STRATEGI PENGEMBANGAN TUNJUNGAN SEBAGAI DESTINASI MILENIAL
on
STRATEGI PENGEMBANGAN TUNJUNGAN SEBAGAI DESTINASI MILENIAL
Vredy Agus Prasetio
Mahasiswa Program Studi Pariwisata, Universitas Ciputra Surabaya E-mail: [email protected]
I Dewa Gde Satrya
Dosen Program Studi Pariwisata, Universitas Ciputra Surabaya E-mail: [email protected]
I Nyoman Sudiarta
Dosen Program Studi Industri Perjalanan Pariwisata, Universitas Udayana E-mail: [email protected]
ABSTRACT
This study aims to analyze the development strategy of Jalan Tunjungan, Surabaya City, as a millennial tourist destination. This research method was carried out with a descriptive qualitative approach, data collection methods through interviews and observations. The results of this study are the government has developed and collaborated with the private sector, the community, and business actors for tourism development on Jalan Tunjungan. The development was carried out by, first, rearranging, revitalizing, and repairing the existing corridors in the Jalan Tunjungan area to make it look neat. Second, the creation of Tunjungan Romansa branding to attract millennial tourists. Third, many contemporary food and beverage businesses have been established in Tunjungan with Alfresco Dining’s concept. Fourth, make art, cultural and historical events, such as Mlaku-Mlaku Nang Tunjungan and the tearing of the flag at Hotel Majapahit which is held every year. At every point along Jalan Tunjungan there is a space for artists to express their works of art. The conclusion of this study is Jalan Tunjungan area is suitable as a millennial tourist destination because it integrates modernity and heritage.
Keywords: tourism development strategy; heritage tourism; millennials tourist.
Pendahuluan
Pengembangan pariwisata merupakan suatu konstruksi yang memiliki aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan dapat memberikan pengaruh positif atau negatif terhadap sikap dan persepsi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata suatu destinasi (Algassim et al., 2022). Dalam pengembangan pariwisata diharapkan mampu menghasilkan pendapatan untuk peningkatkan ekonomi, sosial, dan budaya dalam suatu daerah maupun negara, karena industri pariwisata dapat dihasilkan dari berbagai macam bentuk dimensi dari rangkaian proses pembangunan yang berkelanjutan.
Pariwisata Indonesia membutuhkan konsep pariwisata berkelanjutan yang sesuai dengan perencanaan dan pengembangan pariwisata Indonesia. Tujuannya untuk menekankan dalam kesejahteraan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat, menggunakan konsep ini tercermin pada definisi pariwisata berkelanjutan menjadi aktivitas yang sepenuhnya mempertimbangkan pengaruh ekonomi, sosial, dan lingkungan saat ini hingga masa depan, dan dalam hal yang sama untuk memenuhi kebutuhan wisatawan, industri, dan tuan rumah (Lemy et al., 2019).
Kota Surabaya merupakan salah satu kota di Indonesia yang memiliki warisan sejarah dan budaya yang masih aktif dan dilestarikan hingga saat ini. Salah satu peninggalan tempat sejarah yaitu kawasan Jalan Tunjungan. Kawasan Jalan Tunjungan merupakan kawasan yang terbilang sangat kental dengan sejarahnya. Di sepanjang jalan tersebut telah memiliki kisah yang menceritakan tentang perkembangan kota yang ditumpahkan dalam bangunan-bangunan kolonial yang masih terawat. Dan sepanjang jalan Tunjungan, nuansa arsitektur era kolonial masih kental dengan nuansa Hindia Belanda, serta penataan bangunan yang tertata rapi dan menarik.
Pemerintah kota Surabaya telah melakukan berbagai cara dalam mengembangkan atau pelestarian hingga menjadikan Jalan Tunjungan sebagai tempat wisata bagi masyarakat domestik maupun non-domestik. Upaya pemerintah
Kota Surabaya bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Surabaya dalam pengembangan Jalan Tunjungan untuk meningkatkan kawasan jalan Tunjungan melalui beberapa revitalisasi infrastruktur dan beberapa aktivitas acara yang di selenggarakan oleh Pemerintah kota Surabaya, seperti Mlaku-Mlaku nang Tunjungan, Tunjungan Romansa, Festival Cross Culture, Parade Bunga, dan acara Perobekan Bendera di Hotel Majapahit. Beberapa upaya Pemerintah Kota Surabaya dalam Pengembangan Jalan Tunjungan sebagai destinasi wisata, salah satunya dengan mengadakan beberapa festival yang telah diadakan oleh pemerintah Kota Surabaya. Dengan menyelenggarakan festival telah memberikan kontribusi yang berarti bagi ekonomi dan kemajuan budaya di seluruh dunia dan dilakukan secara tahunan dapat menarik wisatawan dan membuat citra budaya di kota tuan rumah menjadi lebih baik dengan menyelenggarakan festival. Penyelenggaraan festival diadakan karena memiliki peluang dalam ekonomi dan pariwisata lebih lanjut untuk pengembalian budaya dan sosial (Batinoluho & Basera, 2022). Dengan banyaknya festival dan apalagi sekarang banyak sekali tenan makanan dan minuman kekinian dan berbagai spot foto yang bagus, hal tersebut menarik wisatawan milenial untuk datang ke Jalan Tunjungan.
Menurut UNWTO dan WYSE Travel Confederation (2018), Wisatawan milenial merupakan suatu rangkaian perjalanan yang dilakukan oleh orang-orang yang berusia 16 tahun sampai 29 tahun dalam kurun waktu kurang dari satu tahun yang memiliki tujuanmengalami budaya lain, membangun pengalaman hidup dan mendapatkan pembelajaran atau kesempatan belajar dari luar lingkungan biasa. Berdasarkan pengertian tersebut kelompok yang relevan terhadap Millenial Tourism yaitu Generasi milenial di mana generasi ini yaitu Generasi Y yang lahir antara 1980 – 1994, dan Generasi Z yang lahir pada tahun 1994 hingga saat ini (Cavagnaro et al., 2018). Generasi milenial memiliki dampak material dan immaterial yang cukup besar terhadap pariwisata saat ini maupun masa depan, hal tersebut disebabkan generasi milenial mewakili kekuatan ekonomi yang semakin signifikan, dibandingkan dengan
generasi sebelumnya mereka cenderung mengunjungi destinasi yang berada dibawah tekanan sosial-politik atau lingkungan, dan mereka melewatkan biaya perjalanan dan akomodasi untuk membelanjakan lebih banyak di tempat tujuan (Cavagnaro et al., 2018).
Berdasarkan penjabaran latar belakang, maka dilakukan penelitian dengan judul “Strategi Pengembangan Jalan Tunjungan Kota Surabaya Sebagai Destinasi Wisata Milenial”. Dengan tujuan untuk mengetahui strategi pengembangan jalan Tunjungan yang mengalami perubahan dan perkembangan sangat pesat dibandingkan tahun sebelum-sebelumnya. Dan rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana strategi pengembangan jalan Tunjungan kota Surabaya sebagai destinasi wisata yang dapat menarik wisatawan milenial.
Tinjauan Pustaka
Strategi Pengembangan Pariwisata
Porter (dalam Nurhadi & Salim (2019)) menyatakan bahwa strategi adalah instrumen penting untuk mendapatkan keunggulan kompetitif. Sedangkan Chandler (2015 dalam Nurhadi & Salim (2019) menyatakan bahwa strategi merupakan tujuan jangka panjang, inisiatif tindak lanjut, dan prioritas alokasi sumber. Berdasarkan dua definisi tersebut, strategi merupakan suatu hal yang dilakukan oleh perusahaan untuk mencapai sebuah keunggulan dalam mengatasi persaingan dengan tujuan jangka panjang sehingga perusahaan mencapai kesuksesan.
Barreto dan Giatari (2015 dalam Algassim et al (2022) berpendapat bahwa pengembangan pariwisata adalah bentuk usaha dalam mengembangkan objek wisata agar lebih baik dari segi lokasi dan objeknya sehingga dapat menarik wisatawan untuk berkunjung. Untuk itu suatu objek wisata, diperlukan pengembangan dengan tujuan untuk mengembangkan objek wisata tersebut agar berkembang sesuai harapan pengelola maupun wisatawan. Pengembangan pariwisata merupakan suatu konstruksi yang memiliki aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan dapat
memberikan pengaruh positif atau negatif terhadap sikap dan persepsi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata suatu destinasi. Hal tersebut mendukung pernyataan Burtenshaw et al. (1991 dalam Arthur & Mensah (2006)) bahwa pengembangan pariwisata diharapkan mampu menciptakan produk wisata yang dapat dijual dan sebuah lingkungan untuk hidup dan bekerja.
Menurut Kanom (2015 dalam Saputra & Rodhiyah (2019) strategi pengembangan pariwisata merupakan kerjasama yang komprehensif dan unik dari pemerintah, swasta, masyarakat, dan akademisi untuk menyelidiki kendala daya tarik wisata, serta kondisi lingkungan internal dan eksternal, untuk membantu mereka menjadi tujuan wisata yang lebih berkelanjutan dan komersial. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa strategi pengembangan pariwisata dilakukan dengan bermulanya mengidentifikasi sebuah masalah terhadap kondisi dilingkungan objek wisata dan dapat dikembangkan menjadi tujuan wisata yang lebih baik.
Dalam merencanakan strategi pengembangan pariwisata dapat dilihat dari 4 indikator menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor PM.105/UM.001/MKP/2010 Tentang Perubahan Pertama Atas Rencana Strategis Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, yaitu:
-
1. Mengembangkan industri pariwisata merupakan salah satu strategi pengembangan pariwisata yang digunakan untuk meningkatkan kualitas daya tarik wisata.
-
2. Mengembangkan Destinasi Pariwisata, yang dalam strategi ini mencakup peningkatan kualitas pariwisata dengan mengembangkan fasilitas infrastruktur yang ada di tempat wisata serta akses transportasi ke kawasan wisata. Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan destinasi yang ada di wilayah tersebut.
-
3. Mengembangkan Pemasaran Pariwisata, di mana dalam indikator yang dilakukan melalui saluran pemasaran dan promosi yang kreatif dan efektif untuk meningkatkan jumlah kunjungan ke tempat-tempat wisata tersebut.
-
4. Pengembangan Sumber Daya Pariwisata, adalah strategi pengembangan di mana uang digunakan untuk meningkatkan layanan dan kualitas pengembangan pariwisata melalui sumber daya manusia di lingkungan pariwisata yang berkembang. Dengan beberapa penjabaran teori diatas, dapat disimpulkan bahwa strategi pengembangan pariwisata adalah suatu proses rancangan program dengan tujuan untuk mengembangkan produk wisata yang lebih baik dari sebelumnya guna mencapai harapan pengelola maupun wisatawan, dengan memeiliki sifat yang jangka panjang, berguna untuk masa depan, dan dapat memberikan pengaruh positif terhadap lingkungan masyarakat untuk hidup dan bekerja.
Wisatawan Milenial
Wisatawan milenial merupakan suatu kelompok atau perorangan yang dikenal juga sebagai generasi Y, Gen Y atau generasi Langgas, demografi setelah Generasi X (Gen-X). Generasi dibagimenjadi 4 kelompok diantaranya Mature Generation yang lahir pada era (1924-2945), Boom Generation (1946-1964), Generation X (1965-1980), Millenial Generation (1981-2000), dan generation Z (2001 – sekarang). Setiap generasi memiliki ciri dan perilaku yang berbeda, yang dibuktikan dengan berbagai elemen seperti kepercayaan pada perusahaan, loyalitas pada organisasi, minat pribadi, ambisi karir, penghargaan, pendidikan, orientasi politik, dan apa yang paling ingin mereka ketahui (Surnaya, 2020).
Menurut UNWTO dan WYSE Travel Confederation (2018), Wisatawan milenial merupakan suatu rangkaian perjalanan yang dilakukan oleh orang-orang yang berusia 16 tahun sampai 29 tahun dalam kurun waktu kurang dari satu tahun yang memiliki tujuan memotivasi sebagian oleh keinginan untuk mengalami budaya lain, membangun pengalaman hidup dan mendapatkan pembelajaran atau kesempatan belajar dari luar lingkungan biasan. Berdasarkan pengertian tersebut kelompok yang relevan terhadap Millenial Tourism yaitu Generasi milenial di mana generasi ini yaitu
Generasi Y yang lahir antara 1980 – 1994, dan Generasi Z yang lahir pada tahun 1994 hingga saat ini (Cavagnaro et al., 2018). Dengan pengalaman perjalanan dari generasi milenial tersebut dapat ditafsirkan bahwa mereka pelaku millenial tourism.
Kuatnya rasa ingin tahu generasi milenial dipicu oleh kemudahan dan luasnya akses sumber informasi dan teknologi. Hal ini menyebabkan individu mulai berkunjung ke tempat-tempat yang belum pernah dilihat dan dianggap menarik, terutama saat bepergian atau memanfaatkan waktu senggang. Generasi milenial dapat dengan mudah melakukan proses perencanaan perjalanan secara mandiri dengan menguasai media digital. Hal tersebut terbukti dalam bagaimana perilaku mereka dalam melakukan perjalanan, karena mereka ingin meningkatkan wawasan dan pandangan tentang dunia.
UNWTO dan WYSE Travel Confederation menyatakan bahwa millenial Tourism memberikan dampak besar terhadap industri pariwisata sekarang dan masa depan, yakni sebagai berikut (Cavagnaro et al., 2018)
-
1. Wisatawan milenial adalah salah satu komponen yang memberikan kekuatan ekonomi yang signifikan terhadap industri pariwisata.
-
2. Wisatawan milenial lebih tangguh dibandingkan generasi yang lebih tua, di mana mereka cenderung tetap melancong destinasi yang berada dibawah tekanan sosial politik atau lingkungan.
-
3. Wisatawan milenial cenderung tidak mempermasalahkan biaya perjalanan untuk membelanjakan lebih banyak di tempat tujuan, oleh karena itu millenial tourism memiliki peluang ekonomi utama secara umum dan untuk wilayah yang kurang secara ekonomi dan politik pada khusunya.
Berdasarkan penjabaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa wisatawan milenial merupakan suatu perjalanan yang dilaukan oleh kaum muda khususnya pada Generasi Y dan Generasi Z, yang di mana mereka adalah lahir pada era teknologi
yang canggih sehingga generasi tersebut ingin melakukan perjalanan mandiri guna untuk mendapatkan pengalaman dan wawasan atau pandangan tentang dunia.
Menurut Manheim (1952 dalam Putra (2016) generasi merupakan Individu yang tergabung dalam satu generasi memiliki tahun kelahiran yang sama selama periode 20 tahun dan berada dalam dimensi sosial dan sejarah yang sama. Menurut Kupperschmidt’s (2000 dalam Putra (2016), Generasi adalah istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi sekelompok orang berdasarkan kesamaan tahun lahir, usia, lokasi, dan pengalaman hidup yang berdampak besar pada fase pertumbuhan mereka. Dari dua definisi tersebut bisa disimpulkan bahwa generasi merupakan suatu pengelompokan yang memiliki kesamaan dalam waktu dan kejadian – kejadian yang sama.
Wisatawan dari generasi muda merupakan salah satu demografi yang memiliki dampak signifikan terhadap perkembangan pariwisata. Menurut Kupperschmidt (2000 dalam Ika et al (2019), Milenial atau sering disebut generasi Y adalah sekelompok orang yang lahir antara awal 1980-an hingga awal 2000-an. Undang-undang No.40 tahun 2009 tentang kepemudaan mengatakan bahwa generasi muda merupakan sekelompok orang-orang muda yang berusia antara 16 tahun sampai 30 tahun.
Menurut Lyons (2004 dalam Putra (2016), mengatakan bahwa generasi milenial ini merupakan generasi yang tumbuh pada era internet booming. Dapat diartikan bahwa generasi ini memiliki perilaku yang banyak menggunakan teknologi instan, seperti email, media sosial, sms, dan instant massaging seperti Watshapp dan Line. Ciri generasi Y, juga dikenal sebagai generasi milenial, yang memiliki kualitas unik berdasarkan pola asuh, status ekonomi, dan lingkungan sosial mereka. Dibandingkan dengan generasi sebelumnya, mereka memiliki gaya komunikasi yang sangat terbuka dan luas. Memiliki keinginan kuat untuk menggunakan media sosial dan sangat terpengaruh oleh kemajuan teknologi. Karena generasi ini lebih mudah menerima
masalah politik dan ekonomi, mereka tampak lebih reaktif terhadap perubahan lingkungan di lingkungan mereka dan lebih memperhatikan uang.
Berdasarkan definisi para ahli dapat disimpulkan, bahwa generasi millenial merupakan generasi yang lahir 1980-2000an dan tumbuh dengan memiliki perilaku menggunakan teknologi instan atau tumbuh pada era internet booming. Generasi milenial juga memiliki pengaruh besar dalam industri pariwisata, tidak dipungkiri bahwa mereka bisa jadi menjadi bagian dalam mengembangkan industri pariwisata.
Wisata Heritage
Menurut Badan Preservasi Sejarah Nasional Amerika (The National Trust for Historic Preservation) dalam Cahyadi dan Gunawijaya (2009:3) Wisata warisan adalah perjalanan untuk melihat lokasi, melihat artefak, dan berpartisipasi dalam kegiatan yang benar-benar menggambarkan masa lalu dan masa kini masyarakat. Wisata heritage juga dapat dikatakan sebagai pertemuan perjalanan dengan tradisi, sejarah, dan budaya. Warisan heritage juga didasarkan pada konsep bahwa setiap komunitas memilika cerita untuk diceritakan (Kartika et al., 2017). Wisata Heritage merupakan suatu fenomena yang memiliki komponen budaya, sejarah, dan etnis dari suatu tempat yang dimanfaatkan sebagai sumber daya untuk menarik wisatawan (Arthur & Mensah, 2006).
Menurut Organisasi pariwista dunia perserikatan bangsa-bangsa (UNWTO) menyatakan bahwa wisata heritage (termasuk wisata sejarah, yang memiliki banyak potensi) menyumbang 35-20% dari semua pariwisata secara global dan berkembang dengan laju sekitar 15% per tahun (UNWTO, 2013 dalam Irwan et al. (2020)). Presentase tersebut menunjukan bahwa pariwisata budaya memiliki peningkatan sebesar tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan jenis pariwisata lainnya (Orbaslı & Woodward., 2009; Richards, 2013). Baik wisata budaya maupun wisata pusaka yang sering disebut sebagai wisata pusaka atau heritage memiliki keterkaitan yang erat. Banyak peneliti yang tertarik untuk mengkaji hubungan wisata budaya dengan
wisata warisan, salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Sangchumnong & Kozak (2018 dalam Irwan et al. (2020) mendefinisikan wisata budaya dan warisan adalah sebagai mengunjungi lokasi atau kota dengan berbagai elemen khas yang melambangkan cara hidup masyarakat setempat, baik sumber daya berwujud maupun tidak berwujud.
Wisata perkotaan (urban tourism) adalah jenis wisata yang menggunakan komponen perkotaan (bukan pertanian) sebagai daya tarik wisata, serta segala hal yang berhubungan dengan kehidupan kota (pusat pelayanan dan kegiatan ekonomi) (Kurniansah & Rosida, 2019). Menurut European Communities (2000 dalam Muntiaha et al (2017), urban tourism merupakan kumpulan sumber daya wisata atau kegiatan yang berada di kota- kota dan ditawarkan kepada pengunjung dari tempat lain. Berdasarkan pengertian bebrapa teori tersebut, bahwa urban tourism nerupakan jenis pariwisata yang menggunakan sumber daya perkotaan sebagai daya tarik wisata, seperti kegiatan komersial, museum, taman kota, mal, kafe, dan restoran. Citra pariwisata yang menjadi salah satu perhatian utama destinasi pariwisata perkotaan, seperti penilaian, pemasaran, dan manajemen, tidak selalu sesuai dengan kenyataan.
Menurut Martana (2007 dalam Saraswati (2015), Urban Heritage Tourism adalah jenis pariwisata baru yang muncul di kota-kota besar di seluruh dunia. Sebuah konsep pariwisata tersebut memanfaakan lingkungan binaan maupun alam yang memiliki nilai historis tersendiri dalam sebuah kota. Sedangkan menurut Hovien (1995 dalam Saraswati (2015) Pariwisata heritage harus dikembangkan atau dikelola untuk menghindari kerusakan lingkungan dan berkontribusi pada pelestarian sejarah yang akan bermanfaat bagi penduduk dan pengunjung di masa depan. Menurut Martana (2007 dalam Saraswati (2015), Setiap elemen sejarah kehidupan di daerah tersebut dipengaruhi oleh masa lalu yang telah ditinggalkan. Nilai-nilai filosofis dan simbolis dari kepercayaan sejarah pada akhirnya akan menjadi acuan dalam perkembangan daerah hingga saat ini. Kepercayaan tersebut dapat disebut sebagai kawasan warisan yang mewarisi budaya masa lampau. Menurut Jack Carlsen, et al (2008 dalam
Saraswati (2015) ada komponen pengembangan pariwisata yang berkontribusi terhadap pertumbuhan kawasan wisata, sebagai berikut:
-
1. Memiliki konsep dan tujuan yang jelas dan telah disepakati.
-
2. Memiliki perencanaan keuangan untuk penganggaran, modal, dan penetapan harga.
-
3. Strategi pemasaran yang efektif berdasarkan pasar yang sehat.
-
4. Memiliki tujuan dan dekat dengan pasar utama dan arus pengunjung.
-
5. Memiliki manajemen Sumber Daya Manusia.
-
6. Perencanaan untuk perbedaan produk sehingga meningkatkan pendapatan.
-
7. Kualitas dan keaslian wisata pusaka.
Berdasarkan teori dan konsep diatas dapat disimpulkan bahwa wisata heritage merupakan sebuah perjalanan dengan mengunjungi tempat yang memiliki sejarah penting bagi suatu kota atau daerah yang memiliki potensi daya tarik wisata. Wisata heritage juga telah di kembangkan pada akhir – akhir ini yang dilakukan di kota-kota besar di seluruh dunia. Wisata heritage ini memiliki tujuan untuk menjadikan daya tarik wisatawan dengan memanfaatkan nilai – nilai sejarah dan peninggalan sejarah untuk dikelola maupun dikembangkan.
Metode
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Peneliti menggunakan penelitian ini untuk menganalisis strategi pengembangan jalan Tunjungan Surabaya yang berdampak pada kunjungan wisatawan didominasi dengan kaum milenial. Berdasarkan masalah tersebut maka penelitian ini menggunakan jenis penelitian studi kasus untuk mengumpulkan data. Metode Pengumpulan data pada penelitian ini akan dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Dalam melakukan metode wawancara, peneliti akan meminta narasumber dari Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga serta Pariwisata
Kota Surabaya, Pelaku Usaha, Pengunjung, dan Komunitas yang ada di Kawasan Jalan Tunjungan. Setelah mendapatkan data dan infromasi yang didapatkan dari narasumber, selanjutnya akan dilakukan analisis data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif model interaktif, sebagai berikut:
-
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dalam pencarian, mencatat atau merekam, dan mengumpulkan data. Data tersebut diperoleh dari sumber primer, di mana data tersebut didapatkan melalui hasil wawancara dan observasi. Selain itu data juga diperoleh dari sumber sekunder, seperti data dari jurnal-jurnal penelitian, Badan Pusat Statistik, dan website resmi pemerintah Kota Surabaya.
-
2. Reduksi Data
Data yang sudah terkumpul akan dirangkum, dianalisa, dan diutamakan pada hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
-
3. Penyajian Data
Data yang telah disajikan secara tersusun dan terorganisir akan diproses lebih lanjut dengan penyajian data, di mana proses ini dapat mempermudah peneliti agar mampu menyajikan dan mendeskripsikan data dalam bentuk yang lebih mudah dipahami mengenai permasalan yang diteliti.
-
4. Kesimpulan dan Verifikasi
Tahap yang terakhir adalah kesimpulan dan verifikasi. Pada tahap ini kesimpulan yang dapat ditarik masih bersifat sementara, dan dapat berubah jika ditemukan dalam bukti yang lebih kuat pada pengumpulan data selanjutnya. Setelah menarik kesimpulan maka diperlukan verifikasi dalam keabsahan data.
Hasil dan Pembahasan
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data melalui wawancara dengan beberapa narasumber, terdiri dari kepala dan staf Sub Koordinasi Destinasi Pariwisata Disbudporapar Kota Surabaya, pelaku usaha, pengunjung, dan komunitas. Peneliti melakukan observasi langsung di lapangan dan juga melakukan wawancara langsung di lapangan dengan beberapa narasumber. Berdasarkan data hasil observasi dan wawancara yang dilakukan, peneliti akan melakukan analisis untuk memperoleh kesimpulan dan tujuan yaitu untuk mengetahui strategi pengembangan jalan Tunjungan kota Surabaya sebagai destinasi wisata milenial.
Strategi Pengembangan Pariwisata
Pengembangan pariwisata merupakan bentuk usaha dalam mengembangkan suatu objek wisata agar lebih baik dari segi lokasi objek sehingga dapat menarik wisatawan untuk berkunjung, sesuai dengan definisi menurut Barreto dan Giatari (2015:34) yang dikutip dalam Septiwirawan et al. (2020). Salah satu bentuk usaha agar tetap berkembang dilakukan pengembangan dengan tujuan untuk mengembangkan objek wisata agar sesuai dengan harapan wisatawan maupun pengelola. Pemerintah kota Surabaya menjelaskan bahwa yang dilakukan pemerintah kota yaitu melakukan evaluasi, mentoring, dan pengembangan. Dalam bentuk pengembangan pemerintah kota telah melakukan revitalisasi sepanjang Jalan Tunjungan, seperti memperbaiki pedestrian, menambahkan lampu hias, dan menambahkan ornamen – ornamen sepanjang Jalan Tunjungan. emerintah kota Surabaya telah Kerjasama dengan pihak swasta sekaligus masyarakat lokal dengan memberikan stimulus pada Jalan Tunjungan untuk menjadi Tunjungan Romansa dalam bentuk membuat rombong untuk UMKM di Jalan Tunjungan.
Dengan adanya rombong UMKM pemerintah kota memberikan pengaruh positif kepada masyarakat lokal dan berdampak pada meningkatkan perekonomian masyarakat lokal. Hal tersebut relevan pada pernyataan yang menyebutkan dalam
pengembangan pariwisata merupakan suatu konstruksi yang memiliki aspek ekonomi, social budaya dan lingkungan dapat memberikan pengaruh positif atau negatif terhadap persepsi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata suatu destinasi, yang dikutip dari (Algassim et al., 2022). Dan pemerintah kota Surabaya telah mengadakan beberapa acara yang dilaksanakan secara tahunan, seperti Mlaku-Mlaku Nang Tunjungan dan perobekan bendera merah putih, di mana dalam acara tersebut melibatkan masyarakat, akademisi, dan pihak swasta untuk melangsungkan acara tersebut. Hal tersebut juga memberikan pengaruh positif dengan melestarikan budaya dan sejarah Kota Surabaya dan berdampak pada berkunjungnya wisatawan. Pemerintah kota melakukan koordinasi dengan pelaku usaha terutama tempat makan dan minuman untuk mengangkat konsep alfresco dining pada tempat makan dan minuman tersebut. Hal tersebut juga dijelaskan pada penelitian sebelumnya bahwa Tunjungan Romansa telah uji coba dengan mengangkat konsep alfresco dining, di mana konsep tersebut merujuk pada tempat makan dan minuman yang memiliki fasilitas tempat makan di udara yang terbuka seperti di Eropa (Lorenza et al., 2022). Konsep yang digunakan pada Jalan Tunjungan juga sama seperti dengan konsep yang ada di koridor Jalan Braga Bandung, penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa pada koridor braga menggunakan konsep alfresco dining. Pada retail makanan yang didesain pada area outdoor untuk memberikan terobosan baru yang menyebabkan wisatawan nyaman pada area tersebut (Suryani & Ardiani, 2016).
Sebagai salah satu bagian dari Dinas Kebudayaan Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata kota Surabaya, beliau memaparkan bahwa strategi pengembangan pariwisata di Kawasan jalan Tunjungan. Kawasan Jalan Tunjungan adalah pusat perdangan kota Surabaya, sedangkan Kawasan ini juga merupakan Kawasan yang memiliki sejarah yang ditumpahkan dalam bangunan – bangunan yang ada di sepanjang Jalan Tunjungan. Sebagai dinas dibidang pariwisata melihat bahwa Jalan Tunjungan ini bisa dijadikan destinasi wisata di Kota Surabaya. Oleh karena itu pemerintah terus melakukan evaluasi, mentoring dan melakukan pengembangan
salah satunya dengan menata ulang dan melakukan revitalitas sepanjang Jalan Tunjungan terlebih dahulu. Berikut kutipan wawancara dengan Kepala Sub Koordinasi Destinasi Pariwisata Disbudporapar Kota Surabaya (Vania Dwi Putri) dan staf (Lidya Aviolitta) pada Rabu, 03 Agustus 2022, Pukul 15.00 WIB di Kantor Disbudporapar Surabaya, Gedung Siola Kota Surabaya.
“Iya betul sekali mas, untuk Tunjungan Romansa ini memang awal di launching itu tahun 2021 bulan November, nah setelah di launching sampek sekarang ini kita tetep melakukan evaluasi, mentoring dan melakukan pengembangan.”
“Dengan stimulus apa yang kira – kira bisa di intersensi sama pemerintah salah satunya dengan memperbaiki jalan, kita buat konsep lagi koridor ini mau dikembangkan seperti apa? jadi strategi yang pertama kita menentukan penataannya gimana? Lampunya diperbagusin, nuansanya gimana? Kita bisa memberikan pedestrian diperbaikin, terus ada ornamen – ornamen apa yang menunjang kayak gitu.”
Menurut Kanom (2015 dalam Saputra (2019) Strategi pengembangan pariwisata merupakan bentuk usaha kerjasam yang komprehensif dan unik dari pemerintahan, swasta, masyarakat, dan akademisi untuk menyelidiki masalah yang ada di suatu objek wisawa, serta kondisi lingkungan internal dan eksternal dalam membantu untuk menjadi tujuan wisata yang lebih berkelanjutan dan kompetitif. Pernyataan tersebut didukung oleh data yang diperoleh dari wawancara dengan Dinas Kebudayaan Kepemudaan dan Olahraga serta Pariwisata kota Surabaya, bahwa Pemerintah juga melakukan kerja sama dengan pihak swasta dan beberapa pelaku usaha yang ada di sepanjang jalan Tunjungan. Di mana kerja sama dengan pihak swasta ini bertujuan untuk me-rebranding Jalan Tunjungan dengan nama Tunjungan Romansa. Kerja sama dengan pihak swasta ini memberikan stimulus pada
jalan Tunjungan dalam bentuk memberikan beberapa rombong yang akan digunakan oleh UMKM di Kota Surabaya. Hal tersebut membantu masyarakat lokal untuk meningkatkan ekonomi masyarakat lokal dan pemerintah juga dapat memberdayakan masyarakat lokal dengan baik. Selain kerja sama dengan pihak swasta juga ada koordinasi dengan beberapa pelaku usaha makanan dan minuman untuk membuat konsep Alfresco Dining agar terlihat rapi dan nyaman jika wisatawan berkunjung. Hal tersebut dijelaskan melalui kutipan berikut.
“Terus kemudian kita ada bekerja sama dengan Swasta untuk menghidupkan kembalinya, selain memperbaiki itu kita memberikan stimulus, jadi di Bintang Palapa itu kita memberikan ruang untuk UMKM ada 8 gerobak, itu yang kita kerja sama dari UMKM binaan Dinkopdar jadi stimulus awalnya dari situ, terus habis dari situ untuk café-café yang sudah ada dulu kan cuma kurang dari 10 ya, nah itu kita ajak kerja sama, kita tawarkan juga kalau semisalkan mereka mau pakai konsep Alfresco Dining jadi kita dulu ada konsep seperti di Paris itu, jadi café-café nya bisa ada tempat duduk diluar kayak gitu, itu kan juga pro dan kontra.”
“Nah saat ini emang ada sudah ada UMKM jadi hanya ada rombong gitu ya, tapi masih belum sesuai yang kita inginkan, tapi ya lumayan udah bisa berkembang dan udah di berdayakan.”
Berdasarkan data yang diperoleh juga bahwa pemerintah telah membuat beberapa acara budaya maupun sejarah yang dapat menghidupkan kembali Jalan Tunjungan, serta mengembangkan budaya dan sejarah yang ada di Kota Surabaya, seperti Mlaku – Mlaku Nang Tunjungan dan perobekan bendera di Hotel Majapahit yang diadakan setiap tahunnya. Dan memberikan atraksi seni pada setiap titik sepanjang Jalan Tunjungan, untuk meningkatkan dan memberi ruang bagi seniman di Kota Surabaya. Berikut kutipan yang diperoleh dari wawancara.
“Terus kita juga menambahkan beberapa kesenian buat atraksinya. Awalnya kita banyak di lima titik, jadi langsung banyak buat orang -orang datang ya, apalagi setelah pandemi ini. …”
“… Atau biasanya kita ada event regular pada saat sebelum ada pandemi, semisal kita ada Mlakiu – Mlaku Nang Tunjungan, terus ada Event – event sejarah lainnya seperti perobekan bendera, kayak gitu gitu kan sangat dinanti kan buat orang – orang luar kota untuk datang kesini kayak gitu”
Berdasarkan data yang diperoleh dan sudah dijabarkan. Strategi pengembangan pariwisata yang dilakukan pemerintah kota Surabaya terhadap Jalan Tunjungan adalah melakukan evaluasi, mentoring, dan melakukan pengembangan secara infrastruktur untuk meningkatkan daya tarik wisatawan. Hal tersebut didukung oleh Barreto dan Giatari (2015 dalam Septiwirawan et al. (2020) yang memiliki pendapat bahwa pengembangan pariwisata adalah mengembangkan objek wisata untuk menjadi lebih baik dari segi objeknya sehingga dapat meningkatkan daya tarik wisatawan untuk berkunjung. Oleh karena itu suatu objek wisata diperlukan pengembangan yang memeiliki tujuan untuk mengembangkan objek wisata tersebut agar berkembang sesuai dengan harapan pengelola maupun wisatawan.
Wisatawan Milenial
Wisatawan milenial merupakan suatu rangkaian perjalanan yang dilakukan oleh orang-orang yang berusia 16 tahun sampai 29 tahun yang memiliki tujuan untuk memiliki keinginan mengalami budaya lain, membangun pengalaman hidup dan mendapatkan kesempatan belajar dari luar lingkungannya, hal tersebut menurut UNWTO dan WYSE Travel Confederation (2018) yang dikutip dari (Cavagnaro et al., 2018). Menurut lyons (2004), mengatakan bahwa generasi milenial merupakan
generasi yang tumbuh dan berkembang pada era digital, di mana generasi ini memiliki perilaku yang banyak menggunakan teknologi digital. Generasi ini memiliki keinginan kuat dalam menggunakan media social dan sangat terpengaruh dengan kemajuan teknologi.
Pemerintah kota Surabaya telah melakukan usaha yang cukup efektif. Usaha yang dilakukan yaitu melalui untuk menambahkan dan mempercantik beberapa spot foto dengan latar belakang bangunan bersejarah dan secara tidak langsung wisatawan milenial mengunggah hasil video dan foto di Jalan Tunjungan dalam media sosial. Namun pemerintah kota juga mempromosikan beberapa acara budaya yang diselenggarakan dalam media sosial. Hal yang dilakukan oleh pengelola ini dinilai cukup efektif karena sesuai dengan karakteristik generasi milenial. Generasi milenial yang tumbuh dan berkembang di era digital ini cocok dengan promosi yang dilakukan pemerintah kota maupun wisatwan milenial sendiri.
Selain itu wisatawan milenial memiliki sifat konsumtif, di mana setiap wisatwan milenial yang berkunjung ke Jalan Tunjungan ini kebanyakan berkunjung ke tempat makanan dan minuman kekinian maupun gerai UMKM dan tempat oleh – oleh. Hal tersebut sesuai dengan salah satu pernyataan dari UNWTO dan WYSE Travel Confederation, bahwa wisatawan milenial telah memberikan dampak besar pada industri pariwisata karena wisatawan milenial cenderung tidak mempermasalahkan biaya pengeluaran untuk berkunjung ke tempat wisata (Cavagnaro et al., 2018).
Wisatawan dari generasi milenial merupakan salah satu demografi yang memiliki dampak signifikan terhadap perkembangan pariwisata. Pemerintahan telah melakukan berbagai cara untuk melakukan pengembangan pada Jalan Tunjungan, sehingga dapat menarik wisatawan milenial. Berdasarkan hasil analisis data wawancara dan observasi, bahwa banyak sekali wisatawan milenial yang datang, dan pemerintahan juga melakukan berbagai upaya agar wisatawan milenial tetap datang terus, selain itu pemerintahan telah menjalin komunikasi dengan beberapa pihak café – café untuk melakukan sosialisasi. Karena wisatwan milenial di jalan Tunjungan
kebanyakan untuk pergi ke café. Berikut kutipan wawancara dengan Kepala Sub Koordinasi Destinasi Pariwisata Disbudporapar Kota Surabaya (Vania Dwi Putri) dan staf (Lidya Aviolitta) pada Rabu, 03 Agustus 2022, Pukul 15.00 WIB di Kantor Disbudporapar Surabaya, Gedung Siola Kota Surabaya:
“Ya, pantas karena memang juga yang dateng sekarang kebanyakan anak milenial”
“Mempercantik spot foto, meskipun sekarang udah. Kayak kemarin kita sudah rutin ada tampilan apa manusia manusia patung nah itu mungkin bisa jadi tempat foto untuk milenial kemudian café – café tadi itu yang tumbuh dengan sendirinya kita menjalin komunikasi dengan baik sama mereka kalau ada apa ap akita sosialisasikan. Milenial kan suka ke cafécafé. Untuk museum sama pusat oleh-oleh kita rombak di mana lebih modern lebih kekinian gitu sih.”
Wisatawan milenial memiliki karakteristik yang ingin mencoba hal baru, dan memiliki sifat konsumtif. Di mana sifat konsumtif yang dimaksud ini bahwa wisatawan milenial yang cenderung tidak mempermasalahkan biaya untuk berwisata. Karakteristik pada wisatawan milenial di jalan Tunjungan adalah suka pergi ke café – café untuk nongkrong ataupun mengerjakan tugas, ada juga yang menikmati seni yang ada, dan berfoto di beberapa spot foto di jalan tunjungan. Berikut kutipan dari wisatawan milenial di Toko Kopi Padma, Jalan Tunjungan pada hari Minggu, 25 September 2022, Pukul 14.30 Wib, atas nama Rico Chandra yang berprofesi sebagai karyawan swasta:
“Yang saya lakukan ketika berkunjung ke kawasan jalan Tunjungan kebanyakan mengunjungi cafe cafe atau restoran. Bisa juga hanya menikmati suasana di jalan tunjungan.”
“Peran wisatawan milenial terhadap pariwisata berpengaruh pada sektor ekonomi karena dapat menjadi penggerak ekonomi, kaum milenial memiliki sifat yang konsumtif ingin mencoba hal hal baru dari biasanya.”
Menanggapi hal tersebut bahwa sesuai dengan pernyataan dari UNWTO dan WYSE Travel Confederation, bahwa wisawatan milenial memberikan dampak besar terhadap industri pariwisata sekarang maupun masa depan, yaitu dengan wisatawan yang cenderung tidak mempermasalahkan biaya pengeluaran untuk berwisata, maka wisatawan milenial merupakan salah satu komponen yang memberikan kekuatan ekonomi yang signifikan terhadap industri pariwisata (Cavagnaro et al., 2018).
Wisata Heritage
Wisata heritage merupakan suatu fenomena yang memiliki unsur budaya, sejarah, etnis dari suatu tempat yang dimanfaatkan sebagai sumber daya untuk menarik wisatawan. Menurut Badan Preservasi Sejarah Nasional Amerika (The National Trust for Historic Preservation) dalam Cahyadi dan Gunawijaya (2009:3) yang dikutip dalam (Kartika et al., 2017) wisata heritage merupakan suatu rangkaian perjalanan untuk melihat tempat, artefak, dan aktifitas yang benar-benar menggambarkan masa lalu dan masa kini. Kawasan Jalan Tunjungan merupakan Kawasan Bangunan Cagar Budaya yang telah ditetapkan oleh pemerintah kota Surabaya karena pada Kawasan ini memiliki bangunan bersejarah yang masih berdiri. Pemerintah kota Surabaya juga memasang signage pada beberapa bangunan bersejarah agar tidak sembarangan bangunan tersebut digunakan, apabila digunakan juga harus ada izin dari pemerintah kota Surabaya.
Selain itu pemerintah kota Surabaya mengembangkan Kawasan Jalan Tunjungan ini tidak hanya dengan konsep wisata heritage, namun juga menggabungkan konsep modern dan lifestyle. Konsep modern sendiri dilihat bahwa banyak sekali wisatawan milenial yang berkunjung pada tempat ini sehingga
menciptakan budaya modern tersebut. Sedangkan konsep lifestyle dilihat dari banyaknya tempat makanan dan minuman kekinian, beberapa hotel yang baru berdiri, dan gedung perkantoran. Hal tersebut dapat disebut dengan Urban Heritage Tourism, menurut Martana yang dikutip dalam jurnal (Saraswati, 2015), Urban Heritage Tourism merupakan jenis pariwisata baru yang memanfaatkan lingkungan binaan maupun alam yang mempunyai nilai historis tersendiri dalam sebuah kota. Jenis pariwisata ini baru yang muncul di kota-kota besar di seluruh dunia.
Berdasarkan hasil data wawancara, pemerintahan Kota Surabaya telah menetapkan Kawasan Jalan Tunjungan merupakan Kawasan Bangunan Cagar Budaya (BCB). Kawasan Jalan Tunjungan terkenal dengan nilai historisnya yang di mana nilai-nilai tersebut ditumpahkan dalam bangunan – banguanan bersejarah yang ada di Jalan Tunjungan. Beberapa bangunan – bangunan peninggalan bersejarah telah dirawat oleh pemerintahan Kota Surabaya, meskipun beberapa bangunan itu milik perorangan namun pemerintah kota Surabaya ikut serta untuk merawat bangunan bersejarah tersebut. Dan pemerintahan Kota Surabaya juga telah memasang tanda bahwa bangunan tersebut merupakan Bangunan Cagar Budaya. menanggapi hal tersebut bahwa Kawasan Jalan Tunjungan ini merupakan Urban Heritage Tourism, di mana konsep pariwisata tersebut memanfaatkan lingkungan yang memiliki nilai historis tersendiri dalam sebuah kota (Saraswati, 2015). Berikut kutipan wawancara dengandengan Kepala Sub Koordinasi Destinasi Pariwisata Disbudporapar Kota Surabaya (Vania Dwi Putri) dan staf (Lidya Aviolitta) pada Rabu, 03 Agustus 2022, Pukul 15.00 WIB di Kantor Disbudporapar Surabaya, Gedung Siola Kota Surabaya:
“Iya itu milik perorangan, iya jadi itu kan termasuk Kawasan bangunan cagar budaya, jadi kita yang menetapkan SK nya memang dia sebagai Kawasan, jadi yang artinya tidak boleh sembarangan memanfaatkan bangunan-bangunan disekitar situ, dan harus ada izin dari kita, maksudnya untuk dipakai apa itu ada aturan – aturannya, kami itu untuk yang BCB itu kita kasih signage itu juga bukan milik kami, jadi kita kasih
sejarah kita izin bersurat kalau kita mau kasih signage dan sebagainya, itu kami selalu bersurat ke pemilik.”
Selain itu pemerintahan kota Surabaya juga memberikan konsep baru terhadap pengembangan Jalan Tunjungan di mana ini bukan hanya wisata heritage namun juga menggabungkan konsep modern dan gaya hidup. Karena di Kawasan Jalan Tunjungan ini tidak hanya memiliki unsur heritage aja, namun juga unsur modern yang di mana banyak sekali wisatawan anak muda yang menciptakan budaya modern. Dan unsur lifestyle dilihat dari banyaknya café – café kekinian, beberapa hotel yang baru berdiri di Kawasan Jalan Tunjungan, dan juga ada perkantoran yang sudah ada sejak dahulu. Berikut kutipan wawancara dengandengan Kepala Sub Koordinasi Destinasi Pariwisata Disbudporapar Kota Surabaya (Vania Dwi Putri) dan staf (Lidya Aviolitta) pada Rabu, 03 Agustus 2022, Pukul 15.00 WIB di Kantor Disbudporapar Surabaya, Gedung Siola Kota Surabaya:
“Mungkin heritage itu kita nggak murni heritage yang gak murni bangunannya yang heritage, kita juga satukan sama konsep modern yang sekarang, jadi konsepnya lifestyle, modern, heritage. Jadi ada café-café kekinian mungkin yang itu sudah tumbuh dengan sendirinya digabung sama background bangunan heritage…”
“Dari komunitas anak-anak milenial yang berbaur yang buat akhirnya mereka kan menciptakan culture sendiri yang mungkin berbeda dengan yang lain.”
Namun ada unsur baru yang disatukan ke dalam wisata heritage, tidak akan menghapus unsur atau nilai – nilai sejarah yang ada di jalan Tunjungan karena nilai sejarah atau historis di jalan Tunjungan sudah melekat pada wisatawan lokal, bahwa jalan Tunjungan memiliki nilai historis.
Simpulan dan Saran
Simpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemerintah kota Surabaya selalu melakukan monitoring, evaluasi dan pengembangan Jalan Tunjungan agar tetap berkelanjutan. Kawasan Jalan Tunjungan memiliki pengembangan yang signifikan dibandingkan wisata lainnya yang ada di Kota Surabaya. Hal tersebut dikarenakan pemerintahan Kota Surabaya melakukan pengembangan dengan merevitalisasi Jalan Tunjungan, membuat acara tahunan, dan yang paling menonjol pengembangannya yaitu berdirinya beberapa hotel baru yang ada di Jalan Tunjungan, banyaknya café yang beroperasi, dan merawat bangunan bersejarah yang ada di jalan Tunjungan agar dapat menjadi spot foto.
Pengembangan yang dilakukan oleh pemerintahan Kota Surabaya telah mendatangkan wisatawan milenial yang datang ke Jalan Tunjungan, dimanadi mana banyak sekali wisatawan milenial yang ke Jalan Tunjungan untuk makan, minum, dan menikmati suasan di café yang ada di jalan Tunjungan. Hal ini menunjukkan bahwa wisatawan milenial memiliki karakteristik mencoba hal baru dan memiliki gaya hidup konsumtif. Dengan gaya hidup konsumtif, wisatawan milenial menjadi salah satu penggerak ekonomi yang tinggi dalam industri pariwisata.
Kawasan Jalan Tunjungan merupakan wisata urban heritage, hal tersebut karena adanya nilai historis pada kawasan ini. Namun Jalan Tunjungan memiliki konsep yang berbeda yaitu memiliki konsep heritage, modern, dan lifestyle.
Saran
-
1. Bagi objek penelitian
Berdasarkan hasil penelitian, saran bagi objek penelitian adalah untuk selalu terus melakukan pengembangan dan terobosan baru pada jalan Tunjungan agar tetap berkelanjutan, seperti dengan memanfaatkan bangunan bangunan kosong untuk dijadikan tempat wisata seperti museum atau artspace, Karena wisatawan milenial
yang suka mencoba atau belajar hal baru. Dan menambahkan fasilitas umum agar pengunjung tetap nyaman, seperti memperbanyak toilet portable pada beberapa titik di sepanjang Jalan Tunjungan dan meningkatkan tempat parkir kendaraan agar tidak menjadikan penyebab kemacetan. Dimana sudah banyak parkiran yang ada namun beberapa tempat parkir tersebut merusak keindahan Jalan Tunjungan. Dan untuk pemeintahan untuk meningkatkan stakeholder pada beberapa pihak agar Jalan Tunjungan menjadi berkelanjutan.
Berdasarkan hasil penelitian juga, saran bagi pemerintahan kota diharapkan dapat meningkatkan stakeholder antara pemerintahan kota dan beberapa pihak lainnya seperti masyarakat stempat, pelaku usaha, pemilik Gedung, dan pihak keamanan. Peneliti mengusulkan bahwa tetap melakukan sosialisasi atau koordinasi mengenai stakeholder pada peran masing-masing dalam pengembangan Jalan Tunjungan.
-
2. Bagi Penelitian Selanjutnya
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah diharapkan penelitian selanjutnya bisa mendapatkan data jumlah pengunjung yang lebih spesifik, dan dapat mewawancarai wisatawan dari luar kota Surabaya, sehingga dapat mengetahui perspektif dari wisatawan dari luar kota Surabaya.
Daftar Pustaka
Ahyar, H. dkk. (2020). Buku Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif.Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu. (Issue March).
Algassim, A. A., Saufi, A., Diswandi, D., & Scott, N. (2022). Residents’ attitudes toward tourism development at Al-Juhfa, Saudi Arabia. International Journal of Culture, Tourism, and Hospitality Research, 16(1), 55–74.
https://doi.org/10.1108/IJCTHR-01-2021-0023
Arthur, S. N. A., & Mensah, J. V. (2006). Urban management and heritage tourism for sustainable development: The case of Elmina cultural heritage and
management programme in Ghana. Management of Environmental Quality: An International Journal, 17(3), 299–312.
https://doi.org/10.1108/14777830610658719
Batinoluho, L., & Basera, V. (2022). Festivals and tourism development: Examples from Tanzania and Zimbabwe. Journal of Tourism, Culinary and Entrepreneurship (Jtce), 2(1), 18–33. https://doi.org/10.37715/jtce.v2i1.2183
Cavagnaro, E., Staffieri, S., & Postma, A. (2018). Understanding millennials’ tourism experience: values and meaning to travel as a key for identifying target clusters for youth (sustainable) tourism. Journal of Tourism Futures, 4(1), 31– 42. https://doi.org/10.1108/JTF-12-2017-0058
Ika, A., Nugraheni, P., Nugraha, B. S., Yuda, N. P., & Pancawati, N. (2019). Persepsi Generasi Milenial Indonesia. 69–82.
Irwan, Khadijah, U. L., & Tahir, R. (2020). Memperkenalkan pariwisata budaya dan heritage kepada generasi muda melalui virtual tour ke pulau penyengat. 17(2).
Kartika, T., Fajri, K., & Kharimah, R. (2017). Pengembangan Wisata Heritage sebagai Daya Tarik Kota Cimahi. Jurnal Manajemen Resort Dan Leisure, 14(2), 35–46.
Kurniansah, R., & Rosida, L. (2019). Strategi Pengembangan Pariwisata Perkotaan (Urban Tourism) Kota Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat. Media Bina Ilmiah, 14(2), 2061–2068.
Lemy, D. M., Teguh, F., & Pramezwary, A. (2019). Tourism Development in Indonesia: Establishment of Sustainable Strategies. Bridging Tourism Theory and Practice, 11, 91–108. https://doi.org/10.1108/S2042-144320190000011009
Lorenza, B., Alief, N., Cahyo, B., & Adhi, S. (2022). Strategi Komunikasi Pemasaran Pada Tunjungan Romansa Dalam Meningkatkan Daya Tarik Wisatawan. 6– 10.
Muntiaha, G. I. J., Egam, P. P., & Waani, J. O. (2017). Penerapan Konsep Urban Tourism pada Perancangan Permukiman Sindulang Satu di Manado. 3(1), 41– 50.
Nurhadi, N., & Salim, A. (2019). Strategi Bauran Pemasaran Industri Tempe Dalam Perspektif Ekonomi Syariah Di Kabupaten Sri Indrapura Provinsi Riau. Al-Mashrafiyah: Jurnal Ekonomi, Keuangan, Dan Perbankan Syariah, 3(2), 140. https://doi.org/10.24252/al-mashrafiyah.v3i2.9290
Putra, Y. S. (2016). Theoritical Review: Teori Perbedaan Generasi. Among Makarti, 9(18).
Saputra, M. R., & Rodhiyah. (2019). Strategi Pengembangan Wisata di Kawasan Gunung Andong Magelang.
Saraswati, D. E. (2015). Arahan Revitalisasi Kawasan Cagar Budaya sebagai Wisata Sejarah di Kawasan Rajawali Surabaya.
Septiwirawan, R., Arifin, M. Z., Zulfiani, D., Berau, P. K., Berau, P. K., Kreatif, E., Konservasi, Y., Swasta, P., & Bahari, W. (2020). Upaya pengembangan wisata bahari di pulau maratua oleh dinas kebudayaan dan pariwisata kabupaten berau. 8(3), 9290–9302.
Surnaya, R. (2020). Identifikasi Pola Perilaku Wisatawan Milenial Terhadap
Pariwisata (Studi Kasus: Kota Bandung).
Surnaya, R. (2020). Identifikasi Pola Perilaku Wisatawan Milenial Terhadap
Pariwisata (Studi Kasus: Kota Bandung). 15–27.
Suryani, S., & Ardiani, N. A. (2016). Aspek-aspek perancangan arsitektur dan implementasinya. Kemampuan Koneksi Matematis (Tinjauan Terhadap Pendekatan Pembelajaran Savi), 53(9), 1689–1699.
JUMPA Volume 9, Nomor 2, Januari 2023
785
Discussion and feedback