LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL
on
LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF
HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL
Oleh:
Alan Kusuma Dinakara
Pembimbing:
Dr. I Gede Dewa Palguna SH., M.Hum
Anak Agung Sri Utari SH., MH
Program Kekhususan/ Hukum Internasional dan Bisnis Internasional
Abstract:
Israel has been accused for the use of white phosphorous cluster bombs in its military aggression to Palestine. This article analyzes the legality and legal consequences of the use of cluster bombs in such military aggression from the perspectives of Geneva Convention and Cluster Munition Convention in relation with the Distinction Principle. This is a normative legal research that employs regulatory approach, case approach and historical approach. The research shows that Israel has violated International Humanitarian Law specifically regarding Distinction Principle in such military aggression.
Keywords: Cluster Bombs, Israel, Palestine, International Humanitarian Law
Abstrak:
Israel selama ini dituduh menggunakan bom curah berjenis fosfor putih yang dikategorikan sebagai bom curah (cluster bomb) dalam agresi militernya ke Palestina. Tulisan ini menganalisis legalitas dan akibat hukum dari penggunaan bom curah (cluster bomb) pada agresi militer tersebut ditinjau dari Konvensi Jenewa dan Konvensi Cluster Munition dalam kaitannya dengan Prinsip Pembedaan. Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan peraturan, pendekatan kasus, dan pendekatan sejarah. Hasil yang diperoleh dalam penulisan ini adalah Israel telah terbukti melanggar Hukum Humaniter Internasional mengenai Prinsip Pembedaan dalam agresi militer tersebut.
Kata Kunci: Bom Curah, Israel, Palestina, Hukum Humaniter Internasional
Ada kontroversi dalam serangan Israel di Jalur Gaza, Palestina dimana Israel
dituduh menggunakan bom curah (cluster bomb) berjenis fosfor putih. Sejumlah fakta menunjukkan bahwa angkatan bersenjata Israel (Israel Defence Force/IDF) melancarkan serangan udara menggunakan bom tersebut ke arah daerah-daerah padat penduduk di wilayah Jalur Gaza yang menyebabkan warga sipil Palestina menjadi korban.1
Investigasi yang dilakukan oleh Human Rights Watch menemukan bahwa Israel telah melakukan pelanggaran hukum perang karena Israel Defence Force (IDF) dinilai gagal dalam mengambil tindakan pencegahan untuk meminimalkan bahaya terhadap warga sipil ketika menggunakan bom fosfor putih.2 Selain itu, dalam kasus-kasus spesifik, IDF menggunakan jenis tersebut secara sembarangan dan menyebabkan kematian warga sipil.3
Penggunaan bom curah (cluster bomb) sebenarnya telah menjadi perdebatan di berbagai negara karena bahaya yang ditimbulkan oleh bom tersebut. Salah satu instrumen internasional yang mengatur adalah Konvensi Cluster Munition. Penggunaan bom curah berjenis fosfor putih ini secara luas dianggap memiliki jenis yang sama dengan cluster bomb sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Konvensi yang mendefinisikan bom curah sebagai bom yang disebarkan melalui udara atau ditembakkan dari artileri yang melepaskan beberapa submunisi bahan peledak atau bom-bom di atas wilayah yang luas.4 Situasi ini sesungguhnya mengandung permasalahan hukum berkaitan dengan keabsahan penggunaan cluster munition dan akibat hukum yang ditimbulkan dari penggunaan senjata tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis legalitas penggunaan bom curah (cluster bomb) pada agresi militer Israel ke Palestina dan menganalisis akibat hukum penggunaan bom curah (cluster bomb) ditinjau dari Konvensi Jenewa dan Konvensi Cluster Munition dalam kaitannya dengan Prinsip Pembedaan.
Tulisan ini merupakan penelitian Hukum Normatif. Penelitian Hukum Normatif ini beranjak dari adanya pendekatan kasus (case approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan sejarah (historical approach). Metode pendekatan kasus digunakan karena tulisan ini memfokuskan pada kasus mengenai agresi militer Israel ke Palestina. Metode pendekatan perundang-undangan secara luas-- dalam artian tidak hanya terbatas pada peraturan perundang-undangan nasional suatu negara saja karena juga menganalisis instrumen internasional yang relevan-- digunakan karena menggunakan perjanjian internasional berupa Konvensi Jenewa dan Konvensi Cluster Munition. Adapun pendekatan
sejarah digunakan karena tulisan ini melihat sejarah mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya agresi militer Israel ke Palestina.
-
II. Hasil dan Pembahasan
-
2.1. Legalitas Penggunaan Bom Curah (Cluster Bomb) dalam Agresi Militer Israel ke Palestina.
-
Dalam agresinya ke Palestina, Israel menggunakan senjata-senjata yang dilarang penggunaannya oleh beberapa instrumen hukum internasional. Pelarangan penggunaan senjata-senjata tertentu terdapat dalam beberapa instrumen internasional. Dalam Pasal 23 ayat (1) Hague Regulations dinyatakan bahwa penggunaan racun atau senjata beracun adalah dilarang. Selanjutnya dalam pasal 23 ayat (5) juga melarang penggunaan senjata berbahaya. Pasal 51 Protokol Tambahan I Tahun 1977 tentang perlindungan terhadap penduduk sipil, khususnya pada ayat (5) huruf (a) menentukan penyerangan yang dianggap bertentangan dengan prinsip pembedaan yaitu penyerangan melalui pemboman dengan cara atau sarana yang memperlakukan sebagai sebuah sasaran militer tunggal sejumlah sasaran militer yang jelas-jelas saling terpisah dan berdiri sendiri-sendiri tetapi sama-sama terletak di dalam sebuah kota besar, kota kecil, desa, atau kawasan tertentu yang terdapat pemusatan orang sipil atau objek sipil. Dalam Konvensi Cluster Munition dinyatakan pelarangan terhadap penggunaan bom curah. Dalam Pasal 1 ayat (1) konvensi tersebut dinyatakan bahwa setiap negara peserta tidak akan pernah dalam kondisi apapun menggunakan bom curah. Pasal 2 konvensi ini juga melarang penggunaan bom-bom peledak yang secara khusus dirancang untuk tersebar atau dilepaskan dari hulu ledak pesawat udara.
Dalam hal ini, Israel telah jelas melanggar ketentuan Pasal 1 dan 2 Konvensi Cluster Munition tersebut. Faktanya, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Israel menggunakan bom curah berjenis fosfor putih yang ditembakan melalui artileri dan pecah atau meledak di udara sehingga menyebabkan timbulnya banyak korban warga sipil dalam agresi militernya ke Palestina.
Israel bukanlah negara peserta Protokol Tambahan I Tahun 1977 dan Konvensi Cluster Munition. Dengan demikian penggunaan bom curah dalam agresi militer Israel ke Palestina dapat dikualifikasikan sebagai suatu pelanggaran Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan.
Dalam kasus agresi Israel ke Palestina, Israel dapat dimintakan pertanggungjawaban karena Israel telah melakukan pelanggaran terhadap beberapa instrumen hukum internasional dalam agresi militernya ke Palestina. Dalam agresi militernya, Israel menggunakan bom curah berjenis fosfor putih ke arah penduduk Palestina. Israel mengklaim bahwa penggunaan fosfor putih tersebut hanya untuk membuat asap pengalih perhatian lawan (smokescreens).5 Namun investigasi Human Rights Watch menyatakan bahwa penggunaan fosfor putih oleh IDF yang berulang kali ditembakkan ke arah pemukiman penduduk mengakibatkan terbunuhnya dan terlukainya warga sipil serta merusak fasilitas umum, seperti sekolah, pasar, dan rumah sakit.6
Posisi Israel sebagai negara bukan peserta Konvensi Cluster Munition tentu menjadikannya bebas dari kewajiban hukum yang tertuang di dalam konvensi tersebut. Namun demikian Israel sesungguhnya secara moral terikat untuk menghormati ketentuan-ketentuan di dalam konvensi tersebut. Adapun akibat hukum langsung yang dapat diterima Israel sebagai pihak ketiga dari konvensi tersebut hanyalah mendengar anjuran dan ajakan dari negara peserta konvensi untuk menghormati substansi Konvensi Cluster Munition. Namun sekali lagi Israel tidak memiliki kewajiban hukum untuk mematuhi konvensi ini.
Ada sejumlah akibat hukum yang dapat dikenakan sebagai konsekuensi dari penggunaan bom curah (cluster bomb) pada agresi militer Israel ke Palestina apabila ditinjau dari Konvensi Jenewa dan Konvensi Cluster Munition dalam kaitannya dengan Prinsip Pembedaan (Distinction Principle). Sanksi dapat diberikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berupa penurunan derajat hubungan diplomatik atu penyerangan menggunakan kekuatan bersenjata oleh Dewan Keamanan PBB sesuai dengan Pasal 41 dan 42 Piagam PBB. Selain sanksi dari PBB, sanksi dapat juga diberikan berdasarkan Hukum Humaniter khususnya Protokol Tambahan I Tahun 1977 dan Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan dalam kaitannya dengan isu tanggung jawab negara dalam hukum internasional yaitu dapat berupa kompensasi, berupa kepuasan yang diberikan melalui pengakuan perbuatan, ekspresi penyesalan, dan permintaan maaf resmi oleh Israel. Perkembangan terbaru adalah
dimungkinkannya Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) untuk mengadili tentara Israel karena Israel telah jelas-jelas melakukan suatu pelanggaran hukum sesuai dengan apa yang diatur dalam Pasal 8 ayat (2) (b) (xx) Statuta Roma.7
Ada 2 (dua) kesimpulan yang dapat diambil dari tulisan ini, yaitu:
-
1. Dalam kaitannya dengan Prinsip Pembedaan (Distinction Principle) yang menentukan pembedaan antara kombatan dan penduduk sipil serta pembedaan antara sasaran militer dan objek sipil, maka penggunaan bom curah (cluster bomb) tidaklah sah berdasarkan Konvensi Jenewa khususnya ketentuan yang terdapat di dalam Protokol Tambahan I Tahun 1977 serta berdasarkan Konvensi Cluster Munition. Mengingat Israel bukanlah negara peserta baik dari kedua instrumen internasional tersebut, maka penggunaan bom jenis ini dalam agresi militer Israel ke Palestina dapat dikualifikasikan sebagai suatu pelanggaran Hukum Humaniter Internasional Kebiasaan (HHIK) mengenai Prinsip Pembedaan.
-
2. Ada sejumlah akibat hukum yang dapat dikenakan sebagai konsekuensi dari penggunaan bom curah (cluster bomb) pada agresi militer Israel ke Palestina apabila ditinjau dari Konvensi Jenewa dan Konvensi Cluster Munition dalam kaitannya dengan Prinsip Pembedaan (Distinction Principle). Adapun akibat hukumnya dapat berupa penurunan derajat hubungan diplomatik atau penyerangan menggunakan kekuatan bersenjata oleh Dewan Keamanan PBB berdasarkan Piagam PBB; kompensasi; kepuasan yang diberikan melalui pengakuan perbuatan, ekspresi penyesalan, dan permintaan maaf resmi oleh Israel; serta proses hukum ke Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court).
Penulis hendak mengemukakan 2 (dua) saran sebagai berikut:
-
1. Israel hendaknya meratifikasi Konvensi Cluster Munition demi menjamin tidak adanya penggunaan cluster bomb di kemudian hari.
-
2. Terlepas dari pro dan kontra yang saat ini masih terjadi berkaitan dengan status Palestina, Mahkamah Pidana Internasional hendaknya mengadili individu pelaku kejahatan internasional yang menggunakan cluster bomb dalam agresi militer Israel ke Palestina dengan yurisdiksi yang dimilikinya.
DAFTAR PUSTAKA
Ang Swee Chai, 2006, From Beirut to Jerusalem, Mizan, Bandung.
Arlina Permanasari dkk, 1999, Pengantar Hukum Humaniter, International Committee of the Red Cross , Jakarta.
Human Rights Watch, 2009, Rain of Fire, Israel’s Unlawfull Use of White Phosphorus in Gaza, New York.
Ole Kristian Fauchald, David Hunter dan Vang Xi, 2008, Yearbook of International Environmental Law, cet.19, Oxford University Press, New York.
INSTRUMEN INTERNASIONAL
Charter of United Nations
Convention on Cluster Munition
Hague Regulation 1907
Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, and relating to the Protection of Victims of International Armed Conflicts (Protocol I), 8 June 1977.
Rome Statute of the International Criminal Court
6
Discussion and feedback