JMRT, Volume 7 No 1 Tahun 2024, Halaman: 64-69

JMRT


JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY

journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT

ISSN: 2621 - 0096 (electronic); 2621 - 0088 (print)

Penerapan Kebijakan Indonesia Sebagai Negara Anggota Organisasi CCSBT Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna) Terhadap Pemberantasan IUU (Illegal Unreported and Unregulated) Fishing serta Penerapan Kuota Penangkapan

Selvi Dwi Septiarinia, I Wayan Nuarsaa , Ni Luh Putu Ria Puspithaa*

aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

*Corresponding author, email: riapuspitha@gmail.com

ARTICLE INFO


ABSTRACT


Article history:

Received : 17 August 2022

Received in revised form : 26 August 2022

Accepted : 26 January 2024

Available online : 6 Februari 2024


Keywords: CCSBT; IUU Fishing; Southern Bluefin Tuna


Illegal, unreported, and unregulated fishing happens globally, especially in Indonesian waters; one of the problems that is often faced is compliance with fishing quotas. Furthermore, as a CCSBT member nation, Indonesia must adhere to all provisions put in place for the preservation of fish resources, particularly southern bluefin tuna. One of their requirements, following the provisions on the number of catches that apply to Indonesia, is to eradicate IUU fishing and fishing quotas; this study attempts to ascertain the measures made by Indonesia to enforce compliance with the CMM’s implementation for CCSBT. Interview method and an examination of relevant papers and regulations were used in this research tuna associations and government organizations involved in the management of bluefin tuna collected in 2021, Indonesia was 99% free from over quota according to the result of alleged IUU infractions committed by one of the tuna fishing vessels in the Indian Ocean RFMO area. Indonesia is required to pay back 91.3 tons per year over the following 5 years despite breaking the rules established by international bodies in 2019–2020. After the punishment, Indonesia is being more proactive in putting various initiatives into action to ensure the sustainability of southern bluefin tuna in the future.

A B S T R A K

Kata Kunci : CCSBT; IUU Fishing; Tuna Sirip Biru Selatan


Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) fishing merupakan kasus yang kerap terjadi di wilayah perairan Indonesia, salah satu permasalahan yang kerap dihadapkan adalah kepatuhan akan kuota penangkapan, dimana sebagai negara anggota CCSBT Indonesia wajib mengikuti semua ketentuan yang telah diterapkan guna kelestarian sumberdaya ikan, khususnya tuna sirip biru selatan, salah satunya menaati ketentuan jumlah tangkapan yang berlaku untuk Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya yang dilakukan Indonesia untuk menegakkan kepatuhan tentang penerapan CMM dari CCSBT dalam memberantas IUU fishing serta kuota penangkapan. Pengambilan data ini dilaksanakan dengan menggunakan metode wawancara serta telaah dokumen maupun perundang-undangan terkait, terhadap asosiasi tuna serta instansi pemerintah yang memegang kendali Tuna Sirip Biru Selatan. Hasil yang diperoleh berupa dugaan pelanggaran IUU fishing yang dilakukan oleh salah satu kapal penangkapan tuna yang terjadi di wilayah RFMO Samudra Hindia, serta pada tahun 2021 Indonesia 99% terbebas dari over kuota. Meski pada tahun 2019-2020 melakukan pelanggaran yang telah ditetapkan oleh organisasi internasional, sebagai sanksinya Indonesia wajib melakukan payback sebesar 91,3 ton/tahun dalam kurun waktu 5 tahun mendatang. Sehingga menyebabkan Indonesia harus lebih aktif dalam menerapkan berbagai upaya demi keberlanjutan kelestarian Tuna Sirip Biru Selatan di masa mendatang.

2023 jmrt. all rights reserved.

  • 1.    Pendahuluan

Kekayaan laut yang dimiliki oleh Indonesia khususnya Bali, memberikan manfaat yang maksimal secara berkelanjutan bagi negara dan masyarakat Indonesia apabila dikelola secara baik dan bertanggung jawab (Kementerian PPN, 2014). Benoa adalah salah satu wilayah yang terletak di Bali dengan sumberdaya tuna cukup melimpah. Meski wilayah tersebut tidak terlibat dalam problematika pelanggaran berat IUU fishing, tapi

perlu mewaspadai dan mengantisipasi agar senantiasa terbebas dari IUU fishing. Berdasarkan survey awal yang telah dilakukan sebelum melaksanakan penelitian diperoleh informasi bahwa Indonesia kesulitan mengimplementasikan aturan yang diberikan oleh CCSBT utamanya terkait alokasi TAC (Total Allowable Catch) yang melakukan kelebihan tangkapan sebanyak 7 kali semenjak bergabung menjadi anggota CCSBT (Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Ikan, 2020).

Permasalahan lain yang terjadi di Benoa menurut (Tawaqal, 2019) yaitu dugaan pemanfaatan VMS yang belum maksimal, sehingga perlu dilakukan kajian sebagai upaya pengawasan dan pengelolaan perikanan dan menjadi rekomendasi untuk pemerintah. Sebagai negara yang turut bergabung dalam CCSBT, Indonesia mengadopsi berbagai ketentuan CCSBT dalam peraturan nasional.

Oleh karena itu, diharapkan para pengusaha maupun instansi terkait dalam melakukan penangkapan tuna harus memperhatikan keberlanjutan sumberdaya tuna, manajemen resiko yang harus dipersiapkan untuk mencegah IUU fishing, serta penerapan akuntabilitas dimana pemanfaatan tuna harus sesuai dengan prinsip pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab (KKP, 2018), dengan memperhatikan hal tersebut dunia dapat melihat komitmen Indonesia dalam pengelolaan perikanan tuna yang berkelanjutan.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada Bulan Januari-Maret 2022 yang bertempat di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Bali, Loka Riset Perikanan Tuna, Pengawas Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Asosiasi Tuna Long Line Indonesia (ATLI) serta 10 perusahaan yang memiliki kuota penangkapan SBT dibawah naungan ATLI yaitu PT Bandar Nelayan, PT. Pahala Bahari Bali, PT. Perintis Jaya Internasional, PT. Golden Tuna, PT. Intimas Surya, PT. Daya Bahari Nusantara, PT. Sumber Mina Samudera, PT. Bali Tuna Segar, PT. Sentral Benoa Utama, serta PT. Cahaya Mina Abadi.

  • 2.2    Metode Penelitian

Metode yang digunakan yakni berupa studi pustaka dan wawancara dengan memberikan kuesioner terhadap narasumber. Kedua metode ini dipilih berdasarkan kesesuaian dengan masalah yang terdapat di lapangan, serta perpedoman terhadap peraturan yang telah diratifikasi berdasarkan peraturan secara regional. Adapun regulasi internasional yang menjadi acuan dalam penyusunan penelitian ini yaitu United Nations Convention of the Law of the Sea 1982 (UNCLOS).

  • 2.3    Analisis Data

  • 1.    Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan yuridis normatif, yaitu menelaah suatu topik permasalahan dengan cara meneliti bahan pustaka dan data sekunder instansi terkait hukum regional yang berlaku dan penerapannya di lapangan, sedangkan untuk sifat penelitian ini berupa analisis deskriptif dengan menggambarkan faktor-faktor yang diteliti kemudian dihubungkan dengan kebijakan internasional yang telah diratifikasi oleh PERMEN-KP, teori dan pendapat para ahli hukum.

  • 2.    Metode Pengumpulan Data

Adapun sumber data berupa data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer yang bersumber dari peraturan CCSBT dan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, serta bahan hukum sekunder yang bersumber dari dokumen yang memberikan penjelasan terhadap pendapat hukum, artikel, jurnal, teori yang diperoleh dari artikel hukum, laporan, website, serta hasil penelitian yang relevan.

  • 3.    Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara meneliti kepustakaan (library research) dengan meneliti bahan pustaka/data sekunder yang berasal dari pendapat hukum, artikel, jurnal, teori yang diperoleh dari artikel hukum, laporan, website, hasil penelitian, hingga dokumen yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.

  • 4.    Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang telah diperoleh, kemudian dilakukan penyusunan secara sistematis dan dilanjutkan dengan melakukan analisa secara kualitatif. Analisis secara kualitatif memfokuskan pada makna yang terdapat dalam suatu pernyataan. Proses analisis data pada penelitian kualitatif disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Proses Analisis Data

  • 3.    Metode Penelitian

    • 3.1    Hasil

      • 3.1.1    Upaya-Upaya yang Telah dilakukan Indonesia untuk Menegakkan Kepatuhan Tentang Penerapan CMM dari CCSBT dalam Memberantas IUU Fishing

CMM (Conservation Management Measures) merupakan sebuah resolusi bagi masing-masing negara yang telah bergabung menjadi anggota CCSBT wajib memenuhi kriteria compliance, dimana pemerintah telah mengupayakan semaksimal mungkin dalam memberantas IUU fishing, salah satu pihak yang terlibat yakni PSDI, PSDKP, serta KKP, adapun upaya tegas yang diberlakukan, antara lain:

  • 1.    Penerapan Legalitas Perizinan, Standar Operasional, serta Sanksi Tegas oleh PSDKP

PSDKP memiliki peranan penting dalam mencegah terjadinya IUU fishing, berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 48/PERMEN-KP/2020. Tugas yang telah diterapkan khususnya di Benoa antara lain:

  • a.    Menerapkan persyaratan dokumen perizinan lengkap bagi setiap kapal perikanan, yaitu SIUP, SIPI, SIKPI, SPB, SLO, dan CDS

  • b.    Mewajibkan penggunaan VMS (Vessel Monitoring System) yang harus dihidupkan saat melakukan penangkapan, sesuai prosedur PER.23/MEN/2021

  • c.    Menerapkan kebijakan kepada kapal Indonesia yang belum sepenuhnya dilengkapi dengan perlengkapan untuk mencegah

tertangkapnya hiu, burung laut, penyu maupun spesies yang diwajibkan konservasi.

  • 1.    Penerapan Standar Operasional Terkait Himbauan, serta Legalitas dalam Menerapkan Management Procedure oleh PSDI

Pengawasan yang dilakukan PSDI selalu memberikan himbauan terhadap pihak terkait, agar semua produk perikanan termasuk komoditi tuna tidak berasal dari praktik ilegal. Hal ini disampaikan dalam konferensi “Verifikasi dan Finalisasi Data Tuna Sirip Biru Selatan Tahun 2021” bahwa PSDI selalu bertanggung jawab dalam pengawasan serta memberikan informasi dan himbauan, antara lain:

  • a.    Informasi terkait dugaan penangkapan ikan ilegal di wilayah RFMO Samudra Hindia.

  • b.    Himbauan untuk meningkatkan kepatuhan akan

  • c.    kuota penangkapan ditunjukkan dengan adanya “Work Plan to Remain within Allocation”.

  • d.    Penerapan management procedure sesuai kebijakan CCSBT.

  • 2.    Kebijakan Moratorium Perizinan Kapal oleh Kementerian Kelauta dan Perikanan

Penerapan kebijakan moratorium merupakan salah satu langkah yang ditempuh oleh pemerintah dalam memberantas IUU fishing pada tahun 2014-2020 silam. Meski moratorium tidak lagi diterapkan namun banyak sekali manfaat yang telah diperoleh. Moratorium sendiri disahkan oleh menteri kelautan dan perikanan yang termuat pada Nomor 56/PERMEN-KP/2014, dengan tujuan mewujudkan pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab, penanggulangan IUU fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, sehingga perlu dilakukan penghentian sementara (moratorium) perizinan dalam usaha perikanan tangkap.

  • 3. 1.2 Upaya-Upaya yang dilakukan Indonesia Terkait Penerapan CMM dari CCSBT Tentang Penerapan Kuota Penangkapan

  • 1.    Menetapkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No 40 Tahun 2021

Pemerintah Indonesia telah menetapkan keputusan menteri yang tertuang dalam KEPMEN-KP No. 40 Tahun 2021, tentang Penetapan Asosiasi dan Distribusi Kuota Hasil Tangkapan Nasional Tuna Sirip Biru Selatan (Southern Bluefin Tuna) dengan tujuan untuk meningkatkan kepatuhan pada aturan kuota penangkapan. Upaya peningkatan ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan yang terjadi pada 2 tahun sebelumnya yakni 2019 dan 2020 yang melakukan over kuota sehingga mendapatkan sanksi payback (mengembalikan kelebihan tangkapan) dalam kurun waktu 5 tahun kedepan dari organisasi internasional. Indonesia harus melakukan payback sebesar 91,3 ton per tahun mulai tahun 2022 sampai dengan 2026 sebagai konsekuensi kelebihan kuota tahun 2019 dan 2020 sebesar 456,6 ton (Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Ikan, 2022).

  • 2.    Kepatuhan Implementasi TAC (Total Allowable Catch)

Kepatuhan pemerintah Indonesia terhadap CCSBT dalam implementasi Total Allowable Catch tahun 2021 digolongkan patuh, sebab di tahun tersebut Indonesia 99% terbebas dari over kuota, hal tersebut dapat dilihat pada jumlah kuota yang diberikan kepada Indonesia sebesar 1.122.800 ton dengan jumlah hasil tangkapan sebesar 1.122,715 ton. Data terakhir pemanfaatan Tuna Sirip Biru Selatan hingga tahun 2021 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Final Pemanfaatan Southern Bluefin Tuna Tahun 2021

Tahun

Kuota

Hasil Tangkapan

Over Kuota

2010

651.000

635.555

-

2011

651.000

842.397

191.397

2012

658.000

909.755

224.755

2013

709.000

1.382.645

673.645

2014

750.000

1.063.318

313.318

2015

750.000

592.949

-

2016

750.000

600.645

-

2017

750.000

834.623

-

2018

1.023.000

1.086.614

-

2019

1.023.000

1.206.034

181.916

2020

1.023.000

1.297.668

456.584

2021

1.122.800

1.122.715

(Sumber: Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Ikan, 2022)

  • 3.2 Pembahasan

  • 3.2.1    Upaya-Upaya yang Telah dilakukan Indonesia untuk Menegakkan Kepatuhan Tentang Penerapan CMM dari CCSBT dalam Memberantas IUU Fishing

Berdasarkan data yang diperoleh pada saat melaksanakan konferensi “Verifikasi dan Finalisasi Data Tuna Sirip Biru Selatan Tahun 2021” terdapat dugaan penangkapan ikan ilegal di wilayah RFMO Samudra Hindia, yang dilaksanakan oleh Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Ikan, pada tanggal 10 Maret yang bertempat di Bali. Kendati demikian upaya dan usaha dalam negeri yang terus dimaksimalkan sesuai kebijakan internasional untuk memberantas IUU fishing, sebagai salah satu negara yang turut andil dalam pengelolaan dan penangkapan SBT. Menurut (Setiawan, 2010), upaya tersebut dilatarbelakangi oleh adanya kewajiban yang tertuang pada Pasal 63 dan 64 UNCLOS 1982. Berdasarkan data yang diperoleh maka terdapat beberapa upaya terkait pemberantasan IUU fishing dan penerapan kuota penangkapan yang perlu diulas secara mendalam pada penelitian ini, antara lain:

  • 1.    Penerapan Legalitas Perizinan, Standar Operasional, serta Sanksi Tegas oleh PSDKP

PSDKP memegang kendali dalam penerapan pemberantasan IUU fishing, dalam hal ini PSDKP bekerjasama dengan Pusat Direktorat POA (Pemantauan dan Operasi Kapal) yang bertugas dan bertanggung jawab mengawasi secara langsung pemantauan kapal Indonesia. Apabila ditemukan kecurangan dalam mematikan VMS seperti yang diuraikan pada hasil, maka kapal yang bersangkutan akan dikenakan sanksi yang berlaku, adapun beberapa hal yang diawasi oleh PSDKP antara lain: a. Persyaratan Lengkap Dokumen Perizinan

Persyaratan perizinan berupa SIUP, SIPI, SIKPI, SPB, SLO, dan CDS dokumen ini merupakan dokumen penting dan wajib dimiliki ketika melakukan penangkapan. Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan diperoleh bahwa seluruh armada rawai tuna yang berbasis di pelabuhan Benoa telah mematuhi semua peraturan yang berlaku, sehingga jika terdapat kapal yang tidak memperpanjang SIPI maka hasil tangkapan yang diperoleh akan tergolong sebagai tangkapan ilegal (Hasil wawancara dengan Loka Riset Perikanan Tuna).

Dokumen penting lainnya seperti SLO dan SPB adalah dokumen yang harus ada ketika kapal melakukan penangkapan SBT. Menurut pendapat Peneliti Loka Tuna, “setiap kapal sebelum berangkat harus memiliki SLO dan SPB yang menandakan bahwa kapal tersebut telah memiliki dokumen perizinan yang lengkap”. Jika kapal penangkap tuna tidak memiliki dokumen tersebut maka tidak akan diizinkan untuk melakukan penangkapan.

Pemaparan oleh Loka Riset Perikanan Tuna sesuai dengan ketentuan pada pasal 9 PERMEN-KP/2020 Nomor 58 yang menyatakan “setiap orang yang melakukan usaha perikanan tangkap di WPPNRI/laut lepas wajib memiliki izin usaha perikanan tangkap”, dan juga sesuai dengan ketentuan pada peraturan nomor 23 PERMEN-KP/2021 Pasal 4, ayat 2 bahwa “SLO wajib dimiliki oleh setiap Kapal Perikanan yang akan melakukan kegiatan perikanan”. Apabila semua berkas persyaratan dalam melakukan penangkapan SBT tidak sesuai maka merujuk pada Bab IX nomor 58/ PERMEN-KP/2020 maka setiap kapal penangkap ikan dianggap melakukan kegiatan IUU fishing.

  • b.    Penerapan VMS (Vessel Monitoring System)

Terdapat beberapa kebijakan yang telah diterapkan oleh PSDKP sesuai anjuran pemerintah dalam menerapkan penggunaan VMS agar berjalan sesuai prosedur yang berlaku, dan tentunya dengan tujuan mengurangi kejahatan IUU fishing, yaitu mengeluarkan surat peringatan, pembekuan SKAT (Surat Keterangan Aktivasi TransMitter), pemberian sanksi administratif, serta sanksi berupa pembayaran denda.

Hasil wawancara terkait penerapan VMS bersama PSDKP sesuai dengan prosedur pada PER.23/MEN/2021 dan juga memiliki persamaan hasil wawancara bersama staf Perikanan Tangkap DKP yang menyatakan “Kapal yang berukuran 30 GT wajib mengaktifkan VMS” karena aktivasi VMS pada saat melakukan penangkapan juga berdampak pada pengisian elogbook, surat tugas labuh, serta surat tugas berlayar. Oleh karena itu VMS wajib diaktifkan, karena sistem yang ada sudah terintegrasi satu dengan lainnya, sehingga jika ditemui kecurangan maka akan berdampak terhadap SIPI”.

  • c.    Pengawasan Alat Tangkap yang dilengkapi dengan Perlengkapan untuk Mencegah Tertangkapnya Biota Wajib Konservasi

Pengawasan ini termasuk dalam tugas PSDKP, sama seperti yang dikemukakan pada hasil bahwa seluruh alat tangkap yang dioperasikan telah dilengkapi dengan perlengkapan untuk mencegah tertngkapnya biota wajib konservasi, namun apabila biota lain tertangkap secara tidak sengaja, maka dilepaskan kembali ke habitatnya, contoh: penyu dan burung laut. Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah tertangkapnya biota yang wajib konservasi dengan cara menghindari tangkapan di siang hari, memasang rambu-rambu (tolyline) sehingga pada saat melakukan penangkapan tidak perlu khawatir tertangkap biota lain, serta penggunaan mata pancing harus ditambah pemberat, tujuannya agar pancing lebih berat sehingga mudah ditenggelamkan dan tidak ada kesempatan hewan lain untuk merebut umpan.

Berdasarkan beberapa hal di atas, organisasi internasional mewajibkan minimal 2 hal yang diterapkan saat melakukan operasi penangkapan ikan. Pernyataan ini juga sesuai dengan wawancara yang telah dilaksanakan bersama sekjen ATLI bahwa “Seluruh alat tangkap yang dioperasikan telah dilengkapi dengan perlengkapan untuk mencegah biota yang wajib konservasi, hal tersebut juga telah mengikuti ketentuan regional yang berlaku, dimana terdapat mitigasi yang mewajibkan penggunaan mata pancing yang berbeda, maksud mata pancing yang berbeda yakni menyesuaikan dengan ukuran dari SBT yang akan ditangkap”. Pendapat yang disampaikan oleh narasumber ATLI oleh narasumber ATLI relevan dengan informasi yang ditemukan melalui artikel yang ditulis oleh Himbio UNPAD (2022) yang menyatakan bahwa pencegahan bycatch dapat dilakukan melalui pengenalan waktu penangkapan hingga alat tangkap yang digunakan sesuai dengan ukuran tangkapan utama.

  • 2.    Penerapan Standar Operasional Terkait Himbauan, serta Legalitas dalam Menerapkan Management Procedure oleh PSDI

Sebagai pengawas perikanan PSDI memiliki wewenang untuk membantu Indonesia patuh akan kebijakan yang telah ditetapkan sebagai negara anggota RFMO, hal tersebut dijelaskan pada peraturan No. 69/PERMEN-KP/2020 pasal 3 tentang teknis pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan. Salah satu tugas PSDI yang telah diterapkan, yakni:

  • a.    Informasi terkait dugaan penangkapan ikan ilegal di wilayah RFMO Samudra Hindia, berdasarkan hasil yang dipaparkan pada saat konferensi diketahui bahwa dugaan tersebut dikarenakan masa berlaku SIPI kapal yang bersangkutan terakhir pada tanggal 15 Agustus 2021 sampai 14 Agustus 2022 serta masa otorisasi kapal yang bersangkut berakhir pada tanggal 14 Agustus 2021.

  • b.    Himbauan untuk meningkatkan kepatuhan akan kuota penangkapan ditunjukkan dengan adanya “Work Plan to Remain within Allocation”. Menurut (Mulyana, 2022), rencana kerja yang akan dilaksanakan oleh Indonesia terdiri dari beberapa hal antara lain menerapkan sistem peringatan dini, Direktorat PSDI memberikan informasi setiap triwulan kepada asosiasi terkait agar tidak melakukan penangkapan secara berlebihan serta menghimbau pelaku usaha agar kapal longline yang dimiliki menghindari setting alat tangkap yang masuk ke area potensial penangkapan SBT pada kuartal ke-4 (Oktober-Desember 2021)

  • c.    Penerapan Management Procedure sesuai kebijakan CCSBT. Strategi pembangunan  kembali yang terdapat  pada

management procedure memberikan  pedoman  bagi

pengelolaan industri perikanan nasional agar menangkap ikan sesuai dengan periode waktu yang ditetapkan. Alur pelaksanaan dari penerapan ini yaitu KKP melalui PSDI akan menginstruksikan ATLI dan ASPERTADU untuk menginformasikan kepada seluruh perusahaan/pemilik kapal longline agar tidak melakukan setting alat tangkap di area potensial penangkapan SBT

  • 3.    Penerapan Kebijakan Moratorium Perizinan Kapal oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.

Kebijakan moratorium kapal diberlakukan guna mewujudkan pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab, serta memberantas IUU fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia, sehingga perlu dilakukan penghentian sementara (moratorium) perizinan usaha perikanan tangkap. Berdasarkan pertimbangan tersebut Menteri Kelautan dan Perikanan mengambil kebijakan untuk menerapkan moratorium yang tel ah dinilai merugikan perekonomian Indonesia sebesar 3,125 juta USDatau Rp. 30 triliun/tahun (Badan Pemeriksa Keuangan, 2013). Kebijakan moratorium kapal eks-asing dinyatakan efektif apabila memenuhi lima indikator, antara lain:

  • a.    Terdapat pengurangan jumlah tindak illegal fishing yang terjadi di perairan Indonesia.

  • b.    Implementasi kebijakan moratorium kapal eks-asing berjalan secara baik.

  • c.    Konsep supply chain management berpengaruh pada industri perikanan serta konsep kepentingan negara yang disebabkan oleh moratorium kapal eks-asing.

  • d.    Tersedianya sarana dan prasarana, yang dapat menunjang proses dalam pelaksanaan moratorium kapal eks-asing.

  • e.    Memperoleh kepuasan dari pemerintah, pengamat, maupun pelaku perikanan terhadap hasil pencapaian kebijakan moratorium eks-asing (Sonta, 2016).

Keberhasilan ini turut diterapkan di seluruh Indonesia, termasuk di wilayah Benoa, Provinsi Bali, berkat upaya yang dilakukan pemerintah kini hampir semua produk perikanan utamanya tuna terbebas dari kegiatan IUU fishing.

  • 3.2.2 Upaya-Upaya yang dilakukan Indonesia Terkait Penerapan

CMM dari CCSBT Tentang Penerapan Kuota Penangkapan

Berdasarkan hasil yang telah diuraikan maka terdapat beberapa upaya yang dilakukan oleh Indonesia guna menerapkan kepatuhan akan kuota penangkapan, upaya tersebut akan diulas secara lebih mendalam melalui pembahasan berikut, antara lain:

  • 1.    Upaya Penerapan Kepatuhan Kuota Penangkapan

Sebagai   bentuk keseriusan pemerintah dalam

meningkatkan kepatuhan akan kuota penangkapan ditunjukkan dengan adanya “Implementation of Indonesia’s work plan to remain within TAC” menurut (Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Ikan, 2022) disajikan sebagai berikut:

  • a.    Kebijakan Penerapan Distribusi Kuota Nasional

Kebijakan ini tertuang pada distribusi kuota tangkapan SBT nasional sesuai KEPMEN-KP No 40 tahun 2021.

  • b.    Aplikasi sistem CDS (Catch Documentation Scheme)

Aplikasi ini dilaksanakan berdasarkan keputusan Dirjen Perikanan Tangkap No. 08/KEP-DJPT/2014 tentang pedoman pelaksanaan CDS pada SBT.

  • c.    Observer Coverage

Keseriusan pemerintah juga ditunjukkan dengan peningkatan terhadap observer coverage.

  • d.    Sistem Peringatan Dini

Sistem ini akan memberi tahu secara teratur kepada Asosiasi dan Perusahaan penangkap SBT, sebagai awal sistem peringatan dalam menghindari tangkapan yang berlebih.

  • e.    Tagging Control

Tagging control bertujuan untuk mengurangi penandaan pada port activities, program ini mulai berlaku tahun 2021.

  • f.    E-Logbook

Peningkatan e-logbook merupakan implementasi kewajiban bagi kapal yang berukuran 30 GT.

  • g.    E-Monitoring

E-monitoring diterapkan tahun 2021 bagi kapal penangkap ikan >100 GT, dalam penerapannya e-monitoring memerlukan informasi dari program perbaikan perikanan tuna longline yakni ATLI.

  • h.    Catch Analysis by Fishing Area

Analisis data tangkapan SBT digunakan untuk mengidentifikasi SBT yang tertangkap di wilayah teritorial, ZEE, maupun laut lepas.

  • i.    Market Trade Data

Market trade data bertujuan dalam mewujudkan konsolidasi untuk semua sumber data pasar, program ini berlaku mulai 2021 dimana perusahaan eksportir mengisi jumlah yang diekspor harus sama dengan CDS.

  • j.    Program Perbaikan Perikanan Tuna Longline

Program ini dimulai sejak 2021 yang bertujuan meningkatkan kepatuhan observer coverage, meningkatkan pengumpulan data, dan melakukan mitigasi ERS (Ecologically Related Species).

Pencapaian luar biasa terjadi pada tahun 2021 karena 99% Indonesia terbebas dari over kuota, berdasarkan jumlah yang dipaparkan pada saat konferensi, kuota yang dimiliki pada tahun 2021 sebanyak 1.122.800 ton sedangkan jumlah hasil tangkapan sebesar 1.122,715 ton, tentunya kepatuhan yang diraih oleh Indonesia tidak luput dari usaha yang dilakukan oleh seluruh pihak yang berwenang dengan berpedoman pada anjuran pemerintah dan peraturan internasional.

  • 2.    Upaya Penanganan Permasalahan TAC (Total Allowable Catch)

Indonesia memiliki permasalahan dalam pengelolaan kuota tangkapan SBT yang terjadi pada saat awal bergabung bersama CCSBT dan pada tahun 2019-2020, pelanggaran tersebut yakni pelanggaran dalam implementasi TAC yang telah diterapkan oleh organisasi Internasional. Berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara ATLI menyatakan “kelebihan kuota penangkapan yang pernah terjadi pada tahun 2008-2014 dikarenakan masih berada pada proses penyesuaian dalam melakukan estimasi penangkapan”. Permasalahan tersebut terus membuat Indonesia mencari solusi yang tepat agar TAC dapat diaplikasikan sesuai dengan prosedur yang berlaku salah satunya mengadakan pertemuan rutin tahunan dengan lembaga dan instansi yang terlibat langsung dengan penerapan CCSBT baik ranah nasional maupun pertemuan internasional, akibat adanya pelanggaran pada tahun 2019 dan 2020 Indonesia mengajukan perubahan

Pengembalian di tahun 2022-2026 yang seharusnya disesuaikan dengan realisasi pemanfaatan kuota SBT di tahun 2020 sebesar 456,6 ton. Berdasarkan usulan tersebut kuota untuk tahun 2022-2026 akan dikurangi dari 91,8 ton menjadi 91,3 ton per tahunnya dimana kelebihan kuota tersebut akan dicicil selama 5 tahun mendatang.

Hal demikian turut diperkuat dari data yang diperoleh selama melaksanakan penelitian, data yang bersumber dari konferensi yang telah diselenggarakan serta hasil wawancara dengan beberapa instansi pemerintah dan perusahaan tuna. Kedepannya diharapkan pemerintah Indonesia terus berupaya mengatasi masalah tersebut sebaik mungkin mulai dari menyusun rencana kerja hingga penerapannya sesuai dengan rancangan sebelumnya, oleh karena itu upaya yang telah dilaksanakan dalam menegakkan kepatuhan tentang penerapan CMM dari CCSBT telah berjalan sebagaimana mestinya. Tentunya hal ini perlu dipertahankan guna menuju kelautan dan perikanan Indonesia yang lebih baik di masa mendatang.

  • 3.   Kesimpulan

  • 1.    Upaya-upaya yang dilakukan Indonesia terkait penerapan CMM dari CCSBT dalam memberantas IUU fishing berupa pengawasan legalitas perizinan, standar operasional, serta sanksi tegas oleh PSDKP.

  • 2.    Penerapan management procedure oleh PSDI berupa himbauan dalam meningkatkan kepatuhan akan kuota penangkapan salah satunya menerapkan Work Plan to Remain within Allocation. Upaya lain lain yang telah dilakukan yakni menerapkan kebijakan moratorium perizinan kapal oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.

  • 3.    Upaya-upaya yang dilakukan untuk menerapkan kuota penangkapan yakni melakukan penerapan kepatuhan kuota penangkapan dengan mengikuti kebijakan distribusi kuota nasional sesuai KEPMEN-KP No 40 tahun 2021, serta penanganan permasalahan TAC dengan melakukan payback akibat over kuota yang dilaksanakan selama 5 tahun kedepan mulai 2022-2026 sebesar 91,3 ton per tahunnya.

Daftar Pustaka

Badan Pemeriksa Keuangan. 2013. Audit IUU Fishing. Lampiran Siaran Pers           Badan           Pemeriksa           Keuangan.

http://www.bpk.go.id/assets/files/storage/2013/12/file_storage_13867 44323.pdf. Diakses 20 Juli 2022.

Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Ikan. 2020. Ketentuan RFMOs Terkait Observer dan Transhipment. [Dokumen Asosiasi Tuna Longline Indonesia]

Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Ikan. 2022. Verifikasi dan Finalisasi Data Tuna Sirip Biru Selatan Tahun 2021. Rapat Koordinasi Verifikasi dan Finalisasi Data Tuna Sirip Biru Selatan (Southern Bluefin Tuna/SBT) Tahun 2021. 10 Maret 2022, Bali, Indonesia

Himbio UNPAD.  2022.  Overfishing dan Bycatch di Indonesia:

Penanganan dan Penanggulangan. URL:

http://himbio.fmipa.unpad.ac.id/overfishing-dan-bycatch-di-indonesia-penanganan-dan-penanggulangan/ Diakses tanggal 17 Desember 2022.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2015. Rencana Pengelolaan Perikanan Tuna, Cakalang dan Tongkol. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 107/KEPMEN-KP/2015

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2018. Sinergi Pemerintah dan Industri Menuju Perikanan Tuna Lestari. Siaran Pers. 01 Juni 2018. Bali, Indonesia. pp. 1-2

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2021. Penetapan Asosiasi dan Distribusi Kuota Hasil Tangkapan Nasional Tuna Sirip Biru Selatan (Southern Bluefin Tuna) Tahun 2021. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 40/KEPMEN-KP/2021.

Kementerian PPN. 2014. Kajian Strategi Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan. Jakarta: Direktorat Kelautan dan Perikanan

KEP-DJPT (Direktur Jenderal Perikanan Tangkap). 2014. Petunjuk Teknis Distribusi Alokasi Kuota Nasional Tuna Sirip Biru Selatan

(Southern Bluefin Tuna). Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 75/KEP-DJPT/2014

PERMEN-KP. 2014. Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014

PERMEN-KP. 2020. Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2020

PERMEN-KP. 2020. Usaha Perikanan Tangkap. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2020

PERMEN-KP. 2021. Standar Laik Operasi dan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2021

PERPRES. 2015. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Peraturan Presiden Republik Indonesia. Nomor 63/PERPRES/2015

Rony Hanitijo Soemitro. 1982. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Setiawan, Rifky. 2010. Tinjauan Yuridis Penggunaan Trade Related Measure oleh Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT).

Sonta Purnama, I.M.S. 2016. Efektivitas Kebijakan Moratorium Kapal Eks-Asing Terhadap Tindak Illegal Fishing di Perairan Indonesia Periode 2014-2015. Journal of International Relations. 2(4): 50-58

Tawaqal, M.I, Yusfiandayani, R, dan Imron, M. 2019. Analysis Fishing Activity Tuna Longline Using Vessel Monitoring System Base on Benoa Bali. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan. 10 (1): 109119

UNCLOS (United Nations, United Nations Convention on The Law of The Sea). 1982. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut. URL: https://kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-

pendukung/djprl/P4K/Pencemaran%20Laut/unclos_terjemahan(1).do c. Diakses tanggal 28 September 2021.

69