PAKSA BADAN TERHADAP PENANGGUNG PAJAK DALAM PROSES PENAGIHAN PAJAK

Oleh : Ni Ketut Arfeni I Ketut Markeling Program Kekhususan: Hukum Pemerintahan, Universitas Udayana

ABSTRAK

Tulisan ini berjudul “Paksa Badan Terhadap Penanggung Pajak Dalam Proses Penagihan Pajak”. Metode penulisan yang dipergunakan adalah metode penelitian normatif. Hukum pajak tidak hanya mengenal adanya hukuman badan karena terbukti melakukan tindakan pidana pajak, tetapi dikenal pula penahanan atas diri wajib pajak atau penanggung pajak sebagai konsekuensi dari tindakan pelaksanaan surat paksa. Penahanan atas diri wajib pajak atau penanggung pajak disebut sebagai “paksa badan”. Oleh karena itu, tulisan ini akan menjelaskan bagaimana paksa badan dalam penagihan pajak. Disamping itu, tulisan ini juga menjelaskan bagaimana pengaruh sanksi administrasi terhadap wajib pajak. Penahanan atas diri wajib pajak atau penanggung pajak disebut “paksa badan”. Paksa badan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang tidak melunasi utang pajak setelah lewat waktu 14 hari terhitung sejak tanggal Surat Paksa di beritahukan kepada penanggung pajak. Paksa Badan dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp.100.000.000,00 dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Adapun Saksi Administrasi yaitu berupa bunga, denda, atau kenaikan yang dikenakan kepada wajib pajak dapat dilakukan pengurangan atau penghapusan. Serta terdapat pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi terhadap wajib pajak dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan.

Kata kunci : Paksa Badan, Penanggung Pajak, Penagihan Pajak

ABSTRACT

This paper entitled "Gijzeling against Tax Insurer in Tax Billing Process". The method used in this research is normative research methods and comparative approaches. Tax laws do not only recognize the existence of corporal punishment for committing criminal acts taxes, but also known, a detention upon the taxpayer or the person in taxes as a consequence of the implementation of the action forced letter. The detention upon the tax payer or the person referred to as the "Gijzeling". Therefore, this paper will explain how hostage-taking in tax collection occurs. In addition, this paper also explains how the influence of administrative sanctions against the taxpayer. Detention upon the tax payer or insurer is called "gijzeling". It can only be made to the person who does not pay off tax debts after the expiration of 14 days from the date of Letter of Force informed to the tax payer. Gijzeling is conducted to the Tax Payers who have tax debts of at least Rp.100.000.000, 00 and doubted for his good faith to settle the tax debts. The administration facts in the form of interests, penalties, or the increase imposed on the taxpayer might be deducted or eliminated. In addition, there are reduction and elimination of administrative sanctions against the taxpayer in a variety of legislation.

Keywords: Gijzeling, Tax Insurer, Tax Billing.

I.


Pendahuluan


  • 1.1    Latar Belakang

Pajak ialah iuran rakyat kepada kas Negara (peralihan kekayaan dari sector partikelir ke sector pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra pretasi) yang langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.1 Pajak yang ditetapkan dalam bentuk undang-undang memiliki sifat memaksa karena memuat sanksi hukum berupa sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Sekalipun pajak bersifat memaksa, pejabat pajak tidak boleh menyalahgunakan pajak yang dibayar oleh wajib pajak. Pajak diperlukan oleh Negara untuk membiayai pelaksanaan tujuan Negara yang tercantum dalam Alinea IV Pembukaan UUD 1945.

Wajib pajak atau penanggung pajak yang tidak membayar lunas utang pajaknya (utang pajak meliputi sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan dan tambah biaya penagihan pajak) walaupun telah diberikan surat taguran dan bahkan telah dilakukan penagihan seketika dan sekaligus dapat dilakukan penagihan secara paksa. Landasan hukumnya didasarkan atas perintah Undang-Undang Pajak, yaitu UU Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa. Unsur paksaan yang dimaksud adalah paksaan yang tercantum dalam surat paksa maupun paksaan pada saat pelaksanaan tindakan yang terkait dengan surat paksa dan dilaksanakan oleh juru sita pajak pusat atau daerah dengan berpatokan pada UU Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.2 Hukum pajak tidak hanya mengenal adanya hukuman badan karena terbukti melakukan tindak pidana pajak, tetapi dikenal pula penahanan atas diri wajib pajak atau penanggung pajak sebagai konsekuensi dari tindakan pelaksanaan surat paksa. Penahanan atas diri wajib pajak atau penanggung pajak disebut sebagai “penyanderaan/paksa badan”. Penyanderaan/paksa badan dalam pasal 1 ayat 21 UU KUP adalah pengekangan sementara waktu kebebasan wajib pajak atau penanggung pajak dengan menempatkannya di 3 tempat tertentu.

  • 1.2    Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis paksa badan terhadap penanggung pajak dalam proses penagihan pajak, baik mengenai paksa badan dalam penagihan pajak dan sanksi administrasinya.

II.


Isi Makalah


  • 2.1    Metode

Metodologi penelitian yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif, dan menggunakan pendekatan undang-undang (statue approach) serta menggunakan studi dokumen atau bahan pustaka dengan meneliti bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 4

  • 2.2    Hasil dan Pembahasan

    2.2.1    Paksa Badan dalam Penagihan Pajak

Penahanan atas diri wajib pajak atau penanggung pajak disebut “paksa badan”. Paksa badan/penyanderaan dalam pasal 1 ayat 21 UU No. 28 Tahun 2007 tentang KUP adalah pengekangan sementara waktu kebebasan wajib pajak atau penanggung pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu. Paksa badan tidak boleh dilakukan sebelum dilaksanakan pencegahan karena merupakan tindakan lanjutan dari pencegahan. Paksa badan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang tidak melunasi utang pajak setelah lewat waktu 14 hari terhitung sejak tanggal Surat Paksa di beritahukan kepada penanggung pajak. Tujuan dilakukannya paksa badan agar wajib pajak atau penanggung pajak maupun keluarganya membayar lunas utang pajak yang selama ini terutang. Paksa badan tersebut mengandung konsekuensi tidak bebasnya wajib pajak atau penanggung pajak untuk berhubungan dengan keluarganya. Paksa badan sebagai upaya paksa dalam hukum pajak tidak termasuk dalam katagori pelanggaran hak asasi wajib pajak atau penanggung pajak, karena penyanderaannya dilakukan atas ketidak patuhan wajib pajak atau penanggung pajak untuk melunasi utang pajaknya.5

Paksa badan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp.100.000.000,00 dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Sahnya paksa badan menurut hukum jika kedua persyaratan untuk melaksanakan paksa badan telah terpenuhi. Dalam artian, bila hanya satu persyaratan yang terpenuhi berarti paksa badan tidak sah, sehingga perbuatan berupa paksa badan yang dilakukan oleh juru pajak adalah batal demi hukum atau dapat dibatalkan. Oleh karena itu, perbuatan berupa melaksanakan paksa badan atas diri wajib pajak atau penanggung pajak

merupakan perbuatan melanggar hukum. paksa badan wajib berdasarkan surat perintah paksa badan yang di terbitkan oleh pejabat pajak setelah mendapat izin tertulis dari Menteri atau Gubernur. Dengan masa paksa badan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat di perpanjang untuk selama-lamanya 6 (enam) bulan. Sebelum penanggung pajak dilepas, Pejabat segera memberitahukan secara tertulis kepada kepala tempat paksa badan sebagaimana tercantum dalam Surat Perintah Penyanderaan.6 Paksa badan terhadap penanggung pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan pajak. Bahkan biaya paksa badan dibebankan kepada penanggung pajak yang disandera dan diperhitungkan sebagai biaya penagihan pajak.7

  • 2.2.2    Pengaruh Sanksi Administrasi terhadap wajib pajak

Saksi administrasi yaitu berupa bunga, denda, atau kenaikan yang dikenakan kepada wajib pajak dapat dilakukan pengurangan atau penghapusan. Untuk mendapatkan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi tersebut, terlebih dahulu wajib pajak mengajukan permohonan tertulis kepada pejabat pajak atau berdasarkan tindakan pejabat pajak. Alasan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf a UU No. 28 Tahun 2007 Tentang KUP karena kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya. Dalam artian, ketidak telitian petugas pajak berakibat pada pengenaan sanksi administrasi kepada wajib pajak sebagaimana tercantum dalam surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, atau surat tagihan pajak. Kewenangan untuk melakukan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi tersebut berada pada kewenangan pejabat pajak. Sekalipun pejabat pajak berwenang, tetap wewenang tersebut terikat pada tata cara pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.8 Pengaruh sanksi administrasi lebih besar kepada kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dibandingkan pengaruh dari sanksi pidana, walaupun sanksi administrasi lebih lunak dibandingkan sanksi pidana. Kejahatan yang dilakukan dalam bidang perpajakan tidak secara langsung mempunyai dampak kepada masyarakat, tetapi hanya merugikan keuangan Negara. Sering sekali penerapan sanksi administrasi secara tepat, cepat dan tegas, memberikan pengaruh yang sangat besar kepada kepatuhan wajib pajak.9

III. Penutup

Kesimpulan

Penahanan atas diri wajib pajak atau penanggung pajak disebut “paksa badan”. Paksa badan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang tidak melunasi utang pajak setelah lewat waktu 14 hari terhitung sejak tanggal Surat Paksa di beritahukan kepada penanggung pajak. Paksa badan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp.100.000.000,00 dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak. Paksa badan tetap dapat dilaksanakan terhadap penanggung pajak yang telah dilakukan pencegahan.

Adapun Saksi Administrasi yaitu berupa bunga, denda, atau kenaikan yang dikenakan kepada wajib pajak dapat dilakukan pengurangan atau penghapusan. Dalam sistem perpajakan, administrasi pajak memiliki kewenangan yang begitu besar. Yang di mana pengaruh sanksi administrasi lebih besar dibandingkan pengaruh yang ditimbulkan oleh sanksi pidana kepada kesadaran dan kepatuhan wajib pajak. Karena, Kejahatan yang dilakukan dalam bidang perpajakan tidak secara langsung mempunyai dampak kepada masyarakat, tetapi hanya merugikan keuangan Negara.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Amirudin, dan H.Zainal Azikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Djoko Muljono, 2010, Hukum Pajak (Konsep, Aplikasi< dan Penuntut Praktis),CV. Andi Offset, Yogyakarta

Erly Suandy, 2005, Hukum Pajak, Edisi 3, Selemba Empat, Jakarta.

M. Djafar Saidi, 2007, Pembaharuan Hukum Pajak, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Rochmat Sumitro, 1977, Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, PT. Eresco, Jakarta Rochmat Soemitro, 1991, Pajak Ditinjau Dari Segi Hukum, PT. Eresco, Bandung.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-

undang No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.

5