PENGEMBANGAN FESTIVAL CAP GO MEH SEBAGAI DAYA TARIK WISATA DI KABUPATEN KETAPANG, KALIMANTAN BARAT

Elen Giantino

Universitas Udayana

Email: [email protected]

I Nyoman Wardi

Universitas Udayana Email: [email protected]

Gde Indra Bhaskara

Universitas Udayana

Email: [email protected]

ABSTRACT

Cap Go Meh Festival is one of the annual cultural festival in Ketapang City, West Borneo. Cap Go Meh is the 15th (fifteenth) day after the Lunar New Year which is the peak of the ethnic Chinese New Year celebration. The organization of Cap Go Meh Festival in Ketapang City has so far become a part of annual agenda as well as Gawai Adat Dayak and Pekan Kebudayaan Melayu. Various attractions in Cap Go Meh Festival that are also displayed are Dragon atrractions, Barongsai attractions, Tatung attractions, float parades, torch parades and lantern parades. The Tatung attraction has its own value in Cap Go Meh Festival because it displays attractions that are the result of cultural acculturation between Chinese and Dayaknese. Cap Go Meh Festival in Ketapang City is one of potentials of regional cultural tourism. The right regional cultural tourism development strategy is needed to develop Cap Go Meh Festival as one of the leading tourist attractions in Ketapang City, considering that Ketapang deserves to be an optional cultural destination in West Borneo Province. The application of the right tourist attraction development strategy can have a positive impact on foreign tourist interest, plus Ketapang City is a coastal city that has potentital for supporting tourism such as nature tourism and marine tourism.

Keywords: Cap Go Meh Festival; development strategy; cultural tourism.

Pendahuluan

Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki banyak potensi di bidang pariwisata. Potensi tersebut cukup beragam, mulai dari potensi fisik berupa struktur alam, pantai, perbukitan, hutan dan air terjun. Selain potensi fisik, Provinsi Kalimantan Barat juga memiliki potensi non fisik, yakni potensi budaya yang terbangun dari proses perpaduan dari adanya sistem nilai dan pandangan-pandangan hidup masyarakat sekitarnya. Pengertian potensi wisata menurut Sukardi (1998 : 67) adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh suatu daerah untuk daya tarik wisata dan berguna untuk mengembangkan industri pariwisata di suatu daerah. Potensi wisata tersebut dibagi menjadi tiga yaitu potensi wisata alam, potensi wisata kebudayaan dan potensi wisata buatan manusia. Dari ketiga potensi wisata tersebut, potensi wisata kebudayaan merupakan potensi wisata unggulan di Provinsi Kalimantan Barat karena diferensiasi etnis yang bervarian. Salah satu potensi wisata yang dimiliki dan sudah dikomodifikasi menjadi festival budaya tahunan yakni Festival Cap Go Meh yang berada di Kota Ketapang, Kalimantan Barat.

Penyelenggaraan Festival Cap Go Meh di Kota Ketapang turut melibatkan Kelenteng, Vihara dan Yayasan Tionghoa. Mendekati penyelenggaraan Festival Cap Go Meh, masing-masing Kelenteng, Vihara dan Yayasan Tionghoa akan menurunkan atraksi Naga dan Barongsai yang nantinya akan dipertunjukkan bersamaan di jalan pada saat dan waktu yang telah ditentukan. Kelenteng dan Yayasan Tionghoa di sini memiliki peran yang sangat penting dalam penyelenggaraan Festival Cap Go Meh. Kelenteng yang menjadi pusat penyelenggaran Festival Cap Go Meh di Kota Ketapang adalah Kelenteng Tua Pek Kong yang sudah berdiri sejak Tahun 1970an sedangkan Yayasan Tionghoa merupakan bagian yang tidak terlepaskan dari Kelenteng Tua Pek Kong karena sebagian besar beranggotakan orang-orang yang ada di balik kepenggurusan Kelenteng Tua Pek Kong. Vihara yang turut berpartisipasi dalam penyelenggaran Festival Cap Go Meh di Kota Ketapang adalah Vihara Sila Maitreya yang juga turut meramaikan acara dengan menurukan atraksi Naga, Barongsai,

pawai lampion, pawai kendaraan hias hingga bazaar kuliner. Pawai Festival Cap Go Meh ini tidak hanya diikuti oleh Etnis Tionghoa saja tetapi juga diikuti oleh Etnis Dayak dan Etnis Melayu. Selain sebagai khazanah budaya, tentunya Festival Cap Go Meh juga dapat menjadi event yang produktif bagi peningkatan kunjungan wisatawan ke Kota Ketapang.

Sejatinya Festival Cap Go Meh merupakan bagian dari tradisi turun-temurun Etnis Tionghoa yang diselenggarakan setiap satu tahun sekali sebagai bagian dari acara puncak sekaligus penutupan Tahun Baru Imlek. Festival Cap Go Meh merupakan salah satu atraksi pariwisata budaya yang memegang kendali daya tarik wisata di Kota Ketapang. Perayaan Cap Go Meh sendiri diadakan secara meriah pada beberapa daerah saja, oleh karena itu perayaan Festival Cap Go Meh secara faktual dapat meningkatkan kunjungan wisatawan di Kabupaten Ketapang. Pada saat puncak acara Festival Cap Go Meh berlangsung, beragam pawai meriah akan diturunkan yaitu atraksi Naga, Barongsai, pawai lampion, pawai kendaraan hias beserta pawai perwujudan dewa-dewi. Atraksi yang memiliki daya tarik tersendiri dalam Festival Cap Go Meh ini adalah atraksi Tatung. Tatung merupakan atraksi yang paling menarik antusiasme pengunjung pada pagi hari sebelum malam puncak perayaan Festival Cap Go Meh berlangsung.

Penerapan strategi pengembangan daya tarik wisata merupakan langkah yang sangat penting dilakukan oleh pemerintah daerah mengingat Kabupaten Ketapang telah menjadikan Festival Cap Go Meh sebagai festival budaya tahunan dalam sektor pariwisata. Belum ada upaya khusus dari pemerintah untuk mengembangkan Festival Cap Go Meh sebagai citra pariwisata unggulan agar terus berkembang dan terus menarik kunjungan wisatawan hingga memberikan dampak yang positif bagi masyarakat lokal dan pengembangan pariwisata Kabupaten Ketapang. Festival Cap Go Meh dapat dijadikan sebagai salah satu daya tarik wisata yang berpotensi meningkatkan kunjungan wisatawan setiap tahunnya, namun masalah muncul ketika Kabupaten Ketapang mendeklarasikan pariwisata sebagai salah satu sektor unggulan

tetapi tidak diimbangi dengan kreativitas dalam penyelenggaraan festival walaupun telah didukung dengan sarana dan prasarana yang sudah cukup memadai. Hal ini dapat dilihat dari tingkat kunjungan wisatawan dari tahun ke tahun yang monoton dan pasar wisatawan yang masih bertaraf lokal saja. Strategi pengembangan Festival Cap Go Meh sebagai daya tarik wisata budaya daerah tentunya akan memberikan manfaat positif, terutama bagi pengembangan sektor pariwisata budaya tionghoa di Kabupaten Ketapang.

Tinjauan Pustaka

Konsep yang digunakan adalah konsep pariwisata budaya dan konsep pengembangan destinasi wisata. Menurut (Sunaryo, 2013) bahwa kerangka pengembangan destinasi pariwisata harus mencakup komponen-komponen utama yaitu Objek dan Daya Tarik (Attractions), Aksesibilitas (Accessibility), Amenitas (Amenities), Kelembagaan (Institutions), dan Kelembagaan (Institutions).

Teori yang digunakan adalah teori Tourism Area Life Cycle (TALC). Teori Tourism Area Life Cycle (TALC) diperkenalkan oleh Butler pada tahun 1980. Teori ini digunakan untuk mengetahui posisi Festival Cap Go Meh di Kota Ketapang berada di tahap manakah, untuk selanjutnya digunakan untuk merumuskan strategi perencanaan pengembangan Festival Cap Go Meh sebagai daya tarik wisata di Kota Ketapang.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Teknik analisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, dan Threats). Data kualitatif dalam penelitian ini terkait gambaran umum Festival Cap Go Meh dan potensi – potensi pariwisata yang terdapat di Kota Ketapang. Data Kuantitatif dalam penelitian ini berupa data jumlah penduduk dan kunjungan wisatawan di Kabupaten Ketapang. Sumber data dibagi menjadi dua yaitu sumber data primer meliputi hasil data observasi, wawancara dengan informan, sedangkan sumber data sekunder

adalah data-data yang didapat dari hasil pengumpulan dan pengolahan data dari sumber kedua (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Ketapang dan Panitia Festival Cap Go Meh), media internet, foto, serta beberapa catatan selama melakukan penelitian dan data pendukung dari media terkait.

Posisi Festival Cap Go Meh Dalam Siklus Hidup Pariwisata (TALC)

Perkembangan Festival Cap Go Meh di Kabupaten Ketapang telah ada sejak tahun 1998, pada saat era kepemimpinan Gus Dur. Tourism Area Life Cycle (TALC) merupakan alat analisis untuk mengetahui potensi Festival Cap Go Meh. Analisis Tourism Area Life Cycle (TALC) didasarkan pada tujuh tahapan dalam pembangunan wisata yaitu exploration (penemuan), involvement (keterlibatan), development (perkembangan), consolidation (konsolidasi), stagnation (kestabilan), decline (penurunan kualitas), dan rejuvenation (kelahiran baru) (Butler, 1980 dalam Pitana & Diarta, 2009).

Festival Cap Go Meh merupakan festival budaya tahunan yang sudah menjadi bagian dari rangkaian acara yang dilakukan pada saat menyambut Tahun Baru Imlek. Perayaan Tahun Baru Imlek ini berlangsung selama 15 (lima belas) hari, terhitung dari hari pertama hingga hari ke-15 (lima belas) saat malam puncak Festival Cap Go Meh ini berlangsung. Rangkaian acara diadadakan pada hari ke-15 (lima belas) ini, mulai dari atraksi Naga, Barongsai, pawai Tatung, pawai kendaraan hias, pawai lampion hingga festival kuliner juga turut dipusatkan pada hari terakhir yang merupakan puncak dari perayaan Tahun Baru Imlek. Keseluruhan pawai yang diturunkan di jalan juga telah memiliki rute yang akan dilalui dari awal hingga pawai dari festival ini berakhir.

Tabel 1. TALC dalam Festival Cap Go Meh

Tahap

Ciri – Ciri                 Hasil Observasi

Sesuai    Tidak

Sesuai

1. Tahap exploration (eksplorasi)

  • •  Suatu tempat sebagai potensi           

wisata baru ditemukan oleh wisatawan.

  • •  Lokasinya sulit dicapai namun

diminati oleh sejumlah kecil             

wisatawan yang justru menjadi minat karena belum ramai dikunjungi.

  • •  Wisatawan tertarik pada daerah

yang belum tercemar dan sepi.         

2. Tahap Involvement (keterlibatan)

  • •  Adanya kontrol dari masyarakat       

lokal.

  • •  Peningkatan jumlah kunjungan        

wisatawan.

  • •  Suatu daerah menjadi suatu

destinasi wisata ditandai oleh adanya promosi.

  • •  Adanya inisiatif dari masyarakat

lokal untuk membangun

daerahnya.

3. Tahap Development (pembangunan)

  • •  Investasi dari luar mulai masuk.                    

  • •  Daerah semakin terbuka secara                    

fisik.

  • •  Fasilitas lokal sudah tersisih atau

digantikan oleh fasilitas standar                     

internasional.

  • •  Atraksi buatan sudah mulai

dikembangkan untuk

menambahkan atraksi yang asli alami.

4. Tahap Consolidation (konsolidasi)

•  Daerah dan dominasi ekonomi ini                 

dipegang oleh jaringan internasional.

JUMPA Volume 9, Nomor 2, Januari 2023    749

  • •  Jumlah kunjungan wisatawan

masih naik tetapi dalam tingkat                   

yang lebih rendah.

  • •  Fasilitas lama sudah mulai

ditinggalkan.                                      

5. Tahap Stagnation (stagnasi)

  • •  Wisatawan sudah mulai beralih ke                

destinasi wisata baru dan pesaing yang ditinggal hanya “sia-sia”.

  • •  Banyak fasilitas pariwisata sudah

berlatih dan dialihkan fungsinya                   

untuk kegiatan non-pariwisata, sehingga destinasi semakin tidak menarik bagi wisatawan.

  • •  Destinasi bisa berkembang

menjadi destinasi kelas rendah atau sama sekali secara total                        

kehilangan diri sebagai destinasi wisata.

6. Tahap Decline (penuruan)

  • •  Perubahan secara dramatis bisa                    

terjadi (sebagai hasil usaha dari berbagai pihak) menuju perbaikan atau peremajaan.

  • •  Adanya inovasi dalam

pengembangan produk baru dalam menggali atau                            

memanfaatkan sumber daya alam dan budaya yang sebelumnya dimanfaatkan.

Sumber : Hasil analisis (2021)

Kesimpulan data di atas memperkuat bahwa posisi Festival Cap Go Meh di Kota Ketapang saat ini berada di dalam tahap involvement (keterlibatan) di mana syarat suatu daerah layak menjadi destinasi apabila sudah memiliki kontrol dari masyarakat lokal, sudah adanya peningkatan kunjungan wisatawan, sudah adanya promosi, hingga sudah adanya inisiatif dari warga lokal untuk membangun daerahnya. Hasil penelitian menunjukkan masyarakat lokal memiliki peran penting dalam

penyelenggaran Festival Cap Go Meh dimana masyarakat Ketapang merupakan pelaku utama baik dari panitia hingga orang-orang yang terlibat langsung di dalam

Festival Cap Go Meh.

Strategi pengembangan Festival Cap Go Meh sebagai daya tarik wisata di Kota Ketapang

Hasil analisis terhadap faktor internal dan faktor eksternal terkait dengan pengembangan Festival Cap Go Meh sebagai daya tarik wisata di Kota Ketapang, diperoleh beberapa faktor kelebihan dan kelemahan terhadap Festival Cap Go Meh

yang akan disajikan dalam tabel 2.

Tabel 2. SWOT dalam Festival Cap Go Meh

IFAS

EFAS

Kekuatan (Streghts)

  • •  Memiliki      atraksi

Tatung dalam Festival Cap Go Meh

  • •  Festival Cap Go Meh

merupakan   festival

tahunan

  • •  Memiliki opsi wisata

alam   dan   wisata

bahari

  • •  Toleransi        dan

partisipasi masyarakat Kabupaten Ketapang

  • •  Fasilitas  pendukung

daya tarik wisata

Kelemahan (Weakness)

  • •  Pengemasan Festival

Cap Go Meh kurang menarik

  • •  Kurangnya  inovasi

dalam penyelenggaraa Festival Cap Go Meh

  •    Aksesibilitas

  • •  Rendahnya sumber

daya  manusia  di

bidang pariwisata

  •    Kurangnya kerjasama stakeholders

Peluang (Opportunities)

  • •  Kota      Ketapang

sebagai     destinasi

opsional Festival Cap Go Meh

  • •  Kota      Ketapang

sebagai     destinasi

Strategi (S-O)

  •    Melibatkan masyarakat lokal yang multi  etnis  dalam

Festival Cap Go Meh.

  • •  Memasukkan Festival

Cap Go Meh kedalam kalender    ataupun

Strategi (W-O)

  • •  Mengemas  Festival

Cap Go Meh dalam bentuk yang lebih menarik

  •    Melakukan perbaikan khususnya    pada

wisata  di  Provinsi

Kalimantan Barat

  • •  Kerjasama   dengan

stakeholders    dalam

bidang pariwisata

  • •  Kemajuan teknologi

informasi mempermudah promosi wisata.

agenda    pariwisata

daerah

Melakukan penyebaran informasi dan promosi melalui media online

jalan-jalan     yang

rusak di jalur menuju jalan          Trans

Kalimantan

  • •  Mengikuti pelatihan

  • •  Mengikuti      expo

untuk

mempromosikan pariwisata daerah

Ancaman (Threats)

  • •  Masuknya   budaya

luar   yang   dapat

mengikis    budaya

lokal

  • •  Isu kulturalisme

Strategi (S-T)

  • •  Menjadikan  Festival

Cap Go Meh sebagai daya   tarik   wisata

budaya di Kabupaten Ketapang

  • •  Menjaga komunikasi

yang  b  aik  antar

masyarakat     agar

tercipta kondisi yang kondusif

Strategi (W-T)

•  Mengemas  Festival

Cap Go Meh sebagai festival      budaya

Tionghoa di Provinsi Kalimantan   Barat

yang    melibatkan

Etnis  Dayak  dan

Etnis   Melayu   di

dalamnya.

Sumber : Hasil analisis (2021)

Dapat dilihat pada Tabel 4, matrik SWOT bahwa pengembangan Festival Cap Go Meh berada pada posisi SO (Strength-Opportunity). Terkait dengan teori Rangkuti (2013:83) bahwa menciptakan strategi untuk memanfaatkan peluang yang ada, sehingga akan memberikan dampak positif terhadap pengembangan Festival Cap Go Meh di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, kekuatan Festival Cap Go Meh merupakan potensi yang dapat berkembang serta terdapat berbagai peluang dalam pengembangannya. Strategi SO (StrengthOpportunity) merupakan strategi yang dapat diterapkan melihat dari kekuatan dan

juga peluang dari Festival Cap Go Meh, berikut adalah strategi pengembangan Festival Cap Go Meh Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.

Strategi SO (Strenght - Opportunity)

Strategi ini dibuat berdasarkan kekuatan untuk mendapatkan manfaat dari peluang sebesar-besarnya. Adapun strategi yang dihasilkan pada matriks strategi SO, yaitu melibatkan masyarakat lokal yang multi-etnis ke dalam Festival Cap Go Meh (S1, S4, O1) memasukkan Festival Cap Go Meh ke dalam kalender ataupun agenda wisata daerah (S2, S3, O2) dan melakukan penyebaran informasi serta promosi media online (S3, S5, O4).

Strategi ST (StrenghtsThreats)

Strategi ini menggunakan kekuataan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang. Adapun strategi yang dihasilkan pada matriks strategi ST, yaitu Menjadikan Festival Cap Go Meh sebagai daya tarik wisata budaya di Kabupaten Ketapang (S1, S2, S3, S5, T1) dan menjaga komunikasi yang baik antar masyarakat agar tercipta kondisi yang kondusif (S4, T2).

Strategi WO (WeaknessesOpportunities)

Fokus dari strategi ini adalah menyelesaikan permasalahan di bagian internail yakni kelemahan, sehingga dapat menggunakan peluang yang ada. Beradasarkan matriks startegi WO, maka strategi yang dapat dilakukan diantaranya yaitu Mengemas Festival Cap Go Meh dalam bentuk yang lebih menarik (W1, O1), melakukan inovasi dalam penyelenggaraan Festival Cap Go Meh (W2, O2), melakukan perbaikan khusunya pada jalan-jalan yang rusak di jalur menuju jalan Trans Kalimantan (W3, O1, O2), mengikuti pelatihan khususnya bagi pelaku-pelaku wisata yang terlibat dalam Festival Cap Go Meh (W4, O3, O4) dan mengikuti expo untuk mempromosikan pariwisata daerah (W2, W5, O4).

Strategi WT (WeaknessesThreats)

Strategi ini diperoleh dengan menggabungkan faktor kelemahan (weaknesses) dengan ancaman (threats). Strategi ini diterapkan pada kegiatan yang bersifatdefensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman yang ada. Berdasarkan matriks startegi ST maka strategi yang dapat dilakukan adalah Mengemas Festival Cap Go Meh sebagai festival budaya Tionghoa di Provinsi Kalimantan Barat yang melibatkan Etnis Dayak dan Etnis Melayu di dalamnya.

Simpulan dan Saran

Pengembangan Festival Cap Go Meh sebagai daya tarik wisata budaya di Kota Ketapang berpeluang menjadi salah satu destinasi festival budaya di Provinsi Kalimantan Barat. Terdapat beragam atraksi di dalam festival dan faktor pendukung lain seperti wisata alam dan bahari. Potensi yang dimiliki oleh Festival Cap Go Meh agar dapat dikembangkan sebagai daya Tarik wisata di Kabupaten Ketapang dengan cara mengkolaborasikan beragam atraksi yang ada di dalamnya baik itu atraksi Naga, Barongsai, Tatung, beragam pawai yang diikutsertakan hingga bazar kuliner ke dalam sebuah rundown acara agar lebih terorganisir dan terfokus.

Berdasarkan analisis posisi Festival Cap Go Meh di Kota Ketapang saat ini berada di dalam tahap involvement (keterlibatan) di mana syarat suatu daerah layak menjadi destinasi apabila sudah memiliki kontrol dari masyarakat lokal, sudah adanya peningkatan kunjungan wisatawan, sudah adanya promosi, hingga sudah adanya inisiatif dari warga lokal untuk membangun daerahnya. Dengan mengetahui posisi Festival Cap Go Meh maka para stakeholders memiliki suatu pedoman sehingga dapat menentukan sejauh mana keterlibatan yang harus mereka lakukan pada pengembangan Festival Cap Go Meh dengan kearifan lokalnya. Terkait dengan analisis SWOT terhadap strategi pengembangan Festival Cap Go Meh di Kabupaten Ketapang maka perlu dilakukan penyusunan strategi pengembangan Festival Cap Go Meh yang tepat dengan cara mengemas Festival Cap Go Meh agar ditampilkan dengan lebih

menarik lagi setiap tahunnya. Tujuan dari pengemasan yang menarik adalah agar Festival Cap Go Meh lebih tertata, tidak terkesan monoton sehingga dapat menarik kunjungan wisatawan.

Saran untuk Pemerintah adalah pengembangan pariwisata melalui dana, pelatihan sumber daya manusia, pendampingan masyarakat dalam pengembangan pariwisata, meningkatkan promosi daya tarik wisata Kabupaten Ketapang, peningkatan kerja sama dengan seluruh stakeholders, sehingga dapat mewujudkan fasilitas wisata guna memenuhi kebutuhan wisatawan. Kemudian bagi pihak swasta, Yayasan Tri Dharma diharapkan dapat berinteraksi dengan pihak sponsor dan melanjutkan kerjasamanya dengan masyarakat masyarakat di sekitar Kelenteng Tua Pek Kong khususnya masyarakat di sepanjang Jalan Merdeka Ketapang. Bagi masyarakat diharapkan aktif mengikuti pelatihan yang diselenggarakan berbagai pihak untuk menambah pengetahuan mengenai dunia pariwisata dan bagi peneliti selanjutnya diharapkan meneliti mengenai strategi pemasaran Festival Cap Go Meh.

Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Drs. I Nyoman Wardi, M.si. selaku pembimbing I yang telah memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan tulisan ini. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Gde Indra Bhaskara, M.Sc., Ph.D sebagai pembimbing II yang dengan penuh kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A. yang telah menjadi pembimbing I sebelumnya. Selanjunya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tulisan ini, khususnya pihak-pihak yang telah terlibat langsung dalam wawancara peneliti.

Daftar Pustaka

Akdon, Ridwan. 2007. Rumus dan Data Analisis Statistika. Bandung : Alfabeta.

Ali Hasan, S.E., M.M. 2015. Tourism Marketing, Center for Academic Publishing Service.

Ardi Nuansya. 2017. Daya Tarik Wisata Budaya Festival Cian Cui di Kota Selat Panjang Provinsi Riau. Tesis. Pekanbaru : Universitas Riau.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2019. Kondisi Jalan Kabupaten Ketapang.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2019. Kabupaten Ketapang Dalam Angka 2017.

Chiaravalle, Schenk. 2007. Branding for Dummies. Canada : Wiley Publishing Inc.

Christine. 2015. 5000 Tahun Ensiklopedia Tionghoa 1. Jakarta : St. Dominic Publishing.

Cooper et.al. 1993. Tourism, Principles & Practice. England. Longman Group Limited.

Damanik, Janianton.2013. Pariwisata Indonesia (Antara Peluang dan Tantangan).

Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Dinas Pemberdayaan Masyarakat. 2019. Jumlah Kecamatan di Ketapang.

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Ketapang.2019. Jumlah Ketenagakerjaaan berdasarkan Tingkat Pendidikan

Fallasi. 1987. Festival : Definition and Morphology. In : Fallasi, A., Ed., Time Out of Time. Univeristy of New Mexico Press, Albuquereque (1-10).

Friyadi. 2015. Pengembangan Pariwisata Berbasis Budaya – Studi Kasus Atraksi Budaya Festival Meriam Karbit Kota Pontianak. Tesis. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

G. Richards, Maria. 2022. Festival Cities and Tourism : Challenges and Prospects. Journal of Policy Research in Tourism, Leisure and Events.

Hadinoto, Kusudianto. 1996. Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata. Jakarta : UI Press.

Hariwijaya. 2007. In-Depth Interview. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Iatazaz Hussain. 2012. Impacts of Cultural Events on Tourism in Finland. Tesis. Kokkola : Centria University of Applied Sciences.

Jackques Derrida. 2003. Of Gramathologydalam Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika : Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna. Yogyakarta : Jalasutra.

Jimada Abdulkadir. 2018. Contribution of Cultural Festivals to Event Tourism Development in Kwara State, Nigeria. Tesis. Nairobi : Kenyatta University.

Jiunkpe. 1998. Time out of Time. Essay on the Festival Falasi : Indonesia Kamus Besar Bahasa Mandarin. Jakarta : PT. Gramedia.

Kalbar.antaranews.com. 2019. DAD Kapuas Hulu Meriahkan Pekan Gawai Dayak Kalbar.       https://kalbar.antaranews.com/berita/382840/dad-kapuas-hulu-

meriahkan-pekan-gawai-dayak-kalbar.Diakses 10/07/2019.

Katika, Rinita Yulia. 2019. Pengembangan Potensi Budaya Lokal menjadi Atraksi Wisata (Studi Kasus Ritual Saparan Kalibuko di Kulon Progo. Tesis. Bantul : Institut Seni Indonesia.

Kotler, Philip.2006. Manajemen Pemasaran, Edisi Pertama Indonesia : PT. Indeks Kelompok Indonesia.

Kristiningrum, Nur Dwi. 2014. Heritage Tourism and Creative Tourism : Eksistensi Pasar Seni (Central Market) di Malaysia sebagai salah satu pasar bersejarah. Jurnal Hubungan Internasional. No.1.

Kusumastuti, Retno Dyah. 2017. Dieng Culture Festival: Media Komunikasi Budaya Mendongkrak Pariwisata Daerah. Tesis. Surabaya: Universitas Dr. Soetomo.

Mukhlis Paeni, 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia ; Religi dan Falsafah. Bandung : Rajawali Pers.

Muta’ali., Lutfi. 2015. Teknik Analisis Regional untuk Perencanaan Wilayah Tata Ruang dan Lingkungan. Yogyakarta : Badan Penerbit Fakultas Geografi (BPFG).

Nasution. 2007. Metode Research (Penelitian Ilmiah) Pei Ki. 1997. Origin of Chinese Festivals. Asal Muasal Festival China. Jakarta : Gramedia.

Pendit, Nyoman S. 1994. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar. Jakarta : Perdana.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPARNAS) Pasal 14 ayat 1.

Pitana, I. G., & Gayatri, P. G. 2005. Sosiologi Pariwisata: Kajian Sosiologis terhadap Struktur, Sistem, dan Dampak-dampak Pariwisata. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Pontianaktribunnews. 2019. Festival Seni Budaya Melayu 2019 Rsemi Digelar. https://pontianak.tribunnews.com/2019/09/29/festival-seni-budaya-melayu-2019-resmi-digelar. Diakses 09 /05 /2020.

Purmintasari, Dewi Yulita., Yulita, Hera. 2017. Tatung : Perekat Budaya di Singkawang. Jurnal Socia. Vol.14, No.01, pp 1-7.

Rangkuti, Freddy. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Putaka Utama.

Siti Munawaroh, dkk. 2000. Peranan Kebudayaan Daerah dalam Perwuju dan Masyarakat Industri Pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Proek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-Nilai Budaya Pusat Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.

Sugiyarto, S., Amaruli, R.J. 2018. Pengembangan Pariwisata Berbasis Budaya dan Kearifan Lokal. Jurnal Administrasi Bisnis. Vol.07, No.01, pp 45-52.doi:

10.14710/jab.v7i1.22609.

Sugiyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : ALFABETA.

Sunaryo. 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata Konsep dan aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta : Gava Media.

Sutrisno, Mudji dan Pranoto, Hendra. 2015. Teori-Teori Kebudayaan.Yogyakarta: PT. Kanisius.

Suwantoro, Gamal. 1997. Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta : Andi Offset.

Timotius, D., Nyaupane, G. 2009. Warisan Pariwisata di Negara Berkembang : Refleksi dan Konsekuensi. Dalam Warisan Budaya dan Pariwisata di Dunia Berkembang: Sebuah Perspektif Daerah. pp. 246-251.

Yoeti, Oka. 2008. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta : Pradnya Paramita. Yogyakarta.

Zulfajri, T. 2019. Pengembangan Festival Sebagai Daya Tarik Pariwisata (Studi Kasus Pada Pekan Kebudayaan Aceh). Tesis. Yogyakarta: ISI.

Profil Penulis

Elen Giantino adalah mahasiswa Magister Pariwisata di Universitas Udayana Denpasar. Menyelesaikan program Diploma IV di Sekolah Tinggi Pariwisata Bali Internasional dalam bidang manajemen pariwisata.

Dr. Drs. I Nyoman Wardi, M.Si. adalah dosen aktif di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana, Bali. Beliau juga merupakan seorang peneliti di bidang lingkungan hidup, sosial dan budaya di Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Udayana. Program pendidikan yang sudah ditempuh yaitu Sarjana (S1) di Universitas Udayana, Sarjana (S2) di Universitas Gadjah Mada dan Sarjana (S3) di Universitas Udayana.

Gde Indra Bhaskara, M.Sc., Ph.D adalah dosen Prodi Magister Pariwisata. Beliau aktif mengajar sebagai dosen pariwisata dan bertanggung jawab sebagai redaktur pelaksana untuk JUMPA di Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Beliau menempuh pendidikan di Inggris. Program pendidikan yang sudah ditempuh yaitu (Msc) Heritage Tourism Management dan Gelar (PhD) di Bournemouth University dengan tesis yang terfokus pada peran masyarakat lokal di desa wisata.

JUMPA Volume 9, Nomor 2, Januari 2023

759