JMRT, Volume 6 No 2 Tahun 2023, Halaman: 136-143

JMRT


JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY

journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT

ISSN: 2621 - 0096 (electronic); 2621 - 0088 (print)


Aplikasi Penginderaan Jauh Citra Landsat-8 Untuk Pembuatan Peta Batimetri Di Perairan Pantai Jumpai, Klungkung, Bali


Ida Ayu Made Inten Meliniaa*, I Dewa Nyoman Nurweda Putraa, and I Gusti Ngurah Putra Dirgayusaa

aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

*Corresponding author, email: [email protected]


ARTICLE INFO


ABSTRACT


Article history:

Received: 16 Agustus 2022

Received in revised form: 17 September 2022

Accepted: 3 November 2022

Available online: 28 Agustus 2023


Keywords: Klungkung, Jumpai Beach Remote Sensing Landsat 8


Kata Kunci: Klungkung Pantai Jumpai Penginderaan Jauh Landsat 8


Klungkung Regency is the smallest regency in the province of Bali, Indonesia. The waters of Jumpai Beach are one of the areas in Klungkung, which is one area that is used by the surrounding population for fishing activities for fishermen to obtain fishery products. Remote sensing technology has been applied because of its effectiveness and the significance of its use in compiling and revising resource maps. It is also helpful to support resource planning and management. A bathymetry map is a map that describes the depth of the sea and is presented using contour lines. Contour lines are abstract lines connecting several locations or areas with the same height or depth. Remote sensing techniques are available to determine the ocean’s depth because the air has signals from the very bottom of the ocean with strong solid wavelengths. However, the penetration of electromagnetic energy is limited. Therefore, remote sensing techniques are adopted to infer water depth and shallowness. One of the satellites that can be used for bathymetry mapping is Landsat-8. Landsat imagery has a spatial resolution of 30 meters, complemented by the visible channels required to extract bathymetric maps. Accurate estimation of shallow water area bathymetry for the safety of small boat navigation such as fishing and for benthic studies. Remote sensing technology can be considered one of the most desirable alternative tools for bathymetry development.

A B S T R A K

Kabupaten Klungkung adalah kabupaten terkecil di Provinsi Bali, Indonesia. Perairan Pantai Jumpai merupakan salah satu kawasan di Klungkung yang merupakan salah satu kawasan yang dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk kegiatan penangkapan ikan bagi nelayan untuk memperoleh hasil perikanan. Teknologi penginderaan jauh telah diterapkan karena keefektifannya dan signifikansi penggunaannya dalam menyusun dan merevisi peta sumber daya. Ini juga berguna untuk mendukung perencanaan dan pengelolaan sumber daya. Peta batimetri merupakan peta yang menggambarkan kedalaman laut dan disajikan dengan menggunakan garis kontur. Garis kontur adalah garis abstrak yang menghubungkan beberapa lokasi atau area yang memiliki ketinggian atau kedalaman yang sama. Teknik penginderaan jauh tersedia untuk menentukan kedalaman lautan, karena udara memiliki sinyal dari dasar lautan dengan panjang gelombang yang kuat. Namun, penetrasi energi elektromagnetik terbatas. Oleh karena itu, teknik penginderaan jauh diadopsi untuk menyimpulkan kedalaman dan kedangkalan air. Salah satu satelit yang dapat digunakan untuk pemetaan batimetri adalah Landsat-8. Citra Landsat memiliki resolusi spasial 30 meter yang dilengkapi dengan saluran tampak yang diperlukan dalam ekstraksi peta batimetri. Estimasi akurat batimetri perairan dangkal untuk keselamatan navigasi kapal kecil seperti memancing dan untuk studi bentik. Teknologi penginderaan jauh dapat dianggap sebagai salah satu alat alternatif yang paling diinginkan untuk pengembangan batimetri.

2023 JMRT. All rights reserved


  • 1.    Pendahuluan

Teknologi penginderaan jauh telah banyak diterapkan karena keefektifannya serta signifikansi pemanfaatan dalam menyusun dan merevisi peta sumber daya (Butler, 1988). Pemetaan topografi bawah air untuk mengetahui tentang struktur morfologi sungai, danau, waduk, dan kawasan pesisir (Roland et al, 2019). Dalam perencanaan kegiatan struktur dekat pantai seperti pekerjaan

teknik, pengelolaan pelabuhan, pemasangan pipa, penangkapan ikan, operasi pengerukan, pengeboran minyak, dan akuakultur penting untuk menentukan topografi bawah air dan juga pergerakan sedimennya agar menghasilkan grafik hidrografi untuk transportasi yang aman (Jagalingam, 2017). Peta batimetri adalah peta yang menggambarkan kedalaman laut dan disajikan dengan menggunakan garis kontur kedalaman yang dimana dalam survei batimetri dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan

metode penginderaan atau rekaman dari permukaan dasar laut yang dimana data tersebut kemudian diolah untuk menghasilkan profil-profil dasar laut dengan dengan jumlah yang cukup banyak sehingga dapat digambarkan susunan dari garis-garis kedalaman (kontur) dan disajikan dalam bentuk peta batimetri. Garis kontur adalah garis abstrak yang menghubungkan beberapa lokasi atau daerah yang memiliki ketinggian atau kedalaman yang sama (Wijayanto, 2017). Teknik penginderaan jauh tersedia untuk menentukan kedalaman laut dengan ketergantungan panjang gelombang yang kuat (Dekker et al., 2011). Oleh karena itu, teknik penginderaan jauh terutama diadopsi untuk menyimpulkan kedalaman wilayah perairan jernih dan dangkal (Zheng et al., 2014).

Salah satu satelit yang bisa digunakan untuk pemetaan batimetri yaitu Landsat-8. Citra landsat memiliki spasial resolusi 30 meter dilengkapi dengan saluran terlihat yang diperlukan di ekstraksi peta batimetri. Jupp (1988) menyatakan bahwa citra Landsat dapat digunakan dalam menentukan kedalaman air sejak band 2 (saluran biru) memiliki kemampuan tembus hingga 25 meter dari kedalaman air, band 3 (hijau channel) hingga 15 meter, band 4 (merah channel) hingga 5 meter, sedangkan band 5 (Saluran SWIR-1) hanya mampu menembus kedalaman air 0,5 meter. Secara umum single dan multibeam echousounder memberikan metode yang paling akurat dan andal untuk mendapatkan kedalaman (Horta et al., 2014). Namun, teknik ini mahal, lambat, bergantung pada cuaca dan kapal survei besar tidak cocok untuk operasi di perairan dangkal. Batimetri Airborne LIDAR merupakan alternatif untuk kampanye kapal dan kesesuaiannya telah dibuktikan di daerah pesisir (Chust et al., 2010). Metode LIDAR ini cepat, tidak terhalang oleh pembatasan maritim namun berkinerja buruk di perairan keruh (Coveney dan Monteys, 2011). Namun, menurut Lyzenga et al, (2006), metode penginderaan aktif, seperti sounding berbasis kapal, deteksi dan jangkauan cahaya (lidar), cukup mahal untuk aplikasi ini dalam penerapannya sedangkan sounding berbasis kapal sering kali memiliki resolusi spasial yang sangat rendah dan mengalami kesulitan dalam menavigasi perairan dangkal.

Estimasi akurat batimetri wilayah perairan dangkal penting untuk keselamatan navigasi perahu kecil seperti penangkapan ikan dan untuk studi bentik (Ma et al., 2014). Teknologi penginderaan jauh dapat dianggap sebagai salah satu alat alternatif yang paling menjanjikan untuk memetakan batimetri (Winterbottom dan Gilvear, 1997). Teknologi penginderaan jauh memiliki berbagai keunggulan seperti cakupan wilayah yang luas, pengulangan wilayah dalam kurun waktu tertentu, serta kemudahan akses data (Deng et al., 2008). Lokasi yang digunakan pada penelitian ini yaitu di Perairan Jumpai, Klungkung, Bali. Pemilihan lokasi yang dilakukan ini dikarenakan masih sedikit informasi mengenai penelitian tentang penginderaan jauh, terutama pada bagian informasi batimetri.

  • 2.    Metode Penelitian

    2.1    Waktu dan Tempat

Lokasi penelitian dilakukan di perairan Pantai Jumpai, Klungkung, Bali, dengan luas daerah 1,44 km2. Letak geografis Kabupaten Klungkung adalah 115o37’43’’ Bujur Timur dan 008o4900’’ Lintang Selatan. Kabupaten Klungkung merupakan kabupaten terkecil di Provinsi Bali dengan ibu kota Semarapura, Klungkung yang berbatasan dengan Kabupaten Bangli di sebelah utara, di sebelah timur Kabupaten Karangasem, di sebelah barat Kabupaten Gianyar dan di sebelah selatan yaitu Samudera Hindia. Sepertiga wilayah Kabupaten Klungkung (112,16 km2) terletak di antara Pulau Bali dan dua pertiganya (202,85 km2) merupakan Kepulauan Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan (BPS Klungkung, 2014). Perairan Pantai Jumpai merupakan salah

satu kawasan di Klungkung yang banyak dimanfaatkan oleh penduduk sekitarnya untuk kegiatan memancing hingga nelayan untuk memperoleh hasil perikanan dengan lengkung panjang pasir hitam keabu-abuan, indah, masih asli dan masih belum terjamah. Sebagian besar warganya bekerja sebagai petani lahan basah dan nelayan. Desa ini juga dikenal sebagai pusat pengolahan rumput laut dan terdapat pabrik pengolahan di dekat pantai. Pabrik tersebut mengolah rumput laut untuk diekspor ke China. Suplai rumput lautnya diambil dari Pulau Nusa Penida. Ombak yang ada di Pantai Jumpai besar dan kuat, sehingga tidak disarankan untuk berendam atau berenang (Surya, 2021).

Data lapangan yang digunakan pada pengolahan ini tahun 2020 dengan data citra yang digunakan yaitu dua tahun di tahun 2014 dan 2020. Pengolahan dan analisis data dilakukan pada September 2021 - Agustus 2022 di Laboratorium GIS dan Remote Sensing, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana.

Gambar 1. Lokasi Penelitian (Sumber: Peta RBI dan BATNAS)

  • 2.2    Metode Penelitian

Metode pengolahan data pada penelitian ini terdapat beberapa tahapan yang dilakukan, yaitu melakukan koreksi citra, cropping, melakukan masking citra, mengestimasi kedalaman menggunakan algoritma, dan menghitung uji akurasi.

  • 2.2.1    Spesifikasi Data

Produk citra yang digunakan yaitu Landsat-8 OLI Level-1 dengan tanggal akuisisi yaitu 06 November 2014 dan 06 Juni 2020. Satelit Landsat merupakan salah satu satelit yang menghasilkan citra multispectral. Satelit landsat 8 memiliki sensor Onboard Operational Land Imager (OLI) dengan 9 kanal (band 1-9) berada pada OLI. Untuk sensor OLI yang dibuat oleh Ball Aerospace, terdapat 2 band yang baru terdapat pada satelit Program Landsat yaitu Deep Blue Coastal/Aerosol Band (0,433–0,453 µm) untuk deteksi wilayah pesisir serta Shortwave InfraRed Cirrus Band (1,360–1,390 µm) untuk deteksi awan cirrus. Sedangkan sisa 7 band lainnya merupakan band yang sebelumnya juga telah terdapat pada sensor satelit Landsat generasi sebelumnya.

  • 2.2.2    Koreksi Radiometrik

Koreksi TOA merupakan perbaikan akibat distorsi radiometrik yang disebabkan oleh posisi matahari. Koreksi TOA dilakukan dengan cara mengubah nilai digital number (DN) ke nilai reflektansi. Landsat 8 menggunakan koreksi TOA yang meliputi TOA reflektansi dan koreksi matahari. Koreksi TOA Reflektansi dilakukan dengan mengkonversi nilai DN (digital number) ke nilai reflektansi. Berdasarkan USGS persamaan konversi untuk koreksi TOA reflektansi yaitu:

ρλ′=MρQcal+Aρ

dimana:

ρλ' : Reflektansi planet TOA, tanpa koreksi untuk sudut matahari. ρλ' tidak mengandung koreksi untuk sudut matahari.

Qcal : Nilai piksel produk standar (DN) yang diukur dan dikalibrasi

Mρ : konstanta rescalling (REFLECTANCE_MULT_BAND_x, di mana x adalah band yang digunakan)

Aρ : konstanta penambah (REFLECTANCE_ADD_BAND_x, di mana x adalah band yang digunakan)

  • 2.2.3    Koreksi Atmosfer

The Dark Object Subtraction (DOS) merupakan koreksi atmosfer berbasis gambar. Chavez (1996) menjelaskan bahwa “asumsi dasarnya adalah bahwa di dalam gambar beberapa piksel berada dalam bayangan penuh dan pancarannya diterima di satelit karena hamburan atmosfer (path radiance). Asumsi ini dikombinasikan dengan fakta bahwa sangat sedikit target di permukaan bumi yang benar-benar hitam, jadi reflektansi minimum satu persen yang diasumsikan adalah lebih baik dari nol persen.

Lp = Lmin   LdO1%

Dimana:

Lmin: Pancaran yang sesuai dengan nilai hitungan digital yang jumlah semua pikselnya dengan digital menghitung lebih rendah atau sama dengan 0,01% dari semua piksel dari gambar yang dipertimbangkan” (Sobrino et al., 2004), maka pancaran yang diperoleh dengan nilai hitungan digital (DNmin).

LD01%:P ancaran Dark Object, diasumsikan memiliki nilai reflektansi 0,01

Khususnya untuk gambar Landsat:

Lmin = ML * DNmin + AL

  • 2.2.4    MASKING CITRA

Citra yang telah dikonversikan menjadi radiansi (Spectral Radiance) kemudian dilakukan proses lebih lanjut yaitu proses masking, untuk menutup wilayah daratan dan koreksi radiometrik untuk mengurangi distorsi radiometrik pada citra. Masking dilakukan dengan memanfaatkan band 3 (Green) dan band 5 (NIR). Hal ini bertujuan untuk memfokuskan kajian dan mengurangi beban pemrosesan citra. Metode yang digunakan yakni NDWI. NDWI adalah suatu algoritma yang digunakan untuk deteksi badan air. Badan air memiliki kapasitas untuk menyerap secara kuat panjang gelombang sinar tampak dan infra merah. Nilai NDWI lebih besar dari nol maka dikatakan mewakili permukaan badan air, dan jika nilai NDWI lebih kecil atau sama maka dikatakan sebagai permukaan bukan air.

TM1   = Band 2 (Biru)

TM2   = Band 4 (Merah)

Ki/Kj   = Nilai koefision atenuasi

Dimana:

ki/kj  = a + √(a*2 + 1)

a      = (var TM1-varTM2)/(2*Covar TM1 TM2)

Tahap ini adalah tahap yang dilakukan untuk menghilangkan nilai kolom air, sehingga dapat dikatakan seolah-olah nilai dari kolom air ini diabaikan, sehingga dapat diilustrasikan citra satelit langsung mengenai dasar perairan, tanpa melewati kolom air.

  • 2.2.6    Estimasi Kedalaman

Selanjutnya dilakukan estimasi kedalaman perairan melalui citra Landsat-8 OLI. Dengan demikian untuk memperoleh kedalaman duga dari hasil regresi rasio nilai-nilai reflektansi pada masing-masing band yang digunakan, persamaan dapat ditulis ulang berdasarkan persamaan regresi polynomial menjadi:

(y = ⅜ + «1 * ⅞+ ⅞ * X12+..-large + απ * x11n)

  • 2.2.7    Uji Akurasi

Uji akurasi dilakukan pada nilai prediksi kedalaman dengan menghitung Root Mean Square Error (RMSE). RMSE dihasilkan dari akar rata-rata jumlah kuadrat error antara selisih nilai hasil lapangan dengan nilai hasil pengolahan citra. Nilai RMSE yang lebih kecil menunjukkan model persamaan estimasi kedalaman yang lebih baik (Nurkhayati, 2013). RMSE juga dapat didefinisikan sebagai besarnya tingkat kesalahan hasil prediksi, dimana semakin kecil (mendekati 0) nilai RMSE maka hasil prediksi akan semakin akurat (Suprayogi et al., 2013). RMSE dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

dengan e merupakan selisih dari nilai kedalaman citra (Vti) dan nilai kedalaman lapang (Vai) serta n adalah jumlah titik kedalaman yang digunakan dalam validasi.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Hasil

      • 3.1.1    Citra Landsat-8

Dibawah ini yakni merupakan gambar citra asli dari Landsat-8 yang mana citra yang digunakan sebagai tampilan pada gambar dibawah ini yakni menggunakan citra Landsat-8 band 2.

ndwi = p3(GREEN) - pS(NlR) p3 (GREEN) + p5 (NIR)

2.2.5 Analisis Lyzenga

Dalam analisis batimetri memerlukan analisis alogaritma Lyzenga untuk mengoreksi kolom air di lokasi perairan. Gelombang elektromagnetik yang berada pada sinar tampak yaitu : red, green, blue dapat menembus kolom air, sehingga dapat mendeteksi perairan yang ada di bawah kolom air. Persamaan (Lyzenga, 1981), yaitu:

Y = Ln (TM1) + (Ki/Kj * Ln (TM2))

Dimana:

Y       = Citra hasil ekstraksi dasar perairan


Gambar 2. Citra Landsat 8


  • 3.1.2    Citra Terkoreksi Atmosferik dan Radiometrik

Citra hasil perekaman sensor penginderaan jauh mengalami berbagai distorsi yang disebabkan oleh gerakan sensor, faktor media, dan faktor obyek itu sendiri, sehingga perlu dilakukan koreksi untuk menghasilkan informasi yang lebih akurat, sehingga dilakukan koreksi atmosferik dan koreksi radiometrik. Pada gambar dibawah ini yakni gambar citra yang sudah terkoreksi atmosferik dan radiometrik, yang dimana citra yang telah dikoreksi visualisasi citranya lebih tajam dan kontras dibandingkan dengan citra sebelum dikoreksi.

CitraTerkoreksi Atmosferik dan Radiometrik 2014

Citra Terkoreksi Atmosferik dan Radiometrik 2020


  • 3.1.3    Cropping Citra

Cropping citra atau pemotongan citra merupakan tahap yang perlu dilakukan untuk mengambil lokasi yang diperlukan untuk dilakukan pengamatan pada lokasi tersebut. Pemotongan citra juga dilakukan untuk memperkecil ukuran citra agar pada saat dilakukan pengolahan lebih mudah. Pemotongan citra dapat dilakukan berdasarkan titik koordinat, dengan menyesuaikan lokasi. Pada tahapan cropping dilakukan di Google Earth yang dimana data lapangan diinput ke dalam Google Earth agar lebih mudah untuk mengetahui lokasi yang akan dipotong.

Gambar 4. Cropping Citra

  • 3.1.4    Masking

Pada proses masking ini dilakukan dengan menggunakan NDWI, yang dimana band yang dimanfaatkan yakni band Hijau dan band Near. Proses masking dilakukan untuk menutup wilayah daratan. Masking yang dilakukan pada citra Landsat-8 yakni dengan memanfaatkan band 3 (Green) dan band 5 (NIR). Hal ini bertujuan untuk memfokuskan kajian dan mengurangi beban pemrosesan citra. Metode NDWI merupakan suatu algoritma yang digunakan untuk deteksi badan air yang memiliki kapasitas untuk menyerap secara kuat panjang gelombang sinar tampak dan infra merah. Nilai NDWI lebih besar dari nol maka dikatakan mewakili permukaan badan air, dan jika nilai NDWI lebih kecil atau sama maka dikatakan sebagai permukaan bukan air. Rumus NDWI yang dilakukaan yakni seperti rumus dibawah ini dan hasilnya terdapat pada Gambar 5.

Tabel 1. Perhitungan Algoritma Lyzenga 2014

Var

TM1

Var

TM2

Covar TM1

TM2

a

Ki/Kj

0.000

0.00010

0.00007664

-

0.999999998

0607

4

81

0.00000000

563

164552


NDWI =


p3 (GREEN) - p5(NIR) p3 (GREEN) + p5 (NIR)

Gambar 3. Citra Terkoreksi Atmosferik dan Radiometrik


masking Darat air 2o4


Algoritma Lyzenga 2014


masking Daratair 2020

Gambar 5. Masking


Algoritma Lyzenga 2020

Gambar 6. Algoritma Lyzenga


  • 3.1.5    Algoritma Lyzenga

Setelah dilakukannya tahapan masking, maka selanjutnya dilakukan algoritma Lyzenga untuk mencari grafik regresinya. Yang dimana persamaan (Lyzenga, 1981), yaitu:

Y = Ln (TM1) + (Ki/Kj * Ln (TM2))

Dimana:

Y       = Citra hasil ekstraksi dasar perairan

TM1   = Band 2 (Biru)

TM2   = Band 4 (Merah)

Ki/Kj   = Nilai koefision atenuasi

Dimana untuk mencari nilainya yakni:

ki/kj = a + √(a*2 + 1)

a      = (var TM1-varTM2)/(2*Covar TM1 TM2)

Kemudian dari persamaan yang dilakukan didapatkan nilai tahun 2014 dan 2020 seperti pada tabel dibawah ini dengan hasil pengolahan didapatkan pada Gambar 5.

Tabel 2. Perhitungan Algoritma Lyzenga 2020

Var TM1

Var TM2

Covar TM1 TM2

a

Ki/Kj

0.000038

0.000076

0.000052

-

0.99999

9075

5835

9065

0.000000000

996651

9999

  • 3.1.6    Grafik Regresi

Nilai yang didapat dari Algoritma Lyzenga, kemudian di export ke XYZ kemudian dibuka menggunakan Microsoft Excel dan dibuatkan Grafik Regresi. Grafik yang digunakan pada pengolahan ini yakni grafik polynomial ordo 3, dengan hasil y yang didapatkan pada tahun 2014 yakni y = 0.0021x3 + 0.061x2 + 0.5802x - 5.0658 dan R² = 0.4953 dan pada tahun 2020 yakni y = 0.0015x3 + 0.0463x2 + 0.4922x - 5.3138 dengan R² = 0.4444. Berikut grafik regresi yang didapatkan dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7.

  • 3.7    Estimasi Kedalaman

Selanjunya yakni dilanjutkan dengan mencari estimasi kedalaman absolutnya dengan menggunakan rumus pada grafik regresi yang sebelumnya sudah didapatkan, yang dimana persamaan regresi yang digunakan yakni persamaan regresi polynomial ordo 3. Pada hasil estimasi kedalaman dibuatkan dalam beberapa kelas kedalaman berdasarkan hasil pengolahan citra yang didapatkan, sehingga hasil pengolahan yang didapatkan yakni seperti Gambar 8.

Gambar 9. Kedalaman Absolut

  • 3.1.8    Grafik Kedalaman Absolut

Setelah dilakukan proses diatas maka di ekspor kembali, dan akhirnya mendapatkan grafik kedalaman absolute seperti pada grafik dibawah ini dengan nilai R2nya sebesar 0,4917 ditahun 2014 dan ditahun 2020 nilai R2nya sebesar 0,4792 (Gambar 9 dan 10).

  • 3.1.9    RMSE

Uji akurasi dilakukan pada nilai prediksi kedalaman dengan menghitung Root Mean Square Error (RMSE). RMSE dihasilkan dari akar rata-rata jumlah kuadrat error antara selisih nilai hasil lapangan dengan nilai hasil pengolahan citra. Nilai RMSE yang lebih kecil menunjukkan model persamaan estimasi kedalaman yang lebih baik (Nurkhayati, 2013). RMSE juga dapat didefinisikan sebagai besarnya tingkat kesalahan hasil prediksi, dimana semakin kecil (mendekati 0) nilai RMSE maka hasil prediksi akan semakin akurat (Suprayogi et al., 2013). RMSE dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

dengan e merupakan selisih dari nilai kedalaman citra (Vti) dan nilai kedalaman lapang (Vai) serta n adalah jumlah titik kedalaman yang digunakan dalam validasi. Sehingga dengan rumus yang ada didapatkan nilai RMSE seperti pada Gambar

Tabel 3. RMSE 2014

Data Lapang Data Citra

-2.06

-6.820445

4.760445  2.4934717

-2.33

-6.830618

4.500618

-2.34

-6.80094

4.46094

-2.44

-6.779615

4.339615

-2.61

-6.815666

4.205666

-2.95

-6.832769

3.882769

-3.06

-6.847704

3.787704

-3.26

-6.803769

3.543769

-3.27

-6.850655

3.580655

Tabel 4. RMSE 2020

Data Lapang

Data Citra

-2.06

-6.97268

4.91268

2.4658434

-2.33

-6.908713

4.578713

-2.34

-6.983944

4.643944

-2.44

-6.869634

4.429634

-2.61

-6.907743

4.297743

-2.95

-6.96372

4.01372

-3.06

-6.984876

3.924876

-3.26

-6.939274

3.679274

-3.27

-6.993189

3.723189

  • 3.1.10    Peta Informasi Kedalaman Batimetri

Pada pengolahan citra yang telah dilakukan, dengan melakukan beberapa tahapan diatas, kemudian dihasilkan suatu peta informasi batimetri yang dimana peta ini mampu memberi informasi terkait batimetri yang ada di perairan pantai Jumpai, Klungkung Bali. Peta informasi yang dibuat pada pengolahan dan penelitian ini yakni ditahun 2014 dan 2020 dengan memanfaatkan penginderaan jauh yaitu data citra landsat-8, sehingga dihasilkan peta informasi batimetri seperti pada Gambar 11.

Gambar 11. Peta Informasi Batimetri Tahun 2014

Gambar 12. Peta Informasi Batimetri Tahun 2020

  • 3.2 Pembahasan

Pada proses pengolahan digunakan 2 data, yang dimana data yang digunakan berupa data sekunder yakni data citra dan data lapangan. Data citra yang digunakan yaitu citra landsat-8 yang di download langsung dari USGS dengan tanggal data yang digunakan ada 2 yakni 06 November 2014 dan 06 Juni 2020. Pemilihan 2 citra ditahun berbeda ini berdasarkan pada kelayakan citra yang digunakan, yang dimana data citranya tidak tertutup awan pada lokasi yang digunakan dan data citranya juga mendekati data nilai lapangan. Untuk data lapangan yang digunakan yakni data lapangan di perairan Jumpai, yang dimana data lapangan tersebut dibagi kembali menjadi 2 yakni untuk nilai model dan nilai akurasi, dengan perbandingan 70 : 30. Dengan nilai model

sebanyak 331 titik dan nilai akurasi sebanyak 169 titik. Untuk data lapangan yang digunakan hanya 1 yakni di tahun 2020.

Pada proses pengolahan data citra dan data lapangan, awal dilakukan cropping, kemudian dilakukannya masking dan dilakukanlah pemisahan darat dan laut sehingga sesuai untuk membantu menganalisis studi batimetri dan kolom air selama cahaya matahari yang dipancarkan mampu menembus kolom perairan (Hartoko, 2010). Citra Landsat 8 dengan resolusi spasial 30 m yang sudah terkoreksi dan sudah terpisah antara daratan perairannya kemudian dimasukkan kedalam algoritma Lyzenga menggunakan Kanal band 2 (Blue) dan band 4 (Merah) untuk citra Landsat 8 dalam penelitian ini. Output dari algoritma Lyzenga adalah estimasi kedalaman relatif pada citra satelit Landsat 8 untuk perairan Jumpai, Klungkung, Bali. Berdasarkan proses estimasi batimetri yang dilakukan di Perairan Jumpai, Kabupaten Klungkung didapatkan persamaan regresi pada tahun 2014 yakni: y = 0.0021x3 + 0.061x2 + 0.5802x - 5.0658 dan ditahun 2020 yakni: y = 0.0015x3 + 0.0463x2 + 0.4922x - 5.3138.

Persamaan hasil regresi digunakan untuk mendapatkan nilai kedalaman absolut yang digunakan untuk mengestimasi kedalaman batimetri. Uji akurasi dilakukan dengan mengelompokkan seluruh data hasil ekstraksi data insitu dengan data citra (data kedalaman absolut). Berdasarkan hasil grafik regresi (Grafik 1 dan Grafik 2) didapatkan nilai koefisien (R2) pada tahun 2014 sebesar 0.4953 dan di tahun 2020 sebesar 0.4444. Dengan RMSE yang didapatkan yakni pada tahun 2014 sebesar 2.493472 dan di tahun 2020 sebesar 2.465843. Menurut Nurkhayati tahun 2013 Uji akurasi dilakukan pada nilai prediksi kedalaman dengan menghitung Root Mean Square Error (RMSE) kemudian RMSE dihasilkan dari akar rata-rata jumlah kuadrat error antara selisih nilai hasil lapangan dengan nilai hasil pengolahan citra. Nilai RMSE yang lebih kecil menunjukkan model persamaan estimasi kedalaman yang lebih baik. Menurut Suprayogi et al., (2013), RMSE juga dapat didefinisikan sebagai besarnya tingkat kesalahan hasil prediksi, dimana semakin kecil (mendekati 0) nilai RMSE maka hasil prediksi akan semakin akurat.

Kesimpulan

Simpulan dari penelitian ini sebagai berikut:

  • 1.    Pada pembuatan peta batimetri dibuat dengan beberapa proses pengolahan yang dilakukan dengan menggunakan 2 tanggal data citra yakni 06 November 2014 dan 06 Juni 2020, serta tanggal data lapangan ada 1 yakni 5 April 2020.

  • 2.    Berdasarkan proses estimasi batimetri yang dilakukan di Perairan Jumpai, Kabupaten Klungkung didapatkan nilai koefisien (R2) pada tahun 2014 sebesar 0,4953 dan di tahun 2020 sebesar 0,4444. Dengan RMSE yang didapatkan yakni pada tahun 2014 sebesar 2.493472 dan di tahun 2020 sebesar 2,465843.

  • 3.    Perbandingan batimetri di pantai Jumpai dilakukan dengan uji

akurasi yang dilakukan dengan mengelompokkan seluruh data hasil ekstraksi data insitu dengan data citra (data kedalaman absolut). Berdasarkan hasil grafik regresi yang didapatkan hasil RMSE yang didapat pada penelitian ini didapatkan tingkat error pada tahun 2014 sebesar 2,493472 dan di tahun 2020 sebesar 2,465843. Perbandingan nilai yang didapat tidak terlalu berbeda signifikan. Hal ini disebabkan karena data pembanding (data lapangan) yang digunakan hanya berada di 1 tahun yakni tahun 2020 serta perbandingan yang tidak terlalu berubah sangat drastis ini juga diperkirakan karena kegiatan yang ada di Pantai Jumpai juga rata-rata perairannya dimanfaatkan untuk nelayan mencari ikan dan tidak adanya kabar yang simpang siur terkait dengan perairan jumpai tersebut. Seperti adanya proses pengerukan atau hal lain yang mengakibatkan adanya pengikisan sedimen pada perairan tersebut.

Daftar Pustaka

Apriyanti, Yayuk., Hambali, R. 2016. STUDI KARAKTERISTIK SEDIMEN DAN LAJU SEDIMENTASI SUNGAI DAENG – KABUPATEN BANGKA BARAT. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Bangka Belitung

Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung. 2014-2020. Berita Resmi Statistik. Kabupaten Klungkung

Butler MJA, Mouchot C., Barote V., Blanc LC, (1988), The Application of Remote Sensing Technology to Marine Fisheries. An Introductory Manual. FAO Fisheries Technical Paper No.295. Rome: FAO.129.

Chust G., Grande, M., Galparsoro., I., Uriarte, A., Borja, A. Chust, G., 2010. Capabilities of the bathymetric Hawk Eye LiDAR for coastal habitat mapping: A case study within a Basque estuary. 89, 200213

Coveney, S., Monteys, X. 2011. Integration Potential of INFOMAR Airborne LIDAR Bathymetry with External Onshore LIDAR Data Sets. J.Coast. Res. 62, 19-29

Darwin, Charles. 2017. Satellite Image Analysis and Terrain Modelling. Australian Government Partnerships for Development: Artisanal and small scale mining for development in Eastern Indonesia program.

Dekker AG, Phinn SR, Anstee J, et al. (2011) Intercomparison of shallow water bathymetry, hydro-optics, and benthos mapping techniques in Australian and Caribbean coastal environments. Limnology and Oceanography: Methods 9: 396–425.

Deng Z, Ji M and Zhang Z (2008) Mapping bathymetry from multisource remote sensing images: A case study in the Beilun Estuary, Guangxi, China. The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences 37(Part B8): 1321–1326.

Defrimilsa, 2003.Studi Perbandingan Profil Batimetri Perairan Utara Belitung Hasil Deteksi Sistem Akustik Bim Terbagi SIMRAD EY-500 Dengan Profil Batimetri Peta Dishidros TNI-AL. Skripsi. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ekadinata, Andre. Dewi, Sonya. Hadi, Danan Prasetyo. Nugroho, Dudy Kurnia. Johana, Feri. 2008. Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Bentang Lahan Berbasis Sumber Daya Alam. Bogor: ICRAF Southeast Asia

Horta, J., Pacheco A., Moura, D., &Ferreira, O. 2014. Can recreational echosounder-chartplotter systems be used to perform accurate nearshore bathymetric surveys?. 64,1555–1567

Jagalingam Pushparaj and Arkal Vittal Hegde. 2017. Estimation of bathymetry along the coast of Mangaluru using Landsat-8

imagery. The International Journal of Ocean and Climate Systems. Vol. 8(2) 71–83.

Jupp DLB, (1988), Background and Extensions to Depth of Penetration (DOP) Mapping in Shallow Coastal Waters, Proceedings of the Symposium on Remote Sensing of the Coastal Zone. Gold Coast. Queensland. IV.2.1 – IV.2.19.

Lyzenga, D. R., Malinas, N. P. and Tanis, F. J. 2006. Multispectral Bathymetry Using a Simple Physically Based Algorithm. IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing, 44: 2251–9.

Ma S, Tao Z, Yang X, et al. (2014) Bathymetry retrieval from hyperspectral remote sensing data in optical-shallow water. IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing 52(2): 1205– 1212.

Moustier, 2005.Course Multibeam Sonar  Method.Publication

Data.Inggris.

Munandar, K. 2014. Karakteristik Sedimensi Peraian Desa Tanjung Momong Kecamatan Kepulauan Anambas. Fakultas Ilmu Kelauatan Dan Perikanan.Universitas Maritim Raja Ali Haji. 59 hal.

Putra, Suprayogi A, Kahar S,2013. Aplikasi SIG Untuk Penentuan Daerah Quick Count Pemilihan Kepala Daerah (Studi Kasus : Pemilihan Walikota Cirebon 2013, Jawa Barat). Jurnal Geodesi Undip. Semarang

Poerbandono dan Djunarsah, 2005. Survei Hidrografi. PT. Refika Aditama.Bandung.163 hlm

Surya Indrawan, Putu Angga Wiradana, I Made Saka Wijaya, Abd. Rahman As-syakur, M. Rheza Rizki Syahputra, I Made Sara Wijana. 2021. Checklist, Indeks Ekologi, dan Status Konservasi Komunitas Fauna Akuatik di Kawasan Sungai Unda dan Sekitar Pantai Jumpai, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Program studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana. Jurnal Bumi Lestari

Schwarz, Roland; Mandlburger, Gottfried; Pfennigbauer, Martin; Pfeifer, Norbert (2019). Design and evaluation of a full-wave surface and bottom-detection algorithm for LiDAR bathymetry of very shallow waters. ISPRS Journal of Photogrammetry and Remote Sensing, 150(), 1–10. doi:10.1016/j.isprsjprs.2019.02.002

Setiawan, Osawa T, I.W. Nuarsa, 2014. Aplikasi Algoritma Van Hengel dan Spitzer untuk Ekstraksi Informasi Batimetri Menggunakan Data Landsat, Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana, Bali.

Simson, J. 2016. PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 8 DAN SIG UNTUK IDENTIFIKASI KAWASAN BERPOTENSI LONGSOR. Skripsi. INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

Try Al Tanto, Aprizon Putra, Semeidi Husrin, Widodo S. Pranowo. 2018. REKLAMASI DI PERAIRAN TELUK BENOA BALI(ASPEK FISIK PERAIRAN, EKOSISTEM, DAN POTENSI KERENTANAN PESISIR). Jakarta. Badan Riset dan Sumberdaya Manusia Kelautan dan PerikananGedung Mina Bahari III

Wijayanto, Agustinus Wahyu. Saputro, Siddhi. dan Muslim. 2017. Pemetaan Batimetri untuk Perencanaan Pengerukan Kolam Pelabuhan Benoa, Bali, (Online),Vol. 6, No. 1, (https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/joce/article/download/16 211/15639, diakses 16 Februari 2018).

Winterbottom SJ and Gilvear DJ (1997) Quantification of channel bed morphology in gravel-bed rivers using airborne multispectral imagery and aerial photography. Regulated Rivers: Research & Management 13(6): 489–499.

Zheng P, Deng Z and Ye X (2014) Retrieval study of lake water depth by using multi-spectral remote sensing in Bangong Co Lake. Sciences in Cold and Arid Regions 6(3): 266–272.

143