terorisme Sebagai Kejahatan Terhadap Kemanusiaan: dalam perspektif hukum internasional dan hak asasi manusia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.
Sulaiman, King Faisal, 2007, Who is The Real Terrorist? Menguak Mitos Kejahatan Terorisme, Elmatera-Publishing, Yogyakarta.
Sujatmoko, Andrey, 2005, Tanggung Jawab Negara atas Pelanggaran Berat HAM: Indonesia, Timor Leste, dan lainya., Jakarta, Grasindo.
Rome Statute of the International Criminal Court 1988
Draft Articles on Responsibility of State for Internationally Wrongful Acts 2001
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26128/4/chapter%201.pdf
Discussion and feedback