ANALISIS KEMAMPUAN INTRINSIK

SABANG SEBAGAI PORT OF CALL KAPAL PESIAR

Riska Nanda

Program Studi D3 Perhotelan, Fakultas Vokasi, Universitas Muhammadiyah Aceh Email: [email protected]

Muhammad Baiquni

Program Studi Pembangunan Wilayah, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Email: [email protected]

Muhamamad

Program Studi Kajian Pariwisata, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada Email: [email protected]

ABSTRACT

Sabang is one of the 18 entrances for foreign tourist ships that are required to meet a number of characteristics. In determining a destination, cruise liners pay attention to a number of issues, both in terms of port facilities and the availability of various tourist attractions at the destination. This study aims to examine the intrinsic capabilities of Sabang as a cruise ship destination by assessing 14 port of call indicators. The results showed that 13 of the indicators were available in Sabang, 1 other indicator related to night entertainment could not be provided because it was against the norms and the Shari'a in Aceh. On the other hand, the cultural potential in Sabang can be an alternative to entertainment demands for cruise ship tourists.

Keywords: intrinsic capabilities; port of call destinations; cruise ship tourism.

Pendahuluan

Pariwisata sebagai industri yang dinamis terus mengalami perkembangan seiring dengan perubahan zaman. Perkembangan waktu dan gaya hidup manusia membuat pola pariwisata ikut berubah sesuai dengan kebutuhan manusia (Erwan dkk, 2022). Trend pariwisata terus bermunculan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan wisatawan yang variatif, salah satunya adalah trend pariwisata kapal pesiar. Pariwisata kapal pesiar didefinisikan sebagai “the voyage combines travel and

accomodation, with a variety of facilities and amenities available both onboard and resort destination, including onboard entertaiment, recreational activities, various dinning, and shore excursions and tourism offerings a set of domestic and foreign ports of calls (Teye & leclerc, 1998). Dari definisi ini dapat diartikan bahwa pariwisata kapal pesiar adalah jenis pariwisata yang mengkombinasikan perjalanan wisata ke suatu destinasi dengan akomodasi yang memiliki fasilitas lengkap. Dowling (2006; 3) juga mengartikan kapal pesiar sebagai resort yang bergerak atau hotel terapung (floating resort) yang dapat berpindah-pindah dan mengantar penumpang (wisatawan) dari satu tempat ke tempat lainnya. Hotel terapung yang dimaksudkan adalah karena kapal pesiar dilengkapi dengan berbagai fasilitas, yang tidak hanya menyediakan akomodasi tetapi juga berbagai jenis fasilitas hiburan. Hal serupa juga disampaikan oleh Bagis dan Dooms (2014) yang meyatakan bahwa pariwisata kapal pesiar sebagai sebuah industri yang unik dimana keaslian daerah tujuan wisata dan tempat keberangkatan dikombinasikan secara baik dengan berbagai fasilitas didalam kapal. Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa pariwasata kapal pesiar adalah jenis pariwisata yang mengkombinasikan perjalanan wisata ke suatu destinasi dengan menggunakan kapal yang memiliki akomodasi dan berbagai fasilitas hiburan sehingga dalam masa perjalanannya pun wisatawan telah melakukan berbagai aktivitas wisata.

Sebagai sebuah negara kepulauan, Indonesia memiliki peluang besar untuk mengembangkan pariwisatanya melalui tren pariwisata ini. Ditambah dengan adanya dukungan pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 105 Tahun 2015 yang mengatur tentang 18 pelabuhan di Indonesia yang dapat dijadikan sebagai pintu masuk kapal wisata asing. Pelabuhan Sabang yang terletak di Kota Sabang, Provinsi Aceh merupakan salah satu pelabuhan di Indonesia yang saat ini menjadi pintu masuk bagi kapal wisata asing baik kapal pesiar maupun kapal layar. Sejak tahun 2013 Sabang telah dikunjungi oleh sejumlah kapal pesiar yang telah lebih dulu singgah di destinasi terdekat lainnya, seperti Phuket, Langkawi dan Singapore. Hal ini disebabkan karena pelabuhan Sabang saat ini masih menjadi destinasi port of call

yang belum bisa menjadi pelabuhan untuk proses embarkasi dan debarkasi wisatawan kapal pesiar. London (2014) menyebutkan bahwa terdapat tiga jenis pelabuhan sesuai dengan kegunaannya dalam industri pariwisata kapal pesiar, yaitu (a) Home ports, yang merupakan pelabuhan untuk menaikan dan menurunkan wisatawan saat akan berlayar atau sesudah berlayar. (b) Port of Calls, yaitu pelabuhan yang menjadi bagian dalam rencana perjalanan untuk dikunjungi: penumpang kapal akan berada di pelabuhan tersebut sesuai dengan durasi waktu yang telah ditentukan. (c) Hybird port, yaitu pelabuhan yang memiliki fungsi dari kedua fungsi pelabuhan diatas.

Peluang besar yang dimiliki oleh kawasan Sabang sebenarnya telah dimanfaatkan sejak masa pemerintahan Belanda pada tahun 1981. Pada masa itu pelabuhan sabang dijadikan sebagai tempat berlabuhnya kapal-kapal asing untuk kepentingan perdagangan internasional. Kondisi inilah yang membuat Sabang saat itu ditetapkan sebagai pelabuhan bebas yang dikelola oleh Sabang Maatsscappaij. Tahun 1942 pelabuhan bebas Sabang ditutup akibat kehancuran fisik yang disebabkan oleh kedatangan penjajah Jepang. Kemudian pada tahun 1963 pelabuhan bebas sabang kembali dibuka. Posisi Sabang mulai diperhitungkan kembali seiring dengan dibentuknya Kerjasama Ekonomi Regional Indonesia- Malayasia-Thailand Growth Triangle pada tahun 1993 (Materi Promosi BPKS).

Besarnya potensi perdagangan dan pelabuhan Sabang mendorong pemerintah pemerintah pusat pada tahun 2000 untuk membentuk lembaga khusus yaitu Dewan Kawasan Sabang (DKS) beserta Badan Pengusahaan Kawasan Pedagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS) sebagai unsur pelaksananya. Dalam mengelola dan mengembangkan kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas, BPKS menetapkan sejumlah sektor prioritas, yaitu sektor kepelabuhanan, industri-perdagangan, pariwisata, dan perikanan. Sedangkan kelembagaan dan infrastruktur menjadi sektor andalannya (PP No.83 Tahun 2010). Pengembangan pariwisata sebagai sektor prioritas dilakukan oleh BPKS dengan memanfaatkan fungsi pelabuhan bebas

Sabang. Pemanfaatan pelabuhan digunakan untuk menarik kunjungan kapal wisata asing dari berbagai negara dan sudah digunakan sejak tahun 2013 silam. Berikut ini adalah data kunjungan kapal pesiar ke Sabang sejak tahun 2013 hingga Januari 2018.

■ 8 Kapal ■ 6 Kapal ■ 5 Kapal ■ 11 Kapal ■ 3 Kapal ■ 6 Kapal

Gambar 1. Angka Kunjungan Kapal Pesiar (Mega Cruise) ke Sabang (Sumber: Badan Pegusahaan Kawasan Sabang, 2018)

Meski jumlah kunjungan kapal pesiar masih fluktuatif, pemerintah daerah optimis bahwa Sabang akan terus dikunjungi oleh kapal pesiar dan dengan jumlah yang meningkat pula. Hal ini diyakini karena Dinas Pariwisata Kota Sabang dan BPKS terus melakukan upaya promosi ditingkat nasional maupun internasional. Jika dilhat dari sisi yang berbeda, ada hal lain yang seharusnya perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah dan BPKS yaitu terkait dengan kesiapan Sabang sebagai destinasi pesiar, karena dalam memilih destinasi, cruise liner memperhatikan sejumlah isu. Wang (2014; 263) menyebutkan bahwa bahwa dalam memilih sebuah destinasi ports of calls terdapat beberapa isu yang diperhatikan oleh cruise liners, yaitu; daya tarik wisata yang tersedia di destinasi tersebut merupakan isu yang sangat penting untuk dipertimbangkan, kemudian konektivitas dengan destinasi lainnya, fasilitas terminal pelabuhan serta lingkungan alami yang ditawarkan oleh destinasi tersebut. Dengan demikian upaya promosi harus sejalan dengan kesiapan destinasi yang menunjukan kemampuan menerima kunjungan kapal pesiar agar tidak terjadi ketimpangan antara harapan wisatawan kapal pesiar dengan realitas di destinasi. Apabila ketimpangan

ini terjadi, maka eksistensi Sabang sebagai destinasi pariwisata kapal pesiar pun akan terancam. Untuk itu perlu dilakukan kajian terkait dengan kemampuan intrinsik sabang sebagai destinasi pariwisata kapal pesiar yang memenuhi sejumlah karakteristik port of call.

Tinjauan Pustaka

Menurut Sun (2014; 77) di dalam industri pariwisata kapal pesiar, kunjungan destinasi yang ditawarkan oleh suatu perusahaan kapal pesiar (cruise liners) menjadi alasan yang paling penting bagi wisatawan dalam memilih untuk berlayar dengan menggunakan jasa cruise liners tertentu. Dalam Menentukan sebuah destinasi kunjugan kapal pesiar, terdapat pula sejumlah aspek yang harus diperhatikan. Chen-J (2018) mengemukakan bahwa penentuan destinasi dan durasi lama tinggal kapal pesiar di suatu pelabuhan destinasi tersebut dapat dikarenakan; (1) Kapasitas ruang muat kapal yang besar, (2) jumlah penumpang, (3) jarak berlayar dari pelabuhan sebelumnya, (4) jarak berlayar ke pelabuhan selanjutnya, (5) jalur pelayaran internasional (6) dan pelabuhan/ destinasi yang menarik. Secara rinci Philip Gibzon mengemukakan karakteristik utama yang harus dimiliki oleh destinasi Port of Call kapal pesiar. Ia mengklasifikasikan karakteristik tersebut ke dalam dua kelompok, yaitu karakteristik pelabuhan dan arakteristik destinasi.

Tabel 1. Karakteristik Utama Destinasi Port of Call Kapal Pesiar

Pelabuhan                   Destinasi

  • 1.    Pelabuhan memiliki rata-rata kedalaman 35ft (10,75 meter) pada saat air surut.

  • 2.    Memiliki kondisi pelabuhan yang aman dan terlindungi dengan baik.

  • 3.    Gateway pelabuhan yang letaknya tidak terlalu jauh dengan pusat kota.

  • 4.    Tersedia souvenir shop bebas pajak di dalam kawasan pelabuhan.

  • 5.    Menjadi pelabuhan yang multifungsi

  • 6.    Memiliki pelayanan jasa yang profesional.

  • 7.    Untuk pelabuhan yang berada di suatu pulau harus memiliki keberagaman atraksi wisata.

  • 1.    Adanya tour sight seeing / shore excursion yang menarik.

  • 2.    Tersedia tempat hiburan malam yang menarik.

  • 3.    Dapat menampung kapal pesiar dalam klasifikasi Mega Ships.

  • 4.    Dekat dengan bandara yang bertaraf internasional.

  • 5.    Memiliki kegiatan yang menarik baik kegiatan yang dilakukan di air maupun yang dilakukan di darat.

  • 6.    Memiliki kebudayaan yang unik serta nilai sejarah yang tinggi.

  • 7.    Memiliki pemandangan/panorama yang indah.

Sumber: Philip Gibzon (2006;71)

Metode

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang ditemukan kemudian diolah dengan metode triangulasi dengan harapan menemukan hasil yang valid dan tidak bias. Adapaun pihak yang terlibat dalam pengumpulan data adalah BPKS selaku unsur pelaksana kawasan perdagangan dan pelabuhan Kota Sabang dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Sabang yang berperan penting dalam pengembangan destinasi wisata kota Sabang.



BPKS


DISPARBU


Gambar 2. Alur Pengumpulan dan Pengolahan Data (Sumber: Arsip penelitian lapangan, 2019)

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa dari sekian karakteristik destinasi Port of Call kapal pesiar yang dikemukakan oleh Gibzon pada tabel di atas, hampir seluruhnya dimiliki oleh Sabang. Pada 7 indikator dalam kategori pelabuhan, hanya satu diantaranya yang belum sesuai meski sudah tersedia. Saat ini terdapat beberapa dermaga milik BPKS yang digunakan untuk menampung kapal yang berlabuh, yaitu dermaga CT 1, dermaga CT 2, dan dermaga CT 3. Masing-masing dermaga memiliki karakteristik tersendiri, seperti dermaga CT 3 yang merupakan terminal kontainer yang biasa digunakan untuk berlabuhnya kapal-kapal besar, termasuk kapal pesiar besar (mega cruise ship). Dermaga ini memiliki kedalaman 23 M, dengan lebar 43 M dan panjang 423 M yang dibangun di wilayah teluk Sabang. Kedalaman pelabuhan ini justru melibihi dari batas minimal kedalaman yang dipersyaratkan. Kondisi pelabuhan juga terlindungi dengan baik dan aman karena masih berada dalam lingkungan kantor BPKS dan dijaga oleh petugas keamanan dalam 24 jam. Selain itu pelayanan yang diberikan kepada kapal-kapal yang masuk

ke pelabuhan juga dilakukan secara profesional, terlebih saat masuknya kapal pesiar. Pelabuhan ini biasanya digunakan sebagai pelabuhan multifungsi yaitu sebagai terminal kontainer kapal dagang dan juga digunakan untuk bersandarnya kapal pesiar mega cruise. Salah satu syarat lainnya yang sesuai adalah Gateway pelabuhan yang letaknya tidak terlalu jauh dengan pusat kota, hanya berjarak sekitar 1 km. Disekitar pelabuhan juga terdapat sejumlah objek wisata seperti pantai kasih, sabang fair, dan pulau klah. Saat ini belum ada souvenir shop bebas pajak permanen yang tersedia dalam kawasan pelabuhan, karena pelabuhan ini tidak hanya dikuhususkan untuk kapal pesiar. Biasanya saat ada kunjungan kapal pesiar, Dinas Pariwisata Aceh menyediakan booth souvenir non permanen di area kawasan pelabuhan untuk memenuhi kebutuhan wisatawan kapal pesiar yang ingin berbelanja souvenir. Pada penelitian ini ditemukan bahwa destinasi yang dilegkapi dengan fasilitas- fasilitas yang memiliki nilai kebudayaan menjadi menarik untuk dikunjungi dan menjadi modal utama bagi suatu destinasi kapal pesiar.

Tabel 2. Hasil Triangulasi Data Komponen Pelabuhan

Indikator

Ketersediaan

Kesesuaian

1.

Pelabuhan Memiliki Rata-Rata Kedalaman 35ft (10,75 Meter) Pada Saat Air Surut.

^

^

2.

Memiliki Kondisi Pelabuhan Yang Aman Dan Terlindungi Dengan Baik.

S

3.

Gateway Pelabuhan Yang Letaknya Tidak Terlalu Jauh Dengan Pusat Kota

4.

Tersedia Souvenir Shop Bebas Pajak Di Dalam Kawasan Pelabuhan.

Belum Sesuai

5.

Menjadi Pelabuhan Yang Multifungsi

6.

Memiliki Pelayanan Jasa Yang Profesional.

7.

Untuk Pelabuhan Yang Berada Di Suatu Pulau Harus Memiliki Keberagaman Atraksi Wisata.

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan (2019)

Untuk kategori destinasi, dari 7 indikator yang dipesyaratkan, 6 diantaranya telah tersedia di Sabang. Hanya 1 indikator yang tidak dapat dipenuhi, yaitu ketersediaan tempat hiburan malam yang menarik. Hal ini tidak dapat dipenuhi karena bertentangan dengan norma dan aturan penerapan syariat islam yang berlaku di Provinsi Aceh. Sumber daya budaya seharusnya dapat dijadikan sebagai alternatif. Pertunjukan budaya dapat menjadi suatu hiburan bagi wisatawan kapal pesiar, terlebih kebudayaan memiliki nilai keunikan yang tinggi dan otentik. Selain itu dapat menjadi peluang ekonomi bagi daerah dan masyarakat lokal apabila mampu mengemas potensi budaya menjadi suatu pertunjukan komersial. Rodrigue (2018) menyebutkan bahwa destinasi yang dilegkapi dengan fasilitas- fasilitas yang memiliki nilai kebudayaan menjadi menarik untuk dikunjungi dan menjadi modal utama bagi suatu destinasi kapal pesiar.

Saat ini aktivitas wisata yang dapat dilakukan wisatawan di Sabang bervariasi. Wisatawan yang memiliki ketertarikan terhadap sejarah dapat mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang tersebar di kawasan Sabang, seperti Museum Abad Kejayaan, Benteng Jepang, Rumah Sakit Bawah Tanah, dan bangunan- bangunan peninggalan masa penjajahan Belanda dan Jepang yang sanagt mudah ditemui dikawasan Kota Sabang. Sedangkan wisatawan yang memiliki minat khusus untuk melakukan aktivitas wisata air dapat melakukan Diving atau Snorkeling di sejumlah spot menyelam yang ada di Sabang. Sabang dikenal dengan taman bawah laut dan panorama yang indah, sehingga wisatawan kapal pesiar dapat melakukan shore excursion selama masa berlabuh yang ditentukan. Umumnya masa labuh adalah sekitar 3 sampai dengan 6 jam. Satu persyaratan lainnya yaitu ketersediaan bandara bertaraf internasional. Hal ini juga belum terdapat di kota Sabang, namun Bandara terdekat terletak di Kota Banda Aceh dengan waktu tempuh 45 menit apabila menggunakan kapal express.

Tabel 3. Hasil Triangulasi Data Komponen Destinasi

Indikator

Ketersediaan

Kesesuaian

1.

Adanya tour sight seeing / shore excursion yang menarik.

2.

Tersedia tempat hiburan malam yang menarik.

X

X

3.

Dapat menampung kapal pesiar dalam klasifikasi mega ships.

4.

Dekat dengan bandara yang bertaraf internasional.

Belum Sesuai

5.

Memiliki kegiatan yang menarik baik kegiatan yang dilakukan di air maupun yang dilakukan di darat.

6.

Memiliki kebudayaan yang unik serta nilai sejarah yang tinggi.

Belum Sesuai

7.

Memiliki pemandangan/panorama yang indah.

^

^

Sumber: Hasil Penelitian Lapangan (2019)

Berdasarkan hasil observasi terhadap 14 indikator karakteristik destinasi wisata kapal pesiar disabang ditemukan bahwa 13 indikator telah tersedia meski 2 diantaranya belum sesuai. Jika di persentasekan maka kemampuan sabang sebagai destinasi pariwisata kapal pesiar adalah sebesar 93%. Hasil observasi dilapangan juga menunjukan bahwa, sabang tidak hanya memiliki fasilitas pelabuhan untuk kapal

pesiar mega cruise namun juga terdapat dermaga untuk kapal layar (yacht).

Gambar 1. Dermaga Marina Lhok Weng (Sumber: Dokumen BPKS, 2018)

Dermaga ini di bangun oleh BPKS untuk menampung kapal layar (yacht), yang dinamai dengan Dermaga Marina Lhok Weng dan terletak di Desa Iboih, kecamatan Sukakarya. Dibangun di atas teluk yang diapit oleh hutan mangrove dan hutan lindung. Perairan yang tenang di sekitar pelabuhan ini juga memiliki potensi bawah laut yang indah. Sampai saat ini, dermaga marina terus dikembangkan. Saat masa pengembangan dermaga marina, kapal layar (yacht) yang berkunjung ke Sabang juga dapat ditempatkan di Dermaga CT 1 yang juga terletak di area teluk Sabang, berdekatan dengan dermaga CT 3.

4 Kapal 5 Kapal 10 Kapal 64 Kapal 84 Kapal 56 Kapal

Gambar 3. Angka Kunjungan Kapal Pesiar (Mega Cruise) ke Sabang (Sumber: Badan Pengusahaan Kawasan Sabang, 2018)

Berdasarkan grafik ini dapat dilihat bahwa angka kunjungan kapal layar ke Sabang menunjukan peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Tahun 2017 menjadi tahun dengan kunjungan tertinggi, yaitu 84 kapal. Hal ini dikarenakan pada tahun tersebut dilaksanakan event internasional Sail Sabang yang dihadiri oleh wisatawan kapal layar dari berbagai negara. Hasil dari kegiatan tersebut adalah dibentuknya “Sabang Yacht Club” yang merupakan wadah atau tempat berinteraksinya sesama pelaut yang saling mengunjungi berbagai club yacht yang tersebar di seluruh dunia dan dimeriahkan dengan kegiatan perlombaan perahu layar. Sabang yacht club merupakan kerjasama antara Sabang, Puket dan langkawi

yang kemudian disebut dengan “Regatta Sapula Triangle”. Agenda ini menjadi event internasional tahunan dan harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin.

Simpulan

Saat ini sabang telah memenuhi sejumlah karakteristik Port of Call kapal pesiar. Kemampuan tersebut dinilai dengan 14 indikator port of call, dimana dari ke 14 indikator tersebut 13 diantaranya telah tersedia di Sabang., meski 2 diantaranya belum sesuai. Satu indikator yang tidak tersedia adalah hiburan malam karena bertentangan dengan norma dan syariat di Aceh. Namun hal tersebut sebenarnya dapat disiasati dengan pengemasan potensi budaya menjadi sebuah pertunjukan yang memiliki nilai jual dan memberikan peluang lebih kepada masyarakat untuk dapat merasakan manfaat dari adanya kunjungan kapal pesiar, baik manfaat ekonomi maupun budaya. Upaya pemenuhan karakteristik ini harus dilakukan guna meningkatkan angka kunjungan kapal pesiar ke Sabang setiap tahunnya. Ketersediaan seluruh indikator ini tentu bermanfaat pula bagi wisatawan kapal layar, sehingga Sabang siap untuk menjadi destinasi internasional melalui wisatawan kapal pesiar baik mega cruise maupun yacht.

Ucapan Terima Kasih

Tim penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dan mendukung proses penelitian ini. Terkhusus ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Sabang yang telah membantu dalam hal pemberian data sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

Daftar Pustaka

Bagis, O & Dooms, M. 2014. ‘Turkeys Potential on Becoming a Cruise Hub for the East

Mediteranean’, Research in Transportation Business & Management (13). Hal 6-15.

Chen, J.M. & Nijkamp, P. 2018. ‘Itinerary Planning: Modelling Cruise Lines’ Lengths of Stay in Ports’, International Journal of Hospitality Management. (73). Hal: 55–63

Dowling, R. 2006. ‘Research note: The Growth of Cruising in Australia’, Hospitality & Tourism Management. Vol.18 (1). Hal; 117-120.

Erwan, F, Lufika, R.D, Dewi, C. Muhammad, S, Muslim, Ilyas, S. 2022. Perancangan Daya Tarik Wisata Untuk Pengembangan Desa Wisata dan Inovasi Nilam di Desa Ranto Sabon Kabupaten Aceh Jaya. Jurnal Master Pariwisata. Vol.9. (1). Hal; 83.

Gibzon, P. 2006. ‘Cruise Operation Management’, UK, Hal:8, 117

London, W.R. & Lohmann, G. 2014. ‘Power in The Context of Cruise Destination Stakeholders’ Interrelationship’, Research in Transportation Business & Management. (13). Hal: 24 –35.

Rodrigue, J. P. & Notteboom, T. 2018. ‘The Geography of Cruises: Itineraries, Not Destinations’, Applied Geography. (38). Hal: 31-42

Sun, X. et.al. 2014. ‘The Cruise Industry in China: Efforts, Progress and Challenges’, Journal of Hospitality Management. (42). Hal: 71–84

Teye, V. B. & Leclerc, D.1998. ‘Product and Service Delivery satisfaction among North American Cruise Passengers’, Tourism Manage. Vol 19 (2). Hal: 153-160.

Wang, Y. et al. 2014. ‘Selecting a Cruise Port of Call Location Using the Fuzzy-AHP Method: A Case Study in East Asia’, Tourism Management. (42). Hal: 262-270.

564     JUMPA Volume 9, Nomor 2, Januari 2023