CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY RESOR NIHIWATU SEBAGAI BENTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KABUPATEN SUMBA BARAT
on
JUMPA 4 [2] : 189 - 204
p-ISSN 2406-9116 e-ISSN 2502-8022
CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY RESOR NIHIWATU SEBAGAI BENTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KABUPATEN SUMBA BARAT
Yohanis Umbu Roru1, I Nyoman Darma Putra2, I Wayan Suardana3
1, 2, 3Universitas Udayana Email: [email protected]
Abstract
The research aimed to investigate (1) CSR program conducted at Nihiwatu Resort, (2) factors that drive the implementation of CSR, and (3) implementation impact of CSR in ecotourism development in West Sumba Region. Data analysis was done descriptively qualitativeby applying stakeholder theory, theory of legitimacy, theory of corporate citizenship and impact theory. The results showed that CSR activities run by Nihiwatu Resort were not only incidental CSR but a sustainable one.The driving factors of CSR were as a form of moral obligation, to improve the company image, and to gain profit. The social impacts were gaining government support and publicacceptance, proximity to health services; and easy access to clean water. Economic impacts include creating employment opportunities and improving economic structures. While the ecological impacts of the CSR programs are the the minimization of energy consumption generated through the use of vernacular concepts in all existing properties.
Keywords : corporate social responsibility, ecotourism development, Nihiwatu Resort
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) program corporate social responsibility (CSR) yang dilakukan oleh Resor Nihiwatu, (2) faktor pendorong pelaksanaan kegiatan CSR, dan (3) dampak kegiatan CSR Resor Nihiwatu terhadap pengembangan ekowisata di Kabupaten Sumba Barat. Proses pengumpulan data dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan menggunakan teori stakeholder, teori legitimasi, teori corporate responsibility, dan teori dampak. Penelitian ini menemukan bahwa kegiatan CSR dilakukan tidak sekadar bersifat insidental melainkan berkelanjutan. Inisiasi kegiatan CSR didorong oleh tiga faktor, yaitu sebagai bentuk panggilan
moral, meningkatkan citra perusahaan, dan memperoleh keuntungan. Dampak sosial dari kegiatan CSR adalah mendapat dukungan pemerintah dan penerimaan masyarakat akan keberadaan perusahaan, terjadinya peningkatan layanan kesehatan bagi masyarakat, dan kemudahan akan akses air bersih. Dampak ekonomi meliputi terciptanya peluang kerja bagi masyarakat dan perbaikan struktur ekonomi. Sedangkan dampak ekologis adalah minimalisasi penggunaan energi melalui penggunaan konsep vernacular pada semua properti yang ada.
Kata kunci : corporate social responsibility, pengembangan ekowisata, Resor Nihiwatu
Pertumbuhan sektor pariwisata yang pesat memberikan tekanan dan pengaruh terhadap berbagai dimensi kehidupan manusia. Pembangunan yang tidak tepat dan terencana dengan baik, pembalakan hutan dan alih fungsi lahan untuk kepentingan pariwisata, berkurangnya keanekaragaman hayati, hilangnya habitat flora dan fauna, pencemaran lingkungan, meningkatnya penggunaan energi, marginalisasi penduduk lokal serta hilangnya identitas dan budaya masyarakat lokal, seringkali dikaitkan sebagai dampak-dampak negatif yang ditimbulkan oleh pengembangan pariwisata konvensional.
Keperihatinan atas dampak negatif dari model pengembangan pariwisata konvensional (pariwisata massal), menjadi pemicu untuk mengembangkan jenis pariwisata model baru yang berusaha mensinergikan antara manfaat ekonomi, lingkungan, dan budaya. Model pariwisata tersebut dikenal dengan istilah pariwisata alternatif. Pariwisata alternatif memiliki banyak ragamnya, seperti pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism), ekowisata (ecotourism), agro wisata (agrotourism), pariwisata berbasis masyarakat (community based tourism), green tourism, responsible tourism, dan lain-lain.
Seiring dengan meningkatnya kesadaran lingkungan (environmental awareness) di kalangan wisatawan, turut serta mempengaruhi preferensi mereka dalam memilih sarana akomodasi di suatu destinasi (Vora, dalam Millar 2008). Wisatawan lebih tertarik menggunakan jasa penginapan yang menerapkan konsep ekowisata dan ramah lingkungan (eco-friendly hotel) dibandingkan dengan akomodasi konvensional (Noor et al, 2014). Terjadinya perubahan tren dalam sektor pariwisata dewasa ini, menuntut setiap perusahaan untuk merubah pola kebijakan konvensional dengan menerapkan program corporate social responsibility (CSR) sebagai strategi perusahaan agar tetap bertahan dalam persaingan yang semakin ketat.
Dalam menciptakan produk wisata, industri perhotelan harus memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan, membangun komunikasi dengan masyarakat, dan menghargai nilai dan budaya yang dianut oleh masyarakat lokal (Golja dan Nizic, 2009).
Secara implementatif, perkembangan CSR di Indonesia masih membutuhkan banyak perhatian bagi semua pihak, baik pemerintah, masyarakat luas dan perusahaan. Di antara ribuan perusahaan yang ada, diindikasikan belum semua perusahaan benar-benar menerapkan konsep CSR dalam kegiatan perusahaannya. CSR masih merupakan bagian lain dari manejemen perusahaan, sehingga keberadaannya dianggap tidak memberikan kontribusi positif terhadap kelangsungan perusahaan. Padahal sesuai dengan UU yang ada, keberadaan CSR melekat secara inherent dengan manajemen perusahaan (Mapisangka, 2009).
Hasil survey yang dilakukan Suprapto pada tahun 2005 terhadap 375 perusahaan di Jakarta menunjukkan bahwa 166 atau 55,25% perusahaan tidak melakukan kegiatan CSR, 209 atau 55,75% melakukan kegiatan CSR dalam bentuk: kegiatan kekeluargaan (116 perusahaan), sumbangan kepada lembaga agama (50 perusahaan), sumbangan kepada lembaga sosial (39 perusahaan) dan pengembangan komunitas (4 perusahaan) (Hasan, 2014).
Melihat kondisi praktek CSR yang belum maksimal tersebut diperlukan sebuah model penerapan CSR yang telah berhasil (best practice). Dalam penelitian ini Resor Nihiwatu dijadikan sebagai objek penelitian sebagai salah satu contoh sukses penerapan CSR di Indonesia. Penetapan Resor Nihiwatu cukup beralasan, dengan melihat keberhasilan Resor Nihiwatu yang dipilih sebagai hotel terbaik di dunia pada tahun 2016 oleh Travel & Leisure Magazine, sebuah majalah yang bermarkas di New York, Amerika Serikat. Salah satu alasan utama di balik pencapaian tersebut adalah adanya komitmen Resor Nihiwatu menjalankan kegiatan CSR-nya.Kegiatan CSR yang dilakukan oleh Resor Nihiwatu berbasis community projects yang terintegrasi dalam manajemen perusahaan. Keberhasilan Resor Nihiwatu mendapat apresiasi dari Menteri Pariwisata Republik Indonesia, Arief Yahya. Beliau mengimbau agar penerapan prinsip-prinsip ekowisata di Resor Nihiwatu dapat dijadikan percontohan oleh hotel-hotel lain yang ada di Indonesia (Detik Travel, 2016).
Bertitik tolak dari belum maksimalnya pelaksanaan CSR di Indonesia, maka dilakukan penelitian di Resor Nihiwatu sebagai salah satu contoh sukses pelaksanaan CSR. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mengetahui program CSR yang dilakukan oleh Resor Nihiwatu, (2) mengetahui faktor-faktor pendorong pelaksanaan kegiatan CSR, dan (3) mengetahui dampak program CSR Resor Nihiwatu terhadap pengembangan ekowisata di Kabupaten Sumba Barat.
Penelitian ini menggunakan empat teori, yaitu teori stakeholder, teori legitimasi, teori corporate citizenship, dan teori dampak. Teori stakeholder menekankan bahwa sebuah perusahaan yang beroperasi di suatu wilayah tertentu perlu memperhatikan tanggung jawabnya kepada stakeholders-nya. Hal ini dikarenakan stakeholder memiliki power yang besar terhadap eksistensi perusahaan. Hidup matinya perusahaan perusahaan sangat bergantung pada kemampuannya dalam menyeimbangkan beragam kepentingan dari para stakeholder (Lako, 2011:5).
Teori legitimasi memiliki keterkaitan dengan teori stakeholder, di mana tanggung jawab sosial perusahaan diperlukan untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Legitimasi ini berupa pemberian kepercayaan kepada perusahaan untuk menjalankan aktivitas bisnisnya di wilayah mereka (O’Donovan dalam Hadi, 2011:87). Sementara itu, teori corporate citizenship adalah mengenai bagaimana perusahaan memberikan kontribusi bagi masyarakat melalui aktivitas bisnis mereka, investasi sosial mereka dan program filantropi, serta keterlibatan dalam kebijakan publik (WEF dalam Prayudi, 2012).Selanjutnya, teori dampak didefinisikan sebagai suatu perubahan yang terjadi akibat suatu aktivitas (Soemartowo, 2009:38).
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, dengan metode dan teknik pengumpulan data melalui observasi lapangan, wawancara, dan studi literatur. Penentuan informan menggunakan teknik purposive sampling yang ditujukan pada pihak manajemen Resor Nihiwatu dan Sumba Foundation, pihak pemerintah, dan pihak penerima program CSR. Dari pihak manajemen Resor Nihiwatu dan Sumba Foundation digali sejumlah informasi terkait dengan program CSR yang dilakukan dan faktor-faktor yang mendorong mereka melakukan kegiatan tersebut. Dari pihak pemerintah dimintai pengetahuan mereka terkait kegiatan CSR yang dilakukan oleh Resor Nihiwatu dan apa saja dampak yang diperoleh oleh mayarakat dari kegiatan CSR tersebut. Selanjutnya, peneliti juga mewawancarai 5 orang narasumber selaku penerima program CSR untuk mendapatkan tanggapan mereka atas kegiatan CSR dan apa saja dampak yang mereka rasakan dari kegiatan CSR tersebut.Data yang dihimpun dari kegiatan observasi, wawancara, dan studi literatur selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan pendekatan interpretatif menggunakan teori-teori yang ada.
Hasil penelitian menemukan bahwa Resor Nihiwatu menjalankan program CSR-nya secara langsung dan melalui Yayasan Sumba Foundation. Yayasan ini didirikan oleh Claude Graves yang juga merupakan pendiri dari Resor Nihiwatu. Pendirian Yayasan Sumba Fondation sebagai perpanjangan
tangan perusahaan dimaksudkan agar kegiatan CSR dapat dijalankan lebih terkontrol dengan manajemen yang lebih baik.
-
3.1 Program CSR yang Dilakukan Langsung
Program CSR yang dilakukan secara langsung yaitu perekrutan tenaga kerja lokal, pemberdayaan petani lokal, dan program CSR konservasi sumber daya alam dan energi. Dalam kebijakan perekrutan tenaga kerja, Resor Nihiwatu memprioritaskan warga lokal, yang dibuktikan dengan presentase jumlah karyawan lokal yang mencapai 90% dari total karyawan Resor Nihiwatu. Pemberian skala prioritas kepada penduduk lokal untuk bekerja di Resor Nihiwatu merupakan inisiatif pihak manajemen sebagai wujud dukungan terhadap pembangunan di daerah tersebut. Resor Nihiwatu juga memberdayakan petani-petani yang berada di desa-desa sekitar Resor Nihiwatu, dengan memberikan wadah kepada mereka untuk menjadi supplier sayuran, buah-buahan, dan hasil pertanian lainnya.
Resor Nihiwatu juga melakukan tanggung jawab sosialnya di bidang lingkungan hidup sesuai dengan arahan Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2017. Dari tujuh alternatif yang menjadi acuan pelaksanaan tanggung jawab sosial bidang lingkungan hidup, Resor Nihiwatu melakukan sejumlah kebijakan yang berkaitan dengan konservasi sumber daya alam dan energi. Kegiatan konservasi sumber daya alam dan energi di Resor Nihiwatu, antara lain: penggunaan konsep vernacular (tradisional) pada semua properti yang adadan penangkaran penyu.
-
3.2 Program CSR melalui Perantara
Selain menjalankan kegiatan CSR secara langsung, Resor Nihiwatu juga melimpahkan sejumlah program CSR untuk ditangani oleh Yayasan Sumba Foundation. Program CSR bertajuk community projects yang dilakukan Sumba Foundation adalah program CSR pengadaan air bersih, program CSR layanan kesehatan, program CSR bidang pendidikan, program CSR bidang pertanian, dan program CSR peduli korban bencana.
Kelangkaan air merupakan masalah yang dominan di Pulau Sumba. Untuk mendapatkan air bersih untuk keperluan memasak, mandi, dan air minum, penduduk harus menempuh perjalanan yang cukup jauh antara 2 – 3 km. Jarak sumber air yang jauh ini menyebabkan terbatasnya jumlah air yang bisa dibawa pulang ke rumah. Akibatnya, penggunaan air menjadi sangat selektif, diutamakan untuk kebutuhan memasak dan air minum saja. Hal-hal lain seperti untuk kebutuhan mandi dan sikat gigi menjadi terabaikan karena susahnya dalam mendapatkan air bersih.
Kondisi di atas menjadi alasan mendasar Sumba Foundation melakukan proyek pengadaan air bersih untuk masyarakat di daerah-daerah sekitar Resort Nihiwatu. Program CSR pengadaan air bersih merupakan program
PENELITI, 2017
Foto 1. Salah satu water station di Kampung Sodan.
sosial tertua yang dilakukan oleh Sumba Foundation. Inisiasi proyek ini dimulai sejak tahun 2001. Hingga saat ini, Sumba Foundation telah membangun 60 buah sumur bor dan sekitar 270 water stations. Water station biasanya dibangun di titik-titik sentral sehingga dapat menjangkau banyak warga. Sebanyak 25.000 penduduk yang tersebar di Kecamatan Wanokaka dan Kecamatan Lamboya telah merasakan manfaat dengan adanya program ini.
Program layanan kesehatan merupakan proyek kedua dari Sumba Foundation yang digagas sejak tahun 2002. Program ini dipimpin oleh dr. Claus Bogh seorang ahli penyakit malaria berkebangsaan Denmark. Program layanan kesehatan meliputi pemberantasan penyakit malaria, Sumba Eye Program, Mama2Mama Program, perawatan terhadap balita penderita malnutrisi, dan school lunch program.
Pulau Sumba merupakan salah satu daerah dengan tingkat endemisitas malaria tertinggi di Indonesia. Dalam upaya memerangi penyakit malaria, Sumba Foundation melalui proyek layanan kesehatannya melakukan sejumlah terobosan, yang meliputi tindakan preventif dan kuratif. Tindakan preventif dilakukan dengan membagikan kelambu ke kampung-kampung sekitar Resor Nihiwatu. Sedangkan untuk tindakan kuratif dilakukan dengan memberikan pengobatan kepada pasien-pasien malaria.
Sebagai wujud kepedulian Sumba Foundation dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat serta memerangi penyakit malaria, Sumba Foundation membangun empat buah klinik malaria, yakni Klinik Malaria
Foto 2. Klinik Malaria Hobawawi.
PENELITI, 2017
Hobawawi (Foto 2), Klinik Malaria Rua, Klinik Malaria Lamboya, dan Klinik Malaria Rajaka. Meskipun namanya klinik malaria, klinik ini juga menerima pengobatan penyakit umum lainnya. Setiap warga yang berobat ke klinik Sumba Foundation tidak dikenai biaya apapun.
Sumba Foundation juga membuka sebuah pusat pelatihan penyakit malaria di Waikabubak, ibukota Kabupaten Sumba Barat. Pusat pelatihan ini memberikan pelatihan-pelatihan kepada tenaga medis, yang umumnya merupakan tenaga pegawai negeri sipil, mengenai cara mengoperasikan mikroskop khusus malaria. Lulusan dari pelatihan ini akan mendapatkan sertifikat berstandar WHO. Umumnya, peserta pelatihan berasal dari keempat kabupaten di Pulau Sumba. Namun, ada juga peserta pelatihan yang berasal dari Flores, Timor, Alor, bahkan Papua.
Program kesehatan lainnya adalah Sumba eye program.Program ini merupakan proyek bidang kesehatan yang secara khusus menangani masalah penyakit katarak. Proyek ini merupakan program tahunan yang dimulai sejak tahun 2007, yang terselenggara berkat kerjasama dengan Royal AustralAsian College of Surgeons Melbourne, Australia di bawah kepemimpinan dr. Mark Ellis. Setiap bulan April, dilakukan pendataan warga penderita katarak untuk kemudian operasi pengangkatan katarak dan pembagian kaca mata dilakukan setiap bulan Agustus. Warga yang terjangkau program ini tidak hanya berasal dari Kabupaten Sumba Barat, tetapi juga dari ketiga kabupaten lainnya. Demi suksesnya kegiatan ini, tim optometris (ahli mata) dari Australia dibantu oleh tim dokter dari Universitas
Hassanudin, Makasar.
Program layanan kesehatan selanjutnya adalah mama2mama program. Program ini bertujuan untuk membantu mengurangi jumlah kematian ibu dan anak di Pulau Sumba. Kegiatan yang dilakukan melalui program ini adalah membantu para ibu hamil menjalankan pemeriksaan ultrasonografi (USG). Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan janin maupun resiko-resiko penyakit bawaan bayi. Dengan melakukan USG, tindakan-tindakan preventif dapat dilakukan, seperti pemberian vitamin kepada ibu hamil dan bahkan pertimbangan untuk melakukan aborsi apabila membahayakan keselamatan ibu.
Malnutrition treatments dan school lunch program adalah dua program terakhir dari program layanan kesehatan. Penanganan terhadap kasus malnutrisi yang dilakukan oleh Sumba Foundation bersifat kuratif dengan memberikan bantuan sumber makanan bergizi seperti susu, telur ayam, kacang hijau, beras, minyak goreng, vitamin dan obat-obatan, dan pemberiaan makanan olahan sehat. School lunch programmerupakan pemberian makanan siang kepada sekolah dasar-sekolah dasar di sekitar Resor Nihiwatu. Hingga saat ini telah menjangkau 10 buah sekolah dasar yang berada di sekitar Resor Nihiwatu. Rencananya jumlah sekolah penerima program ini akan terus meningkat ke depannya.Kesepuluh sekolah tersebut adalah SDM Alang, SDM Palamoku, SDN Kadoku, SDN Hobawawi, SDN Padedi Watu, SDN Larawatu, SDM Anakaka, SDM Rajaka, SDM Pantai Rua, dan SDM Mateyiara A dan B. Setiap satu tahun terdapat 5 sekolah yang mendapatkan program ini, 5 sekolah lainnya mendapatkan giliran selanjutnya. School lunch program diberikan dua kali seminggu, yaitu setiap hari Senin dan Kamis.
Program CSR bidang pendidikan sudah dimulai sejak tahun 2002. Fokus proyek pendidikan dari Sumba Foundation adalah membantu pembangunan dan renovasi gedung sekolah yang rusak, bantuan buku dan gedung perpustakaan, bantuan meubeuler berupa kursi dan meja tulis, bantuan alat tulis, bantuan perlengkapan olahraga, bantuan toilet, akses air bersih, serta sosialisasi hidup bersih yang dilakukan ke sejumlah sekolah yang ada di Kecamatan Wanokaka dan Lamboya.
Selanjutnya, Program bantuan di bidang pertanian yang dilakukan oleh Resor Nihiwatu melalui Sumba Foundation meliputi: pemberian bibit tanaman pangan, bantuan alat pertanian, serta sosialisasi bercocok tanam tanaman organik. Sedangkan program CSR peduli korban bencana merupakan kegiatan reaktif dan insidental apabila terjadi bencana alam di wilayah-wilayah sekitar Resor Nihiwatu. Bantuan yang diberikan berupa sembako, pakaian, perabot rumah tangga dan material bangunan.
Inisiatif pelaksanaan program CSR di Resor Nihiwatu didorong oleh adanya panggilan moral terhadap persoalan-persoalan yang dialami oleh masyarakat sekitar, meningkatkan citra perusahaan, dan memperoleh keuntungan. Panggilan moral yang dimaksud di sini adalah rasa empati yang ditunjukkan oleh perusahaan terhadap permasalan-permasalahan yang dialami oleh masyarakat. Resor Nihiwatu memiliki pandangan bahwa, adalah tidak adil menjalankan bisnis di wilayah orang lain tanpa memperhatikan permasalahan yang mereka alami. Oleh karena itu, membangun kehidupan masyarakat sekitar ke arah yang lebih baik dinilai sebagai bentuk kewajiban yang harus mereka lakukan.
Persoalan-persoalan yang selama ini dialami oleh masyarakat seperti kesulitan akan akses air bersih, tingginya penderita malaria dan gizi buruk, serta isu-isu sosial lainnya mendapat perhatian dari perusahaan melalui program-program sosial yang dilakukan. Itikad baik yang ditunjukan perusahaan melalui kedermawanan sosial yang dilakukan memberikan perubahan kehidupan masyarakat ke arah yang lebih baik.Sebagai perusahaan yang beroperasi di wilayah orang lain, manajemen Resor Nihiwatu merasa memiliki tanggung jawab moral terhadap perkembangan wilayah tersebut.
Pelaksanaan program CSR sebenarnya tidak hanya memberikan keuntungan bagi masyarakat, tetapi keuntungan juga dirasakan oleh perusahaan yang menjalankan kegiatan CSR. Sebagaimana dinyatakan oleh Kotler dan Lee (2005) bahwa manfaat program CSR bagi internal perusahaan adalah dapat meningkatkan citra perusahaan, meningkatkan minat bagi investor untuk berinvestasi di perusahaan tersebut, meningkatkan volume penjualan produk dan market share, memperkuat brand positioning, meningkatkan kemampuan memotivasi dan mempertahankan karyawan, serta menurunkan biaya operasional.
Citra perusahaan yang baik di mata stakeholder adalah hal yang penting bagi Resor Nihiwatu. Perusahaan memperoleh manfaat dari citraan yang dibangun melalui ikatan sosial dengan komunitas sekitar. Di samping mendapatkan legitimasi dari stakeholder berupa pemberian kepercayaan dan penerimaan terhadap operasi bisnis perusahaan di wilayah mereka, citra yang dibangun oleh Resor Nihiwatu dalam menjalankan berbagai kegiatan CSR ikut melambungkan namanya dalam memperoleh penghargaan ‘back to back’sebagai hotel terbaik di dunia pada tahun 2016 dan 2017 versi Travel and Leisure Magazine dan sejumlah penghargaan lainnya.
Dengan citra yang baik, perusahaan akan mendapatkan legitimasi dari masyarakat berupa pemberian licence to operate. Legitimasi yang diperoleh dari masyarakat merupakan hal yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mempertahankan eksistensi bisnisnya, yang pada akhirnya bermuara pada pencapaian keuntungan.
Dalam pengkajian dampak program CSR yang dilakukan oleh Resor Nihiwatu terhadap pengembangan ekowisata perlu dijelaskan keterhubungan antara CSR dan ekowisata. Selanjutnya, akan diuraikan dampak program CSR Resor Nihiwatu ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, dan ekologis. Program CSR yang dilakukan tidak luput dari dampak negatif yang ditimbulkan
-
5.1 Relasi Aktivitas CSR Resor Nihiwatu dan Pengembangan
Ekowisata
Resor Nihiwatu merupakan sarana akomodasi berkonsep ecolodge yang mengandalkan wisata alam (pantai) sebagai daya tarik wisata utamanya. Sebagai resor yang berlandaskan pada prinsip ekowisata, secara kontinue berpartisipasi dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama yang berada di sekitar Resor Nihiwatu. Implementasi dari prinsip-prinsip ekowisata diwujudkan melalui pelaksanaan program CSR.
Antara ekowisata dan CSR memiliki konsep yang paralel. Dalam ekowisata dikenal tiga pilar utama, yakni aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Sementara itu, CSR juga mengusung tiga konsep, yang terkenal dengan istilah triple bottom line, yakni profit, people, planet (3P),seperti yang dikemukakan oleh John Elkington pada tahun1988. Profit mengacu pada upaya perusahaan dalam maksimalisasi keuntungan, people berkaitan dengan upaya perusahaan untuk memberikan manfaat ekonomi kepada para pemangku kepentingan, dan planet merupakan upaya perusahaan untuk meminimalisir dampak-dampak negatif terhadap lingkungan serta melakukan kegiatan-kegiatan konservasi.
Dengan melihat adanya keterhubungan antara konsep CSR dan ekowisata, maka perusahaan yang terlibat dalam aktivitas CSR dapat dikatakan terlibat dalam pengembangan ekowisata. Dalam hal ini, inisiasi pelaksanaan program CSR yang dilakukan oleh Resor Nihiwatu merupakan bentuk pengembangan ekowisata di wilayah ini. Hal tersebut dikarenakan, melalui kegiatan CSR yang dilakukan, masyarakat lokal mendapatkan kebermanfatan terutama dalam peningkatan kesejahteraan dan pendapatan, yang notabene merupakan roh dari pengembangan ekowisata.
-
5.2 Dampak Sosial Program CSR
Selama kurun waktu lebih dari satu dekade, berbagai perubahan telah dirasakan oleh masyarakat lokal seperti peningkatan layanan kesehatan, kedekatan akan akses air bersih, serta berbagai hal positif lainnya. Salah satu program di bidang kesehatan yang memberikan dampak signifikan adalah program pemberantasan malaria. Sebagai indikator atas keberhasilan program pemberantasan malaria yang dilakukan oleh Sumba Foundation selama kurun waktu 13 tahun, dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel Perbandingan Angka Penderita Malaria tahun 2003 dan 2016.
Nama Kampung |
Jumlah orang tes malaria |
Pf |
Pv |
Pm |
Malaria |
% infeksi malaria |
Ode |
58 |
2 |
0 |
0 |
2 |
3,6 |
Maratangwawi |
78 |
1 |
0 |
0 |
1 |
1,3 |
Kahai |
21 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
Galuwatu |
327 |
5 |
4 |
0 |
9 |
2,8 |
Hasil 2016 |
484 |
8 |
4 |
0 |
12 |
2,5 |
Hasil 2003 |
171 |
139 |
14 |
7 |
60 |
35,1 |
% Penurunan Malaria dari Tahun 2003 hingga Tahun 2016 |
92,9 |
Sumber: Sumba Foundation (2017)
Keterangan:
Pf:Plasmodium falcifarum(malaria falciparum)
Pv:Plasmodium vivax(malaria vivax) Pm:Plasmodium malariae(malaria)
Pada tahun 2003, tiga kampung yang dijadikan sampel pemeriksaan malaria untuk mengukur tingkat endemisitas malaria di sekitar Resor Nihiwatu adalah Kampung Odi, Galuwatu, dan Parona Hai. Saat ini Kampung Parona Hai sudah tidak ada lagi, jadi dalam tabel di atas dimasukkan dua buah kampung yang berlokasi di sekitar Resor Nihiwatu, yaitu Kampung Maratanggawe dan Kahai. Dalam pemeriksaan yang dilakukan tahun 2003, terdapat 171 orang yang tinggal di Kampung Odi, Galuwatu, dan Parona Hai. Dari total 171 orang yang melakukan pemeriksaan malaria 35,1% di antaranya positif malaria. Setelah 13 tahun berlalu, tim medis dari Sumba Foundation melakukan pemeriksaan untuk melihat keberhasilan program malaria eradication yang dilakukan. Dari total 484 orang yang ada di Kampung Ode, Maratangwawi, Kahai, dan Galuwatu, hanya 2,5% yang terinfeksi malaria. Hal ini berarti telah terjadi penurunan angka penderita malaria hingga 93%.
Melalui sejumlah kegiatan CSR yang dijalankan Resor Nihiwatu menguatkan posisinya, dan mendapatkan legitimasi dari para stakeholders berupa dukungan pemerintah dan penerimaan masyarakat sekitar terhadap keberadaan perusahaan. Dukungan dari pemerintah dan penerimaan dari masyarakat merupakan umpan balik atas kepedulian Resor Nihiwatu dalam melakukan berbagai tanggung jawab sosialnya. Pemerintah setempat sangat mengapresiasi Resor Nihiwatu yang telah menjadi mitra yang baik dalam pembangunan masyarakat di Kabupaten Sumba Barat pada khususnya, dan Sumba pada umumnya.
-
5.3 Dampak Ekonomi Program CSR
Tidak dapat dipungkiri, industri pariwisata menjadi motor penggerak perekonomian di suatu destinasi. Melalui tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh Resor Nihiwatu telah memberikan dampak ekonomi bagi
kehidupan masyarakat di sekitar resor tersebut. Hal ini mendukung pernyataan Mathielson dan Wall (dalam Madiun, 2010: 108), bahwa:
“the economic benefits of tourism, which have been documented in the literature include the following: 1). The contribution of tourism to foreingn exchange earnings and the balance of paymens, 2). The generating of income, 3). The generating of employment, 4). The improvement of economic structures, 5). The encouragement of entrepreneural activity.
Mengaitkan dengan pemaparan Mathielson dan Wall di atas, terdapat dua keuntungan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat sekitar melalui program CSR yang dilakukan oleh Resor Nihiwatu, yaitu: menciptakan kesempatan bekerja bagi masyarakat dan memperbaiki struktur ekonomi masyarakat.
Terbatasnya sumber perekonomian penduduk yang hanya bertumpuh pada pertanian, perikanan, peternakan, dan PNS menyebabkan sejumlah warga meninggalkan tempat tinggalnya untuk mencari pekerjaan di daerah lain di luar Sumba seperti Bali, Jawa, dan bahkan menjadi TKI di luar negeri. Kebijakan perusahaan yang memberikan peluang yang sangat besar bagi warga lokal untuk bekerja di Resor Nihiwatu merupakan bentuk sumbangsih yang nyata dari perusahaan dalam mengurangi angka pengangguran.Saat ini Resor Nihiwatu mempekerjakan sebanyak 300 orang karyawan lokal. Kebijakan manajemen perusahaan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk bekerja di Resor Nihiwatu telah turut mengurangi arus urbanisasi.
Dengan bekerja sebagai karyawan hotel, masyarakat lokal mendapatkan penghasilan yang jauh lebih besar dibandingkan UMR Provinsi NTT dan pendapatan perkapita petani Kabupaten Sumba Barat, yang merupakan mata pencaharian utama penduduk. Berdasarkan hasil sensus pertanian yang dilakukan tahun 2013, pendapatan perkapita petani di Kabupaten Sumba Barat adalah Rp 7.130.000,00. Dengan demikian, dalam sebulan penghasilan petani sebesar Rp 594.166,00. Berangkat dari data tersebut, apabila dibandingkan dengan penghasilan yang diperoleh dari menjadi staff/ karyawan di Resor Nihiwatu, yakni dengan upah di kisaran Rp 5.000.000,00 per bulan atau hampir 10 kali lipat dari penghasilan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi perubahan yang signifikan dalam peningkatan struktur perekonomian dan pendapatan masyarakat.
-
5.4 Dampak Ekologis Program CSR
Penggunaan konsep vernacular dan eko-arsitektur pada Resor Nihiwatu merupakan upaya konkret dalam mendukung kampanye efisiensi energi dan ramah lingkungan yang seringkali didengungkan oleh para penggiat lingkungan hidup. Penerapan konsep vernacular dalam desain bangunan
Resor Nihiwatu dapat menekan jumlah pemakaian energi. Bangunan vernacular dapat dikatakan sebagai jenis bangunan yang mendukung prinsip berkelanjutan karena material bangunannya tersedia di sekitar lokasi, proses pembangunannya menggunakan tenaga lokal, pada umumnya menggunakan sumber daya energi yang dapat diperbaharui, dan tidak merusak alam (Mohammadzadeh et al., 2015).
Berbeda halnya dengan bangunan modern yang menggunakan jumlah energi minimal dua kali lebih besar dibandingkan bangunan vernacular (Szuppinger dan Csobod, 2011). Mulai proses pabrikasi hingga transportasi akan menghabiskan jumlah bahan bakar fosil yang lebih besar, yang merupakan sumber emisi global terbesar. Material bangunan yang berbahan alami, seperti bahan atap yang terbuat dari alang-alangan, pada siang hari dapat mengurangi suhu panas yang masuk ke dalam ruangan. Sementara itu, ada malam hari, dapat mempertahankan suhu ruangan menjadi tetap hangat.
-
5.5 Dampak Negatif Program CSR
Kendati program CSR yang dilakukan membawa banyak perubahan ke arah yang lebih positif, namun tidak terlepas dari dampak negatif. Dampak negatif meliputi dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi yang akan diuraikan berikut ini.
Dampak negatif dari sisi ekologis menyoroti kegiatan penangkaran penyu yang dilakukan oleh Resor Nihiwatu. Meskipun tujuan dari kegiatan ini adalah untuk upaya konservasi penyu, namun belum ada penelitian yang menjelaskan tingkat keberhasilan kegiatan ini.
ResorNihiwatumembelitelur-telurpenyudariparanelayandanpenduduk lokal untuk ditetaskan di tempat penangkaran. Keadaan ini menyebabkan telur penyu menjadi barang komoditi penduduk sekitar. Ini tentu akan mengganggu regenerasi alamiah dari penyu itu sendiri. Seyogyanya, pihak Resor Nihiwatu bekerja sama dengan pihak pemerintah setempat untuk menggencarkan sosialisasi dan penyuluhan masyarakat. Jika di tempat lain telur penyu dijual di pasar gelap, seperti yang terjadi di Pisco, Peru (Quinones et al., 2017) dan Sarawak, Malaysia (Pro Kalbar, 2017), penjualan telur penyu di Sumba dilakukan secara terbuka di pasar-pasar tradisional dan dapat ditemukan pada saat-saat tertentu. Hal tersebut menjadi indikasi bahwa perburuan telur penyu di masyarakat Sumba pada umumnya terjadi akibat kurangnya kontrol pemerintah dan ketidaktahuan masyarakat tentang konservasi penyu yang sudah diatur dalam undang-undang. Atas dasar itu, kegiatan penyuluhan masyarakat tentang perlindungan populasi penyu akan lebih efektif ketimbang melakukan penangkaran penyu yang belum dapat dipastikan tingkat keberhasilannya.
Dari aspek sosial, pelaksanaan CSR yang dilakukan oleh Resor Nihiwatu
juga dikuatirkan dapat menimbulkan ketergantungan masyarakat terhadap bantuan yang dikucurkan oleh Resor Nihiwatu. Selain itu, program CSR Resor Nihiwatu juga dapat memicu terjadinya kecemburuan sosial terutama dalam hal perekrutan tenaga kerja.
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data dari penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut ini. Pertama, program CSR Resor Nihiwatu tidak sekadar bersifat insidental, akan tetapi bersifat berkelanjutan karena CSR sudah menjadi komitmen perusahaan dan terintegrasi dalam manajemen perusahaan untuk turut melakukan pembangunan di wilayah sekitar pada khususnya, dan Pulau Sumba pada umumnya.
Kedua, inisiasi Resor Nihiwatu dalam melaksanakan kegiatan CSR didorong oleh tiga faktor, yaitu sebagai bentuk panggilan moral, untuk meningkatkan citra perusahaan, dan memperoleh keuntungan. Ketiga, dampak dari kegiatan CSR yang dilakukan terhadap pengembangan ekowisata terdiri atas dampak sosial, dampak ekonomi, dan dampak ekologis. Dampak sosial dari kegiatan CSR adalah mendapat dukungan pemerintah dan penerimaan masyarakat akan keberadaan perusahaan, terjadinya peningkatan layanan kesehatan bagi masyarakat, dan kemudahan akan akses air bersih. Dampak ekonomi meliputi terciptanya peluang kerja bagi masyarakat dan perbaikan struktur ekonomi. Sedangkan dampak ekologis dari program CSR adalahminimalisasi potensi emisi karbon yang ditimbulkan melalui penggunaan konsep vernacular pada semua properti yang ada. Program CSR yang dilakukan oleh Resor Nihiwatu tidak terlepas dari dampak negatif yang ditimbulkan, yaitu dapat memicu ketergantungan masyarakat terhadap bantuan, dapat memicu terjadinya kecemburuan sosial, serta legalisasi aktivitas perburuan penyu oleh masyarakat.
Penelitian ini hanya mengkaji prinsip ekowisata dalam kaitannya dengan pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik mengkaji topik ekowisata dapat melakukan pengkajian secara lebih mendalam terkait efisiensi energi, konservasi air dan manajemen limbah, aspek budaya, dan aspek-aspek lain yang belum terkaji dalam penelitian ini.
Ucapan Terima Kasih
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra M.Litt., selaku pembimbing I yang telah memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan tulisan ini. Ungkapan terima kasih yang tulus juga ditujukan kepada Dr. I Wayan Suardana, S.Par., M.Par., selaku pembimbing II yang dengan penuh kesabaran memberikan arahan dan bimbingan sehingga tulisan ini dapat terselesaikan.
Daftar Pustaka
Golja, T. dan Nizik, m. K. 2010. “Corporate Social Responsibility in Tourism- The Most Popular Destination in Croatia: Comparative Analysis”, Journal of Management. Vol 15, No 2, pp. 107-121.
Kotler, Philip dan Nancy, Lee. 2005. Corporate Social Responsibility: Doing the Most Good You’re Your Company and Your Cause. New Jersey: JohnWilley & Sons, Inc.
Lako, Andreas. 2011. Dekonstruksi CSR dan Reformasi Paradigma Bisnis dan Akuntansi. Jakarta: Erlangga.
Hadi, Nor. 2011. Corporate Social Responsibility. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Hasan, Umar. 2014. “Kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR) Dilihat dari Perspektif Hukum”. Majalah Hukum Forum Akademia, Volume 25, No. 1, pp. 1-9.
Madiun, I Nyoman. 2010. Nusa Dua Model Pengembangan Kawasan Wisata Modern. Denpasar: Udayana University Press.
Mapisangka, Andi. 2009. “Implementasi CSR Terhadap Kesejahteraan Masyarakat”. JESP. Vol 1, No 1, hal. 39-47.
Menlh. 2012. “Petunjuk Pelaksanaan CSR Bidang Lingkungan”, sumber: www. menlh.go.id>DATA>csr_pi_2012 – diakses pada tanggal 5 September 2017.
Millar, Michelle. 2008. “Hotel Guests’ Preferences for Green Hotel”. Hospitality Management Paper. Sumber: http://repository.usfca.edu/hosp/5 - diakses pada tanggal 11 Pebruari 2017.
Noor, N. A. M., Shaari, H. dan Kumar, D. 2014. “Exploring Tourists Intention to Stay at Green Hotel: The Influences of Environmental Attitudes and Hotel Atributes”. The Macrotheme Review a Multidisciplinary Journal of Global Macro Trends. sumber: http://macrotheme.com/yahoo_site_admin/assets/ docs/2MR37Gh.19345554.pdf - diaksespada tanggal 11 Pebruari 2017.
Mohammadzadeh, E., Akhavan, F., M. dan Ford, A. “Vernacular Architecture and Energy Use in Buildings: A Comparative Study”.International Journal of Advances in Mechanical and Civil Engineering. Vol 2, No 4, pp. 35-42.
Prayudi, P. 2012. Analisis CSR sebagai Implementasi Praktek Etika Bisnis Perusahaan: Antara Kewajiban dan Kebutuhan. Dalam Proceeding Business Conference “Bisnis dan Isu Global” 6-12-2012 (pp. 18-1). UPN “Veteran” Yogyakarta.
Pro Kalbar. 2017. “Telur Penyu Paloh jadi Komoditi Perdagangan Gelap di Sarawak”, sumber:http://kalbar.prokal.co/read/news/1051-telur-penyu-paloh-jadi-komoditi-perdagangan-gelap-di-sarawak.html - diakses pada tanggal 09 Oktober 2017.
Sumartowo, Otto. 2009. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Szuppinger, P. dan Csobod, E. (2011). Changing Energy Use in Old Buildings. Riga: Baltic Environmental Forum Group.
Quinones, J., Quispe., dan Galindo, O. 2017. “Illegal Capture and Black Market Trade
of Sea turtles in Pisco, Peru: the never-ending story”. Latin American Journal of aquatic Rersearch. Vol 45, No 3, pp. 615-621.
Profil Penulis
Yohanis Umbu Roru, adalah alumnus Program Studi Magister Kajian Pariwisata Fakultas Pariwisata Universitas Udayana. Ia menyelesaikan program Sarjana (S1) di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Terbuka pada tahun 2014. Pada tahun 2015 melanjutkan Program Magister Kajian Pariwisata di Universitas Udayana dan tamat pada tahun 2014. Email: [email protected]
I Nyoman Darma Putra adalah guru besar Fakultas Ilmu Budaya dan Ketua Program Studi Magister Kajian Pariwisata, Universitas Udayana. Darma menulis beberapa artikel di jurnal internasional dan beberapa buku biografi tokoh pariwisata Bali, serta menyunting beberapa buku, termasuk Pariwisata Berbasis Masyarakat Model Bali (2015) dan bersama Siobhan Campbell mengedit buku Recent Development in Bali Tourism Culture, Heritage, and Landscape in an Open Fotress (2015). Bersama Dian Sastri Pitanatri, Darma menulis buku Wisata Kuliner, Atribut Baru Destinasi Ubud (2016). Email: [email protected]
I Wayan Suardana menamatkan Diploma IV Pariwisata di Universitas Udayana pada tahun 2001. Sebelumnya memperoleh gelar magister pada Program Magister Kajian Pariwisata Konsentrasi Perencanaan Pariwisata Universitas Udayana pada tahun 2004. Pada tahun 2015 meraih gelar doktor pariwisata dari Universitas Udayana. Saat ini tercatat sebagai dosen PNS pada Universitas Udayana. Email: suar. [email protected]
204
JUMPA Volume 4 Nomor 2, Januari 2018
Discussion and feedback