Struktur Komunitas dan Sebaran Bulu Babi (Echinoidea) di Kawasan Padang Lamun Pantai Serangan, Bali
on
JMRT, Volume 2 No 2 Tahun 2019, Halaman: 29-33
JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY
journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT
ISSN: 2621-0096 (electronic); 2621-0088 (print)
I Gede Panji Agung Purnomoa, IGB Sila Dharma*a, and I Nyoman Giri Putraa
a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia
* Corresponding author email: siladharma@unud.ac.id
ARTICLE INFO
ABSTRACT
Article history:
Received: November 26th 2018
Received in revised form Januari 27th 2019
Accepted February 6th 2019
Available online August 5th 2019
Keywords: Serangan Beach Sea urchins Seagrass Distribution
Sea urchin is one of the biota that inhabiting coral reef and seagrass ecosystems. This spesies is commontly found in hard substrate, especially the substrate in seagrass beds which is a mixture of sand and coral fragments (Aziz, 1994). Sea urchins can be used as indicator organisms for water quality because sea urchins will become one of the first organisms to show signs of pressure (Yulianto, 2010). Serangan Island, geographically located in South Denpasar Subdistrict, Denpasar City, Bali Province which has a sediment in the form of coarse white sand mixed with coral fragments with high water activity. Based on the results of a study on the eastern coast of Serangan, sea urchins consisting of 5 species : D. setosum, E. diadema, E. calamaris, E. mattei, D. palmeri with dominanance species found is D. setosum sea urchins. Densities of sea urchins found in all stations was dominated by D. setosum with a total value sea urchin of 4.3 ind / m2 while the lowest density was in sea urchins of E. calamaris and E. diadema with a total value of 2.5 ind / m2 . Distribution pattern of sea urchins in Pantai Serangan, has a uniform distribution pattern (v < m) and clumped (v > m). D. setosum and E. matthei have uniform distribution with values of 0.29 and 0.21 while E. diadema, E. calamaris and D. palmeri have clustered distribution.
2019JMRT. All rights reserved.
Kelompok Echinodermata merupakan salah satu penghuni padang lamun yang cukup menonjol dan kelas Echinoidea (bulu babi) termasuk di dalamnya (Aswandy, 2000). Echinodermata merupakan salah satu biota yang berasosiasi kuat dengan ekosistem padang lamun dan berperan dalam siklus rantai makanan di ekosistem tersebut. Tingginya tutupan vegetasi lamun di perairan memungkinkan kehadiran berbagai biota yang berasosiasi dengan ekosistem padang lamun termasuk bulu babi untuk mencari makan, tempat hidup, memijah dan tempat berlindung untuk menghindari predator (Supono, 2010). Di Indonesia, terdapat kurang lebih 84 jenis bulu babi yang berasal dari 31 famili dan 48 genus (Clark and Rowe, 1971). Bulu babi tersebar mulai dari daerah intertidal yang dangkal hingga ke laut dalam (Jeng, 1998). Bulu babi biasanya menghuni ekosistem terumbu karang dan padang lamun serta menyukai substrat yang agak keras terutama substrat di padang lamun yang merupakan campuran dari pasir dan pecahan karang (Aziz, 1993). Penyebaran atau distribusi individu dalam satu populasi umumnya memperlihatkan tiga pola, yaitu pola acak (random), pola mengelompok (clumped), dan pola seragam (uniform).
Pulau Serangan, secara geografis terletak di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Propinsi Bali. Topografi wilayah ini dicirikan oleh dataran rendah dengan ketinggian maksimum 3 m. Luas Pulau Serangan adalah 481 ha, yang
terdiri dari tanah tegalan seluas 394 ha, pemukiman seluas 48 ha dan sisanya berupa dangkalan pesisir (Monografi Kelurahan Serangan, 2012). Dasar perairan pantai serangan adalah pasir putih kasar yang bercampur pecahan karang, hal itu menunjukan adanya pergerakan air yang baik, sehingga cocok untuk pertumbuhan lamun sebagai habitat bulu babi. Bulu babi dapat mengalami gangguan pertumbuhan dan habitatnya karena adanya beberapa aktivitas manusia seperti adanya penambatan kapal nelayan, serta adanya aktivitas masyarakat yang membuang sampah sembarangan. Hal tersebut menyebabkan kerusakan padang lamun yang akan mengakibatkan menurunnya populasi biota di dalamnya, khususnya bulu babi (Yusron, 2006). Bulu babi menjadi satu dari organisme pertama yang menunjukan adanya tanda tekanan (Yulianto, 2010). Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur dan sebaran bulu babi di kawasan padang lamun pantai Serangan, Bali.
Penelitian ini berlokasi di kawasan padang lamun Pantai Serangan, Denpasar Selatan, Bali (gambar 1). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2018. Identifikasi sampel dilakukan secara langsung di lapangan (in situ) sedangkan sampel yang belum teridentifikasi dibawa ke Laboratorium
Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana untuk dilakukan identifikasi lebih lanjut.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
-
2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ADS, GPS, refraktometer, thermometer, pH meter, turbidity, sechidisck, alat tulis, sabak, transek kuadrat. Buku identifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Buku “Konservasi dan Keanekaragaman Bulu Babi” (Hamid, 2013).
-
2.3 Metode Penelitian
-
2.3.1 Penentuan Jumlah Penelitian
-
Jumlah stasiun dalam penelitian ini sebanyak 4 stasiun. Lokasi penentuan stasiun berada di pantai sebelah Timur Serangan. Stasiun 1 merupakan tempat yang digunakan oleh nelayan untuk menambatkan kapal sedangkan stasiun stasiun 2 berada di tempat adanya aktivitas manusia, seperti berenang maupun rekreasi. Sementara itu, stasiun 3 berada di lokasi yang sedikit aktivitas manusia dan stasiun 4 merupakan lokasi ditemukannya perpaduan lamun dengan terumbu karang. Pengambilan data pada masing-masing stasiun menggunakan transek kuadrat dengan bantuan transek garis.
Gambar 2. Contoh model penempatan transek tiap stasiun
Pada setiap stasiun dibentangkan 3 transek garis sepanjang 50 meter yang tegak lurus kearah pantai. Pada setiap transek garis yang dibentangkan terdapat 5 transek plot berukuran 1m x 1 m. Jarak antara transek plot satu dengan yang lainnya adalah 10 meter (dimulai dari 10 meter pertama). Pada setiap
stasiun jarak antara ketiga transek garis sejauh 20 meter (gambar 2).
-
2.3.2 Pengambilan Data Bulu babi
Pengambilan contoh bulu babi dilakukan pada sebuah transek plot berukuran 1m x 1m (Gambar 3). Transek plot tersebut diletakkan pada jarak 10 meter dari transek plot yang lain dalam sebuah transek garis. Pengambilan contoh bulu babi dilakukan pada masing-masing transek plot pada tiap stasiun pengamatan dengan mencatat keberadaan bulu babi dilihat dari jenis dan kepadatannya. Identifikasi bulu babi dilakukan secara langsung di lapangan dengan berpedoman pada buku identifikasi.
Gambar 3. Transek Plot Pengambilan Data Bulu Babi
-
2.3.3 Pengukuran Parameter Fisika – Kimiawi Perairan
Pengukuran kualitas air dilakukan pada satu line transek pada setiap stasiun pengamatan yaitu sebanyak 12 kali pengambilan data. Variabel kualitas air yang diukur yaitu : suhu, salinitas, kecerahan, pH dan kedalaman.
-
2.3.4 Struktur Komunitas Bulu babi
-
3.4.1 Komposisi Jenis
Komposisi jenis merupakan persentase jumlah individu suatu jenis terhadap jumlah individu secara keseluruhan. Komposisi jenis Bulu babi dihitung dengan persamaan (1) (Odum,1971).
n i .
RDl= ∑^x 100.............(1)
Keterengan :
RDl : komposisi jenis ke-i (%)
nl : jumlah individu
∑Γ=ι Nij : jumlah total individu seluruh spesies
-
3.4.2 . Kepadatan Bulu babi
Kepadatan merupakan jumlah jenis individu yang dibagi dengan luas total pengambilan contoh (English et al., 1994) dengan persamaan (2) :
di=~a ...........................(2)
-
3 4 3 Indeks Keanekaragaman
Perhitungan keanekaragaman jenis ini dilakukan dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon-Wienner yang didasarkan pada logaritma basis dua (Odum,1971) dengan persamaan (3).
H' = -∑ Pi(LNPi)....................(3)
Keterangan :
H' : Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner /
Pi : ni /N = proporsi jenis ke -i terhadap jumlah total.
Dengan kriteria :
H' < 1 = Keanekaragaman jenis rendah
-
1 ≤ H' ≤ 3 = Keanekaragaman jenis sedang
H' > 3 = Keanekaragaman jenis tinggi
-
3.4.4. Indeks Keseragaman
Nilai indeks keseragaman digunakan untuk menggambarkan komposisi individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas, yang dihitung dengan menggunakan petunjuk (Krebs, 1989), persamaan (4) :
E = —
Hmax
...............................(4)
Keterangan :
E : Indeks keseragaman
H’ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner
Hmax : log s
s : Jumlah jenis
Dengan kriteria :
0,00 < E ≤ 0,50 = Komunitas rendah
0,50 < E ≤ 0,75 = Komunitas sedang
0,75 < E ≤ 1,00 = Komunitas tinggi
-
3.4.5. Indeks Dominansi
Nilai indeks dominansi digunakan untuk menggambarkan ada tidaknya dominasi suatu jenis dalam suatu komunitas, yang dihitung dengan menggunakan indeks dominansi Simpson (Magurran, 1988), persamaan 5 :
C=∑!-1Pi2...............................(5)
Dengan kriteria :
0,00 < C ≤ 0,50 = Dominansi rendah
0,50 < C ≤ 0,75 = Dominansi sedang
0,75 < C ≤ 1,00 = Dominansi tinggi
-
3.4.6. Pola Sebaran Jenis Bulu Babi
Analisa data untuk menghitung pola sebaran bulu babi dapat diketahui dengan melihat besarnya nilai rata-rata (mean) dan nilai varian (standart error). Besarnya nilai varian digunakan rumus (Odum, 1993) :
v =√(2∕(n-1)) ............................(6)
Rumus mean (M) : m = n/N ...................................(7)
Keterangan :
v = Varian
-
n = Jumlah Individu
-
m = Mean
N = Jumlah seluruh sampel
Pola sebaran individu-individu organisme dibagi menjadi tiga bagian pola dasar yaitu acak (random), berkelompok (clumped) dan seragam (uniform). Penentuan pola sebaran mengacu pada ketentuan sebagai berikut:
v = m berarti distribusinya acak (random)
v > m berarti distribusinya mengelompok (clumped)
v < m berarti distribusinya seragam (uniform)
Bulu babi yang ditemukan di perairan pantai timur Pulau Serangan terdiri dari 5 jenis, yaitu : Echinothrix diadema, Diadema setosum, E. calamaris, D. palmeri dan Echinometia matthei dari famili Diadematidae (gambar 4).

Gambar 4. Komposisi jenis bulu babi
Komposisi jenis bulu babi didominasi bulu babi jenis D. setosum yaitu sebesar 29,91% sedangkan komposisi jenis bulu babi terendah terdapat pada bulu babi jenis E. diadema sebesar 12,05%. Bulu babi jenis D. setosum merupakan bulu babi yang paling mendominasi pada setiap stasiun yang memiliki nilai persentase cukup tinggi, hal ini disebabkan karena Pantai Serangan bagian timur merupakan salah satu habitat bulu babi jenis D. setosum, hal ini didukung dengan tipe substrat yang berpasir dan adanya campuran pecahan karang, tumbuhnya sedikit lamun dan suhu perairan yang stabil antara 28-30 oC (Thamrin, 2011). Bulu babi jenis E. diadema merupakan bulu babi yang memiliki habitat didalam lubang bongkahan karang atau batu untuk berlindung dari pasang surut air laut (Aziz, 2003). Faktor lain yang mempengaruhi kelimpahan komposisi jenis E. diadema adalah hidup pada substrat karang dan batu yang bertujuan untuk berlindung dari pasang surut air laut .
-
3.2 Kepadatan Bulu Babi (Di)
Pada stasiun 1 nilai kepadatan total bulu babi per stasiun yaitu 3,5 ind/m2 hal ini disebabkan karena pada stasiun 1 kondisi substratnya terdiri dari pecahan karang lalu adanya sedikit campuran lamun dan adanya aktivitas dari perahu nelayan yang bersandar di tubir pantai. Sementara itu, pada stasiun 2 total nilai kepadatan bulu babi yaitu 2,2 ind/m2. Selanjutnya nilai total kepadatan pada stasiun 3 adalah 3,6 ind/m2 dan pada stasiun 4 nilai total kepadatan bulu babi yaitu 6,1 ind/m2. Dari keempat stasiun tersebut total nilai tertinggi kepadatan bulu babi per stasiun nya adalah ada pada stasiun 4 hal ini disebabkan karena substrat di stasiun 4 terdiri dari perpaduan lamun dengan terumbu karang yang masih baik dan pada stasiun 4 tidak ditemukan nya aktivitas manusia (tabel 1).
Tabel 1. Kepadatan individu (Di) Bulu Babi per Stasiun
Di Stl St2 St3 St4 Total
(ind/m2) | |||||
D. setosum |
1,4 |
0,6 |
0,8 |
1,5 |
4,3 |
E. diadema |
0,5 |
0,2 |
0,6 |
1 |
2,5 |
E. calamaris |
0,5 |
0,2 |
0,6 |
1,2 |
2,5 |
D. palmeri |
0,5 |
0,6 |
0,8 |
0,8 |
2,7 |
E. matthei |
0,6 |
0,6 |
0,8 |
1,6 |
3,6 |
Total |
3,5 |
2,2 |
3,6 |
6,1 |
Lain halnya dengan stasiun 2 dan 3 nilai total kepadatanya yaitu 2,2 ind/m2 dan 3,6 ind/m2. Berbeda dengan nilai kepadatan pada stasiun 1 dan 4, kondisi substratnya berpasir, berlumpur dengan sedikit ditumbuhi lamun dan adanya pecahan karang kecil. Pada stasiun tersebut banyak orang yang melakukan aktivitas seperti mandi atau rekreasi lain nya maka dari itu kepadatan bulu babi yang ditemukan pada stasiun 2 dan 3 tidak terlalu tinggi.
Secara keseluruhan, total nilai kepadatan bulu babi per spesies didominasi pada bulu babi jenis D. setosum dengan total nilai 4,3 ind/m2 sedangkan kepadatan terendah ada pada bulu babi jenis E. diadema dan E. calamaris dengan total nilai sama yaitu 2,5 ind/m2. Bulu babi jenis D. setosum merupakan bulu babi yang kepadatanya cukup tinggi karena dipengaruhi oleh kondisi habitat perairan, dimana D. setosum banyak di jumpai di daerah zona berkarang dengan ditumbuhi sedikit lamun disekitarnya seperti pada stasiun 1 dan 4, karena dipengaruhi oleh faktor makanan dan cara makan (Thamrin, 2011). Faktor lain yang mempengaruhi kepadatan jenis D. setosum yaitu, bulu babi jenis ini berperan penting bagi penyeimbang terumbu karang. Jika populasi D. setosum meningkat dapat berakibat kematian larva atau karang muda. Sebaliknya jika populasi turun, maka karang akan ditumbuhi oleh alga yang berakibat kematian karang dewasa dan tidak adanya tempat bagi larva karang. Dengan demikian kehadiran populasi D. setosum penting bagi terumbu karang sebagai penyeimbang. (Vivono, 2007).
-
3.3 . Indeks Keanekaragaman H), Indeks Keseragaman (E’), dan Indeks Dominansi (C) Bulu Babi
Keanekaragaman spesies dapat digunakan untuk menggambarkan struktur komunitas. Keanekaragaman adalah tingkat variasi bentuk kehidupan, habitat spesies itu sendiri oleh sebab itu keanekaragaman dapat mengindikasi stabil atau tidaknya ekosistem (Yulianto, 2010).
Tabel 2. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E’), dan Dominansi (C) Bulu Babi
Indeks |
St. 1 |
St. 2 |
St. 3 |
St. 4 |
H’ |
1,5 |
1,53 |
1,46 |
1,59 |
(sedang) |
(sedang) |
(sedang) |
(sedang) | |
E’ |
0,42 |
0,43 |
0,41 |
0,45 |
(rendah) |
(rendah) |
(rendah) |
(rendah) |
C 0,25 0,23 0,24 0,21 (rendah) (rendah) (rendah) (rendah)
Dari hasil perhitungan, keanekaragaman bulu babi pada keempat lokasi penelitian umumnya memiliki nilai keanekaragaman yang sedang. Hal ini terjadi karena jumlah jenis dari bulu babi yang relatif cukup banyak dan proporsi jumlah kepadatan tinggi yang menyusun komunitas. Keanekaragaman adalah perbedaan yang dapat ditemukan pada komunitas atau kelompok berbagai spesies yang hidup di suatu tempat. Tingginya keanekaragaman, mencerminkan beranekaragamnya spesies yang menghuni wilayah tersebut (Ewusie, 1990)
Pada tabel 2 nilai tertinggi indeks keanekaragaman bulu babi terdapat pada stasiun 4 yaitu dengan nilai 1,59 dikategorikan keanekaragaman tersebut sedang hal ini di karenakan kondisi tumbuhan lamun yang terdapat di stasiun tersebut masih bagus sehingga memiliki peranan penting bagi kehidupan bulu babi (Aswandy, 2000). Menurut Aziz (2003) tumbuhan lamun sebagai penghasil dentritus dan zat hara yang berguna sebagai makanan bagi makhluk hidup laut selain itu mampu mengikat sedimen dan menstabilkan subtrat yang lunak, tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah.
Berdasarkan hasil perhitungan indeks dominansi bulu babi pada tabel 2, nilai indeks dominansi tiap stasiun penelitian berkisar antara 0,21 -0,25 yang artinya menunjukkan bahwa dominansi spesies bulu babi yang dijumpai di Pantai Serangan bagian timur digolongkan dominansinya rendah.
-
3.4 Pola Sebaran Bulu Babi
Kondisi lingkungan perairan mempengaruhi pola sebaran jenis di suatu perairan. Penentuan sebaran jenis dimaksudkan untuk mengetahui sebaran jenis bulu babi yang ada di Pantai Serangan bagian timur membentuk pola seragam, mengelompok, atau acak. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa pola sebaran jenis bulu babi di Pantai Serangan bagian timur memiliki pola sebaran jenis yang bersifat mengelompok dan seragam (tabel 3).
Tabel 3. Pola sebaran jenis bulu babi
Jenis bulu babi |
m |
v |
sebaran |
D. setosum |
0,29 |
0,17 |
v < m (Seragam) |
E. diadema |
0,17 |
0,22 |
v > m (Mengelompok) |
E. calamaris |
0,12 |
0,27 |
v > m (Mengelompok) |
D. palmeri |
0,18 |
0,22 |
v > m (Mengelompok) |
E. matthei |
0,21 |
0,20 |
v < m (Seragam) |
Penyebaran mengelompok (clumped), yaitu suatu individu-individu selalu ada dalam kelompok-kelompok dan sangat jarang terlihat sendiri secara terpisah. Karena adanya kebutuhan akan faktor lingkungan, faktor habitat dan faktor mencari makan yang sama (Odum, 1993).
Lalu penyebaran seragam (uniform) dimana individu-individu terdapat pada tempat tertentu dalam komunitas. Penyebaran ini terjadi bila ada persaingan yang keras antar kelompok sehingga timbul kompetisi yang mendorong pembagian ruang hidup yang sama. Penyebaran atau pergerakan sangat dipengaruhi oleh faktor penghalang dan kemampuan individu atau alat perkembang biakannya untuk berpindah (Odum, 1993).
Menurut Aziz (1993) bulu babi jenis E. diadema, E. calamaris dan D. palmeri yang sebarannya mengelompok dikarenakan spesies tersebut secara aktif berpindah dari satu rumpun ke rumpun alga lainnya untuk mencari makan. Ketersedian makanan dan faktor habitat sangat mempengaruhi penyebaran bulu babi tersebut dan pada umumnya setiap jenis bulu babi memiliki habitat yang spesifik, seperti E. diadema sering ditemukan di daerah berpasir atau berlumpur yang banyak ditumbuhi lamun sebagai makanannya (Yulianto, 2010).
Menurut Dobo (2009), bulu babi yang pola sebarannya seragam hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu habitat atau substrat, makanan, proses fertilisasi, dan adanya faktor lingkungan serta adanya persaingan dan pemangsa. Pola sebaran seragam ini berarti suatu individu jenis hanya dapat ditemukan di tempat tertentu sesuai dengan preferensi habitatnya seperti spesies D. setosum dan E. matthei yang habitatnya berada di substrat lamun dengan perpaduan karang spesies ini mencari makan pada algae yang menempel pada pecahan terumbu karang (Moningkey, 2010).
Bulu babi yang ditemukan di Pantai Serangan bagian timur, terdiri dari 5 jenis bulu babi yaitu D. setosum, E. diadema, E. calamaris, E. mattei, D. palmeri. Komposisi Jenis bulu babi pada tiap stasiun pengamatan didominasi oleh jenis bulu babi D. setosum. Kepadatan bulu babi yang dijumpai pada seluruh stasiun, didominasi oleh bulu babi jenis D. setosum dengan total nilai 4,3 ind/m2. Nilai indeks keanekaragaman bulu babi pada keempat stasiun dikategorikan sedang dengan nilai 1,50 - 1,59. Lalu nilai indeks keseragaman bulu babi di keempat stasiun dikategorikan rendah dengan nilai 0,40 – 0,45 dan nilai indeks dominansi yang terdapat pada keempat stasiun dikategorikan rendah dengan nilai 0,21 – 0,25.
Untuk pola sebaran jenis bulu babi di Pantai Serangan, memiliki pola sebaran seragam (v < m) dan mengelompok (v > m). Sebaran bulu babi jenis D. setosum dan E. matthei memiliki sebaran seragam dengan nilai 0,29 dan 0,21 sedangkan E. diadema, E. calamaris dan D. palmeri memiliki sebaran yang mengelompok.
Daftar Pustaka
Aswandy I, Azkab HM. 2000. Hubungan Fauna dengan Padang Lamun. Oseana, Vol. 25 (3):19-24.
Aziz A, 1993.Oseana Pusat Pengembangan Oseanologi; Indonesia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta Hlm : 65-75. Vol. 18 No. 2.
Aziz A, 2003. Tingkah laku bulu babi di padang lamun. Oseana 19(4): 3543.
Clark AM, Rowe FWE. (1971). Monograph of Shallow-water Indo-West Pacific Echinoderms. British Museum. London : 238 hlm.
Dobo J. 2009. Tipologi komunitas lamun kaitannya dengan populasi Bulu babi di Pulau Hatta, Kepulauan Banda, Maluku Tesis. Bogor : Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ewusie JY. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Yogyakarta: Kanisius.
Jeng MS. 1998. Shallow-water Echinoderms of Taiping Island in The South China Sea. Taiwan : Institut of Zoology. Academia Sinica. Taipei. Taiwan
Odum EP. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Diterjemahkan dari Fundamental of Ecology oleh T. Samingan. Yogyakarta. 1994. Gadjah Mada University Press.
Supono, Arbi UY. 2010. Struktur Komunitas Ekinodermata di Padang Lamun Perairan Kema, Sulawesi Utara. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 36(3): 329-341.
Thamrin. 2011. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu.Jakarta : Pradnya Paramita, Jakarta. 305 hlm
Vivono. 2007. Inventarisasi jenis-jenis Holothuroidea (Echinodermata) di perairan terumbu beberapa pulau Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta., Seminar Masyarakat Taksonomi Kelautan Indonesia. Jakarta, 20-22 September 2011 : Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI,
Yulianto AR. 2010. Pemanfaatan Bulu Babi Secara BerkelanjutanPada Kawasan Padang Lamun [Tesis]. Jakarta: ProgramStudi Ilmu Lingkungan. Program Pascasarjana. Universitas Indonesia.
Yusron E. 2006. Ekhinodermata di Perairan Teluk Saleh, Sumbawa–Nusa Tenggara Barat. Oseanologi dan Limnologi diIndonesia. No. 40: 43-52 hlm.
Kelurahan Serangan, Denpasar Selatan. 2012. Monografi Desa Serangan.
Toha AHA, Sumitro S, Hakim L. 2013. Keanekaragaman dan Konservasi Bulu Babi. Galaxy Science.
English, S, Wilkinson, C, Baker, V, 1994. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australian Institute of Marine Science (AIMS), Townsville, Australia.
Krebs, CJ. (1989). Ecological methodology. New York, NY: Harper and Row Publishers Inc., 654 p.
Magurran, AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. Chapman and. Hall: USA
Moningkey RD. 2010. Pertumbuhan populasi bulu babi (Echinometra mathaei) di perairan pesisir Kima Bajo Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis 6 (2), 73-78
33
Discussion and feedback