KEDUDUKAN CITES (Convention on International Trade of Endangered Species) SEBAGAI SALAH SATU KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG LINGKUNGAN HIDUP YANG MENGATUR PERDAGANGAN SPESIES LANGKA
on
KEDUDUKAN CITES (Convention on International Trade of Endangered Species) SEBAGAI SALAH SATU KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG LINGKUNGAN HIDUP YANG MENGATUR PERDAGANGAN SPESIES LANGKA
Oleh
Deby Dwika Andriana
Hukum Bisnis Internasional Faklutas Hukum Universitas Udayana Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional
ABSTRACT
Indonesia is one of three countries that have the greatest diversity of flora and fauna. It is known that 17,000 islands within its territory there are various types of unique and endemic species. The uniqueness of this species that eventually became the target of the Indonesian people to trade freely without thinking about the environment and the prevention of animal species of scarcity owned country, giving rise to several problems, such as the illegal trade in animals that is done just to gain a big advantage for some people or individuals because of it’s uniqueness.
ABSTRAK
Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara terbesar yang memiliki keanekaragaman flora dan fauna. Yang diketahui bahwa 17.000 pulau yang didalam wilayahnya terdapat berbagai macam jenis spesies yang unik dan endemik. Keunikan dari spesies-spesies inilah yang akhirnya menjadi sasaran masyarakat Indonesia untuk melakukan perdagangan bebas tanpa memikirkan lingkungan hidup binatang tersebut dan pencegahan spesies dari kelangkaan yang dimiliki negaranya sehingga menimbulkan beberapa permasalahan, seperti perdagangan ilegal hewan yang dilakukan hanya untuk mendapat keuntungan yang besar bagi sebagian orang atau individu itu sendiri karena keunikan tersebut.
Kata kunci : CITES, Perdagangan Hewan Langka, perdagangan ilegal
I . PENDAHULUAN
-
1.1 Latar Belakang
Perdagangan ilegal yang menyebabkan kepunahan satwa di kancah internasional menarik perhatian anggota IUCN (international Union for Conservation of Nature ) pada tahun 1963 untuk melakukan perjanjian internasional antarnegara yang disusun berdasarkan resolusi sidang yaitu menghasilkan terbentuknya Convention on International Trade of Endangered species (CITES) atau konvensi perdagangan internasional tumbuhan dan satwa liar spesies terancam punah. Naskah konvensi disepakati 3Maret 1973 pada pertemuan para wakil 80 negara diWashington D.C. Di bulan Agustus 2006 tercatat sejumlah 169 negara telah menjadi para pihak dalam CITES, Indonesia merupakan salah satu Negara yang meratifikasi Convention on International Trade of endangered species (CITES) yang diratifikasi melalui Keputusan Pemerintah No.43 Tahun 1978.
Pengertian CITES ( Convention on International Trade of Endangered Species ) atau konvensi perdagangan internasional untuk tumbuhan dan satwa liar ada adalah suatu perjanjian global yang fokus pada perlindungan satwa dan tumbuhan liar untuk perdagangan internasional yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yang mungkin dapat membahayakan kelestarian tumbuhan dan satwa liar.
-
1.2 Tujuan Penelitian
Tulisan ilmiah ini bertujuan memberikan pemahaman tentang jenis hewan yang dilindungi dan adanya suatu badan yang melindungi hewan – hewan langka dan terancam punah serta undang – undang yang digunakan dalam melindungi hewan- hewan tersebut.
-
II. ISI MAKALAH
-
2.1 Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah bersifat hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan peraturan perundang – undangan serta penerapannya dalam peristiwa hukum. Pada penelitian hukum normatif acapkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang – undangan atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.1
-
2.2 Hasil dan Pembahasan
Ada empat hal pokok yang menjadi dasar terbentuknya konvensi CITES, yaitu:
-
a. Perlunya perlindungan jangka panjang terhadap tumbuhan dan satwa liar bagi manusia
-
b. Meningkatnya nilai sumber tumbuhan dan satwa liar bagi manusia
-
c. Peran dari masyarakat dan negara dalam usaha perlindungan tumbuhan dan satwa liar sangat tinggi
-
d. Makin mendsaknya kebutuhan suatu kerjasama internasional untuk melindungi jenis-jenis tersebut dari over eksploitasi melalui kontrol perdagangan internasional.
Dan setelah terbentuk dan disahkannya konvensi ini CITES telah mendata dan mendaftarkan lebih dari 30.000 species2, yang mencakup sekitar 5.000 spesies hewan dan 25.000 spesies tumbuhan. Sebagian dari jumlah species tersebut merupakan species yang hanya hidup di Indonesia, (spesies endemik)
Spesies-spesies tersebut diklasifikasikan ke dalam appendik-appendik berdasarkan jumlah populasi dan tingkat ancaman terhadap spesies itu sendiri dari kepunahan. Appendiks tersebut digolongkan menjadi :3
-
1. Appendiks I mencakup :
"Appendix 1 shall include all species threatened with extinction which areor may be affected by trade. Trade in specimens of these species must besubject to particularly strict regulation in order not to endanger furthertheir survival and must only be authorized in exceptional circumstances. "
Appendiks I CITES mencakup segala jenis spesies baik flora maupun fauna yang terancam oleh kepunahan yang mungkin dipengaruhi oleh adanya perdagangan. Ketentuan perdagangan atas Spesies-spesies yang tercantum didalam appendiks I CITES harus diatur dengan ketat untuk menjaga kelangsungan hidup spesies tersebut dan hanya dapat diperdagangkan dalam kondisi-kondisi yang dikecualikan.
-
2. Appendiks II mencakup :
"(a) all species which although not necessarily now threatened with extinction may become so unless trade in specimens of such species issubject to strict regulation in order to avoid utilization incompatible withtheir survival "
Spesies yang tercantum di dalam appendiks II CITES merupakan spesies yang tingkat ancaman terhadap kepunahannya saat spesies tersebut dlklasifikasikan tidak setinggi spesies dalam appendiks I. Spesies-spesies ini dapat menjadi terancam oleh kepunahan apabila perdagangan terhadap spesies tersebut tidak diatur melalui ketentuan
yang ketat. Ketentuan yang ketat tersebut ditujukan untuk menghindari pemanfaatan spesies tersebut yang tidak sesuai dengan kebutuhan spesies tersebut untuk bertahan hidup.
-
3. Appendiks III mencakup :
"Appendix III shall include all species which any Party identifies asbeing subject to regulation withinits jurisdiction for the purpose of preventing or restricting exploitation, and as needing the co-operation of other Parties in the control of trade."
Spesies yang diklasifikasikan ke dalam Appendiks III CITES merupakan spesies yang diatur melalui peraturan nasional dengan tujuan untuk menghindari atau melarang terjadinya eksploitasi terhadap spesies tersebut dan mengendalikan perdagangan.
CITES dalam pelaksanaannya memberikan pengaturan larangan, keharusan, maupun kebolehan dari negara penandatangan konvensi ini dalam dalam melakukan perdagangan-perdagangan spesies yang terdaftar di dalam appendiks CITES. Pengaturan itu berbeda pada setiap golongan spesies. Dari sebagian besar spesies tersebut, mereka yang tergolong di dalam Appendiks I adalah spesies-spesies yang terancam punah dan dilarang menjadi objek di dalam segala jenis perdagangan komersial. Setiap Negara Peserta memiliki hak untuk mereservasi binatang-binatang yang telah diklasifikasikan baik yang termasuk di dalam appendiks I, II, maupun III.
III. Kesimpulan
Perdagangan terhadap spesies yang terancam punah dilakukan menurut Hukum Intemasional, salah satu contohnya adalah dengan adanya keberadaan CITES. CITES merupakan konvensi internasional yang bertujuan untuk menjaga keanekaragaman hayati di dunia, melalui pengaturan di bidang perdagangan. Pengaturan perdagangan tersebut berbeda-beda dan terbagi kedalam tiga klasifikasi yang menentukan tingkat populasi spesies tersebut (appendiks I, II, dan III). Spesies endemik yang terdapat di Indonesia, seperti komodo, badak, orang hutan, dan gajah, termasuk dalam kategori spesies yang terancam kepunahan menurut CITES, IUCN, maupun, WWF. Untuk itu kerjasama internasional menjadi sebuah faktor yang penting dan mendasar untuk menciptakan perlindungan bagi spesies yang terancam punah tersebut dari eksploitasi berlebihan yang di akibatkan oleh perdagangan Internasional.
DAFTAR PUSTAKA
Amirudin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
Muhamad Erwin, 2008, Hukum Lingkungan dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup, Grafika Media, Bandung
Convention on the International Trade of Endangered Species, 1973, Pasal II
5
Discussion and feedback