JMRT, Volume 2 No 2 Tahun 2019, Halaman: 38-42

JMRT


JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY

journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT

ISSN: 2621-0096 (electronic); 2621-0088 (print)

Studi Variabilitas Produktivitas Primer Bersih di Perairan Selatan Indonesia Berdasarkan Data Satelit Aqua Modis

Ni Nyoman Raka Wulandaria, Ni Luh Novita Aryantia, dan I Gede Hendrawana*

aProgram Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

*Corresponding author, email: gede.hendrawan@unud.ac.id

ARTICLE INFO

ABSTRACT


Article history:

Received November 10th 2018

Received in revised form January 16th 2019

Accepted February 7th 2019

Available online August 5th 2019


Keywords:

Modis

Satellite Data Indonesian water primary productivity


The Indonesian waters have special characteristics which are influenced by its existence between the two continents and two oceans. The placement between two continents and oceans resulted in highly dynamic oceanographic conditions, one of them being primary productivity. Net primary productivity in a water body is strongly influenced by the presence of nutrient, light, chlorophyll-a, Photosynthetically Active Radiation (PAR) and sea surface temperature (SST). The purpose of this research is to find out the net primary productivity variability in the south Indonesian waters based on Aqua-MODIS. The data used in this research are obtained using satellite data and a VGMP model (a vertically Generalized Production Model) is used to analyse the net primary productivity. One of the satellite images can be used to estimate the net primary productivity in the waters is MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) sensor, with specifications of level 3 with a resolution of 4 km. The results obtained of net primary productivity value in the southern waters of Indonesia showed 150 mgC m2 day -1 - 200 mgC m2 day -1, with the highest peak being in November 2006 and the lowest in September 2010. The highest value of net primary productivity is caused due to upwelling waters events found

2019 JMRT. All rights reserved.

  • 1.    Pendahuluan

Perairan Indonesia memiliki karakteristik khusus yang dipengaruhi oleh keberadaannya diantara dua benua dan dua samudera (Santoso, 2015). Salah satu karakteristik tersebut adalah kandungan klorofil perairan. Klorofil-a merupakan salah satu parameter perairan yang sering diamati (Kunarso et al., 2011). Klorofil-a merupakan salah satu parameter perairan yang penting untuk menjadi indikator dalam mengetahui kandungan produktivitas primer perairan, dan perikanan (Trijayanto dan Sukojo, 2015). Perairan dengan produktivitas primer bersih yang tinggi akan menghasilkan sumber daya laut yang tinggi dan melimpah sehingga hasil tangkapan ikan yang tinggi sangat bergantung pada nilai produktivitas primer bersih perairan tersebut. (Kemili dan Putri, 2012).

Produktivitas primer bersih merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan dalam menentukan daerah penangkapan ikan di perairan karena produktivitas primer merupakan perwakilan biomassa yang dijadikan dasar dari rantai makanan oleh organisme aquatic seperti ikan di perairan (Amelia et al., 2016). Tingkat produktivitas primer suatu perairan umumnya berhubungan dengan tingkat kelimpahan sumber daya suatu perairan, dimana produktivitas primer sebagai laju fotosintesis dapat dinyatakan sebagai jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam suatu meter kuadrat kolom air per hari (gCm-2 per hari) (Kemili dan Putri, 2012).

Produktivitas primer di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh adanya faktor nutrien, cahaya, klorofil-a, Photosintetically Active Radiation (PAR) dan Suhu Permukaan Laut (SPL) (Fauzia, 2011). Nutrien dibutuhkan untuk pertumbuhan fitoplankton,

cahaya dibutuhkan untuk proses fotosintesis fitoplankton, suhu permukaan laut dibutuhkan untuk laju fotosintesis dan distribusi fitoplankton di kolom perairan, serta klorofil-a sebagai pigmen fitoplankton yang menentukan nilai produktivitas primer perairan (Fauzia, 2011).

Produktivitas primer dapat diestimasi dengan menggunakan data penginderaan jarak jauh (Ishizaka et al., 2010; Joo et al., 2015; Lee et al., 2015; Yen and Lu, 2016; González-Rodríguez et al., 2012; Shang et al., 2010). Salah satu citra satelit yang dapat digunakan untuk mengestimasi produktivitas primer di perairan adalah satelit Aqua dengan sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) level 3 dengan resolusi 4 km. Data citra MODIS level 3 merupakan data yang telah terkoreksi secara radiometrik dan atmosferik. Data tersebut sudah memiliki informasi seperti lintang, bujur, daratan, awan dan nilai estimasi konsentrasi klorofil fitoplankton perairan (Aryanti, 2019).

Beberapa penelitian telah dilakukan di beberapa perairan dengan menggunakan citra satelit Aqua MODIS adalah Silubun et al.,(2015); Trijayanto dan Sukojo, (2015); Sediadi (2010); Yulia, (2013); Waileruny et al., (2014); Pusparini et al., (2017). Seperti penelitian yang dilakukan oleh Silubun et al., (2015) di mana penelitian ini melakukan estimasi intensitas upwelling dari data SPL dan konsentrasi klorofil-a menggunakan satelit Aqua MODIS serta mengkaji variabilitas intensitas upwelling berdasarkan parameter SPL dan konsentrasi klorofil-a di perairan Selatan Jawa dan Barat Sumatera. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui variabilitas Produktivitas Primer Bersih di Perairan Selatan Indonesia Berdasarkan Data Satelit Aqua Modis.

Gambaran mengenai variasi perubahan produktivitas primer yang terjadi di Perairan Selatan Indonesia dapat diamati secara spasial. Pemilihan daerah kajian selatan Indonesia karena wilayah tersebut memiliki distribusi kandungan (Net Primary Productivity) NPP yang terkait dengan fenomena upwelling. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui variabilitas produktivitas primer bersih di Perairan Selatan Indonesia.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan Tempat

Wilayah penelitian berada di Kawasan Perairan selatan Indonesia (Gambar 1). Data yang digunakan pada penelitian ini dari tahun 2003-2017.

Gambar 1. Peta Penelitian

  • 2.2    Proses Pengambilan Data

Data SPL, PAR, klorofil-a diunduh dari Aqua MODIS melalui laman www.oceancolor.gsfc.nasa.gov yaitu, data level 3 composite bulanan dengan resolusi spasial 4 km (Tabel 1). Data day lenght didapatkan dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA). Data SPL, PAR, klorofil-a yang telah diunduh dilakukan pemotongan citra (cropping) sesuai dengan lokasi penelitian dengan menggunakan perangkat lunak SAGA GIS 2.1.2. Data tersebut kemudian digunakan untuk melakukan perhitungan NPP.

(2)


PAR

Satelit MODIS-Aqua Oseancolor.gsfc .nasa.gov

Level 3 (Bulanan), resolusi 4 km

Day

National

Length

Oceanic and

Atmospheric Administration (NOAA)

-

IOD

http://www.jamstec

.go.jp/frcgc/researc h/d1/iod/DATA/d mi.monthly.txt

Data Bulanan

Tabel 1. Data Penelitian

Data

Sumber data

Cakupan

SST

Satelit MODIS-aqua

Level 3 (bulanan), resolusi 4 km

klorofi

Satelit MODIS-

Level 3 (Bulanan),

l-a

Aqua Oseancolor.gsfc

resolusi 4 km

.nasa.gov

P⅛t = 1.2956+ 2.749 X 10^1T + 6.17 X 10"-T‘

-1.2956+ 2.749 X 101Γ+6.17 ×10^2T2

-1.348 X IO2T3 + 2.462X10^⅛4

-3.27× IO-bT7                             (3)

T = suhu permukaan laut (o C)

¾s = kedalaman (m) zona euphotic (Ze), dihitung dari L- -r q —

( 5682(⅛)^l,''4ls if Ze < 102 12OO.O(Ctoγ)"oj93 if Ze >102

(4)


Dimana     merupakan nilai klorofil total


.   = r38.0(CMT)M25 if Cmt < 1.0

τoτ [4O.2(CMr)a507 if Csat > 1.C


(5)



(6)


co


= 0.66125 X


PAR

PAR +4.1


(7)


Hasil dari perhitungan NPP adalah rata-rata NPP bulanan dan musiman. Pembagian nilai NPP secara musiman ini menurut Wyrtki (1961) yaitu musim timur (Juni-Agustus), musim peralihan II (September-November), musim peralihan I (Maret-Mei) dan musim barat (Desember-Februari).

Untuk mengetahui penyimpanan NPP terhadap kondisi normal maka dilakukan perhitungan anomali NPP. Perhitungan anomaly NPP didapatkan dari nilai NPP pada kondisi sekarang (NPPS) dikurangi NPP pada kondisi normal (NPPN). NPPN merupakan rata-rata bulanan NPP selama 14 tahun. Anomali NPP dihitung berdasarkan persamaan 8.

„::•./ .∙~ =.∙^-.√A               (8)

  • 4.    Hasil dan Pembahasan

    • 4.1    Variabilitas Produktivitas Primer (NPP) di Perairan Selatan Indonesia

  • a. Rata-rata produktivitas primer bersih di perairan selatan Indonesia

Berdasarkan pola variabilitas produktivitas primer bersih yang didapatkan dalam rentang waktu 14 tahun didapatkan pada tahun 2015 dan 2016 terjadi anomali tertinggi dengan nilai 142.46 mgCm-2day-1. Variabilitas anomali produktivitas primer bersih di Perairan Selatan Indonesia selama 14 tahun dapat dilihat pada Gambar 2.


karena adanya pengaruh IODM (Indian Ocean Dipole Mode) positif yang kuat dimana terjadinya anomali tiupan angin Muson Tenggara yang intensitasnya jauh lebih tinggi dan berlangsung dalam periode yang jauh lebih panjang dari kondisi normalnya (Amri, 2012). Pada saat IODM positif, terjadi kecenderungan anomali angin selatan disepanjang perairan Pantai Jawa hingga Sumatera dan angin timur di sepanjang ekuator (Gaol, 2003). Pada musim timur adanya indikasi terjadinya upwelling ditandai dengan sebaran SPL rendah dari bagian timur perairan Selatan Jawa kemudian meluas sampai perairan Barat Sumatera. Bagian timur perairan Selatan Jawa memiliki massa air yang lebih dingin dibandingkan bagian barat perairan Selatan Jawa. Dinginnya massa air pada perairan pantai dari pada perairan lepas pantai menunjukkan indikasi terbentuknya upwelling pantai (Silubun et al,. 2015). Pada saat terjadinya upwelling akan mengakibatkan terjadinya pengkayaan nutrient (Silubun, 2015). Hendiarti et al (2004) juga menyatakan bahwa dengan adanya mekanisme upwelling yang intensif dapat meningkatkan kadar nutrient. Meningkatnya kadar nutrient akan meningkatkan produktivitas primer (Rintaka, 2015).

Anomali NPP tertinggi terdapat pada bulan November 2006 yaitu 142.46 mgCm-2day-1 dan terendah pada bulan September 2010 yaitu -123.04 mgCm-2day-1. Hal tersebut diduga karena adanya pengaruh IODM negative yang terjadi pada samudera hindia (Silubun et al., 2015). Secara umum anomali positif produktivitas primer bersih di Perairan Selatan Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan dari bulan Juni sampai dengan November. Namun demikian, terjadi penurunan anomali negatif produktivitas primer bersih dari bulan Desember sampai bulan Mei.

Penelitian sebelumnya dilaporkan, bahwa produktivitas perairan tertinggi di Selatan Jawa dan Selat Bali yang disebabkan oleh fenomena upwelling di perairan Samudera Hindia, Selatan Jawa dan Bali (Wyrtky, 1962). Upwelling merupakan kenaikan massa air dari lapisan yang lebih dalam ke permukaan laut (Nontji, 1987). Pengangkatan massa air ini akibat dari kekosongan massa air permukaan dan secara fisis daerah upwelling ditandai dengan massa air dengan suhu yang lebih dingin, dan salinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah sekitarnya (Rintaka et al., 2015).



  • b. Rata-rata produktivitas primer bersih bulanan secara spasial di Perairan Selatan Indonesia.

Secara spasial rata-rata produktivitas primer bersih dari bulan Januari hingga Desember dapat dilihat pada gambar 3. Rata-rata produktivitas primer bersih bulanan secara spasial ditemukan tertinggi berada pada bulan Agustus dan terendah berada pada bulan Januari. Tingginya produktivitas primer bersih pada bulan Agustus disebabkan oleh adanya peristiwa upwelling yang disebabkan oleh ekman transport.

Gambar 2. Anomali produktivitas primer bersih di perairan selatan Indonesia

Anomali produktivitas primer bersih di Laut Selatan Indonesia yaitu sebesar -150 mgC m-2day-1 - 200 mgC m-2day-1. Anomali produktivitas primer bersih tertinggi terdapat pada bulan November 2006 yaitu 142.46 mgCm-2day-1 hal tersebut diguga

Gambar 3. Rata-rata sapasial bulanan produktivitas primer bersih di Perairan Selatan Indonesia.

Menurut Gordon and Susanto (2001) upwelling maksimum terjadi pada bulan Agustus di daerah perairan Selatan Jawa, perairan Lombok, Bali. Rendahnya produktivitas primer bersih pada bulan Januari diakibatkan oleh adanya peristiwa downwelling. Ratnawati et al (2016) menyatakan fenomena downwelling terjadi pada Musim Barat (bulan Desember – Maret). Dimana hal tersebut dapat dilihat dari tingginya produktivitas primer bersih di sekitar pesisir Selatan Jawa sampai dengan Selatan Nusa Tenggara. Tingginya NPP pada wilayah pesisir Selatan Jawa sampai Selatan Nusa Tenggara di bulan Agustus disebabkan oleh adanya upwelling yang diakibatkan oleh ekman transport.

Pada bulan April nilai NPP mengalami penurunan. Selama Muson Tenggara (Agustus-Oktober) merupakan rentangan waktu terjadinya upwelling di wilayah Selatan Jawa sehingga angin membawa massa air yang tinggi konsentrasi nutriennya tersebut hingga sepanjang pantai Selatan Jawa dan Sumatera (Ramansyah, 2006). Nontji (1987) menyatakan bahwa upwelling di Selatan Jawa disebabkan oleh adanya arus khatulistiwa selatan dan juga adanya angin Tenggara dan terjadi disekitar Bulan Mei hingga September. Dapat dikatakan bahwa upwelling di sekitar perairan Selatan Jawa selain terjadi ekman pumping pada saat bertiupnya angin muson Tenggara, juga disebabkan oleh mekanisme divergensi (Purba et al.,1992).

5. Simpulan

Perairan Selatan Indonesia memiliki rata-rata nilai produktivitas primer bersih yang tinggi pada musim timur. Dengan puncak tertinggi produktivitas primer bersih berada pada bulan November 2016 dan terendah pada bulan September 2010. Tingginya nilai produktivitas pimer di perairan Selatan Indonesia diakibatkan oleh adanya peristiwa upwelling dimana nilai produktivitas primer bersih yang lebih banyak berada di kawasan perairan Selatan Jawa hingga Nusa Tenggara.

Daftar Pustaka

Amelia, Nina Miranda, T.Ersti Yulika Sari and Usman. 2016. Variability Net Primery Productivity In Indian Ocean The Western Part Of Sumatra. Fakultas Kelautan dan Perikanan Riau.

Amri K. 2012. Kajian kesuburan perairan pada tiga kondisi moda dwikutub Samudera Hindia (Indian Ocean Dipole Mode) hubungannya dengan hasil tangkapan ikan pelagis di Perairan Barat Sumatera [Disertasi] Bogor:Institut Pertanian Bogor.

Aryanti N. L. N., I. Gede., H., dan Yulianto, S. 2019. Studi Variabilitas Produktivitas Primer Bersih Serta Hubungannya dengan El-Nino Southern Oscillasion (ENSO) dan Indian Ocean Dipole (IOD) di Laut Banda Berdasarkan Data Satelit Aqua MODIS. Departemen Ilmu Kelautan. Udayana. 5 (1), 64-76.

Behrenfeld, M. J., & Falkowski, P. G. 1997. Photosynthetic rates derived from satellite‐based  chlorophyll concentration.

Limnology and oceanography, 42(1), 1-20.

Fauzia, H. K. 2011. Pengaruh Fenomena IODM Terhadap Pola Penyebaran Klorofil di Perairan Barat Sumatra. Skripsi. Bogor, Indonesia: Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gaol JL. 2003. Kajian karakteristik Oseanografi Samudera Hindia bagian timur dengan menggunakan multi sensor citra satelit dan hubungannya dengan hasil tangkapan tuna mata besar (Thunnus obesus) [Disertasi] Bogor: Institut Pertanian Bogor.

González-Rodríguez, E., Trasviña-Castro, A., Gaxiola-Castro, G., Zamudio, L., & Cervantes-Duarte, R. 2012. Net primary productivity, upwelling and coastal currents in the Gulf of Ulloa, Baja California, México. Ocean Science, 8 (4), 703711.

Gordon, A.L. and Susanto, R.D. 2001. Banda Sea surface-layer divergence. Ocean Dynamics. Vol 52, 2–10.

Hendiarti N, Siegel H, Ohde T. 2004. Investigation Of Different Coastal Processes In Indonesian waters using Seawifs data. Deep-Sea Res. II, 51: 85 – 97

Ishizaka, J., Siswanto, E., Itoh, T., Murakami, H., Yamaguchi, Y., Horimoto, N., & Saino, T. 2010. Verification of

vertically generalized production model and estimation of primary production in Sagami Bay, Japan. Journal of oceanography, 63(3), 517-524.

Joo, H., Son, S., Park, J. W., Kang, J. J., Jeong, J. Y., Lee, C. I., & Lee, S. H. 2015. Long-Term pattern of primary productivity in the east/japan sea based on ocean color data derived from MODIS-aqua. Remote Sensing, 8(1), 1-13.

Kemili, P., & Putri, M. R. 2012. Pengaruh Durasi dan Intensitas Upwelling Berdasarkan Anomali Suhu Permukaan Laut terhadap Variabilitas Produktivitas primer bersih di Perairan Indonesia. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, 4(1), 66-79.

Lee, Z., Marra, J., Perry, M. J., Kahru, M. 2015. Estimating oceanic primary productivity from ocean color remote sensing: A strategic assessment. Journal of Marine Systems, 149, 50-59.

NOAA. National Oceanic and Atmospheric Administration. n.d. Ocean Nino Index. [Online] Tersedia di: http://www.ncdc.noaa.gov/ teleconnections /enso / indicators/sst.php, [diakses: 30 Oktober 2016].

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara, Penerbit Djambatan. Jakarta.

Purba, M. 1992. Dinamika Perairan Selatan P. Jawa – P.

Sumbawa Saat Muson Tenggara. Torani, 17(2):140-150

Pusparini, N., Prasetyo, B.,  & Widowati, I. 2017. The

Thermocline Layer and Chlorophyll-a Concentration Variability during Southeast Monsoon in the Banda Sea. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 55 (1), 1-12.

Ramansyah, F. 2006. Penentuan Pola Sebaran Konsentrasi Klorofil-a di Selat Sunda dan Perairan Sekitarnya dengan

Menggunakan Data Inderaan Aqua MODIS. Skripsi. IPB Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Ratnawati, H.I., Hidayat, R., Bey, A., June, T. 2016. Upwelling di Laut Banda dan Pesisir Selatan Jawa serta Hubungannya dengan ENSO dan IOD. Omni-akuatika, 12 (3), 119-130.

Rintaka, W.E., Eko, S., dan Amandangi, W.H. 2015. Pengaruh In-Direct Upwelling Terhadap Jumlah Tangkapan Lemuru Di Peraian Selat Bali. Balai Penelitian dan Observasi Laut. Kementerian       Kelautan       dan       Perikanan.

https://www.researchgate.net/publication/280495190

Trijayanto, Dhanu Prihantoro dan sukojo, Bangun Muljo. 2015. ANALISA    NILAI    KLOROFIL    DENGAN

MENGGUNAKAN DATA MODIS, VIIRS, DAN IN SITU (Studi Kasus: Selat Madura). Teknik Geomatika. ITS Sukolilo. Surabaya.Geoid Vol. 11 No. 1 Agustus 2015 (3439)

Santoso, M. I. 2015. Applying Interactive Planning on Public Service Leadership in The Directorate General of Immigration Indonesia. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 169, 400-410

Sediadi, A. 2010. Effek Upwelling Terhadap Kelimpahan dan distribusi fitoplankton di perairan laut banda dan sekitarnya. Makara Journal of Science, 8(2), 43-51.

Shang, S. L., Behrenfeld, M. J., Lee, Z. P., O'Malley, R. T., Wei, G. M., Li, Y. H. 2010. Comparison of primary productivity models in the Southern Ocean-preliminary results. In Proceedings of the SPIE Vol. 7678, Ocean Sensing and Monitoring II, 767808 (20 April 2010; p. 767808). doi: https://doi.org/10.1117/12.853631.

Silubun DT, Jonson LG, Yulian N. 2015. Estimasi Intensitas Upwelling Pantai Dari Satelit Aquamodis Di Perairan Selatan Jawa Dan Barat Sumatera. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 6 No. 1 Mei 2015: 21-29.

Susanto D, Gordon AL, zheng Q. 2001. upwelling along the coast of Java and Sumatra and its relation to ENSO. Geophysical Research Letter. Vol.28, no 8.

Waileruny, W., Wiyono, E. S., Wisodo, S. H., Purbayanto, A., & Nurani, T. W. 2014. Monsoon and Skipjack Fishing Ground in The Banda Sea and Its Surrounding Moluccas Province. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, 5 (1), 41-54.

Wyrtki, K.A. 1961.  Naga Report.  Volume 2: Physical

Oceanography of the Southeast Asean Waters. The University of California, California. 195 p.

Yen, K. W., & Lu, H. J. 2016. Spatial–temporal variations in primary productivity and population dynamics of skipjack tuna Katsuwonus pelamis. Fisheries science, 82(4), 563-571.

Yulia, K. E. M. 2013. Variabilitas Klorofil-a dan Beberapa Parameter Oseanografi Hubungannya Dengan Monsoon, ENSO dan IOD di Laut Banda. Tesis. Bogor, Indonesia: Program Studi Magister Sains, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.Saudagaran, S. M., & Diga, J. G. (2000). The institutional environment of financial reporting regulation in ASEAN. The International Journal of Accounting, 35 (1), 1–26.

42