HUBUNGAN EFIKASI DIRI KELUARGA DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA SELAMA PANDEMI COVID-19 DI RSJ PROVINSI BALI
on
Community of Publishing in Nursing (COPING), p-ISSN 2303-1298, e-ISSN 2715-1980
HUBUNGAN EFIKASI DIRI KELUARGA DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN PASIEN SKIZOFRENIA SELAMA PANDEMI COVID-19 DI RSJ PROVINSI BALI
Ni Nyoman Parayoni Diastuti*1, Kadek Eka Swedarma1, Gusti Ayu Ary Antari1 1Program Studi Sarjana Keperawatan dan Pendidikan Profesi Ners Fakultas Kedokteran Universitas Udayana *korespondensi penulis, e-mail: parayoni52@gmail.com
ABSTRAK
Pasien skizofrenia selama menjalani perawatan sering mengalami kekambuhan bahkan di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut datang dari keluarga sebagai caregiver. Caregiver memerlukan efikasi diri atau keyakinan diri untuk melakukan perawatan yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia selama pandemi Covid-19. Penelitian ini menggunakan metode deskripsi korelasional dengan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan secara langsung di tempat penelitian yakni di IGD RSJ Provinsi Bali dimulai pada 23 April 2022 hingga 25 Mei 2022. Jumlah responden yang terlibat adalah 75 orang keluarga yang datang ke IGD RSJ Provinsi Bali menggunakan teknik insidental sampling. Uji statistik yang digunakan adalah Spearman Rank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki efikasi diri keluarga dalam kategori tinggi (56%) dan frekuensi kekambuhan pasien mayoritas dalam kategori tidak kambuh (38,7%). Hasil analisis menemukan ada hubungan antara efikasi diri keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia selama pandemi Covid-19 di RSJ Provinsi Bali dengan arah hubungan negatif dan tingkat kekuatan korelasi lemah (r = -0,376; p = 0,001, α = 0,05).
Kata kunci: efikasi diri, frekuensi kekambuhan, skizofrenia
ABSTRACT
Schizophrenic patients often experience relapses even during the current Covid-19 pandemic. Factors that influence come from the family as a caregiver. Caregivers need self-efficacy to carry out good care. This research aims to determine the relationship between family’s self-efficacy with the frequency of relapse of schizophrenic patients during the Covid-19 pandemic. This study used a correlational description method with a cross-sectional design. Data collection was carried out directly at the Emergency Room starting on April 23, 2022, until May 25, 2022. The number of respondents involved was 75 families who came to the ER of the RSJ Provinsi Bali using the incidental sampling technique. The statistical test used is Spearman rank. The results showed that most of the respondents had family self-efficacy in the high category (56%) and the recurrence frequency of patients in the non-relapse category (38,7%). The results of the analysis found that there was a relationship between self-efficacy with the frequency of recurrence of schizophrenia patients during the COVID-19 pandemic at the RSJ Provinsi Bali with a negative direction and weak correlation strength (r = -0,367; p = 0,001; α = 0,05).
Keywords: frequency of relapse, schizophrenia, self-efficacy
PENDAHULUAN
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan jiwa kronis yang banyak dialami oleh masyarakat Indonesia maupun dunia. Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ-III), skizofrenia adalah suatu sindrom dengan variasi penyebab serta sejumlah akibat dari pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya (Maslim, 2013). Penderita skizofrenia mengalami gangguan distruptif yang ditandai dengan abnormalitas dan penurunan progresif pada aspek kognitif, psikososial, vokasional, dan fungsional perilaku (Gemilang, Lesmana, & Aryani, 2017). Di Indonesia, 7 dari 1.000 penduduk mengalami skizofrenia, angka ini merupakan rata-rata nasional penderita skizofrenia berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018. Bali menempati peringkat pertama dalam hal jumlah kasus pasien skizofrenia dengan rata-rata 11 permil, angka ini melebihi rata-rata nasional (Kemenkes Republik Indonesia, 2018).
Pasien skizofrenia memerlukan perawatan rutin baik dengan farmakologi maupun nonfarmakologi. Pengobatan pada pasien dilakukan untuk mengontrol perilaku ataupun mengurangi gejala yang muncul (Correll & Schooler, 2020). Dalam proses perawatan ini, pasien skizofrenia tidak jarang mengalami penurunan kondisi yang menyebabkan pasien harus dirawat di rumah sakit atau disebut juga dengan kekambuhan (Aini, 2018).
Kekambuhan merupakan keadaan tanda dan gejala yang sebelumnya pernah dialami muncul kembali sehingga menyebabkan pasien harus dirawat kembali (Rahmayanti, 2020). Penyebab dari kekambuhan dapat muncul akibat berbagai faktor, misalnya pola asuh, ketidakpatuhan pengobatan, kondisi lingkungan, serta kondisi sosial ekonomi pasien (Puspitasari, 2017). Dalam hal ini keluarga sebagai orang
terdekat pasien mempunyai peran sentral dalam perawatan pasien dan menjadi faktor penting dari kekambuhan pasien skizofrenia (Farkhah, Suryani, & Hernawati, 2017).
Pandemi Covid-19 yang terjadi beberapa tahun terakhir menyebabkan perubahan lingkungan dan adaptasi kebiasaan baru, hal ini juga memberikan dampak pada pasien skizofrenia. Pasien skizofrenia biasanya kesulitan beradaptasi dengan lingkungan sehingga dapat meningkatkan risiko infeksi, selain itu perawatan bagi pasien skizofrenia juga mengalami penurunan sehingga secara langsung dapat meningkatkan risiko kekambuhan pada pasien skizofrenia (Mulyadi dkk, 2021). Perawatan yang konsisten sangat penting bagi pasien skizofrenia untuk menghindari penurunan kondisi (Khosravi, 2020), sehingga perhatian dari keluarga sangat diperlukan setidaknya dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan keberlanjutan terapi famakologi untuk mencegah kekambuhan (Farkhah et al., 2017).
Keluarga memiliki peran untuk mendukung perawatan pasien skizofrenia bahkan selama masa pandemi Covid-19. Namun, keluarga yang merawat pasien skizofrenia menghadapi perasaan beban yang lebih kuat dibandingkan merawat pasien dengan penyakit lain (Marin et al., 2020). Dampak dari beban yang dirasakan akan mempengaruhi kemampuan keluarga terutama caregiver dalam merawat pasien sehingga diperlukan dukungan dari semua anggota keluarga untuk menjaga perawatan pada pasien tetap berjalan baik (Manao & Pardede, 2019; Patricia, Rahayuningrum, & Nofia, 2018).
Keluarga sebagai caregiver pasien skizofrenia memerlukan efikasi diri atau keyakinan diri yang baik agar mampu melakukan tugasnya dalam melakukan
perawatan pada pasien. Efikasi diri merupakan kondisi seseorang terkait keyakinan dalam mengerjakan suatu hal (Haugan & Eriksson, 2021). Efikasi diri berhubungan erat dengan fungsi psikososial dalam perawatan pasien oleh keluarga. Selain itu juga dapat menjadi koping dari penyebab kecemasan pada keluarga (Kartikasari, Yusep, & Sriati, 2017).
Efikasi diri keluarga dengan pasien skizofrenia meliputi perawatan diri pasien. Keluarga dengan efikasi diri yang tinggi percaya bahwa akan mampu melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian di sekitarnya, sedangkan dengan efikasi diri yang rendah merasa tidak mampu mengerjakan segala sesuatu yang ada di sekitarnya (Rokhyati, Dwidiyanti, & Sari, 2019). Ketika efikasi diri meningkat, maka beban perawatan akan berkurang (Ramzani, Zarghami, Charati, Bagheri, & Lolaty, 2019). Jika efikasi diri keluarga dalam melakukan perawatan meningkat, maka kualitas perawatan pada pasien juga akan meningkat. Peningkatan efikasi diri caregiver pada pasien skizofrenia dapat
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasional dengan pendekatan cross-sectional. Variabel pada penelitian ini adalah efikasi diri keluarga dan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia. Penelitian dilakukan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSJ Provinsi Bali pada tanggal 23 April-25 Mei 2022.
Jumlah populasi pada penelitian ini adalah 81 orang pasien yang melakukan kunjungan ke IGD RSJ Provinsi Bali pada bulan Januari 2022, dengan jumlah sampel 75 orang keluarga yang datang mengantar pasien ke IGD RSJ Provinsi Bali berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi.
membantu penyembuhan pasien (Mulyanti & Yulitasari, 2020).
Hasil wawancara yang dilakukan pada sepuluh keluarga pasien skizofrenia di RSJ Provinsi Bali mengenai efikasi diri menunjukkan tujuh (70%) keluarga mengatakan sangat sulit untuk merawat pasien skizofrenia. Selain itu, empat diantaranya mengatakan kesulitan karena tidak semua anggota keluarga berani untuk merawat pasien karena takut diamuk serta tidak tahu bagaimana harus merawat pasien. Menurut keluarga, pandemi Covid-19 ini juga menjadi penyulit dalam melakukan perawatan untuk pasien karena terbatasnya akses untuk mendapatkan obat bagi pasien skizofrenia.
Perawatan oleh keluarga selama pandemi menjadi hal yang sangat penting mengingat keluarga adalah orang terdekat dari pasien. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan Efikasi Diri Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Selama Pandemi Covid-19 di RSJ Provinsi Bali”.
Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner data demografi (jenis kelamin, usia, asal daerah, hubungan dengan pasien, pendidikan, dan pekerjaan), kuesioner efikasi diri dengan 15 butir pernyataan, dan lembar observasi kekambuhan. Efikasi diri dikategorikan menjadi dua yaitu tinggi jika nilai total skor yang didapatkan ≥ 41 dan rendah jika total skor yang didapatkan <41. Frekuensi kekambuhan dihitung selama satu tahun mulai dari April 2021 hingga April 2022, dikategorikan menjadi tiga yaitu tidak kambuh jika pada rekam medis pasien tidak ada riwayat rawat inap dalam satu tahun terakhir, jarang kambuh jika riwayat rawat inap pada rekam medis
pasien < 2, dan sering kambuh jika riwayat rawat inap pada rekam medis pasien ≥ 2.
Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat pada variabel tunggal yaitu pada karakteristik demografi responden, efikasi diri, dan frekuensi kekambuhan. Pengambilan keputusan hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji statistik Spearman Rank berdasarkan nilai Sig. (p-value), jika nilai Sig. ≤ 0,05 maka Ho ditolak. Hasil analisis data terkait dengan nilai r juga digunakan untuk menentukan kekuatan dan arah korelasi antar variabel.
Keluarga yang termasuk ke kriteria inklusi dan ekslusi ditemui secara langsung dan dijelaskan mengenai tujuan, maksud, dan manfaat
penelitian yang dilakukan. Calon responden dapat menandatangani lembar informed concern apabila bersedia menjadi responden serta dihormati haknya jika memilih tidak bersedia untuk menjadi responden penelitian. Penelitian ini telah mendapatkan izin penelitian dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
dengan nomor surat
718/UN14.2.2.VII.14/LT/2022 tertanggal 29 Maret 2022.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian terkait data demografi responden meliputi usia, jenis kelamin, asal daerah, hubungan dengan pasien, pendidikan, dan pekerjaan dipaparkan pada tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Responden Penelitian (n = 75)
Variabel |
Frekuensi (N) |
Persentase (%) |
Jenis Kelamin | ||
Laki-laki |
56 |
74,4 |
Perempuan |
19 |
25,3 |
Total |
75 |
100 |
Usia (tahun) | ||
21-25 |
4 |
5,3 |
26-35 |
9 |
12,0 |
36-45 |
23 |
30,7 |
46-55 |
26 |
24,7 |
56-65 |
11 |
14,7 |
>65 |
2 |
2,6 |
Total |
75 |
100 |
Asal Daerah | ||
Badung |
8 |
20,7 |
Denpasar |
5 |
6,7 |
Bangli |
9 |
12,0 |
Gianyar |
19 |
25,3 |
Tabanan |
8 |
10,7 |
Jembrana |
3 |
4,0 |
Buleleng |
9 |
12,0 |
Klungkung |
3 |
4,0 |
Karangasem |
11 |
14,7 |
Total |
75 |
100,0 |
Hubungan dengan Pasien | ||
Ayah |
17 |
22,7 |
Ibu |
4 |
5,3 |
Anak |
11 |
14,7 |
Suami/Istri |
6 |
8,0 |
Kakak/Adik |
26 |
34,7 |
Lainnya |
11 |
14,7 |
Total |
75 |
100,0 |
Variabel Frekuensi (N) Persentase (%) | |||
Pendidikan SD SLTP SLTA Sarjana Lainnya |
21 13 37 3 1 |
28,0 17,3 49,3 4,0 1,3 | |
Total |
75 |
100,0 | |
Pekerjaan PNS Karyawan Wiraswasta Buruh Tidak Bekerja Lainnya |
1 9 30 9 3 23 |
1,3 12,0 40,0 12,0 4,0 30,7 | |
Total |
75 |
100,0 | |
Tabel 1 menunjukkan karakteristik responden penelitian. Mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 56 orang (74,4%). Sebagian besar responden berada di rentang usia 46-55 tahun yakni sebanyak 26 orang (34,7%). Mayoritas responden berasal dari daerah Gianyar yakni sebanyak 19 |
orang (25,3%). Hubungan responden dengan pasien paling banyak sebagai kakak atau adik sebanyak 26 orang (34,7%). Mayoritas pendidikan terakhir responden adalah SLTA sebanyak 37 orang (49,3%). Kemudian, responden mayoritas bekerja sebagai wiraswasta yakni sebanyak 30 orang (40,0%). | ||
Tabel 2. Efikasi Diri Keluarga Pasien Skizofrenia Selama Pandemi Covid-19 di RSJ Provinsi Bali (n=75) | |||
Efikasi Diri |
n |
% | |
Rendah Tinggi |
33 42 |
44,0 56,0 | |
Total |
75 |
100 | |
Tabel 2 menunjukkan kategori efikasi diri keluarga pasien skizofrenia mayoritas dalam kategori tinggi |
sebanyak 42 orang (56%). Efikasi diri keluarga pada kategori rendah sebanyak 33 orang (44%). | ||
Tabel 3. Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Selama Pandemi Covid-19 di RSJ Provinsi Bali (n=75) | |||
Frekuensi Kekambuhan |
n |
% | |
Tidak Kambuh Jarang Sering |
29 23 23 |
38,6 30,7 30,7 | |
Total |
75 |
100,0 | |
Tabel 3 menunjukkan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia, dapat diketahui bahwa frekuensi kekambuhan pasien mayoritas pada kategori tidak kambuh adalah 29 orang (38,6%). Pada kategori jarang sebanyak 23 orang (30,7%) dan kategori sering sebanyak 23 orang (30,7%). Data hasil tabulasi silang |
menunjukkan bahwa efikasi diri keluarga dengan kategori tinggi mayoritas frekuensi kekambuhan pasien dalam kategori tidak kambuh. Sebaliknya, keluarga yang memiliki kategori efikasi rendah mayoritas frekuensi kekambuhan yang dialami pasien dalam kategori sering. |
Tabel 4. Hasil Analisis Hubungan Efikasi Diri dan Frekuensi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Selama Pandemi Covid-19 di RSJ Provinsi Bali (n=75)
Variabel p-value |
r |
Hubungan efikasi diri keluarga 0,001 dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia |
-0,376 |
Tabel 4 menunjukkan p-value ≤ 0,05 yang menunjukkan ada hubungan signifikan antara efikasi diri keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien
PEMBAHASAN
Efikasi diri merupakan keyakinan seseorang dalam menjalankan tugas yang diberikan. Efikasi diri cenderung berkembang seiring dengan pengalaman dan proses belajar serta adaptasi dalam melakukan pekerjaan, dalam hal ini adalah merawat pasien skizofrenia. Penelitian yang dilakukan oleh Nihayati, Isyuniarsasi dan Tristiana (2020) menunjukkan bahwa semakin lama merawat pasien skizofrenia maka caregiver akan semakin berpengalaman dan terampil sehingga dapat meningkatkan efikasi diri caregiver. Efikasi diri yang baik dapat membantu memberikan dorongan positif serta meningkatkan kepercayaan diri caregiver terutama dalam merawat pasien skizofrenia (Mulyanti & Yulitasari, 2020). Pada penelitian ini, efikasi diri keluarga sebagian besar termasuk ke dalam kategori tinggi.
Hasil pada penelitian ini menunjukkan tidak semua keluarga memiliki efikasi diri yang tinggi, masih terdapat keluarga yang memiliki efikasi diri rendah. Penelitian oleh Pardede, Ariyo dan Purba (2020) menunjukkan bahwa mayoritas keluarga dengan efikasi diri rendah merasa tidak yakin dapat menjalankan tugasnya dengan sukses serta tidak yakin dapat mengontrol emosi yang kuat sehingga mengakibatkan stres ketika mengalami kegagalan. Keluarga yang merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa terkadang membuat keluarga merasa
skizofrenia. Nilai r menunjukkan kekuatan korelasi kedua variabel lemah dengan arah negatif.
tertekan dan stres sehingga dapat mempengaruhi self-efficacy mereka (Solehah, 2021).
Hasil analisis penelitian ini menunjukkan ada hubungan signifikan antara efikasi diri dan peran keluarga dengan arah hubungan negatif, artinya semakin tinggi efikasi diri keluarga maka frekuensi kekambuhan akan semakin rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pardede, Harjuliska dan Ramadia (2021) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan dengan arah negatif antara efikasi diri caregiver dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia. Hasil penelitian lain oleh Mulyanti dan Yulitasari (2020) menunjukkan bahwa efikasi diri keluarga sebagai caregiver lebih banyak pada kategori tinggi, hal ini dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, pendidikan, dan lama rawat pasien.
Asumsi peneliti, tingginya efikasi diri pada keluarga pasien skizofrenia di RSJ Provinsi Bali terjadi karena pengalaman yang sudah lama merawat pasien yakni rata-rata lebih dari satu tahun sehingga keluarga mengetahui hal yang harus dilakukan dalam merawat pasien, mengetahui bagaimana gejala kambuh pasien, dan apa yang harus dilakukan saat pasien kambuh.
Berdasarkan hasil analisis, semakin rendah efikasi diri keluarga dalam merawat pasien, maka frekuensi kekambuhan pasien semakin sering. Hal ini menunjukkan efikasi diri yang rendah
dapat mempengaruhi kualitas perawatan. Perubahan kualitas perawatan ini dapat menjadi salah satu faktor terjadinya kekambuhan apabila perubahan yang terjadi mengarah ke arah negatif. Hal ini didukung dari hasil penelitian oleh Pardede dan Purba (2020) efikasi diri yang rendah mempengaruhi kualitas perawatan karena kurang mampu memahami cara perawatan yang baik, sebaliknya jika efikasi diri caregiver tinggi maka diharapkan pemahaman perawatan pada pasien tinggi sehingga perawatan yang diberikan juga dapat lebih baik.
Jawaban responden pada kuesioner menunjukkan bahwa selama pandemi melakukan perawatan pada pasien adalah hal yang sulit dan melelahkan. Hal yang paling dirasakan adalah perubahan ekonomi yang semakin sulit. Namun, selama masa pandemi ini juga waktu bersama pasien meningkat sehingga komunikasi dengan pasien lebih banyak terjadi. Kondisi efikasi diri caregiver selama pandemi Covid-19 dapat terpengaruh akibat beban yang dirasakan oleh caregiver seperti kesulitan dalam mengatur waktu untuk bekerja dan mengurus pasien serta adanya perasaan khawatir jika pasien mengamuk ke lingkungan sekitar. Menurut Solehah (2021), beban yang dirasakan oleh caregiver dapat mempengaruhi efikasi diri seseorang akibat rasa stres serta perasaan tertekan yang mungkin dirasakan oleh keluarga selama pandemi. Hal ini juga disampaikan pada temuan penelitian oleh Pratama dan Widodo (2017) yang menunjukkan bahwa efikasi diri individu
SIMPULAN
Efikasi diri keluarga pasien skizofrenia selama pandemi Covid-19 di RSJ Provinsi Bali sebagian besar termasuk ke kategori tinggi. Frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia selama satu tahun terakhir dalam periode April
dipengaruhi oleh kondisi fisik dan emosionalnya.
Frekuensi kekambuhan pada pasien skizofrenia tidak terbatas pada faktor keluarga saja. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa meskipun keluarga sudah memiliki efikasi diri tinggi, tetapi frekuensi kekambuhan pada pasien tetap sering terjadi. Hal ini dapat terjadi karena kondisi dari pasien sendiri, misalnya pasien menolak untuk menerima perawatan yang telah disediakan oleh keluarga. Hal ini sesuai dengan penelitian Puspitasari (2017) yang menyatakan bahwa kekambuhan pada orang dengan gangguan jiwa dapat terjadi karena kondisi pasien, misalnya pasien memiliki kepribadian tertutup sehingga kesulitan untuk beradaptasi.
Berdasarkan pembahasan tersebut peneliti berasumsi bahwa keluarga sebagai caregiver yang memiliki efikasi diri yang tinggi dapat mengurangi frekuensi kekambuhan pada pasien skizofrenia. Efikasi diri yang tinggi akan meningkatkan keterampilan caregiver untuk memberikan perawatan yang berkualitas sehingga kualitas hidup pasien skizofrenia selama berada di rumah akan tetap baik. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa terdapat faktor lain yang menyebabkan kekambuhan ini misalnya datang dari pasien sendiri yang menolak untuk menerima perawatan, sehingga penting bagi caregiver untuk memahami pasien atau cara untuk menghadapi pasien, misalnya dengan mencari informasi atau meminta saran kepada tenaga kesehatan yang secara spesifik menangani kondisi kejiwaan.
2021 - April 2022 lebih banyak pada kategori tidak kambuh. Hasil analisis hubungan menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara efikasi diri keluarga dengan frekuensi kekambuhan pada pasien skizofrenia selama pandemi
Covid-19 di RSJ Provinsi Bali dengan kekuatan korelasi lemah dan arah negatif yang artinya semakin tinggi efikasi diri keluarga maka frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia akan semakin rendah.
Penelitian ini terbatas hanya mencari korelasi antara efikasi diri dan
DAFTAR PUSTAKA
Aini, S. Q. (2018). Faktor-faktor penyebab kekambuhan pada penderita skizofrenia setelah perawatan di rumah sakit jiwa. Jurnal Litbang: Media Informasi
Penelitian, Pengembangan dan IPTEK, 11(1), 65–73.
https://doi.org/10.33658/jl.v11i1.62
Correll, C. U., & Schooler, N. R. (2020).
Negative symptoms in schizophrenia: A review and clinical guide for recognition, assessment, and treatment.
Neuropsychiatric Disease and Treatment, 15, 519–534.
Farkhah, L., Suryani, & Hernawati, T. (2017). Faktor caregiver dan kekambuhan klien skizofrenia. Jurnal Keperawatan
Padjadjaran, 5(1), 37–46.
Gemilang, B. M., Lesmana, C. B. J., & Aryani, L. N. A. (2017). Karakteristik pasien relapse pada pasien skizofrenia dan faktor pencetusnya di Rumah Sakit Jiwa ( RSJ ) Provinsi Bali. Jurnal Medika, 6(10), 61– 65.
Haugan, G., & Eriksson, M. (2021). Health promotion in health care – vital theories and research. Springer. Switzerland.
https://doi.org/10.1007/978-3-030-63135-2
Kartikasari, R., Yusep, I., & Sriati, A. (2017). Pengaruh terapi psikoedukasi keluarga terhadap self efficacy keluarga dan sosial okupasi klien schizophrenia. Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 5(2), 123–
135. https://doi.org/10.24198/jkp.v5i2.450
Kemenkes Republik Indonesia. (2018). Hasil utama riskesdas 2018. Jakarta.
Khosravi, M. (2020). COVID-19 pandemic: What are the risks and challenges for schizophrenia? Clinical Schizophrenia and Related Psychoses, 14(3), 13–14.
https://doi.org/10.3371/CSRP.KM.11032 0
Manao, B. M., & Pardede, J. A. (2019). Beban keluarga berhubungan dengan
pencegahan kekambuhan pasien
skizofrenia. Jurnal Keperawatan Jiwa, 12(3).
frekuensi kekambuhan, belum ditelusuri lebih lanjut mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya efikasi diri pada keluarga sehingga hal ini bisa menjadi saran penelitian bagi peneliti yang tertarik untuk mengangkat topik serupa.
Marin, I.-M., Petropolou, M., Baroiu, L., Chirosca, A.-C., Anghel, L., & Luca, L. (2020). Schizophrenia and the family burden during the pandemic. BRAIN. Broad Research in Artificial Intelligence and Neuroscience, 11(3sup1), 89–97.
https://doi.org/10.18662/brain/11.3sup1/ 125
Maslim, R. (2013). Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III dan DSM-5. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
Mulyadi, E., Wardita, Y., Camalia, H. E., Wahid, A., & Wulandari, D. R. (2021). Dukungan keluarga pada orang dengan gangguan jiwa di masa pandemi covid-19. Wiraraja Medika: Jurnal Kesehatan, 11(2), 65–71.
Mulyanti, & Yulitasari, B. I. (2020). Self efficacy and the quality of life of schizophrenia caregivers. Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia, 7(2), 79.
https://doi.org/10.21927/jnki.2019.7(2).7 9-85
Nihayati, H. E., Isyuniarsasi, I., & Dian
Tristiana, R. (2020). The relationship of self-efficacy between resilience and life quality of caregivers toward
schizophrenics. Systematic Reviews in Pharmacy, 11(3), 834–837.
Pardede, J. A., Ariyo, & Purba, J. M. (2020). Self efficacy berhubungan dengan stres keluarga pasien skizofrenia. Jurnal Keperawatan, 12(December), 831–838.
Pardede, J. A., Harjuliska, & Ramadia, A. (2021). Self-efficacy dan peran keluarga berhubungan dengan frekuensi
kekambuhan pasien skizofrenia. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 4(1), 57–66.
Pardede, J. A., & Purba, J. M. (2020). Dukungan keluarga berhubungan dengan kualitas hidup pasien skizofrenia. Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal, 10(4), 645–654.
https://doi.org/https://doi.org/10.32583/p skm.v10i4.942
Patricia, H., Rahayuningrum, D. C., & Nofia, V. R. (2018). Hubungan beban keluarga dengan kemampuan caregiver dalam
merawat klien skizofrenia. Jurnal Kesehatan Medika Saintika, 10(2), 45– 52.
Pratama, B. D., & Widodo, A. (2017). Hubungan pengetahuan dengan efikasi diri pada caregiver keluarga pasien gangguan jiwa di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi. Jurnal Kesehatan, 10(2), 13.
https://doi.org/10.23917/jurkes.v10i2.55 24
Puspitasari, E. (2017). Faktor yang mempengaruhi kekambuhan orang dengan gangguan jiwa. Jurnal Perawat
Indonesia, 1(2), 58.
https://doi.org/10.32584/jpi.v1i2.47
Rahmayanti, Y. N. (2020). Hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kekambuhan pada pasien skizofrenia di Poli Rawat Jalan RSJD Dr. Arif Zainudin Surakarta. Stethoscope, 1(1), 58–64.
Solehah, E. L. (2021). Pengaruh psikoedukasi tentang manajemen stres dalam meningkatkan self-efficacy keluarga merawat ODGJ di Wilayah Kerja Puskesmas Balowerti Kediri. Jurnal Medika Usada, 4(2), 1–8.
Volume 11, Nomor 6, Desember 2023
504
Discussion and feedback