JUMPA 4 [2] : 173 - 188

p-ISSN 2406-9116 e-ISSN 2502-8022

ANALISIS PARTISIPASI KOMUNITAS LOKAL DALAM PENGEMBANGAN DAYA TARIK WISATA KOTA TUA JAKARTA

Adrianus Waranei Muntu1, Agung Suryawan Wiranatha2, Nyoman Sukma Arida3

1 Universitas Bunda Mulia, 1,2,3 Universitas Udayana Email: [email protected]

Abstract

This article analyzed the participation of the local communities to develop the tourist attractions in the Old Town of Jakarta which was conducted to determine the forms of participation necessary for the local communities, to determine the factors which affect the participation, and the impact of their participation. The methods utilized in this article are qualitative methods with data collection through interviews, observation, literature review, and document analysis. This article explains the forms of participation of the local communities which involve creating and showing new tourist attractions and preserving the existing tourist attractions. The factors which affect the participation are divided into two types: supporting factors and the obstacles. In addition, this article also managed to find the impact of the local communities participation which divided into two types: positive and negative impacts. The expected result of this article is to contribute to developing the tourist attractions and sustainable tourism in Jakarta as well as Jakarta’s Old Town in particular.

Keywords : Jakarta old town, participation, local communities, development, tourist attractions

Abstrak

Artikel ini menganalisis tentang partisipasi komunitas lokal dalam pengembangan daya tarik wisata Kota Tua di Jakarta untuk mengetahui bentuk-bentuk partisipasi, faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasinya serta dampak partisipasi mereka. Metode yang digunakan pada artikel ini adalah metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi, studi pustaka, dan studi dokumentasi. Artikel ini memaparkan tentang bentuk-bentuk partisipasi komunitas lokal tersebut yaitu membuat dan menampilkan daya tarik wisata baru dan melestarikan daya tarik wisata yang telah ada.

Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi komunitas lokal ini terbagi dalam dua jenis yaitu faktor pendukung dan kendala-kendala. Selain itu, artikel ini juga berhasil menemukan dampak dari partisipasi komunitas lokal yang juga terbagi dalam dua jenis yaitu dampak positif dan negatif. Artikel ini diharapkan dapat berkontribusi bagi pengembangan daya tarik wisata dan perkembangan pariwisata yang berkelanjutan di Jakarta pada umumnya, dan Kota Tua Jakarta pada khususnya.

Kata Kunci: kota tua Jakarta, partisipasi, komunitas lokal, pengembangan, daya tarik wisata

  • 1.    Pendahuluan

Kegiatan wisata di Indonesia telah menjadi salah satu tren dan kebutuhan utama masyarakat Indonesia, terutama masyarakat perkotaan besar seperti Jabodetabek. Bergesernya wisata dari kebutuhan tersier menjadi kebutuhan primer juga terlihat dari naiknya jumlah wisatawan domestik. Kementerian Pariwisata (Kemenpar) mencatat, jumlah wisatawan nusantara pada Januari-November 2016 lebih dari 288,17 juta jiwa yang melakukan perjalanan wisata (Kompas, 26 Desember 2016).

Pada akhir pekan, sebagian masyarakat Jabodetabek memadati pusat keramaian seperti pusat perbelanjaan dan berbagai daya tarik wisata ibukota, salah satunya Kawasan Kota Tua Jakarta. Kawasan ini merupakan salah satu destinasi wisata unggulan Kemenpar. Selain itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta merevitalisasi fisik Kota Tua agar para wisatawan dapat menikmati heritage tourism, menaikkan jumlah kunjungan wisatawan, serta mempersiapkan diri untuk diajukan kepada United Nations Educational, Scientific Cultural Organization (UNESCO) guna memperoleh status sebagai Situs Warisan Dunia yang diakui (Tempo, 2015a).

Kawasan Kota Tua terdiri dari bangunan bersejarah yang dimanfaatkan, para pemangku kepentingan, dan unsur-unsur lain yang tersebar di seluruh kawasan seluas 334 hektar sesuai Pergub No. 36 Tahun 2014 Bab X Pasal 41 (Riadi, 2015). Kota Tua Jakarta termasuk dalam Destinasi Pariwisata Nasional (DPN), Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) meliputi Taman Fatahillah, Sunda Kelapa dan sekitarnya yang terbagi dalam 2 zonasi; Zona Dalam Tembok Kota dan Zona Luar Tembok Kota. Tembok kota yang dimaksud mengacu kepada tembok kota Batavia pada era kolonial Belanda.

Kawasan Kota Tua Jakarta sendiri cukup menunjang untuk jadikan pusat kegiatan dan wisata bagi masyarakat Jabodetabek karena letaknya tidak jauh dari pusat pemerintahan dan banyaknya sarana transportasi darat yang beroperasi. Kawasan ini juga menawarkan berbagai aneka kuliner di beberapa kafe dan restoran. Sarana akomodasi pun mudah ditemui di

RENCANA INDUK KOTA TUA JAKARTA 2014 DALAM RIADI (2015)

Foto 1 Zonasi Kawasan Kota Tua Jakarta.

kawasan ini. Tidak ketinggalan pula fasilitas-fasilitas lain yang kini mulai dibenahi Pemprov DKI.

Revitalisasi fisik Kawasan Kota Tua Jakarta yang dilakukan oleh Pemprov DKI ternyata bertolak belakang dengan revitalisasi non-fisiknya yang belum maksimal. Di kawasan ini, ada beberapa komunitas lokal yang perannya cukup dominan dalam pengembangan kawasan. Mereka juga membutuhkan

revitalisasi non-fisik karena kegiatannya berhubungan dengan aspek heritage tourism. Kurangnya naungan Pemprov DKI terkait revitalisasi non-fisik terlihat dari belum adanya program kerja yang jelas untuk para komunitas lokal tersebut.

Pemberdayaan komunitas lokal di kawasan ini sebenarnya bermanfaat dalam menambah daya tarik wisata yang ada selain bangunan-bangunan bersejarah dan secara tidak langsung juga turut memberdayakan masyarakat melalui pariwisata. Menurut Arida (2016: 35), pemberdayaan masyarakat melalui pariwisata berarti proses membangun dan mengembalikan kepercayaan diri masyarakat, bahwa mereka mampu membangun potensi alam dan budaya yang dimiliki untuk menjadi daya tarik wisata dalam memenuhi kebutuhan dasar, mencapai kehidupan yang lebih baik, dan terus berkembang secara berkelanjutan.

Artikel ini menganalisis bentuk-bentuk partisipasi komunitas lokal yang turut berpartisipasi dalam pengembangan daya tarik wisata di kawasan ini. Artikel ini juga menganalisis berbagai faktor yang mempengaruhi partisipasi mereka serta dampak yang ditimbulkan dari partisipasi mereka tersebut. Namun, tidak seluruh komunitas lokal akan dibahas, pembahasan dibatasi pada lingkup komunitas lokal yang sesuai dengan karakter destinasi wisata yaitu heritage tourism.

  • 2.    Teori dan Metode

Teori yang digunakan adalah teori Community Based Tourism (CBT) dan teori partisipasi. Menurut Pinel (dalam Hadiwijoyo, 2012: 71), Community Based Tourism atau Pariwisata Berbasis Komunitas atau Masyarakat merupakan model pengembangan pariwisata yang berasumsi bahwa pariwisata harus berangkat dari kesadaran nilai-nilai kebutuhan masyarakat sebagai upaya membangun pariwisata yang lebih bermanfaat bagi kebutuhan, inisiatif dan peluang masyarakat lokal yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan pariwisata. Selain itu, menurut Richards dan Hall (dalam Putra, 2015: xiv), CBT erat kaitannya dengan pembangunan pariwisata berkelanjutan. Keduanya memberikan pengutamaan pada manfaat pembangunan bagi masyarakat, khususnya manfaat ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan.

Putra (2015) menambahkan bahwa di Bali, juga mungkin di Indonesia, terjemahan yang lebih tepat untuk ‘community’ adalah ‘masyarakat’ bukan ‘komunitas’ karena sebagian besar CBT dikelola oleh masyarakat (desa) daripada komunitas (kelompok). Dalam struktur pemerintahan dan sosial, ‘desa’ lebih solid dibandingkan ‘komunitas’ yang biasanya lebih renggang, temporer, dan berbasis common interest yang mudah berubah. Namun pada artikel ini, yang ditekankan adalah unsur komunitas lokalnya, bukan masyarakat lokal. Hal ini dapat dimaklumi mengingat Kota Tua berada di

Jakarta yang memiliki masyarakat yang dinamis.

Teori Partisipasi yang dipergunakan dalam artikel ini adalah teori yang dipaparkan oleh Tosun (dalam Madiun, 2010: 8) yaitu partisipasi masyarakat dapat dipandang sebagai suatu istilah yang dapat dibagi menjadi beberapa kategori, di mana berbagai kelompok yang berkepentingan ikut berpartisipasi dalam pembangunan pariwisata dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan kemampuan kelompok itu sendiri. Tosun (dalam Madiun, 2010: 18) juga menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat dibagi dalam tiga tipologi yaitu spontaneous participation (partisipasi spontan), induced participation (partisipasi terdorong), dan coercive participation (partisipasi terpaksa).

Partisipasi spontan adalah partisipasi masyarakat yang terjadi secara sukarela, tanpa didorong oleh pihak luar. Partisipasi terdorong adalah partisipasi masyarakat yang terjadi karena adanya dukungan, perintah dan secara resmi disetujui. Partisipasi terpaksa adalah partisipasi masyarakat yang terjadi karena masyarakat diwajibkan dan dimanipulasi oleh pihak penguasa untuk terlibat dalam pengembangan.

Bentuk partisipasi dari sebagian besar komunitas lokal yang dibahas dalam artikel ini adalah partisipasi spontan karena mereka berkumpul berdasarkan satu minat yang sama tanpa ada paksaan dari pihak tertentu untuk mengembangkan daya tarik wisata di kawasan ini. Selain partisipasi spontan, artikel ini juga membahas komunitas-komunitas yang bentuk partisipasinya adalah partisipasi terdorong. Komunitas-komunitas tersebut didorong oleh pihak tertentu untuk memulai aksi partisipatif mereka melalui kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong masyarakat tertarik terhadap Kota Tua.

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu wawancara mendalam kepada 21 narasumber yang merupakan para pemangku kepentingan, observasi partisipan dan non-partisipan, studi pustaka, dan studi dokumentasi yang kemudian dianalisis. Analisis data adalah proses mengorganisir dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema untuk dirumuskan menjadi simpulan (Moleong, 2004). Analisis yang dipergunakan adalah teknik analisis deskriptif kualitatif melalui reduksi data, penyajian data, hingga penarikan kesimpulan.

  • 3.    Bentuk-bentuk Partisipasi Komunitas Lokal

Bentuk-bentuk partisipasi komunitas lokal dalam pengembangan daya tarik wisata Kota Tua di Jakarta ini terjadi karena ada sinergisitas antara komunitas lokal dengan pemangku kepentingan lain. Pemangku kepentingan atau stakeholder yang dimaksud adalah pemerintah dan swasta; Tim DMO Kota Tua, UPK Kota Tua Jakarta, pihak keamanan dan ketertiban, biro

perjalanan wisata, para pengelola bangunan bersejarah, restoran, dan museum.

Para komunitas lokal di Kota Tua memiliki latar kemunculan yang berbeda, baik berdasarkan partisipasi spontan maupun terdorong. Komunitas-komunitas lokal yang pendiriannya dikategorikan sebagai partisipasi spontan adalah Komunitas Manusia Batu yang berdiri pada 2013, Komunitas Lingkar Rupa yang berdiri pada 2010, Komunitas Pencak Silat Cakra Buana yang berdiri pada 1978, Komunitas Sunda Kelapa Heritage yang berdiri pada 2012, Komunitas China Town Art and Culture yang berdiri pada 2015, dan Komunitas Sahabat Budaya yang berdiri pada 2011.

Selain itu, komunitas-komunitas lokal yang pendiriannya dikategorikan sebagai partisipasi terdorong adalah Paguyuban Onthel Wisata Kota Tua dan Komunitas Jelajah Budaya. Kehadiran Paguyuban Onthel Wisata Kota Tua didorong oleh LWG (Local Working Group) yang dibentuk oleh DMO (Destination Management Organization) Kota Tua pada 2012. Sedangkan kehadiran Komunitas Jelajah Budaya didorong oleh pihak Museum Mandiri pada 2005.

Meskipun memiliki latar kemunculan berbeda, para komunitas lokal tetap menjalankan salah satu misinya untuk mengembangkan daya tarik wisata di kawasan ini sesuai dengan minat dan keahliannya masing-masing serta telah membuka peluang bagi masyarakat untuk berkembang. Hal tersebut sesuai dengan Teori CBT yang dikemukakan Pinel (dalam Hadiwijoyo, 2012) bahwa CBT berangkat dari kebutuhan masyarakat sebagai upaya membangun pariwisata yang lebih bermanfaat bagi kebutuhan, inisiatif dan peluang masyarakat lokal yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan pariwisata. Berikut adalah bentuk-bentuk partisipasi komunitas lokal tersebut dalam pengembangan daya tarik wisata Kota Tua.

  • 3.1    Membuat Daya Tarik Wisata Baru

Kota Tua Jakarta telah diakui sebagai sebuah kawasan yang memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi, berbagai pustaka telah membahas hal tersebut baik dari sisi sejarah maupun peninggalan-peninggalan sejarahnya (Dimyati 2010; Vermeulen 2010; Blackburn 2011; Niemeijer 2012; Ruchiat 2012; Heuken 2016). Peninggalan-peninggalan sejarah yang ada kini dapat dinikmati oleh masyarakat umum dan wisatawan sebagai sebuah daya tarik wisata. Walaupun begitu, kawasan ini bukan hanya memiliki daya tarik wisata berupa peninggalan-peninggalan sejarah, melainkan suatu daya tarik wisata kontemporer seperti yang ditawarkan para komunitas lokal.

Berbagai daya tarik wisata kontemporer Kota Tua di Jakarta yang ditawarkan oleh para komunitas lokal ini beragam. Komunitas-komunitas tersebut adalah Komunitas Manusia Batu yang menampilkan sosok ‘manusia batu’nya, Komunitas China Town Art and Culture yang menampilkan

parade kirab budaya Tionghoanya, Perguruan Pencak Silat Cakra Buana yang menampilkan pertunjukkan pencak silatnya, Komunitas Lingkar Rupa yang menampilkan hasil karya seni rupanya, Komunitas Sahabat Budaya Indonesia yang melaksanakan sinau membatiknya, dan Paguyuban Onthel Wisata Kota Tua yang menyewakan sepeda onthelnya.

Sebagian besar dari komunitas lokal tersebut berkegiatan di sekitar Taman Fatahillah, kecuali Komunitas Lingkar Rupa yang berada di Jl. Pintu Besar Selatan. Komunitas lokal yang setap hari dapat ditemui oleh wisatawan adalah Komunitas Manusia Batu, Paguyuban Onthel Wisata Kota Tua, dan Komunitas Lingkar Rupa di areanya masing-masing.

  • 3.2    Melestarikan Daya Tarik Wisata yang Telah Ada

Richards dan Hall (dalam Putra, 2015) berkata bahwa CBT erat kaitannya dengan sustainable tourism development (pembangunan pariwisata berkelanjutan) di mana keduanya memberikan pengutamaan pada manfaat pembangunan bagi masyarakat, khususnya manfaat ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan. Hal ini juga terjadi pada fenomena aktivitas komunitas lokal di Kota Tua di mana partisipasi mereka dalam pengembangan daya tarik wisata di kawasan ini secara tidak langsung telah melestarikan daya tarik wisata yang telah ada.

Pelestarian daya tarik wisata sebenarnya dilakukan oleh seluruh komunitas lokal yang ada. Namun komunitas lokal yang fokus dalam hal tersebut adalah Komunitas Jelajah Budaya dan Paguyuban Onthel Wisata Kota Tua dengan kegiatan wisata sejarahnya yang mengelilingi Kota Tua. Kegiatan wisata sejarah tersebut telah melestarikan daya tarik wisata yang telah ada karena mereka memperkenalkan serta memasarkan berbagai daya tarik wisata yang didominasi oleh bangunan cagar budaya kepada pelajar/ mahasiswa dan masyarakat luas sehingga akan timbul kecintaan terhadap seluruh peninggalan bersejarah yang ada di Kota Tua yang perlu dilestarikan.

Komunitas lokal yang juga fokus pada pelestarian daya tarik wisata di kawasan ini adalah Komunitas Sunda Kelapa Heritage. Berdasarkan kegiatan yang dijalankan, terlihat bahwa komunitas ini memang ingin melestarikan kebudayaan kawasan pesisir Jakarta Utara. Kegiatan-kegiatan komunitas ini adalah advokasi pelestarian cagar budaya, wisata Kawasan Bahari Kota Tua, dan riset mengenai dunia kebaharian di Indonesia. Kegiatan-kegiatan ini dilakukan agar dapat memajukan unsur heritage yang kuat dan telah berjalan lama secara turun temurun.

  • 3.3 . Bentuk-bentuk Partisipasi Lain

Partisipasi komunitas lokal dalam pengembangan daya tarik wisata Kota Tua di Jakarta ini selain membuat daya tarik wisata baru dan melestarikan daya tarik wisata yang telah ada juga didukung oleh kegiatan-kegiatan

mereka yang lainnya. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain kerja bakti, mendirikan dan menjaga perpustakaan Kota Tua, piket menjaga pos informasi pariwisata, serta menyumbangkan ide bagi perkembangan Kota Tua Jakarta.

Kerja bakti yang dilakukan oleh para komunitas lokal di Kota Tua terjadi karena banyaknya sampah yang bertebaran di kawasan ini setelah dikunjungi wisatawan. Kegiatan ini rutin diadakan pada akhir pekan dan diikuti oleh semua komunitas lokal yang ada, terutama Paguyuban Onthel Wisata Kota Tua dan Komunitas Manusia Batu. Bagi yang tidak mengikuti kerja bakti, tidak boleh beraktivitas lagi di sekitar kawasan ini (Tempo, 2015b).

Kegiatan lainya adalah mendirikan dan menjaga perpustakaan Kota Tua, serta piket menjaga pos informasi pariwisata yang keduanya berada di dalam satu tenda. Kegiatan ini juga rutin dilakukan oleh para komunitas lokal pada akhir pekan. Perpustakaan berguna bagi wisatawan yang ingin membaca literatur-literatur tentang Kota Tua. Selain itu, pos informasi pariwisata berguna bagi wisatawan yang ingin mengetahui lebih jauh tentang kondisi geografis kawasan ini. Para komunitas lokal juga kerapkali menyumbangkan ide bagi perkembangan Kota Tua di Jakarta pada pertemuan-pertemuan baik formal maupun informal yang diadakan.

  • 4.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Komunitas Lokal

Partisipasi komunitas lokal dalam pengembangan daya tarik wisata Kota Tua di Jakarta yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya tidak terlepas dari segala faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor itu dibagi dalam dua jenis yaitu faktor-faktor pendukung dan kendala-kendala partisipasi komunitas lokal dalam pengembangan daya tarik wisata Kota Tua di Jakarta.

Faktor Pendukung

Faktor-faktor pendukung dalam partisipasi komunitas lokal dalam pengembangan daya tarik wisata Kota Tua di Jakarta adalah adanya motivasi komunitas lokal dalam memperoleh manfaat ekonomi, keramaian pengunjung, adanya paket wisata dari biro perjalanan wisata yang turut mempromosikan Kota Tua, maraknya penggunaan media sosial di Indonesia, dan kerjasama antar komunitas. Selain itu, partisipasi komunitas lokal ini juga tidak terlepas dari adanya dukungan dari berbagai pemangku kepentingan.

Motivasi komunitas lokal dalam memperoleh manfaat ekonomi adalah faktor pendukung yang cukup dominan dalam mempengaruhi partisipasi komunitas-komunitas lokal di Kota Tua. Dominasi ini terjadi karena eksistensi dari sebagian besar komunitas lokal muncul akibat adanya dorongan untuk memperoleh peluang dan manfaat ekonomi. Motivasi dan

KOLEKSI TIM DMO KOTA TUA JAKARTA

Foto 2 Partisipasi Komunitas Manusia Batu (kiri) dan Paguyuban Onthel Wisata Kota Tua (kanan) dalam Kirab Budaya yang diadakan oleh Komunitas China Town Art and Culture

dorongan tersebut yang membuat komunitas-komunitas lokal di Kota Tua bertahan.

Faktor-faktor lain seperti keramaian pengunjung, adanya paket wisata dari biro perjalanan wisata yang turut mempromosikan Kota Tua, dan maraknya penggunaan media sosial di Indonesia merupakan faktor yang muncul secara alamiah karena Kota Tua itu sendiri sebagai sebuah daya tarik wisata. Faktor-faktor tersebut dimanfaatkan para komunitas lokal sehingga dapat mendukung mereka berpartisipasi dalam mengembangkan daya tarik wisata di kawasan ini.

Faktor pendukung berupa kerjasama antar komunitas lokal di Kota Tua muncul karena adanya hubungan saling membutuhkan di antara mereka sendiri sewaktu berkegiatan. Selain itu, komunitas-komunitas lokal tersebut juga mendapatkan dukungan dari para pemangku kepentingan lain di kawasan ini seperti adanya community development oleh UPK Kota Tua Jakarta, dukungan Walikota Jakarta Barat kepada Komunitas China Town Art Culture, dukungan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI lewat DMO Kota Tua Jakarta, keterbukaan pihak Museum Bahari kepada komunitas yang ingin berkegiatan di dalam museum, keterbukaan kafe dan restoran di Kota Tua, penawaran kerjasama oleh pihak Museum Bank Indonesia dan pihak Museum Pulau Onrust kepada Komunitas Jelajah Budaya, dan juga masyarakat lokal.

  • 4.2 Kendala-kendala

Kendala-kendala dalam partisipasi komunitas lokal dalam pengembangan daya tarik wisata Kota Tua di Jakarta adalah belum jelasnya status para komunitas lokal sehingga menghambat partisipasi mereka, kurangnya manajemen penggunaan media sosial oleh komunitas lokal yang sebenarnya berpotensi untuk mengangkat citra komunitas lokal itu sendiri dan Kawasan Kota Tua, terjadinya fluktuasi kunjungan wisatawan ke kawasan ini, dan

sebuah dinamika organisasi yang berujung pada konflik internal yang terjadi di dalam komunitas lokal.

Belum jelasnya status komunitas lokal yang dimaksud dalam artikel ini adalah pengakuan dari Pemprov DKI berupa sebuah regulasi yang diberikan kepada komunitas lokal sejak mereka berkegiatan di Kota Tua. Hal ini membuat para komunitas lokal rawan disterilisasi dari kawasan ini karena lokasi dan kegiatan mereka terkait Perda No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Seluruh komunitas lokal yang berada di kawasan ini membutuhkan status yang lebih jelas agar dapat terus berperan aktif dalam mengembangkan daya tarik wisatanya sehingga revitalisasi non-fisik di Kawasan Kota Tua ini lebih maksimal.

Selain itu, kurangnya manajemen penggunaan media sosial oleh komunitas lokal juga merupakan salah satu kendala yang dihadapi karena bila dikelola dengan baik, hal ini sebenarnya berpotensi untuk mengangkat citra komunitas lokal itu sendiri dan Kota Tua. Berdasarkan hasil observasi berbagai media sosial yang dimiliki komunitas, dapat disimpulkan bahwa seluruh komunitas lokal mempunyai media sosial tetapi penggunaannya belum maksimal dan terkesan enggan mengembangkannya.

Kendala lainnya adalah terjadinya fluktuasi kunjungan wisatawan ke Kota Tua karena terjadinya ketidakmenentuan jumlah kunjungan wisatawan ke kawasan ini. Fluktuasi ini dapat diidentifikasi dari suasana Taman Fatahillah dan sekitarnya. Puncak keramaian pengunjung yaitu pada akhir pekan dan hari libur nasional. Berbeda dengan kondisi tersebut, Kota Tua tidak dipadati pengunjung pada hari biasa.

Indikasi fluktuasi kunjungan wisatawan juga dapat diidentifikasi melalui jumlah kunjungan museum karena jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kota Tua secara keseluruhan atau di luar museum tidak dapat dihitung mengingat Kota Tua merupakan kawasan terbuka. Data mengenai jumlah kunjungan museum pada Januari-November 2015 dan dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa fluktuasi memang terjadi di Kota Tua. Puncak jumlah kunjungan berada pada Maret (150.128 orang) dan November (131.811 orang). Sedangkan tingkat terendahnya berada pada Juni (80.144 orang) dan Januari (99.389 orang). Fenomena ini unik karena Maret bukan merupakan masa liburan, sedangkan Juni yang berada di tingkat terendah justru merupakan masa liburan. Ini terjadi karena ada kecenderungan masyarakat Jabodetabek menghabiskan masa liburan di luar kota dan Kota Tua hanya dikunjungi pada hari biasa serta kunjungan sekolah. Hal ini berdampak pada pendapatan komunitas lokal yang tidak menentu.

Partisipasi komunitas lokal dalam pengembangan daya tarik wisata Kota Tua di Jakarta juga terkendala dinamika organisasi yang berujung

Tabel 1. Data Pengunjung Museum Kota Tua

Museum

Januari - Juni

Juli - November

Wisnus

Wisman

Wisnus

Wisman

Museum Sejarah Jakarta

213.269

3.378

240.983

4.849

Museum Wayang

132.695

10.486

131.907

7.923

Museum Seni Rupa dan Keramik

76.257

2.227

76.414

1.149

Museum Bahari

10.318

2.900

10.570

2.996

Museum Mandiri

74.391

1.131

41.919

638

Museum Bank Indonesia

121.964

2.209

92.817

1.875

Total

628.894

22.331

594.610

19.430

Sumber: Diolah dari Riadi (2015)

pada konflik internal. Konflik ini dapat membuat aktivitas perkumpulan menjadi labil dan berpotensi menimbulkan perpecahan komunitas. Selama ini, konflik yang terjadi diselesaikan bersama-sama oleh pihak ketiga yaitu Forum Tata Kelola Pariwisata Kota Tua (FTKPKT) yang merupakan sebuah kumpulan dari seluruh pemangku kepentingan di Kota Tua.

  • 5.    Dampak Partisipasi Komunitas Lokal

Partisipasi komunitas lokal dalam pengembangan daya tarik wisata Kota Tua di Jakarta yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya tentunya akan memberikan berbagai macam dampak. Artikel ini berhasil mengidentifikasi dampak-dampak tersebut yang dapat dibagi dalam dua jenis yaitu dampak positif dan dampak negatif.

Dampak Positif

Dampak positif dari partisipasi komunitas lokal dalam pengembangan daya tarik wisata Kota Tua di Jakarta adalah bertambahnya daya tarik wisata di kawasan ini, kian populernya Kota Tua di masyarakat umum, meningkatnya pendapatan para anggota komunitas lokal, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), menambah wawasan tentang Kota Tua bagi para komunitas lokal itu sendiri, terciptanya ruang baca publik di sekitar Taman Fatahillah, serta terpeliharanya lingkungan Kota Tua.

Bertambahnya daya tarik wisata Kota Tua merupakan dampak positif pertama yang tentu ada pasca kehadiran para komunitas lokal itu sendiri seperti yang telah dibahas pada 3.1. Hal tersebut turut membawa dampak positif lainnya yaitu kian populernya Kota Tua di masyarakat umum karena melalui program atau kegiatannya, komunitas secara langsung dan tidak langsung mengajak masyarakat untuk mengenali kawasan ini.

Kehadiran para komunitas lokal di kawasan ini juga telah membawa dampak bagi anggota komunitas mereka sendiri yaitu meningkatnya pendapatan para anggota komunitas lokal setelah mereka beraktivitas di

kawasan ini dengan kreativitasnya masing-masing. Selain itu, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) juga dirasakan oleh para komunitas karenamerekatelahdirencanakanolehparapemangkukepentinganlainuntuk diberikan pelatihan dan workshop. Menurut Hasibuan (2001), perencanaan SDM penting bagi setiap orang karena hal ini dapat menetapkan tujuan yang ingin dicapainya. Perencanaan SDM juga penting bagi kepentingan nasional karena kemajuan suatu negara terletak pada keunggulan SDMnya. Dengan berkegiatan di kawasan ini pula, para komunitas tersebut juga tertantang untuk mempelajari kawasan ini sehingga wawasan mereka tentang Kota Tua bertambah.

Partisipasi komunitas lokal dalam pengembangan daya tarik wisata Kota Tua di Jakarta dalam bentuk lain seperti yang telah diuraikan pada 3.3 juga membawa dampak positif seperti terciptanya ruang baca publik di sekitar Taman Fatahillah dan terpeliharanya lingkungan Kota Tua. Ruang baca publik yang didirikan di Kota Tua bernama Perpustakaan Kota Tua. Peran utama para komunitas lokal ini adalah menjadi pelaksana lapangan.

Selain itu, dampak terpeliharanya lingkungan Kota Tua karena partisipasi komunitas terjadi karena adanya kepedulian komunitas lokal dalam bentuk kerja bakti. Selain kerja bakti, komunitas lokal yang sehari-hari beraktivitas di Taman Fatahillah kerapkali memungut sampah dan membuang pada tempatnya karena tempat sampah mudah dijumpai. Sejak saat itu, kebersihan menjadi fokus bagi seluruh pemangku kepentingan yang berkegiatan di kawasan ini.

  • 5.2 Dampak Negatif

Dampak negatif partisipasi komunitas lokal dalam pengembangan daya tarik wisata Kota Tua di Jakarta adalah memudarnya citra Kota Tua sebagai kawasan heritage. Walaupun citra Kota Tua Jakarta lekat heritage tourism, terkadang kawasan bersejarah yang sudah berumur ratusan tahun ini dicitrakan sebagai kawasan dengan suasana mistis karena didorong oleh munculnya ‘manusia batu’ dengan karakter hantu sebagai dampak dari eksistensi Komunitas Manusia Batu (Kombat) di Taman Fatahillah.

UPK Kota Tua telah melakukan sterilisasi Taman Fatahillah dari ‘manusia batu’ berkarakter hantu tersebut. Namun mereka berpotensi untuk kembali apabila pengawasannya lengah. Kehadiran mereka dapat membekas di benak pengunjung bahwa Kota Tua merupakan kawasan menyeramkan dan dapat mematikan citra kawasan yang sarat heritage.

Dampak negatif lain yang ditimbulkan adalah munculnya kecemburuan sosial yang datang dari para pedagang kaki lima (PKL) yang disterilkan oleh UPK Kota Tua dari Taman Fatahillah. Para PKL merasa bahwa mereka juga pantas untuk berada di Taman Fatahillah dan merasakan manfaat ekonominya. Sebaliknya, pihak komunitas lokal juga mempermasalahkan

keberadaan PKL yang merajalela memenuhi seluruh penjuru Taman Fatahillah sehingga mempersempit ruang gerak wisatawan yang menyewa onthel dan berfoto dengan ‘manusia patung’.

Keberadaan PKL sebenarnya terhalang oleh Perda No. 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Keberadaan mereka juga tidak sesuai dengan citra Kota Tua yang sarat heritage, berbeda dengan komunitas-komunitas lokal yang beraktivitas di Taman Fatahillah dan kini telah menjadi salah satu daya tarik wisata di kawasan ini.

  • 6.    Simpulan dan Saran

Artikel ini telah menguraikan berbagai aspek sehubungan dengan partisipasi komunitas lokal dalam pengembangan daya tarik wisata Kota Tua di Jakarta yaitu bentuk-bentuk partisipasi komunitas lokal, faktor-faktor yang mempengaruhi, dan dampak-dampaknya. Bentuk-bentuk partisipasi komunitas lokal dalam pengembangan daya tarik wisata Kota Tua di Jakarta yaitu membuat atau menampilkan daya tarik wisata baru dan melestarikan daya tarik wisata yang telah ada. Selain itu, bentuk-bentuk partisipasi lainnya adalah kerja bakti, mendirikan dan menjaga perpustakaan Kota Tua, piket menjaga pos informasi pariwisata yang semuanya rutin dilakukan oleh para komunitas lokal pada akhir pekan, serta turut menyumbangkan ide bagi perkembangan Kota Tua Jakarta pada pertemuan-pertemuan baik formal maupun informal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi komunitas lokal dibagi menjadi dua yaitu faktor pendukung dan kendala-kendala. Faktor pendukungnya adalah adanya motivasi komunitas lokal dalam memperoleh manfaat ekonomi, keramaian pengunjung, adanya paket wisata dari biro perjalanan wisata yang turut mempromosikan Kota Tua, maraknya penggunaan media sosial di Indonesia, dan kerjasama antar komunitas. Selain itu, partisipasi komunitas lokal ini juga tidak terlepas dari adanya dukungan dari berbagai pemangku kepentingan. Setelah itu, kendala-kendala dalam partisipasi komunitas lokal ini adalah belum jelasnya status para komunitas lokal sehingga menghambat partisipasi mereka, kurangnya manajemen penggunaan media sosial oleh komunitas lokal yang sebenarnya berpotensi untuk mengangkat citra komunitas lokal itu sendiri dan Kawasan Kota Tua, terjadinya fluktuasi kunjungan wisatawan ke kawasan ini, dan sebuah dinamika organisasi yang berujung pada konflik internal yang terjadi di dalam komunitas lokal.

Dampak-dampak yang muncul dari partisipasi para komunitas lokal tersebut juga dibagi menjadi dua yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positifnya adalah bertambahnya daya tarik wisata di kawasan ini, kian populernya Kota Tua di masyarakat umum, meningkatnya pendapatan para anggota komunitas lokal, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia

(SDM), menambah wawasan tentang Kota Tua bagi para komunitas lokal itu sendiri, terciptanya ruang baca publik di sekitar Taman Fatahillah, serta terpeliharanya lingkungan Kota Tua. Sedangkan untuk dampak negatifnya adalah memudarnya citra Kota Tua sebagai kawasan heritage oleh ulah sekelompok oknum yang mencari nafkah tanpa memperhatikan karakteristik kawasan dan munculnya kecemburuan sosial antara komunitas lokal dengan pihak lain.

Berdasarkan simpulan yang telah dipaparkan, fenomena partisipasi komunitas lokal dalam pengembangan daya tarik wisata Kota Tua ini menunjukkan bahwa kehadiran mereka merupakan upaya untuk membangun pariwisata yang lebih bermanfaat serta membuka sebuah peluang masyarakat untuk bertumbuh karena adanya kegiatan pariwisata ini. Kehadiran mereka juga turut mengembangkan berbagai daya tarik wisata Kota Tua.

Maka dari itu, partisipasi komunitas lokal tersebut perlu lebih diperhatikan oleh pemangku kepentingan di kawasan ini terutama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kebersamaan dan kekompakan para pemangku kepentingan juga perlu dijaga. Selain itu, pihak komunitas lokal juga perlu berbenah dan merefleksikan diri agar berbagai kekurangan yang dihadapi menjadi lebih mudah untuk diatasi.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. selaku Ketua Program Studi Magister Kajian Pariwisata. Penulis juga tidak lupa berterima kasih kepada Dr. Ir. A.A.P. Agung Suryawan Wiranatha, M.Sc. sebagai Pembimbing I dan Dr. I Nyoman Sukma Arida, S.Si, M.Si. sebagai Pembimbing II yang telah membimbing penulis dari awal hingga akhir. Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada para sahabat yang telah memberi bantuan moril dan materiil agar artikel ini dapat diselesaikan.

Daftar Pustaka

Arida, Nyoman Sukma. 2016. Dinamika Ekowisata Tri Ning Tri di Bali. Denpasar: Pustaka Larasan.

Blackburn, Susan. 2011. Jakarta: Sejarah 400 Tahun. Depok: Masup Jakarta.

Dimyati, Edi. 2010. Panduan Sang Petualang: Wisata Kota Tua Jakarta. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hadiwijoyo, Suryo Sakti. 2012. Perencanaan Pariwisata Pedesaan Berbasis Masyarakat: Sebuah Pendekatan Konsep. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hasibuan, Malayu S.P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Heuken, Adolf. 2016. Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta. Jakarta: Yayasan Cipta

Loka Caraka.

Kompas. 26 Desember 2016. Berwisata Sudah Jadi Kebutuhan Penting, hlm. 1, 15.

Madiun, I Nyoman. 2010. Nusa Dua: Model Pengembangan Kawasan Wisata Modern. Denpasar: Udayana University Press.

Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Niemeijer, Hendrik E. 2012. Batavia: Masyarakat Kolonial Abad XVII. Depok: Masup Jakarta.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 2007. Perda No. 8 Tahun 2007 Tentang Ketertiban Umum. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 2014. Pergub No. 36 Tahun 2014 Tentang Rencana Induk Kawasan Kota Tua. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Putra, I Nyoman Darma. 2015. Pariwisata Berbasis Masyarakat Model Bali. Denpasar: Magister Kajian Pariwisata, Universitas Udayana.

Riadi, Dodi. 2015. Kerangka Pembangunan Destinasi Kota Tua Jakarta. Jakarta: DMO Kota Tua Jakarta.

Ruchiat, Rachmat. 2012. Asal Usul Nama Tempat di Jakarta. Depok: Masup Jakarta. Vermeulen, Johannes Theodorus. 2010. Tionghoa di Batavia dan Huru Hara 1740.

Depok: Komunitas Bambu

Tempo. 2015a. “Kota Tua Jakarta Tunggu Status Warisan Dunia”, sumber: https://m. tempo.co/read/news/2015/02/03/108639665/kota-tua-jakarta-tunggu-status-warisan-dunia

Tempo. 2015b. “’Manusia Batu’ Itu Pun Ikut Bersih-bersih”, sumber: https://metro. tempo.co/read/news/2015/05/17/083666839/manusia-batu-itu-pun-ikut-bersih-bersih

Tribunnews. 2016. “Di Musim Libur Lebaran, Pengunjung Kota Tua Membludak, Sehari Mencapai 13.454 Orang”, sumber:

http://wartakota.tribunnews.com/2016/07/09/di-musim-libur-lebaran-pengunjung-kota-tua-membludak-sehari-mencapai-13454-orang

Profil Penulis

Adrianus Waranei Muntu lahir di Jakarta, 19 Maret 1989. Menyelesaikan pendidikan S1 pada Program Studi Ilmu Sejarah di Universitas Indonesia tahun 2013. Kemudian melanjutkan studinya ke Program Studi Magister Kajian Pariwisata di Universitas Udayana tahun 2014. Aktif dalam berbagai kegiatan wisata sejarah di Jakarta dan merupakan salah satu pendiri komunitas pecinta sejarah dan budaya Indonesia yang bernama Klub Tempo Doeloe. Dapat dihubungi melalui surat elektronik [email protected].

Agung Suryawan Wiranatha memperoleh gelar Master di bidang Environmental Management dari Griffith University, Australia dan gelar Doktor di bidang Regional Planning dari University of Queensland, Australia. Menjadi dosen di Universitas

Udayana sejak tahun 1989. Saat ini sedang menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian Kebudayaan dan Kepariwisataan Universitas Udayana sejak tahun 2004, sebagai Sekretaris Program Studi Doktor (S3) Pariwisata Universitas Udayana sejak tahun 2010, dan sebagai Ketua Konsorsium Riset Pariwisata sejak tahun 2013. Banyak melakukan riset kebijakan dan perencanaan pembangunan kepariwisataan di Bali maupun di Indonesia. Dapat dihubungi melalui surat elektronik balitruly@yahoo. com.

I Nyoman Sukma Arida lahir di Negari, Gianyar, 10 Juli 1975. Kini mengajar di Program Studi S1 Destinasi Pariwisata, Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana. Jabatan yang disandang saat ini adalah Lektor. Menyelesaikan pendidikan S1 pada Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada tahun 2000. Kemudian melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Ilmu Lingkungan, Universitas Udayana, yang diselesaikan tahun 2008 dan pendidikan S3 pada Program Studi Pariwisata, Universitas Gadjah Mada, yang diselesaikan tahun 2015. Rajin membuat penelitian mengenai ekowisata dan desa wisata, serta melakukan pendampingan pemberdayaan desa wisata. Dapat dihubungi melalui [email protected].

188

JUMPA Volume 4 Nomor 2, Januari 2018