JMRT, Volume 2 No 2 Tahun 2019, Halaman: 17-22

JNRT


JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY

journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT

ISSN: 2621-0096 (electronic); 2621-0088 (print)


Struktur Komunitas Makroalga di Perairan Tenggara Pulau Serangan, Bali


Ni Luh Putu Ayu Sumarnia, I Wayan Gede Astawa Karang*a, and Widiastuti a

a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

* Corresponding author email: gedekarang@unud.ac.id


ARTICLE INFO


ABSTRACT


Article history:

Received: October 26th 2018

Received in revised form: January 18th 2019

Accepted: February 6th 2019

Available online: August 5th 2019


Keywords:

Community structure

Macroalgae Southeast

Serangan waters


Macroalgae is one of the biota that is found in all Indonesian waters. Macroalgae has an important role in marine ecosystems, namely as producers, ingredients and pharmacy. The purpose of this research was to determine the community structure of macroalgae. The community structures were measured by using a square transect of 1x1 m2 within a 50 m2 squared transect. Thus macroalgae were determined for its density, diversity, biomass and distribution. The differences among community structures at each station were analyzed by using the One-way Anova. The results showed that the macroalgae were classified into red, brown and green macroalgae. The highest macroalgae density wasw 21 ind/m2 and the lowest was 8 ind/m2. The diversity of macroalgae was in the medium category which the most dominant was red macroalgae. It is likely due to different ability to get the nutrients among macroalgae. The highest biomass was found in the red macroalgae while the lowest was in the green macroalgae. It might be related to the large size and weight of the thallus of red macroalgae. The One-way Anova analysis showed that there was a significant difference in macroalgae density and biomass at each station.


2019 JMRT. All rights reserved.


  • 1.    Pendahuluan

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi termasuk keanekaragaman hayati lautnya. Berbagai biota laut tersebut memiliki peranan penting baik secara ekologi maupun ekonomi (Palalo, 2013). Salah satu biota yang banyak dijumpai di seluruh perairan Indonesia adalah makroalga. Menurut Atmadja (2010) bahwa 903 jenis makroalga ditemukan di wilayah Perairan Indonesia, yang terdiri dari 201 jenis makroalga hijau, 138 jenis makroalga coklat dan 564 jenis makroalga merah.

Makroalga merupakan organisme berklorofil dengan jaringan tubuh yang relatif belum berdiferensiasi, tidak membentuk akar, batang dan daun. Secara keseluruhan bagian tubuhnya merupakan bagian yang disebut thallus. Makroalga mempunyai peranan penting dalam ekosistem laut yaitu sebagai produsen, tempat pemijahan bagi berbagai organisme laut, bahan makanan dan sumber-sumber bahan farmasi (Anggadireja, 2009).

Makroalga pada umumnya terdapat di daerah intertidal dan subtidal. Makroalga melekatkan tubuhnya pada substrat dengan organnya yang disebut holdfast. Menurut Paonganan (2008), setiap jenis makroalga memiliki karakteristik habitat yang berbeda-beda. Pada daerah litoral dan sublitoral biasanya makroalga hidup menempel pada substrat yang keras seperti karang mati dan juga hidup menempel pada substrat berpasir.

Struktur komunitas dapat memberikan gambaran keberadaan komunitas makroalga di suatu perairan. Kestabilan

suatu ekosistem dicirikan oleh keanekaragaman yang tinggi dan tidak adanya spesies yang mendominasi serta jumlah spesies terbagi merata (Ayu, 2009). Keberadaan makroalga di perairan dapat menjadi kontributor penting bagi rantai makanan di perairan tersebut (Luning, 1990).

Kawasan Perairan Pulau Serangan di Kota Denpasar tidak hanya terkenal dengan keindahan pantai dan konservasi penyu tetapi juga biodiversitas lainnya termasuk makroalga. Namun struktur komunitas makroalga yang hidup di perairan ini belum banyak diketahui. Fungsi makroalga sebagai produsen primer di ekosistem pesisir mendorong dilakukannya penelitian mengenai struktur komunitas makroalga di Perairan Tenggara Pulau Serangan karena dapat menentukan keberlangsungan rantai makanan berbagai ekosistem pesisir yang ada di Pulau Serangan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas dengan menghitung kepadatan, keanekaragaman, biomassa dan distribusi makroalga di Perairan Tenggara Pulau Serangan.

  • 2.    Metode
    • 2.1    Waktu dan Tempat

Pengambilan data makroalga dan kualitas perairan dilaksanakan pada tanggal 23-24 Februari 2018 pada surut terendah dan keadaan cuaca cerah. Pengambilan data makroalga dan kualitas perairan dilaksanakan di Perairan Tenggara Pulau Serangan yang ditunjukkan pada Gambar 1.


Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

  • 2.2    Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalan penelitian ini adalah GPS, roll meter, transek kuadrat 1x1 m, termometer, handrefractometer, kertas pH, botol polittielen, plastic ziplock, alumunium foil, dan oven. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah makroalga dan sampel air laut.

  • 2.3    Metode Penelitian

  • a. Pengambilan data makroalga

Makroalga yang diamati pada penelitian ini hanya dibatasi pada jenis makroalga dengan bentuk pertumbuhan fleshy macroalgae dan makroalga berkapur. Penentuan stasiun pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kondisi pesisir di lokasi penelitian yang dibagi menjadi 5 stasiun. Jarak antar stasiun berkisar 600 m. pengambilan data makroalga dilakukan dalam transek kuadrat 1 x 1 m2 yang dilakukan pada saat air laut surut terendah dengan metode purposive sampling. Masing-masing stasiun ditarik garis sepanjang 50 m secara tegak lurus garis pantai. Setiap stasiun dibagi menjadi 5 substasiun, pengambilan sampel makroalga dilakukan pada 10 m pertama, 10 m kedua, 10 m ketiga, 10 m keempat dan 10 m kelima sampai jarak 50 m. Pada saat pengambilan sampel dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali (Gambar 2). Jenis makroalga pada setiap transek diidentifikasi berdasarkan Food and Agriculture Organization of United States, The Living Marine Resiources of the Western Central Pasific Volume:1 Seaweeds, Coral,Bivalves and Gastropods (FAO, 1998)


□□□

□□□

□□□

□□□

□□□

□□□

□□□

□□□

□□□

□□□

□□□

□□□

□□□

□□□

□□□

□□□

□□□

□□□

□□□

□□□

J

k

J


Pesisir

Gambar 2. Skema peletakkan transek

Sampel makroalga dengan bentuk pertumbuhan Fleshy macroalgae dan makroalga berkapur diambil pada setiap transek yang kemudian diklasifikasikan berdasarkan Genus. Makroalga dibersihkan dengan cara menghilangan kotoran dari thallus dan dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 40oC selama 24 jam. Kemudian makroalga ditimbang dengan menggunakan timbangan untuk mengetahui berat kering makroalga tersebut (Yasdani, 2015). Pengambilan parameter kualitas perairan dilakukan secara insitu. Sampel air untuk analisa nitrat dan fosfat diambil pada substasiun 1 dan 5, kemudian disimpan didalam coolbox yang selanjutnya dianalisis di Laboratorium Analitik Universitas Udayana. Pengamatan subsrat dasar perairan dilakukan secara visual.

  • c. Analisis data

  • 1.    Struktur Komunitas Makroalga

  • a.    Kepadatan Makroalga

Perhitungan kepadatan makroalga berpedoman pada Browser and Zar (1989) yang ditunjukkan pada persamaan 1.

Di =                                (1)

A

Keterangan :

Di = Kepadatan Jenis individu ke-I (ind/m2) ni = Junlah individu jenis ke-I yang diperoleh (ind) A = Luas total area pengambilan contoh (m2)

  • b.    Keanekaragaman Makroalga

Indeks keanekaragaman dihitung dengan menggunakan rumus Shannon-Wiener (Odum, 1993) yang ditunjukkan pada persamaan 2.

H՚= -∑Pi ln Pi                  (2)

Keterangan :

H՚ = Indeks keanekragaman

Pi = Proposi jenis ke-I (ni/N)

ni = Jumlah individu jenis ke-I (ind)

N = Jumlah total individu

Dengan nilai indekskeanekaragaman

H՚<1 = rendah

1<H՚<3.0 = sedang

H՚>3 = tinggi

  • c.    Biomassa Makroalga

Perhitungan biomassa makroalga berpedoman pada Sidik (2001) yang ditunjukkan pada persamaan 3.

_b,               berat kering

= luas area

(3)


Keterangan :

Berat kering = berat setelah dioven (gr)

Luas area = Luas transek yang digunakan

b. Pengambilan data biomassa makroalga dan parameter kualitas perairan


  • d.    Kesamaan Jenis Makroalga

Tingkat kesamaan jenis spesies antar stasiun dengan stasiun lainnya dianalisa dengan indeks Bray-Curtis. Indeks Bray-Curtis dapat dianalisa dengan menggunakan Software Past (Somerfield, 2008) dengan menggunakan persamaan 4.

Yii-Yik.

Sjk=100(1- ≡≡∑ )                (4)

∑(γγ jk)

Keterangan :

Yij = Jumlah spesies ke I dalam contoh j

Ykj = Jumlah spesies ke I dalam contoh k

S j k = Tingkat kesamaan antara contoh j dan k

  • 2.4    Analisis Statisik

  • a. Uji Anova Satu Arah

Uji Anova Satu Arah digunakan untuk melihat adanya perbedaan kepadatan dan biomassa makroalga antar stasiun. Uji Anova Satu Arah dilakukan menggunakan SPSS 17 dengan persamaan dalam kelompok (persamaan 5) dan persamaan antar kelompok (persamaan 6) (Sugiarto, 2009) sebagai berikut

ji (∑ij-i) 5

(n-1)

(5)


Keterangan :

Sw2 = varian yang diestimasi menggunakan metode dalam kelompok

X_U = data ke-I dalam kelompok j

Xj  = rata-rata (mean) kelompok j

c   = jumlah kelompok

n = jumlah ukuran sampek dalam setiap kelompok c(n-1) = derajat bebas

C 2     j (Xj-X)2.

S-X =

()

Keterangan :

  • S-    X2 = varian yang diestimasi menggunakan metode antar kelompok

Xj = rata-rata (mean) kelompok j

X    = rata-rata keseluruhan yang digunakan

c    = jumlah kelompok

  • 3.    Hasil dan Pembahasan
    • 3.1    Parameter Kualitas Perairan

Hasil pengukuran parameter kualitas perairan di Perairan Tenggara Pulau Serangan ditunjukkan pada Tabel (1). Pengukuran kualitas perairan pada tiap stasiun dilakukan pada waktu yang relatif sama yaitu pukul 06.00-10 WITA.

Tabel 1. Parameter Kualitas Perairan di Perairan Tenggara Pulau Serangan

Parameter (satuan)

Stasiun

1

2

3

4

5

Suhu (oC)

28.4

29.2

30

30.1

30.8

Salinitas

26.4

26.2

29.6

28.8

29

(ppt) pH

6-7

6-7

6-7

6-7

6-7


Nitrat

TDD*-

TDD*-

0.087

TDD*

TDD*

(mg/l)

Fosfat

0.011**

0.088**

-

TDD* *

-0.021 **

-0.024 **

(mg/l)

0.03

0.03

0.03

0.03

0.03

Substrat

Pasir

Pasir

Pasir berkar ang

Pasir

Pasir

Level air

100

100

20

15

15

(cm)

Keterangan : * = substasiun 1 ** = substasiun 5 TTD = kadar nitrat <0.002 mg/l

Secara umum rata-rata suhu di Perairan Tenggara Pulau Serangan pada saat pengambilan data berkisar antara 28-30oC, rata-rata salinitas berkisar antara 26.2 – 29.6 ppt, pH berkisar antara 6-7, kadar nitrat berkisar antara <0.002 – 0.087 mg/l, kadar fosfat berkisar 0.03 mg/l, dan substrat yang terdapat di Perairan Tenggara yaitu pasir dan pasir berkarang. Suhu pada semua stasiun saat pengambilan data tidak jauh berbeda pada bulan Maret-Juni 2016 yang berkisar antara 29-30oC (Laharjana, 2016). Suhu normal untuk pertumbuhan makroalga pada rentang suhu 25-35oC (Toni, 2006). Kisaran nilai salinitas tidak jauh berbeda pada bulan Maret – Juni 2016 yang berkisar antara 24-38 ppt (Loban dan Harison, 1997). Kisaran rata-rata nilai pH lebih rendah dari penelitian sebelumnya pada bulan Maret-Juni 2016 yang berkisar antara 29.56-31.11 ppt (Laharjana, 2016). Makroalga pada umumnya hidup pada salinitas 6,8-9,6 (Trono, 1998). Kadar nitrat pada saat pengambilan data di Perairan Tenggara lebih rendah dari penelitian Laharjana (2016), pada bulan Maret-Juni 2016 yaitu berkisar antara 1.1383-1.2032 mg/l. kadar nitrat yang baik untuk pertumbuhan makroalga yaitu 0.001-0.012 mg/l (Raiklin, 2004). Kadar fosfat pada saat pengambilan data lebih rendah dari penelitian Laharjana (2016) pada bulan Maret-Juni 0.021 – 0.6465 mg/l. Pertumbuhan optimum makroalga dengan konsentrasi fosfat yaitu 0.018/0.90 mg/l. Parameter kualitas perairan pada saat pengambilan data tergolong normal untuk pertumbuhan makroalga. Adapun untuk kadar fosfat pada saat pengambilan data tergolong rendah untuk pertumbuhan makroalga.

  • 3.2    Struktur komunitas makroalga

  • a.    Identifikasi makroalga

Jenis-jenis makroalga yang ditemukan di Perairan

Tenggara Pulau Serangan ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis-jenis makroalga yang ditemukan di Perairan Tenggara Pulau Serangan

Divisi          Family

Makroalga     Halyminiaceae

Merah (Rhodophyta)

Genus

Halymenia


Gambar




Hypneaceae


Hypnea


Corallinaceae


Rhizophyllidaceae


Rhodomelaceae


Gracilariaceae


Gelidiaceae



Dictyotaceae        Dictyota


Phaeophyta

(Makroalga

Cokelat)        Dictyotaceae

Chlorophyta    Ulvaceae           Ulva

(Makroalga

hijau)


Halimedaceae      Halimeda




b. Kepadatan makroalga

Kepadatan makroalga di Perairan Tenggara Pulau Serangan berbeda pada setiap stasiun pengamatan (Gambar 3).


Gambar 3. Kepadatan masing-masing jenis makroalga berbeda signifikan pada masing-masing stasiun.


Sargassaceae


Dictyotaceae



Kepadatan masing-masing makroalga berbeda-beda pada setiap stasiun (Tabel 3). Kepadatan terendah ditemukan pada stasun 1 yaitu 8 ind/m2 sedangkan kepadatan tertinggi ditemukan pada stasun 5 yaitu 21 ind/m2. Berdasarkan Uji Anova Satu Arah menunjukkan bahwa terdapat kepadatan makroalga berbeda signifikan antar stasiun pengamatan yaitu stasiun 1 (P = 0.002), stasiun 2 (P = 0,027), stasiun 3 (P = 0.013), stasiun 4 (P = 0,033), stasiun (P = 0.035). Secara umum Perairan Tenggara Pulau Serangan didominasi oleh makroalga merah. Hal ini diduga karena makroalga merah memiliki adaptasi yang baik terhadap lingkungan yang memiliki nutrien rendah. Rendahnya nutrien diduga karena sedikitnya aktifitas antropogenik maupun masukan dari sungai yang merupakan sumber utama nutrien. Selain itu, Perairan Tenggara Pulau Serangan memiliki tipe substrat dominan berpasir yang merupakan habitat dari makroalga merah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Irwandi (2017) yang menyatakan bahwa makroalga merah memiliki kemampuan adaptasi yang lebih luas daripada makroalga hijau dan cokelat.

  • c.    Keanekaragaman makroalga

Kepadatan dan keanekaragaman makroalga di Perairan

Tenggara Pulau Serangan ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kepadatan dan Keanekaragaman Makroalga

Stasiun      I Kepadatan (ind/m2)   Keanekaragaman

3                   101.5

4                  151.4

5                   211

Berdasarkan hasil pengamatan di Perairan Tenggara Pulau Serangan terdapat 13 genus makroalga yang termasuk kedalam tiga divisi yang berbeda. Makroalga merah dengan jumlah 7 genus yaitu Halymenia, Hypnea, Cheilosporum, Portieria, Achantopora, Gracilaria, Gelidium. Kelas kedua yang ditemukan yaitu makroalga cokelat dengan jumlah 4 genus yaitu Turbinaria, Padina, Dictyotaperis, Dictyota. Kelas makroalga yang anggotanya paling sedikit ditemukan yaitu makroalga hijau dengan jumlah 2 genus yaitu Ulva dan Halimeda.

Secara umum keanekaragaman jenis makroalga di Perairan Tenggara Pulau Serangan yang ditunjukkan dengan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener pada semua stasiun berada dalam kategori sedang. Indeks keanekaragaman makroalga tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 1.9 sedangkan indeks keanekaragaman makoalga terendah terdapat pada stasiun 5 yaitu 1 (Tabel 3). Keanekaragaman makroalga tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian dari Herlinawati (2017) di Pulau Serangan yang menunjukkan keanekaragaman makroalga dalam kategori rendah. Tingginya keanekaragaman makroalga stasiun 1 dibandingkan dengan stasiun lainnya diduga karena rendahnya aktivitas manusia di pesisir dibandingkan dengan stasiun lainnya yang terdapat budidaya rumput laut, tranplantasi karang, kedai makanan dan objek wisata sehingga dapat berpengaruh secara langsung terhadap keanekaragaman makroalga.

  • d.    Biomasa makroalga

Hasil pengukuran biomassa masing-masing genus makroalga menunjukkan nilai yang berbeda (Gambar 4).

Gambar 4. Biomassa berbeda signifikan antar genus makroalga pada masing-masing stasiun

Biomassa tertinggi terdapat pada makroalga merah, biomassa tertinggi kedua terdapat pada makroalga cokelat dan biomassa terendah terdapat pada makroalga hijau. Berdasarkan Uji Anova Satu Arah diketahui bahwa biomassa berbeda signifikan antar genus makroalga pada masing-masing stasiun yaitu stasiun 1 (P= 0.005), stasiun 2 (P= 0.001), stasiun 3 (P= 0.027), stasiun 4 (P= 0.017), stasiun 5 (P= 0.038). Makroalga merah merupakan penghasil biomassa tertinggi karena makroalga merah memiliki morfologi thallus rimbun dan tebal. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Praptinah (2013) yang menemukan makroalga merah yang hidup pada daerah tropis memiliki ukuran thallus yang kecil dan rimbun.

Makroalga cokelat menghasilkan biomassa tertinggi kedua, hal ini diduga karena makroalga cokelat memiliki morfologi berbentuk seperti corong dan thallus yang berbentuk seperti bunga namun keras dan terdapat buah yang merupakan gelembung air untuk mengapung. Hasil penelitiah dari Marianingsih (2013) menyatakan makroalga cokelat memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan makroalga lainnya sehingga mempengaruhi

biomassa yang dihasilkan. Makroalga hijau menghasilkan biomassa terendah. Hal ini diduga karena morfologi dari makroalga hijau tipis dan ringan. Hasil yang sama juga ditemukan oleh Arfah dan Patty (2014) yang menyatakan morfologi makroalga hijau umumnya memiliki bentuk thallus halus dan tipis. Tinggi rendahnya biomassa yang dihasilkan tergantung pada bentuk dan ukuran dari thallus setiap jenis makroalga. Semakin tebal dan rimbun thallus makroalga tersebut maka semakin besar jumlah biomassa yang dihasilkan (Arfah, 2016).

  • e.    Distribusi makroalga

Hasil pengamatan jenis-jenis makroalga di Perairan Tenggara Pulau Serangan menunjukkan distribusi yang berbeda-beda antar stasiun yang ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Distribusi makroalga

Keterangan :

ULV : Ulva

PDN : Padina

CLP : Cheilosposum

HLM : Halymenia

GLD : Gelidium

GCR : Gracilaria HPN : Hypnea PTR : Portieria HLM : Halimeda


TBN : Turbinaria DTP : Dictyotaperis ACP : Achantopora DTT : Dictyota


Berdasarkan hasil pengamatan terdapat 3 kelas yang dibagi dalam 13 genus makroalga yang ditemukan di Perairan Tenggara Pulau Serangan. Makroalga merah paling banyak ditemukan pada stasiun 1, 2, 4 dan 5. Makroalga cokelat paling banyak ditemukan pada stasiun 3 sedangkan makroalga hijau paling sedikit ditemukan. Hal tersebut diduga karena habitat makroalga merah yaitu substrat berpasir, makroalga cokelat banyak dijumpai pada substrat pasir berkarang yang terdapat pada stasiun 3, sedangkan makroalga hijau dapat dijumpai di beragam jenis substrat. Perbedaan distribusi makroalga diduga akibat adanya perbedaan tipe substrat tempat melekatnya makroalga. Perairan Tenggara dominan memiliki jenis substrat berpasir sehingga jenis makroalga yang hidup pada perairan ini juga sama.

Gambar 6. Dendogram kesamaan jenis makroalga

Berdasarkan hasil analisa Bray-Curtis (Gambar 6) menunjukkan bahwa jenis makroalga yang menyusun stasiun 1 dan 2 relatif sama, stasiun 4 dan 5 relatif sama sedangkan jenis yang menyusun stasiun 3 berbeda dengan stasiun lainnya. Kesamaan jenis makroalga diduga karena memiliki kesamaan dalam tipe substrat. Seperti yang dinyatakan oleh Kadi (2000), perbedaan jenis substrat sangat mempengaruhi jenis makroalga

yang tumbuh sehingga dapat mengakibatkan jenis makroalga yang mendominasi juga sama.

  • 4.    Kesimpulan
  • 1.    Kepadatan masing-masing kelas makroalga berbeda signifikan pada masing-masing stasiun pengamatan di

Perairan Tenggara Pulau Serangan. Kepadatan makroalga tertinggi terdapat pada stasiun 5 yaitu 21 ind/m2 dan kepadatan terendah terdapat pada staisun 1 yaitu 8 ind/m2. Keanekaragaman makroalga tertinggi terdapat pada stasiun 1 dengan nilai 1.9 dan keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun 5 dengan nilai 1.

  • 2.    Biomassa masing-masing kelas makroalga berbeda signifikan pada masing-masing stasiun  pengamatan.

Biomassa tertinggi dihasilkan oleh makroalga merah dan biomassa terendah dihasilkan oleh makroalga hijau.

  • 3.    Jenis makroalga yang menyusun stasiun 1 dan 2 relatif sama, stasiun 4 dan 5 relatif sama sedangkan jenis yang menyusun stasiun 3 berbeda dengan stasiun lainnya..

Daftar Pustaka

[FAO] Food and Agriculture Organization of United States. 1998. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. FAO Fisheries Department. Vol 1: Seaweeds, corals, bivalves and gastropods.

Anggadireja, J. T. 2009. Rumput laut: Pembudidayaan, Pengelolaan dan Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Depok : Penebar Swadaya. 65 hal.

Arfah, H., Patty, I. S. 2014. Kualitas Air Dan Biomassa Makro Algae Di Perairan Teluk Kontania, Seram Barat. Jurnal Imliah Platax. Vol.2 (2); 63-73.

Atmadja S, Prud’homme VR. 2010. Cheklist of the Seaweed Species Biodiversity of Indonesia with their Distribution and Classification : Red Algae (Rhodophyceae). Coral Reef Rehabilitation and Management Program Indonesia Institute of Science. Jakarta. 72 pp.

Ayu, W. F. 2009. Keterkaitan Makrozoobenthos Dengan Kualitas Air Dan Substrat di Situ Rawa Besar, Depok. [SKRIPSI]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Brower, J. E., Zar, J. H. 1989. General Ecology, Field and Laboratory methods. Brown Company Publ. Dubugue. Lowa 3 page 226.

Herlinawati, N. D. P. D. 2017. Keanekaragaman Dan Kerapatan Rumput Laut Alami Di Perairan Pulau Serangan Denpasar, Bali. [SKRIPSI]. Badung: Fakultas Kelauatan Dan Perikanan, Universitas Udayana.

Irwandi, Salwiyah, Nurgayah, W. 2017. Struktur Komunitas Makroalga Pada Substrat Yang Berbeda Di Perairan Desa Tanjung Tiram Kecamatan Moramo Utara kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal manajemen Sumber Daya Perairan. Vol.2(3);215-224

Kadi, A. 2000. Rumput Laut Di Perairan Kalimantan Timur Dalam: D.P.Praseno, W.S Admadja, I.Soepangat, Ruyitno, & B.S.Soedibjo (eds). Pesisir dan Pantai Indonesia IV. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta:107-109.

Laharjana, A. K. I. K. 2016. Asosiasi Moluska Benthik Dengan Lamun Di Perairan Pulau Serangan Bali. [SKRIPSI]. Badung: Program Studi Ilmu Kelautan-Universitas Udayana.

Loban, C. S., Harrison, P. J. 1997. Seaweed Ecology and pshysiology. Cambridge: Cambridge University Press.

Luning.  1990. Seaweeds, Their Environment, Biogeography and

Ecophysiology. John Wiley and Sons. New York. Page 544.

Marianingsih, P. 2013. Inventarisasi dan Identifikasi Makroalga di Perairan Pulau Untung Jawa. Proceeding Semirata FMIPA UNILA. Lampung: 219-223.

Odum, E. P. 1971. Dasar-Dasar Ekologi. (Terj) Samingan dan B. Srigadi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hal 677-697.

Palalo, A. 2013. Distribusi Makroalga Pada Ekosistem Lamun Dan Terumbu Karang Di Pulau Bonebatang, Kecamatan Ujung Tanah, Kelurahan Barrang Lompo, Makassar. [Skripsi].Makassar: Universitas Hasanuddin Makassar.

Paonganan, Y. 2008. Analisis Invasi Makroalga ke Koloni Karang Hidup Kaitannya dengan Laju Sedimentasi di Pulau Bokor, Pulau Pari dan

Pulau Payung DKI Jakarta. [Skripsi]. Disertasi Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Praptinah, P., Musayyinah, M, Harlita, H. 2003.Keanekaragaman Rhodophyceae Di Pantai Sundak Sebagai Sumber Belajar Biologi Algae. Bioedukasi. Vol.1(1);13-19.

Sidik, B. J., Bandeira, S.O., Milchakova, N. A. 2001.Methods to measure macroalgal biomass and abundance in seagreass meadows. Di dalam : Short FT, Coles RG. Global Seagrass Reseacrh Methods.

Amsterdam: Elsevier Science BV. 232-235 hal.

Somerfield, P. J. 2008. Identification Of The Bray-Curtis Similarity Index : Comment on Yoshioka. Plymouth Marine Laboratory, Prospect Place, West Hoe, Plymouth PLI 3DH, UK. Vol 372: 303-306.

Sugiarto, T. 2009. Bahan Kuliah Statistik 2 Analisis Varians, Universitas Gunadarma.

Toni. 2006. Inventarisasi Jenis Makroalga Di Pulau Sertung dan Pulau Sebesi Selat Sunda Lampung. Laporan Kerja Praktik. Universitas Indonesia. Jakarta:30 hal.

Trono, J. R. C. C., Ganzonfortes, E. T. 1988. Philipine Seaweed.

Technology and Liveilhood Resources Centre, Net. Book Store Inc.Metro.Manila:327 pp.

Yasdani, P., Zamani, A., Karimi, K., Taherzadeh, M. J. 2015. Characterization of Nizimuddinia zanardini Macroalgae Biomass Composition and Its Potential For Biofuel Production. Bioresour Technol. Vol. 176:196-202.

22