IMPLIKASI PUTUSAN NOMOR 34/PUU-XI/2013 MENGENAI JUDICIAL REVIEW PASAL 268 AYAT (3) TERHADAP UPAYA HUKUM LUAR BIASA PADA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

Oleh

I Dewa Ayu Inten Sri Damayanti Suatra Putrawan

Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstract

The extraordinary remedy appeals in the form of invocation the judicial review are arranged in terms of the Book of Criminal Procedure Law (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana-KUHAP) now can submitted more than once, according to the decision issued by the Constitutional Court in the decision number 34/PUU-XI/2013.It seems unfair if article 268 subsection (3) continues to apply, because the filing restrictions of judicial review for the second time by the convicted or his heirs wounded sense of justice before the law (Article 28 D subsection (1) of the Republic of Indonesia Constitusional 1945). Through normative legal research, this article aims to explain the implication of the judicial decision number 34/PUU-XI/2013 against the provision of article 268 subsection (3) KUHAP.

Key word: The extraordinary remedy, Review Appeals, Criminal Procedure Law, The convictedor his Heirs.

Abstrak

Upaya hukum luar biasa berupa permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diatur dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kini dapat diajukan lebih dari sekali sesuai dengan putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan nomor 34/PUU-XI/2013. Jika dilihat memang terasa tidak adil apabila Pasal 268 ayat (3) terus diberlakukan, karena pembatasan pengajuan permohonan PK untuk kedua kalinya oleh terpidana atau ahli warisnya mencederai rasa keadilan di depan hukum (Pasal 28 D ayat (1) UUD NRI 1945). Dengan menggunakan metode normatif, tulisan ini akan membahas mengenai implikasi putusan nomor 34/PUU-XI/2013 terhadap ketentuan Pasal 268 ayat (3) KUHAP.

Kata Kunci: Upaya Hukum Luar Biasa, Peninjuan Kembali, KUHAP

  • I.     Pendahuluan

    • 1.1    Latar Belakang

Nampaknya pengajuan Peninjauan Kembali (PK) yang boleh dilakukan satu kali yang telah diatur secara limitatif pada Pasal 268 ayat (3) membuat terpidana atau ahli warisnya merasa dirugikan, karena hak-haknya untuk memperjuangkan suatu keadilan harus dibatasi. PK merupakan gerbang terakhir bagi terpidana atau ahli warisnya untuk memperjuangkan keadilan. Pasal 268 ayat (3) yang pada pokonya menyatakan bahwa

pengajuan permohonan peninjauan kembali hanya boleh satu kali. Apabila Pasal 268 ayat (3) terus diberlakukan maka sudah barang tentu hak-hak yang dimiliki oleh terpidana atau ahli warisnya tidak terakomodir dan menciderai rasa keadilan (sense of justice) pencari keadilan (iustitia belen). Pemberlakuan Pasal 268 ayat (3) ini juga menimpa Antasari Azhar dalam kasusnya yaitu pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Antasari Azhar sebagai terpidana dalam kasus ini telah dijatuhi pidana oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan putusan Nomor 1532/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel yang telah memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Antasari Azhar terus memperjuangkan hak-haknya dengan mengajukan upaya hukum luar biasa berupa PK atas putusan Mahkamah Agung tersebut, namun putusan tersebut ditolak oleh Mahkamah Agung. Karena telah mengajukan upaya hukum PK dan telah ditolak, maka berdasarkan Pasal 268 ayat (3) KUHAP Antasari Azhar tidak memiliki upaya hukum lain untuk membersihkan namanya, apabila suatu hari terdapat bukti baru (novum) yang memberikan putusan yang berbeda dengan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 1532/Pid.B/2009/PN.Jkt.Sel juncto putusan Mahkamah Agung Nomor 1429K/Pid/2010 tanggal 21 September 2010.1

Antasari Azhar terus memperjuangkan hak-haknya dengan mengajukan permohonan Judicial review terhadap Pasal 268 ayat (3) KUHAP kepada Mahkamah Konstitusi. Pada tanggal 6 maret 2014 Mahkamah membacakan putusan dengan nomor 34/PUU-XI/2013 dengan segala pertimbangan mengabulkan seluruh permohonan yang diajukan oleh Antasari Azhar. Dengan dikeluarkannya putusan nomor 34/PUU-XI/2013 oleh Mahkamah Konstitusi tentunya akan mempengaruhi sistem peradilan di Indonesia, khususnya sistem peradilan pidana yang diatur dalam KUHAP.

  • 1.2    Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui mengenai implikasi putusan Nomor 34/PUU-XI/2013 terhadap KUHAP khusunya bagian kedua mengenai PK putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap Pasal 268 ayat (3) KUHAP.

  • II.    Isi Makalah

    2.1   Metode Penelitian

Penelitian ini juga dilakukan secara normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach), yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.2

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

    2.2.1 . Upaya Hukum Luar Biasa berupa Peninjauan Kembali

Dasar pengajuan PK diatur dalam Pasal 263 ayat (2) KUHAP, yang menjadi titik pembahasan dalam tulisan ini adalah Pasal 263 ayat (2) huruf a yaitu permintaan PK dilakukan atas dasar:

  • a. apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan.

Pengajuan PK dapat dilakukan apabila ada novum, jika ada suatu perkara pidana dimana terpidana atau ahli warisnya telah mengajukan PK dan kemudian diterima ataupun ditolak oleh MA maka pada suatu waktu apabila terpidana atau ahli warisnya menemukan novum untuk perkaranya maka terpidana atau ahli warisnya tidak boleh mengajukan PK kembali ini sesuai dengan ketentuan Pasal 268 ayat (3) KUHAP. Namun semua telah berubah ketika dikelurkannya putusan Nomor 34/PUU-XI/2013 oleh Mahkamah Konstitusi yang memutuskan bahwa Pasal 283 ayat (3) tidak mengikat lagi dan permohonan PK dapat dilakukan lebih dari sekali.

Hakim Agung, Topane Gayus Lumbuun mengingatkan permohonan hukum luar biasa (PK) tidak bisa dilakukan berkali-kali alias tanpa batas sebab akan menghilangkan kepastian hukum seperti yang dibayangkan banyak pihak, yang kurang memahami tentang hukum perundang-undangan.3 Ketentuan PK tidak boleh lebih dari satu kali atau putusan PK tidak bisa dimohonkan kembali ini lebih menekankan kepada penegakan

hukum yang berdimensi kepastian hukum.4 mengenai hal terkikisnya kepastian hukum dalam suatu perkara pidana tidak perlu dikhawatirkan sebab novum tersebut tidak semuanya dapat mengubah putusan pengadilan yang berbeda dengan isi putusan yang sebelumnya, apabila novum tersebut sampai mengubah substansi putusan sebelumnya, maka novum tersebut tidak bisa ditolak oleh Mahkamah Agung.

Dasar pertimbangan Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan judicial riview Pasal 268 ayat (3) adalah bahwa Pasal tersebut bertentangan dengan UUD NRI 1945 yang secara umum memusatkan bahwa Pasal 268 ayat (3) bertentangan dengan asas keadilan yang begitu dijunjung tinggi oleh kekuasaan kehakiman Indonesia untuk menegakkan hukum dan keadilan. Dan juga meliputi pelanggaran HAM dimana bahwa kebebasan untuk mengembangkan diri dan mendapat pengakun pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum telah dicederai dengan adanya penerapan Pasal 268 ayat (3) KUHAP sebagai pembatasan PK.

  • 2.2.2    Implikasi Putusan Nomor 34/PUU-Xi/2013 terhadap KUHAP

Implikasi dari putusan Nomor 34/PUU-XI/2013 dari segi yuridis bahwa Pasal 268 ayat (3) KUHAP tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat bagi terpidana atau ahli warisnya untuk mengajukan PK berkali-kali. Ini juga menjadi cerminan bagi para hakim dalam memutus suatu perkara, tidak hanya suatu kepastian hukum yang dilihat namun keadilan dan kefaedahaaan juga harus menjadi dasar dari putusan tersebut sesuai dengan 3 (tiga) teori tujuan hukum yang diungkapkan oleh Gustav Radbruch. Bagi kasus yang penuh keraguan berdasar pada suatu kepastian hukum dengan mengabaikan suatu keadilan dan kefaedahaan maka tidak ada jalan lain bagi Mahkamah Agung untuk mencari kebenaran material yang merupakan bagian dari kepastiaan kebenaran, tidak sekedar kepastian hukum prosedural.5 Dilihat dari segi praktisnya pengajuan PK oleh terpidana atau ahli warisnya harus diterima oleh Mahkamah Agung walaupun pengajuan PK tersebut lebih dari satu kali. Pada intinya hakim dalam memutus atau mengadili perkara tidak boleh mengabaikan fakta yang dapat menjerat terdakwa atau pihak lainnya

4Puslitbang Hukum Dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung Ri, Laporan Penelitian Peninjauan Kembali Putusan Pidana Oleh Jaksa Penuntut Umum, Dr. Mudzakkir, 2012, Peninjauan Kembali Putusan Pidana Oleh Jaksa Penuntut Umum, Jakarta, h.452.

5Amir Symasudin, 2008, Integritas Penegak Hukum, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta, hal.23.

dan tentunya ini bersentuhan langsung mengenai pengajuan PK lebih dari sekali karena adanya novum (bukti/fakta baru).6

  • III.    Kesimpulan

Implikasi putusan nomor 34/PUU-Xi/2013 oleh MK terhadap KUHAP dari segi yuridis, bahwa Pasal 268 ayat (3) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, jadi bagi terpidana atau ahli warisnya yang telah mengajukan PK, pada kemudian hari dapat kembali mengajukan PK untuk kedua kalinya. Kedua dari segi peraktiknya Mahkamah Agung harus menerima pengajuan permohonan PK oleh terpidana atau ahli warisnya walau terpidana atau ahli warisnya telah mengajukan PK sebelumnya.

Daftar Pustaka

Buku :

Amir Syamsudin, 2008, Integritas Penegak Hukum, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta.

Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Tinggi, 2012, Penerapan Hukum Dan Penemuan Hukum Dalam Putusan Hakim, Sekertariat Jendral Komisi Yudisial Republiik Indonesia, Jakarta Pusat.

Peter Muhammad Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Puslitbang Hukum Dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI, Laporan Penelitian Peninjauan Kembali Putusan Pidana Oleh Jaksa Penuntut Umum, Dr. Mudzakkir, 2012, Peninjauan Kembali Putusan Pidana Oleh Jaksa Penuntut Umum, Jakarta.

Hakim Agung Gayus Lumbuun: PK Tidak Bisa Diajukan Berkali-kali, tersedia dalam URL:http://www.tribunnews.com/nasional/2014/03/10/hakim-agung-gayus-lumbuun-pk-tidak-bisa-diajukan-berkali-kali.

Undang-undang :

UUD NRI 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Putusan Nomor 34/PUU-Xi/2013 oleh Mahkamah Konstitusi terhadap Judicial Riview Pasal 268 ayat (3) KUHAP

6Laporan Penelitian Putusan Pengadilan Tinggi, 2012, Penerapan Hukum Dan Penemuan Hukum Dalam Putusan Hakim, Sekertariat Jendral Komisi Yudisial Republiik Indonesia, Jakarta Pusat, h. 92.

5