Konsentrasi Logam Berat Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) pada Telur Penyu Lekang (Lepidochelys Olivacea) di Pulau Serangan, Bali
on
JMRT, Volume 3 No 2 Tahun 2020, Halaman: 90-93
JffKT
JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY
journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT
ISSN: 2621-0096 (electronic); 2621-0088 (print)
Konsentrasi Logam Berat Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) pada Telur Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) di Pulau Serangan, Bali
Carolina Asrina, IGN Putra Dirgayusaa, and Elok Faiqoha*
aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia
* Corresponding author email: elokfaiqoh@unud.ac.id
ARTICLE INFO
ABSTRACT
Article history:
Received: May 23th 2020
Received in revised form: July 26th 2020
Accepted: August 15th 2020
Available online: August 31th 2020
Keywords:
Lepidochelys olivacea
Heavy metal
Lead
Cadmium
Sea turtles is one of the marine megafauna which has categorized as protected animal. They are able to migrate long distance along the Indian Ocean, Pacific Ocean and Atlantic Ocean. Heavy metals may enter to marine organism bodies through three ways including, food ingestion, gills, and surface diffusion of the skin. Accumulation of heavy metals in the body for a long time may disrupt the circulatory system, nerves and kidney work. The effort to increase the hatching success is very important for the turtle conservation. Therefore, this study was aims to examined the concentration of heavy metals detected in the eggs of olive ridley (Lepidochelys olivacea) turtle. This study was conducted between July - September 2019 in Serangan Island. The method used in this study was a purposive random sampling, determined by four olive ridley’s nests in their nesting period with each nest of 5 egg samples. The heavy metal contents were analyzed with Atomic Absorption Spectrophotometer. The results showed that Pb concentrations ranged from 5.50-103.66 mg/kg with an average of 36.49 mg/kg, while Cd concentrations ranged from 0.07-16.25 mg/kg with an average of 0.96 mg/kg. The concentrations of heavy metals in sea turtle eggs may come from their parent, which might be already accumulated heavy metals in their tissues. This might occur due to the substances in the eggshell are capable to absorb heavy metals. The results of this study highlight the average concentration of heavy metals in L. olivacea eggs exceeded the threshold of heavy metals for egg products set by the Indonesian Regulation of the Food and Drug Control Agency (BPOM) No. 5 of 2018. This indicates that the eggs of Olive ridley sea turtle in the region are unsafe for human consumption. In addition sea turtle eggs are in high risk for human consumption because they contain heavy metals. All types of turtle products are also protected by UU No. 5 of 1990, therefore the culture of the community in consuming and trading turtle products must be stopped.
2020 JMRT. All rights reserved.
Penyu merupakan fauna dilindungi dan mampu bermigrasi dengan jarak yang sangat jauh sepanjang Kawasan Samudra Hindia, Samudra Pasifik, dan Samudra Atlantik. Di dunia terdapat tujuh spesies penyu, enam spesies diantaranya ditemukan di Indonesia, salah satu yang menyebar di perairan Bali yaitu Penyu Lekang atau Lepidochelys olivacea (Ario et al., 2016).
Penyu lekang merupakan spesies yang masuk daftar merah IUCN (2008) dan dilindungi berdasarkan SK Menteri Pertanian No.716/Kpts/-10/1980 dengan status proteksi dan berdasarkan PP No.7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa serta PP No.8 tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar. Keberadaan penyu lekang semakin berkurang akibat pengaruh manusia seperti perburuan, aktivitas rumah tangga, perdagangan, industri dan lainnya yang menjadi sumber pencemaran laut, terutama pencemaran oleh logam berat. Menurut Sahetapy (2011) kandungan logam berat dapat masuk ke dalam tubuh organisme laut melalui tiga acara yaitu rantai makanan, insang, dan difusi permukaan kulit.
Akumulasi logam berat di dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama dapat mengganggu system peredaran darah, syaraf
dan kerja ginjal (Widaningrum, 2016). Telur penyu yang terkontaminasi logam berat diduga dapat mengurangi tingkat keberhasilan penetasan telur. Penelitian oleh Joseph et al. (2014) di Peninsular Malaysia dan oleh Tapilatu et al (2020) di Pulau Venu, Kaimana – Papua Barat menunjukkan bahwa telur penyu Hijau (Chelonia mydas) dikedua lokasi tersebut terdeteksi mengandung logam berat. Menurut Endrinaldi (2009) efek toksik dari logam berat dapat merusak sel, yaitu menyebabkan mutasi gen, kanker dan bila kerusakannya berat menimbulkan kematian pada sel.
Menurut Firliansyah et al. (2017) sebelum adanya peraturan pemerintah, masyarakat masih memanfaatkan penyu untuk konsumsi, perdagangan, obat-obatan dan kegiatan keagamaan. Namun hingga sekarang masih ada masyarakat yang mengkonsumsi produk penyu, padahal telah diketahui bahwa salah satu penyebab menurunnya populasi penyu adalah pemanfaatan yang tidak lestari, terutama untuk konsumsi (Nuitja, 1992). Diperlukan upaya memberi edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya mengonsumsi produk penyu sehingga dapat meningkatkan kegiatan konservasi penyu. Untuk itu diperlukan data pendukung untuk mengetahui konsentrasi logam berat seperti: timbal (Pb), dan kadmium (Cd)
yang terakumulasi pada telur penyu lekang (L. olivacea) di Pulau Serangan, Bali.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - September 2019. Pengambilan sampel dilakukan di Pantai Serangan sedangkan analisis konsentrasi logam berat dilakukan di Laboratorium Analitik Universitas Udayana . Penentuan stasiun menggunakan metode purposive random sampling, ditentukan sebanyak 4 titik yang ditentukan pada saat bertemu penyu lekang bertelur (Gambar 1).
Gambar 1. Peta lokasi pengambilan sampel
-
2.2 Pengambilan Sampel
Koleksi sampel telur diperoleh pada daerah Pulau Serangan pada bulan Juli-September 2019. Sebanyak 20 telur dari empat sarang dimana masing-masing sarang diambil 5 butir telur yang digunakan dalam penelitian ini dengan surat ijin nomor SK.302/KSDAE/SET/KSA.2/7/2019. Semua telur diambil segera setelah proses peletakan telur. Prosedur persiapan sampel mengacu pada metode Joseph et al (2014) telur disimpan dalam lemari pendingin sampai dilakukan analisis lebih lanjut. Persiapan sampel, sebelum dilakukan analisis logam, sampel dicairkan pada suhu kamar dan dicuci dengan akuades. Masing-masing telur dipisahkan kuning telur dan putih telur.
-
2.3 Analisa Logam Berat pada Telur
Masing-masing telur dipisahkan antara kuning dan putih telur kemudian dioven dengan suhu 80º C selama 24 jam. Sampel telur yang sudah kering dihomogenkan dengan menggunakan cawan dan alu (Joseph et al., 2014). Prosedur preparasi sampel mengacu pada metode yang digunakan di Laboratorium Analitik Universitas Udayana. Sampel yang digunakan sebanyak 0.5 gr berat kering untuk preparasi masing-masing sampel kuning dan putih telur. Dilakukan ekstraksi sampel dengan menambahkan 10 mL H2SO4 hingga berwarna hitam pekat, lalu ditambahkan 10 ml HNO3. Sampel dicairkan dengan menambahkan akuades hingga volume 25 ml, lalu disaring dengan kertas saring ukuran pori 0.45µm untuk menghindari ada benda asing yang ikut dalam larutan sampel. Konsentrasi logam berat pada kuning maupun putih telur menggunakan pengukuran menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).
Perhitungan konsentrasi logam berat pada sampel telur penyu dilakukan dengan menggunakan rumus (Laboratorium Analitik Universitas Udayana):

Keterangan :
(1)
C = Konsentrasi yang sebenarnya (mg/ml)
A = Nilai konsentrasi berdasarkan absorbansi AAS (mg/kg)
V = Volume sampel (ml)
G = Berat sampel (g)
3.1 Logam Berat Timbal (Pb)
Gambar 2. Logam berat timbal (Pb) pada telur di Pantai Serangan
Konsentrasi logam berat Pb pada putih telur maupun pada kuning telur ditunjukkan pada gambar 2. Pada kuning telur, kandunganlogam berat Pb berkisar antara 5.50–35.08 mg/kg, dan pada putih telur berkisar antara 20.05–103.66 mg/kg. Rata-rata konsentrasi logam berat Pb pada telur 32.47 mg/kg.
3.2 Logam Berat Kadmium (Cd)
Gambar 3. Logam berat kadmium (Cd) pada telur penyu di Pantai Serangan
Konsentrasi logam berat Cd pada putih telur maupun pada kuning telur disajikan pada gambar 3. Pada kuning telur, kandungan logam berat Pb berkisar antara 0.15 – 10.69 mg/kg dan pada putih telur berkisar antara 0.07 – 16.25 mg/kg Rata rata konsentrasi logam beratiCd pada telur yaitu 0.97 mg/kg.
Secara umum tingginya konsentrasiilogam berat Pb dibandingkan dengan konsentrasi logamiberat Cd pada penelitianiini, diperkirakan karena induk penyu terkontaminasi dari habitat atau diperoleh dari makanan kemudian telur ikut terkontaminasi lewat proses sequestration. Menurut Orłowski et al. (2017) proses sequestration ini adalah proses ion transporter dicangkang telur yang seharusnya berguna untuk mentransfer satu jenis ion, tetapi karena ada keberadaan ion lain yang mungkin sangat mirip sehingga bisa ikut tertransfer ke dalam cangkang telur lewat ion transporter tersebut. Konsentrasiilogam berat Pb berkisaraantara 5.50 – 103.66 mg/kg dengan rata-rata sebesar 36.49 mg/kg dan konsentrasi logam berat Cd berkisar antara 0.07 – 16.25 mg/kgddengan rata-rata sebesar 0.96 mg/kg. Logambberat terdeteksi pada telur penyu sama dengan penelitian Shintana et al (1980) pada telur Penyu Lekang (L. olivacea) di Pantai Pariaman dengan konsentrasillogam berat Pb yang ditemukan berkisar 0.3388 – 6.801 mg/kg. Joseph et al (2014) yang meneliti hal serupa pada telur Penyu Hijau (Chelonia mydas) di Pantai Semenanjung Malaysia menemukan konsentrasi logam berat Pb sebesar 9.46 mg/kg dan konsentrasi logam berat Cd sebesar00.611mg/kg.iPada penelitian Tapilatu et al (2020) di Pulau Venu - Kaimana ditemukan konsentrasi logam berat Pb pada telur penyu hijau dan penyu sisik <2 mg/kg sedangkan konsentrasi logam berat Cd yang ditemukan pada telur penyu hijau sebesar 2.12 mg/kg dan pada telur penyu sisik sebesar 2.31 mg/kg. Sementara itu, penelitian Roe et al. (2011) menemukan konsentrasi logam berat Cd antara 0.3 – 1.6 mg/kg pada Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea). Dari beberapa penelitian diatas, logam berat tidak hanya dapat ditemukan pada telur Penyu Lekang, namun bisa ditemukan pada telur penyu hijau, penyu sisik, dan penyu belimbing di pantai peneluran daerah yang lain. Hasil- penelitian ini menunjukkan bahwaarata-rata konsentrasi logam berat pada telur telah melebihi ambang batas logam berat untuk produk telur yang telah ditetapkan oleh Peraturan Badan Pengawasan Obat dan Makanan No 5 tahun 2018, dimana batas ambang Pb sebesar 0.25 mg/kg dan Cd sebesar 0.1 mg/kg sehingga dapat membahayakan jika masuk ke dalam tubuh. Selain telur penyu berbahaya untuk dikonsumsi karena mengandung logam berat, segala jenis produk penyu juga sudah dilindungi dalam UU No. 5 Tahun 1990 maka budaya masyarakat dalam mengkonsumsi dan perdangan produk penyu harus dihentikan.
Gambar 4. Peta KonservasipPenyu di Indonesia (sumber: wwf.or.id WWF-Indonesia/Marine Program 2009)
Logam berat yang terdapat pada telur diduga berasal dari logam berat yang telah terakumulasi pada induk (Roe et al., 2011). Akumulasi logam beratPpada tubuh induk dapat berasal dari makanan dan dari lingkungan tempat tinggalnya (Paundanan et al., 2015). Selama masa hidupnya, penyu bermigrasi (Gambar 4) melewati perairan yang diperkirakan telah tercemar logam berat, dimana penyu diduga mengakumulasi logam berat melalui makanan dan air yang masuk ke dalam tubuh. Beberapa tumbuhan dan hewan yang menjadi makanan penyu telah mengakumulasi logam berat seperti lamun (Budiarta, 2018), dan ubur – ubur (Duysak et al 2013). Selain dari sumber makanan, tercemarnya perairan oleh logam berat juga menjadi salah satu faktor akumulasi pada hewan laut melalui system pernapasan dan berdifusi dari air ke tubuh hewan melalui kulit (Paundanan et al.,2015). Menurut Mahfudz et al (2018) cangkang telur dapat menyerap logam berat dengan efektivitas 90.25%.
Sinaei dan Bolouki (2017) menyatakan bahwa akumulasi logam berat pada induk dapat menyebabkan rusaknya sistem reproduksi, penurunan tingkat fertilisasi pada telur, serta terhambatnya perkembangan embrio yang berakibat pada menurunnya kesuksesan penetasan telur. Hal ini berarti logam berat pada telur yang berhasil terfertilisasi kemungkinan tidak menghambat perkembangan fetus, tetapi dapat mempengaruhi sistem reproduksi ketika mencapai usia dewasa. Menurut Agustina dan Teknik (2014), logam berattyang masuk ke dalam tubuh lewat makanan dapat menganggu sistem saraf, kerusakan otak, kelumpuhan, kerusakan ginjal, kerapuhan tulang, kerusakan DNA atau kanker, dan menghambat pertumbuhan.
Kesimpulan dari penelitian inii adalah konsentrasi logam berat Pb lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasillogam berat Cd pada penelitian kali ini. Konsentrasi logam berat Pb berkisar antara 5.50 – 103.66 mg/kg dengan rata-rata sebesar 36.49 mg/kg dannkonsentrasi logam berat Cd berkisarrantara 0.07 – 16.25 mg/kg dengan rata-rata sebesar 0.96 mg/kg. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi logam berat pada telur telah melebihi ambang batas logam berat untuk produk telur yang telah ditetapkan oleh Peraturan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) No 5 tahun 2018, dimana batas ambang Pb sebesar 0.25 mg/kg dan Cd sebesar 0.1 mg/kg sehingga dapat membahayakan jika masuk ke dalam tubuh. Selain telur penyu berbahaya untuk dikonsumsi karena mengandung logam berat, segala jenis produk penyu juga sudah dilindungi dalam UU No. 5 Tahun 1990 maka budaya masyarakat dalam mengkonsumsi dan perdagangan produk penyu harus dihentikan.
UcapannTerimakasih
Penulis mengucapkan tterimakasih sebesar-besarnya kepada Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang telah mendukung penelitian ini dengan menerbitkan ijin riset dan pengambilan telur, kepada Laboratorium Analitik dan Laboratorium Ilmu Kelautan Universitas Udayana yang telah menyediakan fasilitas dalam menganalisis data selama penelitian.
Daftar Pustaka
[BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan No.5 tahun 2018. http://standarpangan.pom.go.id/dokumen/peraturan/2018/0._salinan_P erBPOM_5_Tahu n_2018_Cemaran_Logam_Berat_join__4_.pdf
Widaningrum, (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian); Miskiyah (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian); Suismono (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen. (2016). Bahaya Kontaminasi Logam Berat Dalam Sayuran dan Alternatif Pencegahan Cemarannya. Buletin Teknologi Pasca Panen, 3(1), 16–27.
[IUCN] International Union for the Conservation of Nature. 2008. The IUCN Red List of Threatened Species. London (GB): IUCN SSC Marine Turtle Specialist Group.
https://www.iucnredlist.org/species/11534/3292503
Agustina, T., & Teknik, F. (2014). Kontaminasi logam berat pada
makanan dan dampaknya pada kesehatan. 1(1), 53–65.
Ario, R., Wibowo, E., Pratikto, I., & Fajar, S. (2016). Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali. Jurnal Kelautan Tropis, 19(1), 60. https://doi.org/10.14710/jkt.v19i1.602
Budiarta IK, Elok F, I Gusti NPD. 2019. Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) Dan Kadmium (Cd) Pada Halophila ovalis Dan Thalassia hemprichii Sebagai Agen Fitoremediasi Di Selatan Serangan. Jurnal Marine Research and Technology.
Duysak, Onder; Yilmaz, Ayse Bahar; and Mazlum, Yavuz. (2013). Metal Concentrations in Different Tissues of Jellyfish (Rhopilema nomadica Galil,1990) in Iskenderun Bay, Northastern Mediterranean. Journal of Animal and Veterinary Advances, 12, 1109–1113.
Endrinaldi. (2009). Logam-logam berat pencemar. 42–46.
Firliansyah, E., Kusrini, M. D., & Sunkar, A. (2017). Journal of Tropical Biodiversity and Biotechnology Pemanfaatan dan Efektivitas Kegiatan Penangkaran Penyu di Bali bagi Konservasi Penyu. 2, 21–27.
https://doi.org/10.22146/jtbb.25690
Joseph, J., Ali, S. N., & Hing, L. S. (2014). Heavy metal composition in Green Turtle (Chelonia mydas) eggs from nesting beaches in Peninsular Malaysia. Asian Journal of Conservation Biology, 3(July), 83–87.
Mahfudz, M. K., Utami, F. P., Mada, U. G., Mada, U. G., & Mada, U. G. (2018). Pemanfaatan Cangkang Telur Gallus Sp . Sebagai Adsorben Kadmium ( Cd ) pada Limbah Cair Industri Batik Pendahuluan Sektor industri di Indonesia terus berkembang mulai industri rumah tangga hingga industri besar . Industri yang menghasilkan produk sandang . Cd, 103–110.
Orłowski, G., Hałupka, L., Pokorny, P., Klimczuk, E., Sztwiertnia, H., Dobicki, W., & Polechoński, R. (2017). The pattern of distribution and interaction of metals and calcium in eggshells and egg contents in relation to the embryonic development of eggs in a small passerine bird. Journal of Ornithology, 158(1), 297–309.
https://doi.org/10.1007/s10336-016-1366-y
Paundanan, M., Etty, R., & Syaifu, A. (2015). Kontaminasi Logam Berat Merkuri (Hg) dan Timbal (Pb) pada Air, Sedimen dan Ikan Selar Tetengkek (Megalaspis Cordyla L) di Teluk Palu, Sulawesi Tengah. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Lingkungan, 5, 161–168.
Roe, J. H., Sill, N. S., Columbia, M. R., & Paladino, F. V. (2011). Trace Metals in Eggs and Hatchlings of Pacific Leatherback Turtles (Dermochelys coriacea) Nesting at Playa Grande, Costa Rica. Chelonian Conservation and Biology, 10(1), 3–9.
https://doi.org/10.2744/ccb-0837.1
Sahetapy (2011) in Yulaipi, S., & Aunurohim. (2013). Bioakumulasi Logam Berat Timbal ( Pb ) dan Hubungannya dengan Laju Pertumbuhan Ikan Mujair ( Oreochromis mossambicus ). Jurnal Sains Dan Seni Pomits, 2(2), E-166-E170.
Shintana, Mayang., Nedi, Syahril., Tanjung, A. (1980). The Concentration of Heavy Metals Pb, Cu And Zn In Olive Ridley Sea Turtle’s Egg (Lepidochelys Olivacea) in Spawning Locations of Pariaman Town Beach West Sumatra Province. Journal of the Japanese Society of Pediatric Surgeons, 16(4), 704.
https://doi.org/10.11164/jjsps.16.4_704_3
Sinaei, M., & Bolouki, M. (2017). Metals in Blood and Eggs of Green Sea Turtles (Chelonia mydas) from Nesting Colonies of the Northern Coast of the Sea of Oman. Archives of Environmental Contamination and Toxicology, 73(4), 552–561. https://doi.org/10.1007/s00244-017-0421-x
Tapilatu. RF., Woan. H., & Siburian, RHS. (2020). Data on Environmental Contaminants in Sea Turtle Eggs at Venu Island, Kaimana – West Papua Indonesia. Data in Brief 105778.
https://doi.org/10.1016/j.dib.2020.105778.
93
Discussion and feedback