JUMPA 4 [2] : 228 - 239

p-ISSN 2406-9116 e-ISSN 2502-8022

PENGARUH PARIWISATA TERHADAP KONDISI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT KARIMUNJAWA, JAWA TENGAH

Thelisa1, Made Budiarsa2, Widiastuti3

1, 2, 3Universitas Udayana Email: [email protected]

Abstract

This article discusses about the condition of community in Karimunjawa, which at this time Karimunjawa islands became one of the favorite tourist destinations in central Java. Rapid development of tourism in recent years bring significant affects to the condition of the people. This article focuses on the social and cultural aspects of community, aims to explain about development of tourism and to describe the form of socio-cultural changes in Karimunjawa society. A qualitative approach was used to discuss the problems. The data were collected through interviews, observation, and documentation. It was found that tourism in Karimunjawa started when the destination was accessible for tourist. Then, there have been social and cultural change in Karimunjawa community, those are jobs opportunity, division of work, hospitality, education, language skill, lifestyle and social solidarity. These changes have affected the sustainability of tourism and therefore they need to be directed and managed by all of involved stakeholders in order to maintain the harmonious relationship between community and tourism development.

Keywords : Karimunjawa, social and cultural change, community, tourism development

Abstrak

Artikel ini mengkaji tentang kondisi masyarakat di Karimunjawa yang pada saat ini merupakan salah satu destinasi wisata favorit di Jawa Tengah. Perkembangan pariwisata yang pesat membawa banyak perubahan pada kondisi masyarakat. Artikel ini memfokuskan pada kondisi sosial budaya masyarakat, bertujuan untuk menjelaskan bagaimana perkembangan pariwisata dan mengkaji apa saja perubahan sosial budaya yang terjadi pada masyarakat Karimunjawa. Pendekatan kualitatif digunakan dalam membahas permasalahan. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi.

Hasil menunjukkan bahwa pariwisata mulai berkembang sejak Karimunjawa lebih muda diakses oleh wisatawan. Terdapat tujuh poin perubahan sosial budaya yang terjadi pada masyarakat yaitu mata pencaharian, pembagian kerja, keramahtamahan, pendidikan, bahasa, gaya hidup dan solidaritas sosial. Perubahan tersebut dapat mempengaruhi keberlanjutan pariwisata dan kondisi masyarakat di kemudian hari sehingga perlu diarahkan dan dikelola dengan baik oleh seluruh pihak yang terlibat.

Kata kunci: Taman Nasional Karimunjawa, perubahan sosial budaya, perkembangan pariwisata

  • 1.    Pendahuluan

Kepulauan Karimunjawa merupakan gugusan 27 pulau yang telah ditetapkan sebagai taman nasional berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 78/kpts-II/1999 tangal 22 Februari 1999. Dengan ditetapkannya kawasan Karimunjawa sebagai Taman Nasional maka prinsip dalam pengembangan pariwisata di kawasan ini mencakup beberapa hal yaitu konservasi, pendidikan dan penelitian, partisipasi masyarakat, ekonomi dan rekreasi.

Kegiatan wisata di Karimunjawa yang paling diminati adalah snorkeling, menyelam, atau sekadar menikmati keindahan pantai yang masih alami dan jauh dari kesan pembangunan modern. Menikmati keindahan laut alami dan menjauhkan diri dari rutinitas ke Karimunjawa yang sangat tenang merupakan pilihan wisata yang jarang didapati oleh wisatawan yang tinggal di kota besar maupun dari luar negeri yang merupakan negara maju. Selain atraksi laut juga terdapat atraksi darat seperti menikmati hutan mangrove, menikmati bukit dan matahari terbenam, hingga menikmati atraksi budaya masyarakat seperti pada kegiatan pesta rakyat yang dapat disaksikan di pusat desa Karimunjawa setiap tahunnya.

Berdasarkan data statistik Balai Taman Nasional Karimunjawa tahun 2010, jumlah pengunjung Taman Nasional Karimunjawa adalah sejumlah 12.558 orang. Berdasarkan asal pengunjung secara umum terdapat 11.524 pengunjung nusantara dan 1.035 pengunjung mancanegara. Sedangkan berdasarkan tujuan kunjungan, terdapat 21 kunjungan untuk penelitian, 11.693 untuk rekreasi, 586 untuk aktivitas pendidikan, dan 259 untuk lain-lain. Kunjungan terus meningkat hingga data terakhir pada tahun 2014 menunjukkan jumlah kunjungan sebanyak 81.235 wisatawan. Tingkat kunjungan yang semakin meningkat menunjukkan bahwa terdapat minat dari wisatawan untuk mengunjungi Taman Nasional Karimunjawa.


PENULIS (2012)


Foto 1. Kegiatan Wisatawan: Snorkeling (kiri) dan makan siang di Pulau (kanan)

Masyarakat cukup banyak terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata dalam usaha pemenuhan kebutuhan wisatawan seperti menyediakan tempat menginap berupa homestay, membuka warung makan, menjual souvenir, menyediakan layanan katering untuk wisatawan, menyewakan kapal untuk berkeliling pulau, menjadi pemandu wisata, menyediakan layanan antar-jemput dari pelabuhan ke homestay, membuka persewaan sepeda motor dan persewaan alat snorkeling serta menyelam. Interaksi masyarakat dengan wisatawan umumnya mempengaruhi kondisi sosial budaya masyarakat (Prayogi, 2011). Keterlibatan masyarakat Karimunjawa dalam melayani wisatawan secara langsung menyebabkan banyak pengaruh pada kondisi sosial budaya.

Bertemunya wisatawan dan masyarakat dalam lingkup pariwisata merupakan pertemuan individu atau masyarakat dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda sehingga memberikan berbagai pengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Kepariwisataan akan membawa hal baru dalam masyarakat dan kondisi yang ada di suatu destinasi akan memberikan pengaruh pada proses sosial masyarakat (Qomarudin, 2013). Perubahan sosial budaya yang terjadi pada masyarakat bisa berdampak positif maupun negatif sehingga perlu diketahui dan dipaparkan lebih lanjut sejauh mana kepariwisataan dan kedatangan wisatawan mempengaruhi kondisi sosial budaya masyarakat. Terkait hal ini Ranjabar (2015) memaparkan bahwa tidak ada satu perubahan pun yang tidak mengandung risiko. Perubahan yang memberikan risiko negatif harus mampu diminimalisir dan dilakukan pencegahan serta pengelolaan sejak dini. Untuk itu perlu diketahui apa saja bentuk perubahan sosial budaya yang terjadi pada masyarakat baik positif maupun negatif.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dibahas adalah: Bagaimana kondisi sosial budaya masyarakat sebelum perkembangan pariwisata? Bagaimana perkembangan pariwisata yang terjadi di Karimunjawa. Bagaimana bentuk perubahan sosial budaya pada masyarakat sejak pariwisata berkembang di Karimunjawa.

  • 2.    Teori dan Metode

Teori yang digunakan untuk menjawab permasalahan diatas adalah teori interaksi sosial, irritation index dan modernisasi. Sudah lazim diakui bahwa wisatawan yang datang ke destinasi wisata pasti akan melakukan interaksi dengan masyarakat baik dengan masyarakat yang berkaitan langsung dalam aktivitas pariwisata maupun dengan masyarakat secara luas (Pitana dan Gayarti 2005). Interaksi sosial memberikan asumsi dasar mengenai sifat interaksi masyarakat dan wisatawan serta bentuk interaksi yaitu interaksi yang bersifat asosiatif serta disosiatif (Soekanto, 2012: hal 65-97). Terdapat sifat interaksi antara wisatawan dan masyarakat lokal) yaitu hubungan yang bersifat sementara sehingga tidak membentuk relasi dan adanya rasa saling percaya, adanya kendala ruang dan waktu sehingga wisatawan hanya berinteraksi dengan sebagian orang yang kemudian dianggap sebagai perwakilan dari masyarakat suatu destinasi, sebagian interaksi telah diatur dalam bentuk paket wisata dan hubungan yang tidak setara antara wisatawan dengan masyarakat dimana wisatawan lebih superior dan masyarakat mengikuti keinginan wisatawan (Pitana dan Gayatri 2005: 81-82).

Teori irritation index menjelaskan mengenai perubahan sikap masyarakat terhadap wisatawan seiring dengan perkembangan pariwisata dan meningkatnya kedatangan wisatawan di destinasi wisata. Teori Irritation Index (Irridex) diperkenalkan oleh Doxey pada tahun 1975 (Reisinger, 2009: 220-221). Teori ini menggambarkan adanya perubahan sikap masyarakat terhadap wisatawan yang mulanya positif akan berubah menjadi negatif seiring dengan semakin meningkatnya kedatangan wisatawan. Terdapat empat fase perubahan sikap yaitu euphoria, apathy, annoyance, dan antagonism. Keempat fase tersebut menggambarkan bahwa terdapat perubahan sikap masyarakat terhadap wisatawan seiring dengan semakin tingginya frekuensi pertemuan atau interaksi antara keduanya.

Teori modernisasi memberikan asumsi dasar mengenai bentuk dan arah perubahan sosial budaya masyarakat yang bergerak mengikuti ciri masyarakat modern atau masyarakat tertentu yang dijadikan model masyarakat yang lebih maju. Dalam hal ini wisatawan dipandang lebih maju dan superior sehingga banyak masyarakat yang berusaha meniru wisatawan dan mengikuti arus modernisasi pada umumnya. Dalam teori modernisasi, hal yang dipandang tradisional harus menuju hal yang dianggap modern (Sztompka, 2004). Krisham Kumar (1988 dalam Sztompka, 2004) memaparkan terdapat ciri dari modernitas yaitu individualisme, diferensiasi dalam bidang pekerjaan, rasionalitas, ekonomisme, dan perkembangan yang kemudian disebut sebagai proses globalisasi. Berkaitan dengan perubahan sosial, Rosana (2011) menjelaskan bahwa bentuk perubahan sosial budaya dalam masyarakat dapat berkaitan berbagai bidang seperti nilai dan norma sosial yang dianut masyarakat, pola perilaku sosial, susunan lembaga

kemasyarakatan, lapisan atau birokrasi masyarakat, berkaitan dengan kekuasaan dan wewenang dan interaksi sosial.

Penelitian ini dilakukan di Desa Karimunjawa yang merupakan pusat pemerintahan, kehidupan masyarakat dan perkembangan pariwisata di Taman Nasional Karimunjawa. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dimana keadaan masyarakat akan diteliti dari beberapa proses mulai dari pengumpulan data hingga analisis dan kemudian di deskripsikan dalam konteks ilmiah dan menghubungkan fenomena pariwisata dalam masyarakat dengan konsep serta teori yang relevan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berasal dari wawancara dari narasumber yang dianggap dapat menjawab kebutuhan pertanyaan penelitian, observasi dalam kegiatan masyarakat secara langsung, dan juga dengan dokumentasi dari berbagai sumber.

  • 3.    Perkembangan Pariwisata di Taman Nasional Karimunjawa

Perkembangan pariwisata sangat awal ditandai dengan adanya jalur penyeberangan dari Jepara menuju Karimunjawa menggunakan KMP Muria yang telah beroperasi sejak 1996. Pada 2008, Kapal Motor Cepat Kartini mulai beroperasi dan melayani jalur Semarang-Karimunjawa dan sebaliknya selama satu kali seminggu dengan waktu tempuh yang lebih cepat yaitu sekitar 3,5 jam. Pada 2012, salah satu perusahaan pelayaran mulai mengoperasikan kapal motor cepat Express bahari dengan jalur Jepara – Karimunjawa dan sebaliknya yang hanya ditempuh dengan waktu 2 jam. KMC Express Bahari menyediakan tempat duduk untuk setiap penumpang, televisi, penyejuk ruangan, serta perlengkapan keamanan yang memadai. Perkembangan aksesibilitas yang semakin baik memberikan kemudahan bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke Karimunjawa. Pada 2016, KMP Muria digantikan oleh KMP Singijai yang mampu menampung lebih banyak penumpang serta hanya membutuhkan waktu 4 jam untuk menyeberang dari Jepara ke Karimunjawa serta sebaliknya.

Foto 2 menunjukkan sarana transportasi terbaru dari dan ke Karimunjawa sudah cukup memadai dan dapat menunjang kepariwisataan. Adanya sarana transportasi dengan baik dengan kapal feri maupun kapal cepat memberikan pilihan kepada wisatawan yang dapat disesuaikan dengan daya beli mengingat kapal cepat memiliki tarif lebih mahal dan waktu tempuh lebih cepat.

Perkembangan pariwisata dapat dilihat dari banyaknya penyedia jasa perjalanan menuju Karimunjawa. Berbagai paket liburan ditawarkan oleh pengelola tur yang sebagian besar merupakan masyarakat dari luar Karimunjawa. Masyarakat pendatang yang mengelola tur ke Karimunjawa merupakan pihak yang menjembatani pertemuan awal wisatawan dengan masyarakat. Dari kerja sama antara pengelola tur dengan masyarakat

PENULIS (2016)

Foto 2. Ruangan Kapal Express Bahari (kiri) dan Ruangan Kapal Feri Singijai (kanan)

akhirnya terbentuk kegiatan wisata mulai dari penyediaan homestay, makanan, persewaan alat snorkeling dan kapal nelayan. Kerja sama antara masyarakat dengan pengelola tur menumbuhkan kesadaran masyarakat akan keuntungan pariwisata. Masyarakat juga mendapat berbagai informasi mengenai cara melayani wisatawan dan mengetahui apa saja yang dibutuhkan dan apa yang menarik wisatawan untuk datang ke Karimunjawa. Hal ini membuat masyarakat mulai tertarik untuk terlibat dalam kepariwisataan. Masyarakat mulai banyak memanfaatkan bangunan rumah untuk dijadikan homestay bahkan membangun rumah yang dikhususkan untuk penginapan wisatawan.

Hingga saat ini, terdapat 11 hotel dan 78 penginapan yang terdaftar secara resmi pada BPS Kabupaten Jepara. Namun, masih banyak rumah yang tidak secara khusus di komersilkan menjadi penginapan akan beralih fungsi apabila kunjungan wisatawan cukup banyak. Rumah warga banyak dimanfaatkan secara musiman pada saat kunjungan wisatawan cukup banyak.

  • 4.    Kondisi Sosial Budaya Masyarakat sebelum dan Setelah Perkembangan

    Pariwisata

Perubahan kondisi sosial budaya yang terjadi pada masyarakat Karimunjawa merupakan bentuk penyesuaian terhadap kebutuhan pariwisata dan wisatawan agar masyarakat dapat menyeimbangkan kondisi dengan perkembangan pariwisata. Perkembangan pariwisata yang sangat pesat memberikan pengaruh kepada masyarakat baik yang bekerja di bidang pariwisata maupun masyarakat secara umum. Masyarakat yang tidak terlibat dalam aktivitas pariwisata pada umumnya tetap melakukan kontak dengan wisatawan karena berada di lokasi yang sama. Sesuai dengan teori interaksi, umumnya interaksi yang terjalin antara masyarakat dengan wisatawan hanya interaksi sementara yang bersifat transaksi ekonomi seperti antara wisatawan dengan pedagang makanan dan souvenir, interaksi yang berlangsung cukup lama adanya antara wisatawan dengan pemandu

wisata pada tur antar-pulau sehingga pemandu menjadi salah satu peran penting yang dapat memberikan citra kepada wisatawan.

Adapun perubahan sosial budaya masyarakat yang terjadi sejak berkembangnya pariwisata di Karimunjawa adalah keuntungan ekonomi dan adanya lapangan pekerjaan merupakan pengaruh yang dirasakan secara langsung oleh masyarakat sehingga menjadi perubahan yang sangat mudah dirasakan dalam jangka waktu pendek. Masyarakat yang sebelumnya merupakan nelayan mendapatkan peluang pekerjaan baru atau pekerjaan tambahan sebagai nakhoda kapal wisata, pemandu wisata, dan pemilik persewaan barang kebutuhan wisata lainnya. Peluang pekerjaan tidak hanya dirasakan oleh masyarakat muda yang umumnya menjadi pemandu, para ibu rumah tangga yang sebelumnya hanya berada di rumah untuk mengerjakan urusan rumah tangga kini memiliki peran ganda. Peran yang bertambah untuk ikut menambah penghasilan keluarga dengan bekerja di bidang pariwisata. Umumnya wanita akan berdagang makanan dan suvenir serta bekerja untuk menjaga homestay. Hal ini sejalan dengan Sri (2013) yang menyatakan bahwa pariwisata membuka kesempatan bagi perempuan untuk mendapatkan berbagai jenis pekerjaan dan mendapatkan penghasilan.

Peningkatan kegiatan ekonomi dapat terlihat dari pertumbuhan homestay, hotel, kios, restoran dan warung makan. Peningkatan tersebut merupakan bentuk kesadaran masyarakat akan kebutuhan wisatawan saat berwisata yang dapat disediakan masyarakat dalam rangka mendapat keuntungan dari pengeluaran wisatawan dalam memperoleh tempat menginap dan makanan. Berdasarkan data BPS Kabupaten Jepara, di Desa Karimunjawa pada tahun 2011, jumlah homestay hanya sebanyak 28, toko atau kios sebanyak 25, warung yang menjual kebutuhan sehari-hari sebanyak 30, restoran atau rumah makan hanya ada 1, dan warung makan sebanyak 8. Pada tahun 2015 jumlah homestay meningkat tajam menjadi 73, toko berjumlah 28, warung menjadi 35, restoran bertambah menjadi 6 dan warung makan sebanyak 15. Peningkatan tersebut merupakan pengaruh besar dari banyaknya kunjungan wisatawan sehingga membuka peluang bagi masyarakat untuk mengelola bisnis dalam melengkapi kebutuhan wisatawan.

Penerimaan masyarakat terhadap wisatawan berdasarkan teori irritation index berada pada tahap euphoria menuju apathy. Hal ini terlihat dari cara pandang sebagian besar masyarakat yang pernah mendapatkan keuntungan dari kegiatan pariwisata bahwa pariwisata dapat memberikan keuntungan ekonomis. Pitana dan Gayatri (2005) memaparkan bahwa interaksi masyarakat dengan wisatawan dapat mengubah hubungan dari yang bersifat seperti tuan rumah dan tamu menjadi hubungan yang berlandaskan transaksi ekonomi dimana masyarakat melakukan interaksi dengan harapan untuk mendapatkan keuntungan.

PENELITI (2016)

Foto 3. Pedagang Souvenir di Alun-Alun Karimunjawa

Penerimaan masyarakat terhadap pariwisata juga terlihat dari pandangan masyarakat terhadap pemanfaatan lahan untuk kepentingan pariwisata. Lahan yang dulu tidak digunakan atau digunakan untuk kepentingan lain kemudian dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata, penggunaan bangunan pun berubah menjadi lebih komersil seperti rumah penduduk yang disewakan dan menjadi homestay. Alun-alun yang berada di pusat Desa Karimunjawa dimanfaatkan menjadi sentra perdagangan makanan dan souvenir agar wisatawan lebih mudah menjangkau pedagang yang menjual kebutuhan wisata.

Malam hari adalah waktu senggang yang dimiliki sebagian besar wisatawan, pemerintah memfokuskan alun-alun sebagai pusat perdagangan pada malam hari sehingga sebagian besar wisatawan akan menuju alun-alun baik untuk makan malam maupun belanja oleh-oleh. Pemanfaatan alun-alun sebagai sentra perdagangan merupakan bentuk kesadaran pemerintah desa dan masyarakat dalam melihat peluang untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dari kedatangan wisatawan.

Terkait penerimaan masyarakat, keterlibatan sebagian besar masyarakat hanya ikut andil dalam kegiatan operasional pariwisata dan tidak begitu memikirkan bagaimana pengelolaan pariwisata ke depan. Beberapa pihak memanfaatkan pariwisata untuk keuntungan jangka pendek dengan menjual aset yang dimiliki kepada investor atau pengelola pihak swasta dari luar daerah bahkan luar negeri. Bapak Nor Soleh menyatakan mengenai gambaran posisi masyarakat dalam pariwisata di Karimunjawa.

“Masyarakat banyak yang jual tanah, hotel-hotel banyak dikelola pihak luar, masyarakat paling ya jadi tour guide, nanti lama-lama lahan di sini habis

dimiliki pihak luar, pariwisata dikelola pihak luar, bukan tidak mungkin ke depannya masyarakat kita sendiri cuma jadi penonton saja dalam pariwisata” (Wawancara, 20 April 2016)

Keberadaan hotel mewah banyak yang dikelola oleh pihak luar, masyarakat mendapatkan untung dari penjualan lahan dan tidak ikut dalam pengembangan pariwisata. Apabila pariwisata terus berkembang, pembangunan semakin banyak, wisatawan semakin meningkat dan pengelola pariwisata dari luar semakin mendominasi, maka masyarakat akan semakin susah bersaing.

Peningkatan kesadaran akan pendidikan pariwisata dalam bentuk pengadaan jurusan pariwisata pada sekolah menegah kejuruan di Karimunjawa. Disisi lain, keinginan masyarakat untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi menjadi berkurang karena sudah bisa memperoleh pekerjaan dalam pariwisata. Selain pendidikan, kesadaran akan pentingnya keahlian dalam melayani wisatawan meningkat.

Peningkatan kemampuan bahasa dan kesadaran masyarakat akan kebutuhan kemampuan bahasa dalam pekerjaan di bidang pariwisata terjadi akibat mulai banyaknya wisatawan mancanegara yang berinteraksi dengan masyarakat sehingga kemampuan bahasa meningkat dengan pelatihan maupun otodidak. Dalam Martono (2014) dijelaskan bahwa McClelland sebagai salah satu pengikut teori modernisasi memberikan konsep yang penting dalam membahas modernisasi yaitu mengenai motif atau the need for achievement (n-Ach) di mana dikatakan bahwa tingkat perkembangan masyarakat dapat dilihat dari besarnya motivasi untuk maju dan lebih berprestasi dari dalam masyarakat itu sendiri. Hal ini terlihat dalam bentuk motivasi masyarakat Karimunjawa untuk belajar dan berkembang agar mampu memenuhi kebutuhan sumber daya manusia Pariwisata dengan belajar bahasa dan meningkatkan pendidikan di bidang pariwisata.

Gaya hidup yang secara umum semakin mengikuti arus modernisasi dengan meniru wisatawan yang dianggap sebagai contoh masyarakat modern. Hal ini sejalan dengan teori modernisasi dimana masyarakat tradisional umumnya mengikuti pergerakan ke arah modern dengan meniru masyarakat yang dianggap lebih maju, dalam hal ini adalah wisatawan. Pemuda yang bekerja sebagai pemandu adalah masyarakat yang perubahan gaya hidupnya paling dirasakan terutama dalam hal mode atau penampilan. Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan kaca mata hitam, topi, anting, umumnya jarang didapati. Namun sekarang sering tampak masyarakat yang berpenampilan mengikuti wisatawan. Kegiatan untuk berkumpul hingga larut malam yang biasanya tidak ada kini mulai tumbuh. Banyaknya kafe yang dibangun untuk memfasilitasi wisatawan maupun masyarakat untuk berkumpul-kumpul.

Solidaritas sosial masyarakat mengalami pergeseran seperti sikap tolong menolong yang kini juga dilakukan dalam lingkup pariwisata. Pada sisi lain, kegiatan gotong royong masyarakat seperti kerja bakti tidak dilaksanakan oleh banyak anggota masyarakat seperti sebelumnya karena kini banyak masyarakat yang lebih sibuk dengan kegiatan pariwisata yang dinilai lebih menguntungkan.

Keuntungan ekonomi, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan menimbulkan kecemburuan sosial dimana pariwisata berkembang sangat pesat di Desa Karimunjawa dibanding desa lainnya di Kecamatan Karimunjawa sehingga menimbulkan kecemburuan masyarakat. Selain itu, kecemburuan muncul karena adanya persaingan antara masyarakat lokal dengan pendatang yang sama-sama berbisnis pariwisata.

  • 5.    Simpulan dan Saran

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa pariwisata memberikan berbagai pengaruh pada kondisi sosial budaya masyarakat. Perubahan tersebut diawali dengan adanya interaksi masyarakat dengan wisatawan maupun pemangku kepentingan lainnya dalam pariwisata. Interaksi memicu berbagai aktivitas sosial dan munculnya berbagai keputusan dalam lingkup kepariwisataan sebagai bentuk respon masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan pariwisata.

Perubahan kondisi sosial budaya sejak berkembangnya pariwisata dirasakan masyarakat dalam beberapa tahun terakhir. Bertambahnya penghasilan dan peluang pekerjaan adalah perubahan yang paling dirasakan secara langsung. Interaksi dengan wisatawan memberikan informasi pada masyarakat dalam berbagai aspek sehingga mempengaruhi gaya hidup, bahasa, cara berpakaian, hingga sikap toleransi masyarakat terhadap wisatawan. Perkembangan pariwisata dengan peluang pekerjaan yang cukup besar menimbulkan kesadaran pemerintah akan pentingnya pendidikan kepariwisataan, disisi lain minat masyarakat untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi berkurang karena adanya pekerjaan yang dapat dikerjakan tanpa kompetensi yang tinggi. Masyarakat semakin memanfaatkan sumber daya untuk dapat menghasilkan keuntungan dari wisatawan seperti mulai berubahnya pemanfaatan lahan untuk kepentingan pariwisata. Berbagai perubahan diatas dilakukan untuk meningkatkan kepariwisataan dan wisatawan diharapkan akan terus bertambah. Namun, banyaknya wisatawan memunculkan permasalahan yaitu berubahnya tingkat keamanan dan kenyamanan mengingat Karimunjawa dikenal sebagi tempat yang cukup sepi dan memberikan ketenangan bagi wisatawan. Berbagai perubahan kondisi sosial budaya yang dirasakan masyarakat harus mampu diarahkan agar tidak berdampak negatif untuk masyarakat dan kepariwisataan di kemudian hari.

Seluruh pihak yang berkepentingan seperti pemerintah, pengelola usaha pariwisata, dan masyarakat yang merupakan elemen penting penggerak pariwisata harus secara sinergis menjaga kondisi sosial budaya masyarakat agar tetap sesuai dengan tujuan pembangunan daerah dan mampu menyejahterakan masyarakat melalui pariwisata.

Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Prof.Dr. Made Budiarsa, M.A. dan Dr. Ir. Widiastuti, MT., sebagai pembimbing yang banyak memberikan masukan dan saran pada penulisan tesis dalam menempuh program studi S-2 Kajian Pariwisata, Universitas Udayana. Terima kasih juga disampaikan kepada ketua Prodi Kajian pariwisata Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt yang dukungan dan saran yang diberikan selama ini. Apresiasi dan terima kasih kepada Dr. I Nyoman Sukma Arida, S.Si., M.Si. dan Dr. Ida Bagus Pujaastawa, M.A selaku penguji yang memberikan banyak kritik dan saran untuk menyempurnakan tesis, yang menjadi sumber tulisan ini.

Daftar Pustaka

BTN Karimunjawa. 2010. Statistik Taman Nasional Karimunjawa 2010. Semarang:

BTN Karimunjawa.

Martono, Nanang. 2014. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta: Rajawali Pers.

Pitana, I Gde, Gayatri, Putu G. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi.

Prayogi, Putu Agus. 2011. “Dampak Perkembangan pariwisata di Objek Wisata

Penglipuran”, Jurnal Perhotelan dan Pariwisata Volume 1, Nomor 1: 64-79.

Qomarudin. 2013. “Perubahan Sosial Dan Peran Masyarakat Dalam Pengembangan Kawasan Wisata Kepulauan Karimunjawa”. Educational Sosial Studies Volume 2, Nomor 1: 41-46.

Ranjabar, Jacobus. 2015. Perubahan Sosial: Teori-Teori dan Proses Perubahan Sosial serta Teori Pembangunan. Bandung: Alfabeta.

Rosana, Ellya. 2011. “Modernisasi Dan Perubahan Sosial. Jurnal TAPIs, Volume 7, Nomor 12: 31-47.

Soekanto, Soerjono. 2012. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers.

Sri, Anak Agung Putri. 2013. “Faktor-Faktor yang Memotivasi Perempuan Sebagai Pengelola Pondok Wisata di Kelurahan Ubud, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar”. Analisis Pariwisata, Volume 13, Nomor 1: 1- 10.

Sztompka, Piotr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial.(Alimandan, Penerjemah). Jakarta: Prenada.

Profil Penulis

Thelisa adalah alumnus Program Studi Magister Kajian Pariwisata Universitas Udayana, menyelesaikan program sarjana (S1) jurusan manajemen pada Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Surabaya pada tahun 2014. Pada tahun yang sama melanjutkan Program Magister di Universitas Udayana dan tamat tahun 2017.

Made Budiarsa menjabat sebagai Asisten Direktur I, Pascasarjana Universitas Udayana (2013-2017). Ia menyelesaikan S1 di Program Sastra Inggris, Universitas Udayana pada 1982, kemudian melanjutkan pendidikan S2 di Sydney University, selesai pada 1988. Pada 2003 melanjutkan pendidikan S3 di Universitas Gadjah Mada dan lulus sebagai Doktor Linguistik pada 2006 dan pada 2014 membuat karya ilmiah yang dipresentasikan pada The 61 TEFLIN International Conference, solo dengan judul “The Importance of Needs Analysis in ESP Materials Design for Hotels and Restaurants Training Program”.

Widiastuti menyelesaikan S1 di Program Studi Arsitektur, Universitas Udayana, tahun 1989, kemudian melanjutkan pendidikan S2 di Arsitektur ITB, selesai pada tahun 1997. Menyelesaikan studi S3 di Universite De Pau et De L’Adour, Pau, Prancis pada September 2002, di bidang Regional Planning. Menerjemahkan buku Les Pande de Bali: La Formaon d’une “caste” et la Valeur Tirte karya Jean Francois Guermontpres menjadi Soroh Pande di Bali: Pembentukan “kasta” dan Nilai Gelar (2012).

JUMPA Volume 4 Nomor 2, Januari 2018

239