JMRT, Volume 6 No 2 Tahun 2023, Halaman: 91-96

JMRT


JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY

journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT

ISSN: 2621 - 0096 (electronic); 2621 - 0088 (print)

Studi Potensi Tsunami Bali Utara Menggunakan Metode Numerik

Idam Bali Haryonoa*, I Gede Hendrawanab, Gede Surya Indrawana

  • aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia bCenter for Remote Sensing and Ocean Sciences, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

  • *Corresponding author, email: [email protected]

    ARTICLE INFO


    ABSTRACT


    Article history:

    Received: 27 Mei 2022

    Received in revised form: 11 Agustus 2022

    Accepted: 30 Mei 2023

    Available online: 28 Agustus 2023


    Keywords:

    Tsunami

    Back Arc Thrust

    COMCOT

    Mitigation


    Kata Kunci: Tsunami

    Back Arc Thrust COMCOT Mitigasi


Bali Island is one of the most tsunami-prone areas in Indonesia. Two tectonic tsunami sources flank Bali Island: The Megathurst subduction zone in the south and the Back Arc Thurst subduction zone in the north. This study aimed to add information about the tsunami arrival time and the maximum height of the tsunami waves that hit the coast using COMCOT software as a disaster mitigation measure. Five scenarios were used in this study with the differences in the magnitude of tsunami-generating earthquakes. Results showed that the fastest affected shoreline by the tsunami in scenarios 1, 2, and 3 is the Tejakula Sub District shoreline, with a period of 5 minutes 41 seconds to 3 minutes 43 seconds. In scenarios 4 and 5, it was found on the Sawan Sub District shoreline for 2 minutes, 51 seconds to 56 seconds. The maximum run-up of tsunami waves that hit the shoreline in scenarios 1, 2, 3, and 4 are on the Kubu Sub District shoreline with run-up heights of 0.0095 m, 0.47 m, 1.5 m, and 3 m. In scenario 5, the highest run-up is on the Banjar Sub District shoreline, with a 67.6 m run-up height. Based on the results of this study, it can be concluded that the magnitude of the tsunami-generating earthquake greatly influences the travel time and run-up height of the tsunami waves. The greater the magnitude of the tsunamigenerating earthquake, the faster the travel time of the tsunami waves and the higher the run-up height.

A B S T R A C T

Pulau Bali merupakan salah satu daerah rawan tsunami di indonesia, karena Pulau Bali diapit oleh dua sumber tsunami dengan gempa bumi tektonik, yaitu zona subduksi megathurst di sebelah selatan dan zona subduksi back arc thurst di utara Pulau Bali. Tujuan dari penelitian ini untuk menambahkan informasi waktu tempuh tsunami dan ketinggian maksimum gelombang tsunami yang menghantam pantai menggunakan pemodelan metode numerik COMCOT sebagai langkah mitigasi bencana. Didapatkan hasil, waktu tempuh gelombang tsunami dan ketinggian run up pada skenario 1, berkisar 34 menit pada Pantai Gerokgak hingga 5 menit pada Pantai Tejakula, dengan run up tertinggi sebesar 0,0095 meter pada Pantai Kubu; pada skenario 2, berkisar 33 menit pada Pantai Gerokgak hingga 4 menit pada Pantai Tejakula, dengan run up tertinggi sebesar 0,28 meter pada Pantai Kubu; pada skenario 3 berkisar 31 menit pada Pantai Gerokgak hingga 3 menit pada Pantai Tejakula, dengan run up tertinggi berada pada Pantai Kecamatan kubu dengan 1,13 meter, dan run up terendah berada pada Pantai Gerokgak dengan 0,15 meter; pada skenario 4 berkisar 28 menit pada Pantai Gerokgak hingga 2 menit pada Pantai Kubutambahan, dengan run up tertinggi berada pada Pantai Kubu mencapai 3 meter, run up terendah berada pada Pantai Gerokgak yaitu 0,4 meter; pada skenario 5 berkisar 15 menit pada Pantai Gerokgak hingga 24 detik pada Pantai Kubutambahan, dengan run up tertinggi berada pada Pantai Banjar mencapai 67,6 meter, run up terendah berada pada Pantai Gerokgak yaitu 5,6 meter.

2023 JMRT. All rights reserved.

  • 1.    Pendahuluan

Tsunami merupakan perpindahan massa air laut atau danau yang menjadi serangkaian gelombang destruktif ketika mencapai daratan (Yonghai and Jianchen 2014). Penyebab tsunami adalah erupsi gunung dibawah laut longsoran yang terjadi di daerah pesisir dan gempa tektonik yang terjadi di laut (Britannica 2021). tsunami tektonik terparah di Indonesia yaitu tsunami Samudra Hindia yang mengenai Banda Aceh pada tahun 2004 merupakan salah satu kejadian tsunami terparah di dunia karena telah memakan hingga 227 899 korban jiwa (Al’ala 2015). Kejadian

ini disebabkan pergerakan patahan lempeng megathurst sepanjang 1 200 km (Geist et al. 2007). Wang (2006) melakukan simulasi pergerakan gelombang tsunami Samudra Hindia 2004 dengan metode numerik COMCOT (Cornell Multi-grid Coupled Tsunami Model) didapatkan hasil model yang baik dan berbanding lurus dengan data rekaman satelit JASON-1.

Pulau Bali merupakan salah satu daerah rawan tsunami di Indonesia karena diapit oleh dua sumber gempa bumi tektonik yaitu zona subduksi Megathurst di sebelah selatan Pulau Bali serta pada sebelah utara Pulau Bali terdapat zona subduksi Back Arc Thrust (BAT) yang membentang dari utara Pulau Bali hingga

Pulau Flores. Secara historis terdapat 6 kejadian tsunami yang berpusat di sekitar area Pulau Bali 5 dari kejadian tsunami tersebut berada di Pulau Bali bagian utara (Rastogi dan Jaiswal 2006).

Studi mengenai simulasi pergerakan gelombang tsunami di Bali utara sebelumnya sudah dilakukan oleh Afif dan Cipta (2015) dengan pemodelan numerik menggunakan software TUNAMI-N2 untuk mendapatkan hasil pemetaan distribusi genangan tsunami di Pulau Bali bagian timur didapatkan elevasi maksimum mencapai 4 meter pada point yang berlokasi di Desa Purwakerti. Pradjoko et al., (2018) melakukan pemodelan numerik menggunakan COMCOT untuk mendapatkan zona waktu tempuh tsunami dengan sumber gempa historis di selat lombok dengan sumber gempa 6 4 Mw dan kedalaman epicentre 25 km didapatkan elevasi permukaan air maksimum mencapai 0 5 m. Namun studi dengan menggunakan sumber pembangkit tsunami tepat di zona BAT belum pernah dilakukan mengingat BAT telah menyebabkan tsunami Flores 1992 (Pranantyo Cummins 2019).

Mitigasi bencana merupakan langkah-langkah yang perlu dilakukan dengan tujuan mengurangi dampak yang ditimbulkan dari suatu bencana baik kerusakan materi maupun korban jiwa (Indonesia 2008). Untuk itu dilakukan penelitian ini sehingga dapat menambahkan informasi waktu tempuh gelombang tsunami dan ketinggian maksimum gelombang tsunami yang menghantam pantai pulau Bali bagian utara sebagai langkah mitigasi bencana. Karena mitigasi bencana dapat dilakukan dengan melakukan penyuluhan secara konvensional maupun modern (Indonesia 2008). Fokus utama pada penelitian ini adalah pantai Bali Utara yang meliputi: pantai Kecamatan Gerokgak Seririt Banjar Buleleng Sawan Kubutambahan Tejakula dan Kubu. Karena pada area tersebut terdapat sumber daya alam yang mampu mendukung aktivitas mina wisata budidaya laut (bandeng kerapu mutiara rumput laut ikan hias dan karang) dan mina wisata perikanan tangkap (memancing dan spearfishing adventures). (Yudasmara 2016; Prakasa dan Perbani 2020).

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Tempat

Area penelitian berada di Kawasan Pulau Bali bagian utara ditujukan secara spasial pada gambar 1 dengan batas -7.4o 114.4 o dan -8.8 o 115.9 o. Fokus studi potensi waktu tempuh dan ketinggian run-up tsunami berlokasi pada area pengamatan yaitu: pantai Kecamatan Gerokgak Seririt Banjar Buleleng Sawan Kubutambahan Tejakula dan Kubu.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

  • 2.2    Desain Model

Model dijalankan selama 1 jam 30 menit menggunakan rectangular grid dengan ukuran grid 6 arc second (180 m), dapat dilihat pada Gambar 2. Data batimetri dan topografi menggunakan Batimetri Nasional (BATNAS) dengan resolusi 6 arc second dapat diakses melalui https://tanahair.indonesia.go.id/demnas. Kondisi BAT mengikuti hasill laporan Daryono (2011). Epicentre berada pada garis BAT yang telah dilaporkan BNPB. Menggunakan 5 skenario yang merupakan nilai minimum quartile 1 quartile 2 quartile 3 dan maksimum dari magnitude gempa pembangkit tsunami di seluruh dunia periode tahun 1804 - 2020 dalam NOAA database dengan kriteria definite tsunami dan penyebab kejadian underwater earthquake yang dapat diakses melalui http://www.ngdc.noaa.gov/hazard/tsu_db.shtml. Kedalaman gempa yang digunakan adalah nilai minimum kedalaman gempa dari kejadian gempa dengan magnitude <5 1 Mw di utara Pulau Bali periode tahun 1960 – 2020 (USGS). Output dari model berupa informasi elevasi permukaan air laut secara spatial setiap timestep dari detik 0 (initial condition) hingga detik 5400 (1jam 30 menit)

Tabel 1. Koordinat Penelitian

Skenario

Kekuatan gempa (Mw)

Kedalaman gempa (km)

Kondisi BAT (°)

Strike

Dip

Slip

1

5,1

9

90

33

90

2

6,9

9

90

33

90

3

7,3

9

90

33

90

4

7,7

9

90

33

90

5

9,5

9

90

33

90


Keterangan:

M : magnitude gempa pembangkit tsunami (Mw)

P : Panjang bidang rectangular (Km)

L : Lebar bidang rectangular (Km)

D : Dislokasi Fault plane (m)

  • 2.4 Model Penjalaran Gelombang Tsunami

Persamaan konservasi massa dan memomentum dalam dua dimensi dinyatakan melalui teori air dangkal dalam pemodelan numerik COMCOT serta mempertimbangkan gaya gesek di dasar perairan sehingga persamaan dapat merepresentasikan kejadian yang dapat mewakilkan wilayah pesisir (Shuto 1991).

± Pp±^l - ah Tt IT< Tx J - - Tt

(4)




I I MEAN EARTH SURFACE

I I FAULT PLANE (A RECTANGULAR SURFACE ON FOOT BLOCK)

I I PROJECTION OF FAULT PLANE ON MEAN EARTH SURFACE

—> SLIP DIRECTION ON FAULT PLANE (RELATIVE TO FOOT BLOCK)

O FOCUS OF AN EARTHQUAKE (CENTER OF FAULT PLANE)

O EPICENTER (PROJECTION OF FOCUS ON EARTH SURFACE)

δ DIP ANGLE OF FAULT PLANE

λ SLIP DIRECTION ON FAULT PLANE (RAKE ANGLE)

0     STRIKE ANGLE

h     FOCAL DEPTH

L     LENGTH OF FAULT PLANE

W     WIDTH OF FAULT PLANE

Gambar 3. Ilustrasi Elastic Model Fault(Okada 1985)

Digunakan teori elastic model fault (Okada 1985). Fault plane dianggap sebagai bidang rectangular dengan ukuran Panjang lebar dan pergerakan bidang tesebut dipengaruhi oleh besarnya magnitude suatu gempa. Papazachos et al., (2004) memperkenalkan rumus empiris untuk menentukan besaran dari bidang rectangular ini:

⅞ = ^^2 + C2)¾ = ⅛V2 + G2)va    (9)

fλ = ^CCp2 + Q2)v¾ = ⅛^Cp2+ Q2)v2    (10)

Keterangan:

η        : Elevasi air laut;

P      : Flux sumbu X

Q      : Flux sumbu Y;

h       : Kedalaman perairan pada saat air tenang

H : Total kedalaman perairan (H = η + h)

: Friksi dasar perairan sumbu X

p

.y     : Friksi dasar perairan sumbu Y

n       : Koefisen Manning

g        : Gravitasi

  • 2.6 Analisis Data

Informasi mendetail mengenai potensi tsunami Pulau Bali bagian utara diperlukan clipping point pada seluruh pantai pada area pengamatan yaitu pantai Kecamatan Gerokgak Seririt Banjar Buleleng Sawan Kubutambahan Tejakula dan Kubu. Digunakan point dengan jarak antar point 180 meter mengikut resolusi BATNAS (Gambar 3) yang kemudian akan digunakan sebagai titik pemantauan waktu tempuh tsunami dan elevasi maksimum gelombang tsunami.

(1)

(2)

(3)


Gambar 4. Clipping point


Gambar 6. Initial Condition dan Waktu Tempuh Gelombang

Tsunami Skenario 5


  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Waktu Tempuh Gelombang Tsunami

Dengan input Pergerakan lempeng pembangkit tsunami (Tabel 1) diperoleh initial condition berupa elevasi permukaan air laut pada area di sekitar epicentre (gambar 5 dan 6). Dilakukan pemisahan layout terhadap skenario 1-4 dengan skenario 5 karena terdapat perbedaan nilai elevasi permukaan air laut yang ekstrim.

Gambar 5. Initial Condition dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami (a) Skenario 1; (b) Skenario 2; (c) Skenario 3; (d) Skenario 4

Untuk dapat menjelaskan waktu tempuh gelombang tsunami pada area penelitian pada gambar 3 dan 4 ditampilkan informasi waktu tempuh gelombang tsunami sepanjang pantai area penelitian. Pada initial condition skenario 1 hingga skenario 4 memiliki rentang nilai elevasi permukaan air laut pada area pembangkitan tsunami sebesar 0 hingga 5 meter sedangkan pada skenario 5 rentang nilai jauh lebih besar yaitu mencapai 65 meter. Perbedaan nilai elevasi permukaaan air laut pada initial condition pada setiap skenario dipengaruhi oleh magnitude gempa pembangkit tsunami sehingga menghasilkan waktu tempuh dan elevasi maksimum gelombang tsunami pada pantai yang bervariasi. Hasil serupa didapatkan Goda et al., (2021) yaitu dapat disimpulkan bahwa semakin besar magnitude gempa pembangkit tsunami, maka gelombang tsunami yang dihasilkan semakin besar.

Secara rata-rata pantai dengan waktu tempuh tercepat pada skenario 1 2 dan 3 adalah pantai Kecamatan Tejakula dengan rentang waktu 5 menit 41 detik hingga 3 menit 43 detik; pada skenario 4 dan 5 adalah pantai Kecamatan Sawan dengan rentang waktu 2 menit 51 detik hingga 56 detik. Hal ini dikarenakan Pantai Kecamatan Tejakula memiliki jarak terdekat dengan area pembangkitan gelombang tsunami pada skenario 1 2 dan 3 jika dibandingkan dengan pantai kecamatan lainnya sedangkan pantai Kecamatan Sawan memiliki jarak terdekat dengan area pembangkitan gelombang tsunami pada skenario 4 dan 5.

Pada setiap skenario pantai Kecamatan Gerokgak selalu memiliki waktu tempuh gelombang tsunami paling lambat terutama pada ujung barat Kecamatan Gerokgak namun pada bagian timur area pengamtan yaitu pantai Kecamatan Kubutambahan dan pantai Kecamatan Kubu memiliki waktu tempuh tercepat. Hal ini dikarenakan perbedaan jarak antara area pembangkitan tsunami dengan pantai-pantai di setiap kecamatan. Hasil serupa didapatkan Ananda et al., (2019) yaitu semakin dekat jarak antara titik sumber gempa dengan daerah pengamatan maka run-up semakin tinggi waktu tempuh gelombang tsunami semakin cepat serta area genangannya semakin luas dan sebaliknya

Terdapat nilai waktu tempuh yang beragam pada Kecamatan Gerokgak khususnya pada skenario 5 terdapat point yang memiliki waktu tempuh dibawah 5 menit 5-10 menit dan diatas 10 menit. Hal ini disebabkan karena panjang garis pantai Kecamatan Gerokgak yang melebihi panjang garis pantai kecamatan lainnya sehingga waktu tempuh gelombang tsunami sangat fluktuatif jika dibandingkan dengan pantai Kecamatan lainya. Secara rata-rata waktu tempuh gelombang tsunami pada

area pengamatan memilik tren penurunan seiring dengan kenaikan magnitude gempa pembangkit tsunami. Hal ini disebabkan karena luas area pembangkitan gelombang tsunami bertambah seiring dengan kenaikan magnitude gempa pembangkit tsunami, sesuai dengan hasil penelitian Sofia et al., (2017) dimana didapatkan penurunan waktu tempuh tsunami dengan penambahan magnitude gempa pembangkit tsunami.

Kecepatan gelombang tsunami yang didapatkan pada penelitian ini sangat beragam di setiap area pengamatan. Kecepatan gelombang tsunami sangat dipengaruhi oleh keadaan batimetri lokal. Semakin rendah nilai elevasi batimetri maka semakin cepat kecepatan penjalaran gelombang tsunami pada area tersebut dan sebaliknya. Penemuan ini sesuai dengan pemaparan National Weather Services (2022) mengenai penjalaran gelombang tsunami. Sebagai contoh: pada skenario 5 waktu tempuh tercepat yaitu 24 detik pada pantai Kubutambahan namun dapat terlihat pada gambar 5 point tersebut memiliki jarak 1 km dengan area pembangkitan gelombang tsunami sehingga didapatkan kecepatan gelombang tsunami sebesar 151 km/jam; sedangkan pada skenario 4 waktu tempuh tercepat yaitu 137 detik pada Pantai Kubutambahan namun dapat terlihat pada Gambar 4 point tersebut memiliki jarak 28 km dengan area pembangkitan gelombang tsunami sehingga didapatkan kecepatan gelombang tsunami sebesar 735 km/jam.

  • 3.2    Elevasi maksimum gelombang tsunami

Hasil model mendapatkan adanya perbedaan ketinggian runup tsunami pada pantai yang beragam pada setiap area pengamatan dan di setiap skenario. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yalciner et al., (2006) yaitu ketinggian gelombang tsunami pada pantai sangat dipengaruhi lokasi epicentre dan kekuatan gempa pembangkit tsunami serta kondisi batimetri lokal.

Gambar 7. Elevasi Maksimum Gelombang Tsunami Pada setiap Grid (a) Skenario 1; (b) Skenario 2; (c) Skenario 3; (d) Skenario 4

Gambar 8. Elevasi Maksimum Gelombang Tsunami Pada setiap Grid Skenario 5

Run-up maksimum gelombang tsunami pada pantai di skenario 1 2 3 dan 4 berada pada Pantai Kubu dengan ketinggian run-up sebesar 0 0095 m 0 47 m 1 5 m dan 3 m; serta pada skenario 5 run-up tertinggi berada pada pantai Kecamatan Banjar dengan ketinggian run-up mencapai 67 6 m. Hal ini dikarenakan pada skenario 1 2 3 dan 4 area pembangkitan tsunami berada lebih dekat dengan Pulau Bali timur laut menyebabkan pantai Kecamatan Kubu memiliki nilai run-up tertinggi pada keempat skenario tersebut. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut: refraksi gelombang tsunami yang terjadi pada pantai mengkibatkan amplifikasi ketinggian gelombang tsunami saat mencapai seluruh pantai kecamatan Bali Utara dan proses difraksi gelombang tsunami yang terjadi pada Kecamatan Tejakula cenderung mengarah ke Kecamatan Kubu. Pada skenario 5 jarak antara area pembangkitan tsunami dengan seluruh area pengamatan cenderung ekuivalen menyebabkan area pengamatan selain Kecamatan Tejakula dan Kubu memiliki elevasi yang cenderung lebih besar. Fenomena ini disebabkan oleh bentuk morfologi pesisir Pulau Bali barat laut memiliki kemiringan yang lebih landai sehingga proses refraksi gelombang tsunami terjadi secara lebih maksimal. Penemuan serupa ditemukan pada studi yang dilakukan oleh Yudhichara & Robiana (2016) mengenai pengaruh kondisi pantai terhadap genangan tsunami di Teluk Bima.

Pada skenario 5 pantai dengan rentang nilai elevasi tertinggi adalah pantai Kecamatan Banjar. Hal ini disebabkan karena pantai kecamatan tersebut berbentuk teluk sehingga gelombang tsunami teramplifikasi karena saling terinterferensi oleh proses difraksi gelombang tsunami dari arah barat dan timur (pantai Kecamatan Singaraja dan Gerokgak). Penemuan serupa didapatkan oleh hasil pemodelan Aperus et al., (2016) yang mendapatkan ketinggian run-up gelombang tsunami tertinggi ditemukan pada wilayah pantai yang berbentuk teluk serta hasil pemodelan Suwarsono et al., (2016) yang mendapatkan ketinggian gelombang tsunami yang memasuki area teluk mengalami penguatan mencapai 300%.

Kesimpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa tsunami dengan lokasi epicentre di area Back Arc Thrust utara Pulau Bali memerlukan waktu 21 menit hingga < 1 menit untuk mencapai pantai Pulau Bali utara serta memiliki rentang ketinggian run-up setinggi 0 0095 m hingga 67 m saat mencapai pantai Pulau Bali bagian utara. Lokasi dengan waktu tempuh gelombang tsunami tercepat

berada di pantai Kecamatan Tejakula pada skenario dengan gempa pembangkit gelombang tsunami sebesar 5 1 Mw 6 9 Mw dan 7 3 Mw serta pantai Kecamatan Banjar pada skenario dengan gempa 7 7 Mw dan 9 5 Mw. Lokasi dengan ketingian run-up gelombang tsunami tertinggi berada pada pantai Kecamatan Kubu pada skenario dengan gempa pembangkit gelombang tsunami sebesar 5 1 Mw 6 9 Mw 7 3 Mw dan 7 7 Mw serta pantai Kecamatan Banjar pada skenario dengan gempa 9 5 Mw.

Daftar Pustaka

[NWS] National Weather Services, NOAA National Centers for Environmental Information. 2022. Tsunami Propagation. https://www.weather.gov/jetstream/tsu_prop [12 Mei 2022]

[RI] Republik Indonesia. 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2008 Nomor 42)

[USGS] United States Geological Survey. 2019. USGS Search Earthquake Catalog. https://earthquake.usgs.gov/. [1 Desember 2019]

Afif, H., Cipta A. 2015. April. Tsunami Hazard Map in Eastern Bali. In AIP Conference Proceedings (Vol. 1658, No. 1, P. 050001). AIP Publishing LLC.

Al'ala, M., Rasyif, T. M., & Fahmi, M. 2015. Numerical Simulation off Ujong Seudeun Land Separation Caused by The 2004 Indian Ocean   Tsunami,   Aceh-Indonesia. Science   of Tsunami

Hazards, 34(3).

Ananda, P. S. A. A. M., Denny, N. S., Muhammad, H. 2019. Study of Characteristics and the Coverage of Tsunami Wave Using 2D Numerical Modeling in the South Coast of Bali, Indonesia. International Journal of Oceans and Oceanography ISSN 09732667 Volume 13 (1) : 237-250

Aperus, R., Pujiastuti, D., Billyanto, R. 2016. Pemodelan Tinggi dan Waktu Tempuh Gelombang Tsunami Berdasarkan Data Historis Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000 di Pesisir Pantai Bengkulu. Jurnal Fisika Unand, 5(4), 364-370.

Daryono, 2011. Identifikasi Sesar Naik Belakang Busur Daerah Bali Berdasarkan Seismisitas Dan Solusi Bidang Sesar. Artikel Kebumian Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, pp 1521-1525. www.bmg.go.id. [1 Desember 2019]

Eko, P., Wardani, L., Sulistiyono, H. 2018. The prediction of tsunami travel time to Mataram City Indonesia based on North Lombok earthquake as the initial condition. In MATEC Web of Conferences (Vol. 229, p. 04007). EDP Sciences.

Encyclopedia Britannica, available on http://www.britannica.com. Accessed on June 08, 2021.

Geist, E. L., Titov, V. V., Arcas, D., Pollitz, F. F., Bilek, S. L. 2007. Implications of the 26 December 2004 Sumatra–Andaman earthquake on tsunami forecast and assessment models for great subduction-zone earthquakes. Bulletin of the Seismological Society of America, 97(1A), S249-S270.

Goda, K., Risi, R., De Luca, F., Muhammad, A., Yasuda, T., Mori, N. 2021. Multi-hazard earthquake-tsunami loss estimation of Kuroshio Town, Kochi Prefecture, Japan considering the Nankai-Tonankai megathrust rupture scenarios. International Journal of Disaster Risk Reduction, 54, 102050.

Kajiura, K., Shuto, N. Numerical modeling of free-surface flows that are two dimensional in plan. In Tsunami in The Sea, number 9 Part B, pages 395–420. John Wiley and Sons, Inc., 1990

National Geophysical Data Center / World Data Service. 2019. NCEI/WDS Global Historical Tsunami Database. NOAA National Centers for Environmental Information. doi: 10.7289/V5PN93H7 [1 Desember 2019]

Okada, M. 1985. Surface deformation due to shear and tensile faults in a half-space. Bull. Seism. Soc. Am., 75(4):1135–1154, 1985.

Papazachos, B. C., Scordilis, E. M., Panagiotopoulos, D. G., Karakaisis GF. 2004. Global relations between seismic fault parameters and moment magnitude of earthquakes. Bulletin of the Geological Society of Greece, 36(3), 1482-1489.

Prakasa, R. E., Perbani, N. M. R. R. C. 2020. Penentuan Daerah Potensial Budidaya Ikan Kerapu Menggunakan Keramba Jaring Apung (KJA) Offshore: Studi kasus: Perairan Bali Utara. FTSP.

Pranantyo, I. R., Cummins, P. R. 2019. Multi-Data-Type Source Estimation for the 1992 Flores Earthquake and Tsunami. Pure Appl. Geophys. 176, 2969–2983

Shuto, N. 1991. Numerical Simulation of Tsunamis—Its Present and Near Future. Natural Hazards, 4, pp.171-191.

Sofia, A. A., Siddhi, S., Petrus, S. 2017. Simulasi Penjalaran dan Penentuan Run-Up Gelombang Tsunami di Teluk Pangandaran, Jawa Barat. JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 6 (No 1): 254 – 262

Suwarsono, S., Harlianto, B., Supiyati, S. 2016. Bahaya Penguatan Gelombang Tsunami Akibat Cekungan Teluk Sungai Serut Untuk Mitigasi Penduduk Kelurahan Pasar Bengkulu Dan Pondok Besi, Kota Bengkulu. Badan Penerbit Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada. ISBN: 978-979-8786-61-7

Wang, X. 2006. An analysis of 2004 Sumatra earthquake fault plane mechanisms and Indian Ocean tsunami. Journal of Hydraulic Research Vol. 44 (No 2): 147–154

Yalçiner, A., Pelinovsky, E., Talipova, T., Kurkin, A., Kozelkov, A., Zaitsev, A. 2004. Tsunamis In The Black Sea: Comparison Of The Historical, Instrumental, And Numerical Data. Journal of Geophysical Research: Oceans, 109(C12).

Yudasmara, G. A. 2016. Mina Wisata Sebagai Alternatif Pengembangan Wisata Bahari di Kawasan Pesisir Buleleng, Bali Utara. Jurnal Segara, 12(1).

Yonghai, C. and Jiancheng, L. 2014. Extraction Of Two Tsunamis Signals Generated by Earthquakes Around The Pacific Rim. Geodesy And Geodynamics, 5(2), pp.38-47.

Yudhicara, Y., Robiana, R. 2016. The Influence of Coastal Conditions to Tsunami Inundation of Bima Bay, West Nusa Tenggara. Bulletin of the Marine Geology, 29(1), 29-42.

96