DAMPAK VARIABEL MAKROEKONOMI PADA VOLATILITAS PADA PASAR MODAL SYARIAH INDONESIA: Pendekatan Model Error Correction
on
235 Buletin Studi Ekonomi. Vol. 25 No. 2, Agustus 2020
DAMPAK VARIABEL MAKROEKONOMI PADA VOLATILITAS PASAR MODAL SYARIAH INDONESIA: PENDEKATAN MODEL ERROR CORRECTION
Setyo Tri Wahyudi1 Rihana Sofie Nabella2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Jawa Timur, Indonesia1,2 Email: wsetyotri@gmail.com1, sofierihana@gmail.com2
Abstract: The Impact of Macroeconomic Variables on The Volatility of Indonesian Sharia Capital Market: Error Correction Model Approach. Indonesia’s sharia capital market continues to develop and become an alternative investment. Compared to conventional capital markets, sharia capital markets are believed to be stronger against crises, changes in economic fundamentals and financial market shocks. This study aims to analyze the effect of macroeconomic variables on Indonesia Sharia Stock Index. This research uses Error Correction Model (ECM) method. The results of this study are the rising exchange rate and world crude oil price will decrease Sharia Index of Indonesia Shares (ISSI), in the long run and short term increase of BI Rate will increase Sharia Index of Indonesia (ISSI) and inflation rate does not affect Indonesia Sharia Index (ISSI).
Keywords: Indonesian Sharia Capital Market; Macroeconomics variables.
Abstrak: Dampak Variabel Makroekonomi pada Volatilitas Pasar Modal Syariah Indonesia: PendekatanModel Error Correction. PasarmodalsyariahIndonesiaterusmengalamiperkembangan dan menjadi alternatif investasi. Dibandingkan dengan pasar modal konvensional, pasar modal syariah diyakini lebih kuat terhadap krisis, perubahan fundamental ekonomi dan goncangan pasar keuangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel makroekonomi terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode Error Correction Model (ECM). Hasil penelitian ini adalah naiknya kurs dan harga minyak mentah dunia akan menurunkan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), dalam jangka panjang dan jangka pendek kenaikan BI Rate akan menaikkan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) dan naiknya tingkat inflasi tidak mempengaruhi Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI).
Kata kunci : Indeks Harga Saham Syariah (ISSI); variabel makroekonomi.
PENDAHULUAN
Terlihat pada Gambar 1, jumlah
Dalam perekonomian, pasar modal investor syariah setelah adanya unit
menjadi bagian penting dalam mendukung pengembangan syariah (Februari 2014) terus
ekonomi suatu negara, termasuk di Indonesia. mengalami peningkatan hingga pada tahun
Peran penting pasar modal sebagai lembaga 2017 mencapai 18.330. Hal tersebut didukung
perantara yang mempertemukan kepentingan
oleh meningkatnya pangsa pasar investor
pemberi modal dan pencari modal. Alokasi dana
syariah terhadap total investor secara signifikan.
Terjadinya kesepakatan antara kedua pihak
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan,
tersebut, menghasilkan terciptanya efisiensi
pada tahun 2017 pangsa pasar investor syariah
alokasi dana yang memungkinkan diperolehnya
mencapai 3,1% dari investor total, dimana pada
alternatif investasi dengan return optimal
tahun 2014 hanya sebesar 0,7% dari investor
(Tandelilin, 2001).
total.
Munculnya pasar modal syariah
Dibandingkan dengan pasar modal
sebagai bagian dari sistem pasar modal juga
konvensional, pasar modal syariah diyakini lebih
berkontribusi dalam memberikan alternatif
kuat terhadap krisis, perubahan fundamental
investasi dan saluran pembiayaan serta
ekonomi dan goncangan pasar keuangan.
mobilisasi sumber daya ekonomi. Pasar modal
Goncangan tersebut diakibatkan oleh ekspektasi
syariah di Indonesia mengalami perkembangan
terhadap masa depan dari faktor makro dan
yang ditunjukkan oleh naiknya jumlah investor
mikro di suatu negara baik secara rasional atau
adaptif pada fundamental ekonomi yang dapat
saham syariah pada Gambar 1.

Gambar 1. Jumlah Investor Saham Syariah
diprediksi atau tidak dapat diprediksi. Berbagai faktor penentu perkembangan indeks Syariah, seperti ditunjukkan oleh Syahrir (1995) dibagi dalam faktor moneter dan faktor internal. Disisi moneter meliputi SBI Syariah, inflasi, jumlah uang beredar (JUB), serta nilai tukar, sementara faktor internal meliputi kondisi ekonomi, politik, keamanan, serta kebijakan pemerintah.
Berbagai studi mengenai hubungan antara inflasi dan harga saham memberikan hasil berbeda, hubungan positif (Thaker et al., 2009) ataupun negatif (Pasaribu & Firdaus, 2013). Meningkatnya tingkat inflasi mengakibatkan kebijakan ekonomi yang ketat, sehingga membuat tingkat bebas risiko nominal (free risk nominal rate) akan meningkat dan pada saat yang sama, tingkat diskonto akan meningkat dan menciptakan hasil yang sama dengan harga saham syariah. Salah satu penyebab inflasi karena adanya penurunan daya beli uang (Tandelilin, 2010). Selain itu, jika terjadi kenaikan inflasi tinggi dan bersifat tidak menentu (uncertainty) akan berdampak pada meningkatnya resiko investasi serta melemahnya mata uang domestik (Ardana, 2016).
Berbeda dengan hubungan inflasi dengan pasar saham, hubungan antara suku
bunga dan harga saham memberikan arah seragam yakni memiliki hubungan negatif. Kenaikan suku bunga akan meningkatkan tingkat nominal bebas risiko dan pada saat yang sama akan meningkatkan tingkat diskonto. Hamrita & Trifi (2011) menyatakan bahwa kenaikan suku bunga mengurangi nilai sekarang dari pendapat deviden masa depan yang akan menekan harga saham. Pengaruh tingkat suku bunga terhadap pasar saham syariah dapat dijelaskan dalam keputusan membelanjakan lebih banyak uang atau menyimpan uang dalam bentuk portofolio tabungan atau portofolio lain seperti pasar saham syariah (Malini & Jais, 2014). Selain itu, penentuan suku bunga tabungan dan deposito mengacu pada BI rate yang mengcover pergerakan inflasi dan nilai tukar (Widoatmodjo, 2005).
Pengklasifikasian perusahaan multinasional dalam pasar saham syariah di Indonesia turut berkontribusi pada penentuan keterkaitan harga saham dan nilai tukar. Kondisi depresiasi maupun apreasiasi nilai tukar sebagai cerminan kondisi berubahnya perilaku masyarakat dalam memegang uang. Semakin menguat nilai tukar Rupiah maka kinerja di pasar uang juga semakin baik serta akan menentukan iklim investasi
dalam pasar modal Indonesia. Tentunya, hal tersebut akan menjadi referensi bagi investor dalam memutuskan berinvestasi di bursa saham Indonesia, khususnya terkait resiko (Robert, 1997). Kondisi serupa juga ditunjukkan dalam kasus bursa saham di Malaysia (Vejzagic & Zarafat, 2013).
Terakhir, harga minyak dunia yang diukur dari harga spot pasar minyak dunia, memiliki hubungan dengan pasar saham. Harga minyak dan harga saham memiliki hubungan yang berbeda. Hubungan positif dihasilkan jika guncangan yang terrjadi pada harga minyak dicerminkan dalam permintaan agregat, sebaliknya, akan memiliki berhubungan negatif jika harga minyak mencerminkan perubahan penawaran (Malini & Jais, 2014). Selain itu, harga saham merespon secara asimetris terkait perubahan harga minyak. Maksudnya, tingginya harga minyak dapat dikaitkan dengan harga saham yang rendah, sebaliknya rendahnya harga minyak tidak dapat dikaitkan dengan harga saham yang tinggi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan memanfaatkan data-data data
sekunder bulanan untuk periode tahun 2013 hingga 2017. Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) sebagai variabel terikat, sedangkan variabel bebasmnya meliputi inflasi, nilai tukar (kurs), BI-Rate dan harga minyak dunia. Sumber data inflasi, nilai tukar, dan BI-Rate dari Bank Indonesia. Sedangkan data harga minyak dunia diperoleh dari situs www.indexmundi.com, data Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSK) diperoleh dari OJK. Data bulanan memiliki kecenderungan berfluktuasi serta menghasilkan ketikaseimbangan, oleh karena itu dipilih Error Correction Model (ECM) sebagai metode analisis. Selain itu, alasan digunakan metode ECM adalah bahwa metode ini dapat melihat pengaruh jangka pendek dan jangka panjang dari variabel bebasnya.
Persamaan estimasi jangka panjang dalam penelitian ini adalah:
LN_ISSIt= α+β1INFt+β2LN_KURSt+β3 BIRATEt+ β4LN_HMMDt+et
Selanjutnya, persamaan tersebut diestimasi menggunakan metode Error Correction Model (ECM). Secara umum model ECM jangka pendek sebagai berikut:
DLN_ISSKt= α+ β1DINFt+β2DLN_KURSt+β3DBIRATEt +β4DLN_HMMDt+γECT+ et
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut ini adalah hasil dari tahap pengujian yang dilakukan yaitu terdiri dari uji stasioneritas data dan uji derajad integrasi, uji kointegrasi Eagle-Granger, estimasi ECM Engle Granger dan pengujian asumsi klasik. Uji Stasioneritas Data dan Uji Derajat Integrasi. Pada tahap awal, dilakukan pengujian stasioneritas data menggunakan uji ADF (Augmented Dickey Fuller). Kriteria yang digunakan didasarkan pada nilai prob Schward Info Criterion (SIC). Suatu data dikatakan stasioner jika memiliki nilai prob kurang dari α (0,05) sebaliknya dikatakan tidak stasioner.
Tabel 1. Hasil Pengujian Stasioner pada Derajat Level
Variabel |
Prob |
Keterangan |
In ISSI |
0.8199 |
Tidak Stasioner |
Inflasi |
0.3219 |
Tidak stasioner |
In Kurs |
0.1908 |
Tidak stasioner |
BI Rate |
0.9754 |
Tidak stasioner |
In HMMD |
0.1310 |
Tidak stasioner |
Sumber: Lampiran Olah Data, 2020
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa uji stasioner pada tingkat level menghasilkan adanya ketidakstsioneran pada seluruh variabel. Oleh karena itu perlu dilakukan transformasi data (differencing) dengan menurunkan data menjadi first difference (I(1)). Pelunya data diturunkan ke first difference untuk mendapatkan data yang stasioner. Selain itu,
untuk menghindari terjadinya regresi lancung (spurious regression).
Tabel 2. Hasil Pengujian Stasioner pada First Difference
Variabel |
Nilai |
Keterangan |
Prob |
In ISSI |
0.0000 |
Stasioner |
Inflasi |
0.0000 |
Stasioner |
In Kurs |
0.0000 |
Stasioner |
BI Rate |
0.0000 |
Stasioner |
In HMMD |
0.0000 |
Stasioner |
Sumber: Lampiran Olah Data, 2020
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa setelah dilakukan penurunan pada first difference diperoleh kesimpulan bahwa semua variabel telah stasioner pada derajat tersebut
Uji Kointegrasi. Setelah semua variabel telah stasioner pada derajat yang sama, kemudian dilanjutkan dengan pengujian kointegrasi. Tujuan uji kointegrasi untuk mengetahui apakah terjadi hubungan jangka panjang yang stabil antara variabel-variabel yang terintegrasi pada derajat yang sama. Adanya hubungan jangka Panjang ditunjukkan oleh variabel yang terkointegrasi.
Berdasarklan Tabel 3, diketahui bahwa semua variabel dalam penelitian memiliki pengaruh signifikan pada indeks harga saham Syariah Indonesia, namun dengan besaran dan tingkat signifikasi yang berbeda. Khusus variabel inflasi, jika digunakan tingkat kepercayaan (α)
Tabel 3.
Hasil Estimasi dalam Jangka Panjang
Variabel Terikat: ISSK
Variabel Bebas |
Coefficient |
Std. Error |
t-Statistic |
Prob. |
Intlasi |
-0.012565 |
0.006711 |
-1.872235 |
0.0665 |
In Kurs |
0.789750 |
0.2233613 |
3.531765 |
0.0008 |
BI Rate |
-0.052428 |
0.009220 |
-5.686437 |
0.0000 |
In HMMD |
-0.041923 |
0.020078 |
-2.088022 |
0.0414 |
C |
8.174991 |
2.040140 |
4.007073 |
0.0002 |
Prob (F-Statistic) R-squared |
0.000000 0.661898 |
Sumber: Lampiran Olah Data, 2020
5 persen (0.05), maka variabel inflasi tidak berpengaruh secara signifikan, namun jika digunakan kepercayaan (α) 10 persen (0.1), maka dalam jangka panjang variabel inflasi memiliki pengaruh signifikan pada indeks harga saham Syariah Indonesia.
Ketiga variabel lainnya yakni KURS, BI_RATE dan harga minyak mentah dunia memiliki nilai prob < nilai α (0.05), artinya dalam jangka Panjang ketiga variabel tersebut berpengaruh terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. Sementara, nilai R-squared model relatif tinggi yakni 0.661898, artinya dalam jangka panjang kemampuan variabel independen dalam mempengaruhi Indeks Saham Syariah Indonesia sebesar 66,19%, sedangkan sisanya
33.81% dijelaskan oleh error, dalam hal ini variabel di luar penelitian.
Nilai residual dalam uji jangka Panjang kemudian lakukan pengujian stasioneritas menggunakan uji ADF. Tujuannya untuk mengetahui apakah persamaan tersebut telah terkointegrasi atau memiliki keseimbangan dalam jangka panjang. Selanjutnya, residual tersebut akan digunakan dalam estimasi dalam jangka pendek sebagai variabel Error Correction Term (ECT).
Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa nilai prob lebih kecil daripada nilai α. Hasil tersebut menyatakan bahwa residual dalam jangka panjang telah stasioner di tingkat level
Estimasi Error Correction Model.
Tabel 4.
Hasil Pengujian Stasioner Residual pada Derajat Level
Variabel |
Nilai Prob |
α (0,05) |
Keterangan |
RESID01 |
0.0089 |
0.05 |
Stasioner |
Sumber: Lampiran Olah Data, 2020 |
Karakteristik unik dalam model ECM adalah
α (0.05), artinya bahwa dalam jangka pendek,
adanya Error Correction Term (ECT).
seluruh variabel tidak berpengaruh terhadap
Pentingnya nilai koefisien ECT dalam model
Indeks Saham Syariah Indonesia. Hal tersebut
dapat digunakan untuk untuk mengetahui
didukung dengan rendahnya nilai R-squared
kecepatan terjadinya keseimbangan dalam
yakni sebesar 0.091320, artinya dalam jangka
model. Nilai koefisien tersebut biasa disebut
pendek kemampuan variabel bebas dalam
dengan speed of adjustment atau koefisien dari
mempengaruhi Indeks Saham Syariah Indonesia
resid(-1). Namun perlu dipahami bahwa untuk
hanyalah sebesar 9.13%.
menjadikan model ECM sebagai prediksi dalam
Pada persamaan model dengan
menganalisis kecepatan tingkat terjadinya
variabel terikat ISSK, nilai ECT (residual)
keseimbangan, nilai koefisien ECT tersebut
adalah -0.113914 dengan nilai probabilitas
harus bertanda negatif dan signifikan. Jika nilai
0.0188 < 0.05. Nilai koefisien ECT bertanda
ECT sudah memenuhi persyaratan tersebut,
negatif dan signifikan secara statistik berarti
dapat dikatakan bahwa spesifikasi model valid,
bahwa model spesifikasi ECM yang digunakan
dan dilanjutkan dengan pengujian hipotesis
dalam penelitian ini valid. Nilai koefisen ECT
serta menentukan hubungan variabel dalam
sebesar -0.113914 mempunyai makna bahwa
jangka pendek dan jangka panjang.
-0.113914% dari ketidaksesuaian yang dapat
Berdasarkan Tabel 5, hasil estimasi
dikoreksi jangka pendek terhadap jangka
ECM menunjukkan bahwa seluruh variabel
panjang disesuaikan dalam waktu selama 11
bebas memiliki nilai prob lebih besar dari nilai
bulan.
Tabel 5.
Hasil Estimasi ECM
Variabel Terikat: ISSK | ||||
Variabel Bebas |
Coefficient |
Std. Error |
t-Statistic |
Prob. |
C |
0.005416 |
0.004802 |
1.127730 |
0.2645 |
D(INFLASI) |
-0.007070 |
0.006773 |
-1.043 799 |
0.3013 |
D(ln Kurs) |
0.181206 |
0.216139 |
0.838378 |
0.4056 |
D(BI RATE) |
-0.027739 |
0.021743 |
-1.275803 |
0.0276 |
D{ln HMMD) |
-0.000298 |
0.011136 |
-0.026745 |
0.9788 |
ECT |
-0.113914 |
0.085584 |
1.331012 |
0.0188 |
Prob (F-Statistic) R-squared |
0.091320 0.390050 |
Sumber: Lampiran Olah Data, 2020
Analisis Pengaruh Inflasi terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. Pada penelitian ini hasil dari data disebutkan bahwa dalam jangka pendek dan jangka panjang, inflasi berpengaruh negatif dan tidak signfikan pada derajat 5%, namun pada derajat 10 persen, variabel inflasi berpengaruh signifikan. Jika digunakan tingkat kepercayaan 5 persen, maknanya bahwa inflasi tidak mempengaruhi pergerakan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Hasil ini parallel dengan hasil penelitian Pasaribu & Firdaus (2013) yang menyatakan inflasi yang relatif rendah (rata-rata inflasi Indonesia sebesar 5,42%) dianggap bukan sebagai hambatan berinvestasi di Indonesia.
Hasil penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa saham-sahan Syariah lebih perkasa dalam membendung guncangan krisis serta gejolak ekonomi seperti inflasi. Selain itu, saham syariah juga dinilai lebih mampu untuk pulih lebih cepat setelah dihantam krisis dibandingkan saham konvensional, sehingga variabel inflasi tidak berpengaruh terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia (Beik & Fatmawati, 2014).
Analisis Pengaruh Kurs terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. Perilaku
variabel kurs dalam jangka pendek seeprti ditunjukkan pada hasil estimasi ECM adalah memliki pengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. Telah dibahas sebelumnya bahwa saham syariah lebih kuat terhadap krisis dan gejolak fundamental ekonomi sehingga apresiasi ataupun depresiasi kurs tidak mempengaruhi Indeks Saham Syariah Indonesia.
Kondisi berbeda ditunjukkan dalam jangka Panjang, yakni kurs berpengaruh signifikan dan positif terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. Hasil tersebut didukung oleh penelitian Malini & Jais (2014) yang menyebutkan bahwa akumulasi depresiasi berpengaruh positif terhadap sentimen di pasar modal. Hasil ini sejalan dengan konsep efisiensi pasar bahwa depresiasi mata uang merupakan suatu kabar baik dan mampu meningkatkan daya saing produk sehingga mampu bersaing dalam perdagangan serta berpengaruh terhadap nilai ekspor.
Analisis Pengaruh BI Rate terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik dalam jangka pendek maupun jangka Panjang, BI Rate memiliki signifikan dan negatif terhadap
Indeks Saham Syariah Indonesia. Hasil tersebut didukung oleh penelitian Beik & Fatmawati (2014) yang menyebutkan bahwa investor akan berperilaku cenderung memilih instrumen investasi dengan return yang tetap dan berisiko rendah (misalnya deposito) dibandingkan pasar saham. Hal tersebut menunjukkan bahwa investor berperilaku rasional, dan ini merupakan karakteristik investor pada saham Syariah.
Analisis Pengaruh Harga Minyak Mentah Dunia terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. Dalam jangka pendek, hasil estimasi ECM menunjukkan bahwa harga minyak mentah dunia tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. Hal tersebut dikarenakan saham syariah memang lebih kuat dalam menghadapi krisis dan gejolak fundamental ekonomi makro serta gejolak harga minyak mentah dunia.
Dalam jangka panjang, harga minyak mentah dunia berpengaruh signifikan dan negatif terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. Hasil tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan Ardana (2016) yang menyebutkan bahwa ketika suatu negara dikategorikan sebagai pengimpir minyak, maka adanya fluktuasi harga minyak mentah dunia
akan membuat perekonomian menjadi rentan. Melihat kondisi tersebut, seorang investor akan berfikir rasional dalam berinvestasi, khususnya investasi di komoditas minyak. Di pasar saham, terjadinya fluktuasi pada harga minyak akan memberikan dampak pada saham-saham dengan yang bahan bakunya berbasis impor dan saham bank serta properti. Beruntungnya, perusahaan yang terdaftar di ISSI tidak didominasi oleh perusahaan produsen minyak. Oleh karena itu, fluktuasi minyak memberikan pengaruh berbeda pada Indeks Saham Syariah Indonesia.
SIMPULAN DAN SARAN
Model ECM mampu menjelaskan perilaku berbagai variabel yang digunakan dalam penelitian untuk memprediksi Indek saham Syariah Indonesia, namun dengan besaran dan arah yang berbeda. Pertama, naiknya kurs dan harga minyak mentah dunia akan menurunkan Indeks Saham Syariah Indonesia. Kedua, dalam jangka panjang dan jangka pendek kenaikan BI Rate akan menaikkan Indeks Saham Syariah Indonesia. Ketiga, naiknya tingkat inflasi tidak mempengaruhi Indeks Saham Syariah Indonesia.
Saran yang dapat dijadikan pertimbangan
bagi pelaku pasar modal adalah diharapkan berperilaku rasional dalam menanggapi perubahan makroekonomi sebagai dasar dalam memutuskan berinvestasi pada pasar modal Syariah. Hal tersebut penting mengingat sensitivitas indeks saham sangat dipengharuhi oleh perilaku rasional investor dalam berinvestasi. Sementara bagi pemerintah diharapkan dapat terus menjaga stabilitas makroekonomi supaya memberi ketenangan bagia semua pelaku pasar modal di Indonesia.
REFERENSI
Ardana, Yudhistira. (2016). Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Saham Syariah Di Indonesia: Model ECM. Esensi: Jurnal Bisnis Dan Manajemen, 6(1), 17–28.
Beik, I. S., & Fatmawati, S. W. (2014). Pengaruh Indeks Harga Saham Syariah Internasional dan Variabel Makro Ekonomi Terhadap Jakarta Islamic Index. Al-Iqtishad : Jurnal Ilmu Ekonomi Syariah, 6(2), 155–178. https:// doi.org/10.15408/aiq.v6i2.1228
Hamrita, M. E., & Trifi, A. (2011). The Relationship between Interest Rate, Exchange Rate and Stock Price: A Wavelet Analysis. International Journal of Economics and Financial Issues, 1(4), 220–228. Retrieved from http:// www.econjournals.com/index.php/ijefi/ article/view/47/0
Malini, H., & Jais, M. (2014). The Volatility of Indonesia Shari’ah Capital Market Stock Price Toward Macro Economics Variable. Indonesian Capital Market Review, 6(2), 63–72. https://doi/
org/10.21002/icmr.v6i2.3588
Pasaribu, R. B. F., & Firdaus, M. (2013). Analisis Pengaruh Variabel
Makroekonomi Terhadap Indeks Saham Syariah Indonesia. Jurnal Ekonomi & Bisnis, 7(2), 117–128. Retrieved from https://rowlandpasaribu.files. wordpress.com/2013/10/jeb-vol-7-no-2-jul-2013-analisis-pengaruh-variabel-makroekonomi-terhadap-indeks-saham-syariah-indonesia.pdf
Robert, A. (1997). Buku Pintar Pasar Modal Indonesia (The Intelligent Guide to Indonesian Capital Market). Jakarta: Mediasoft Indonesia.
Syahrir. (1995). Analisis Bursa Efek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utaama.
Tandelilin, E. (2001). Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio. Yogyakarta: BPFE.
Tandelilin, E. (2010). Portofolio dan Investasi Teori dan Aplikasi (Edisi 1). Yogyakarta: Kanisius IKAPI.
Thaker, M. A. B. M. T., Rohilina, W., Hassama, A., & Amin, M. F. Bin. (2009). Effects of Macroeconomic Variables on Stock Prices in Malaysia: An Approach of Error Correction Model Retrieved from https://ideas.repec.org/p/pra/ mprapa/20970.html
Vejzagic, M., & Zarafat, H. (2013). Relationship Between Macroeconomic Variables and Stock Market Index: Co-Integration Evidence From FTSE Bursa Malaysia Hijrah Shariah Index. Asian Journal of Management Sciences & Education, 2(4), 94–108. Retrieved from http://www. ajmse.leena-luna.co.jp/ajmsevol2n4.php
Widoatmodjo, S. (2005). Cara Sehat Investasi di Pasar Modal. Jakarta: PT. Jurnalindo Aksara Grafika.
Lampiran:
Hasil Uji Stasioneritas Residl
Null Hypothesis: ECT has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: O (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic |
Prob.* | ||
Augmented Dickey-Fuller test statistic |
-3.587124 |
0 0089 | |
Test critical values: |
1% level 5% level 10% level |
-3.546099 -2.911730 -2.593551 |
’MacKinnon (1996) one-sided p-values
Kesimpulan: Stasioner di level
Hasil Uji Stasioner pada Derajat Level
Null Hypothesis: LN_ISSI has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: O (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic |
ProbT | ||
Augmented Dickey-Fuller test statistic |
-0.770524 |
08199 | |
Test critical values: |
1% level 5% level 10% level |
-3.546099 -2.911730 -2.593551 |
’MacKinnon (1996) one-sided p-values
Null Hypothesis: INFLASI has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic |
ProbT | ||
Augmented Dickey-Fuller test statistic |
-1.918138 |
0.3219 | |
Test critical values: |
1% level 5% level 10% level |
-3.548208 -2.912631 -2.594027 |
’MacKinnon (1996) one-sided p-values
Null Hypothesis: LN_KURS has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: O (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic |
ProbT | ||
Augmented Dickey-Fuller test statistic |
-2.252128 |
0 1908 | |
Test critical values: |
1% level 5% level 10% level |
-3.546099 -2.911730 -2.593551 |
Null Hypothesis: BI_RATE has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic |
Prob.* | ||
Augmented Dickey-Fullertest statistic |
0.280869 |
0.9754 | |
Test critical values: |
1% level 5% level 10% level |
-3.546099 -2.911730 -2.593551 |
’MacKinnon (1996) one-sided p-values
Null Hypothesis: LN_HMMD has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic |
Prob.* | ||
Augmented Dickey-Fullertest statistic |
-2.458057 |
0.1310 | |
Test critical values: |
1% level 5% level 10% level |
-3.548208 -2.912631 -2.594027 |
’MacKinnon (1996) one-sided p-values
Hasil Uji Stasioner pada Derajad First Difference
Null Hypothesis: D(LNJSSI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag-10)
t-Statistic |
Prob.* | ||
Augmented Dickey-Fuller test statistic |
-7.086454 |
00000 | |
Test critical values: |
1% level 5% level 10% level |
-3.548208 -2.912631 -2.594027 |
’MacKinnon (1996) one-sided p-values
Null Hypothesis: D(INFLASI) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
t-Statistic |
Prob.* | ||
Augmented Dickey-Fuller test statistic |
-5.854289 |
00000 | |
Test critical values: |
1% level 5% level 10% level |
-3.548208 -2.912631 -2.594027 |
’MacKinnon (1996) one-sided p-values
Null Hypothesis: D(LN_KURS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
LStatistic |
Prob * | ||
Augmented Dickey-Fullertest statistic |
-6.185724 |
0.0000 | |
Test critical values: |
1% level 5% level 10% level |
-3.548208 -2.912631 -2.594027 |
‘MacKinnon (1996) one-sided p-values
Null Hypothesis: D(BI_RATE) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
LStatistic |
Probt | ||
Augmented Dickey-Fullertest statistic |
-6.045414 |
0.0000 | |
Test critical values: |
1% level 5% level 10% level |
-3.548208 -2.912631 -2.594027 |
tMacKinnon (1996) one-sided p-values
Null Hypothesis: D(LN-HMMD) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: O (Automatic - based on SIC, maxlag=10)
LStatistic |
Prob * | ||
Augmented Dickey-Fullertest statistic |
-12.06255 |
0.0000 | |
Test critical values: |
1% level 5% level 10% level |
-3.548208 -2.912631 -2.594027 |
tMacKinnon (1996) one-sided p-values
Uji Kointegrasi
Dependent Variable: LNJSSI
Method: Least Squares
Date: 28/07/20 Time: 08:08
Sample: 2013M01 2017M12
Included observations: 60
Variable |
Coefficient |
Std Error |
t-Statistic |
Prob. |
INFLASI |
-0.012565 |
0.006711 |
-1.872235 |
0.0665 |
LN_KURS |
0.789750 |
0 223613 |
3.531765 |
0.0008 |
BI_RATE |
-O 052428 |
0 009220 |
-5 686437 |
0.0000 |
LN HMMD |
-0.041923 |
0 020078 |
-2.088022 |
0.0414 |
C |
8174991 |
2.040140 |
4.007073 |
0.0002 |
R-squared |
0.661898 |
Mean dependent var |
14.88832 | |
Adjusted R-squared |
0.637308 |
S.D. dependent var |
0.109010 | |
S E. of regression |
0.065650 |
Akaike info criterion |
-2.529294 | |
Sum squared resid |
0.237048 |
Schwarz criterion |
-2.354765 | |
Log likelihood |
80 87881 |
Hannan-Quinn alter. |
-2 461026 | |
Fstatistic |
26.91817 |
Durbin-Watson stat |
0.481768 | |
Prob(F-Statistic) |
0.000000 |
Basil Estimasi ECM
Dependent Variable: D(LNJSSI)
Method: Least Squares
Date: 28/07/20 Time 08:19
Sample (adjusted): 2013M02 2017M12
Included observations: 59 after adjustments
Variable |
Coefficient |
Std Error |
t-Statistic |
Prob. |
D(INFLASI) |
-0.007070 |
0 006773 |
-1.043799 |
0.3013 |
D(LN_KURS) |
0181206 |
0.216139 |
0.838378 |
0.4056 |
D(BLRATE) |
-0.027739 |
0 021743 |
1.275803 |
0.0276 |
D(LN_HMMD) |
-0.000298 |
0 011136 |
-0.026745 |
0.9788 |
ECT |
-0.113914 |
0.085584 |
-1.331012 |
0.1889 |
C |
0.005416 |
0.004802 |
1.127730 |
0.2645 |
R-squared |
0 091320 |
Mean dependent var |
0 006644 | |
Adjusted R-squared |
0.005595 |
S.D. dependent var |
0.036676 | |
S E. of regression |
0.036574 |
Akaike info criterion |
-3.682830 | |
Sum squared resid |
0.070895 |
Schwarz criterion |
-3 471555 | |
Log likelihood |
114.6435 |
Hannan-Quinn alter |
-3.600357 | |
Fstatistic |
1.065273 |
Durbin-Watson stat |
1.763009 | |
Prob(F-Statistic) |
0.390050 |
Discussion and feedback