JMRT, Volume 2 No 1 Tahun 2019, Halaman: 28-33

JMRT


JOURNAL OF MARINE RESEARCH AND TECHNOLOGY

journal homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/JMRT

ISSN: 2 62 1-0096 electronic); 2621-0088 print)

Identifikasi dan Kelimpahan Bakteri Enterococcus spp. pada Mucus Karang di Perairan Pemuteran, Bali

Dewa Ayu Mira Prabaswaria, I Dewa Nyoman Nurweda Putraa, dan Widiastutia*

a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kampus UNUD Bukit Jimbaran, Bali 80361, Indonesia

* Corresponding author email: widiastutikarim@unud.ac.id

ARTICLE INFO

ABSTRACT


Article history:

Received July 19th 2018

Received in revised form August 30th 2018

Accepted November 12th 2018

Available online January 15th 2019


Keywords:

Domestic waste Enterococcus spp. Mucus of reef Pemuteran


Indonesia's geographical location is in the world triangle coral region which has the highest number of hard coral species. Coral reefs have various functions as habitats, breeding sites and natural protection from the dangers of abrasion. Domestic pollution has a large contribution to damage to coral reefs. Anthropogenic activity through rivers and runoff containing sediments and organic matter enters the sea causing domestic waste. Enterococcus spp. found in domestic waste as a result of waste originating from human activities in coastal waters, for example derived from dirt, animal feces and urine. Therefore it is used as an indicator of domestic waste pollution. The purpose of this study was to identify and determine whether there was a difference in the abundance of Enterococcus spp. between different coral genera in each research station in order to know the distribution of domestic waste pollution on the Pemuteran waters reefs. The coral mucus sampling site was carried out by purposive sampling method which was chosen based on the presence of coral reefs and coastal conditions. Sampling of coral mucus at each station was taken by selecting randomly three healthy coral genera in each of the three replications of the belt transect of 20 x 2 m. Furthermore, 10 ml coral mucus was inoculated in selective media of Slanetz and Bartley. The presence of Enterococcus spp. on the media identified by red colonies. Differences in the abundance of Enterococcus spp. among the coral genus were analyzed by One-way Anova. The results showed that Enterococcus spp.was identified in all coral mucus in Pemuteran waters and there was no difference in the abundance of Enterococcus spp. among different coral genera at each research station. It is found out that domestic waste has polluted all coral reefs in Pemuteran waters.

2018 JMRT. All rights reserved.

  • 1.    Pendahuluan

Letak geografis Indonesia pada wilayah segitiga karang dunia (world coral triangle) menyebabkan tingginya jumlah spesies karang keras (ordo Scleractinia) yang mencapai 569 spesies atau sekitar 67% dari 845 total spesies karang di dunia (Giyanto et al., 2014). Terumbu karang sebagai salah satu ekosistem pesisir mempunyai beberapa fungsi penting, yaitu tempat pemijahan, tempat habitat dan tempat mencari makan biota laut, pelindung alamiah dari bahaya abrasi serta menunjang industri wisata bahari bagi perolehan devisa negara (Tito et al., 2013). Fungsi ekosistem terumbu karang mengalami penurunan yang disebabkan oleh berbagai faktor alami, seperti kenaikan suhu permukaan air laut, badai, dan predasi oleh biota laut lainnya. Selain faktor alami, aktivitas manusia juga dapat merusak karang antara lain karena adanya kegiatan selam yang tidak bertanggung jawab, penggunaan bahan peledak atau racun dalam penangkapan ikan, terjadinya sedimentasi diakibatkan oleh erosi dari sungai, pembangunan, terjadinya pencemaran limbah domestik maupun limbah industri yang masuk ke perairan laut (Siringoringo, 2007).

Diantara berbagai faktor pemicu kerusakan terumbu karang tersebut, pencemaran domestik memiliki kontribusi yang relatif besar (Laapo et al., 2009). Aktivitas manusia dan aliran sungai dapat membawa partikulat dari daratan berupa sedimen maupun bahan organik yang dapat masuk kedalam perairan laut sehingga dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran limbah domestik.

Lipp and Griffin (2004), menyatakan bahwa kontaminasi limbah domestik ke lingkungan perairan terumbu karang dapat berdampak buruk pada kesehatan wisatawan yang melakukan snorkling dan selam, serta meningkatkan laju penyakit karang yang berakibat pada kerusakan terumbu karang. Musdalifah (2013), menyatakan salah satu bakteri yang ditemukan pada limbah domestik adalah bakteri Enterococcus spp. yang dapat dijadikan indikator pencemaran limbah domestik. Karakteristik bakteri ini yaitu termasuk dalam genus bakteri gram positif, katalase negatif, berbentuk kokus dan bersifat patogen oportunistik yang merupakan bakteri yang tidak membentuk spora. Bakteri Enterococcus spp. dapat tumbuh dan menetap pada rentang suhu pertumbuhan yang luas antara 10-45°C dan memiliki daya tahan dalam rentang waktu yang panjang (Musdalifah, 2013), terdapat pada salinitas antara 20-80 ‰ (Arisandi et al., 2017) dan hidup pada pH antara 6.5 - 7.5. Habitat alami dari bakteri ini berada di saluran pencernaan pada usus manusia maupun hewan (Novianti, 2012). Edison (2009), menyatakan bakteri Enterococcus spp. berada pada kadar salinitas rata-rata di usus manusia berkisar antara 1-3 ppt, kadar pH rata-rata pada usus manusia berkisar antara 7-8 dan berada di usus pada suhu 27˚C. Menurut Ingham and Schmidt (2000), bakteri Enterococcus spp. umumnya lebih tahan terhadap dingin dibandingkan dengan bakteri Coliform lainnya, dimana bakteri Enterococcus spp. mampu berkolonisasi pada habitat yang bukan tempat hidupnya. Masuknya bakteri Enterococcus spp. di

ekosistem terumbu karang dapat berasal dari limbah domestik cair maupun padat, kemudian dengan adanya arus dan pasang air laut dapat menyebabkan bakteri tersebut dapat sampai ke lingkungan terumbu karang maupun perairan laut lepas (Musdalifah, 2013).

Perairan Pemuteran memiliki panorama bawah air yang menarik berupa ekosistem terumbu karang dangkal terluas di Bali dengan berbagai biota laut (Widiyani, 2009). Adanya peningkatan pembangunan hotel, restoran dan pemukiman di sekitar pesisir Perairan Pemuteran dapat menyebabkan masuknya limbah domestik yang tidak melalui proses pengolahan limbah sehingga disalurkan pada saluran buangan atau air limpasan sehingga dapat terjadinya pencemaran laut yang berasal dari limbah dan sampah serta kegiatan pembangunan di pinggir pantai. Pertumbuhan penduduk dan kegiatan pembangunan yang semakin meningkat di pesisir Perairan Pemuteran dapat menyebabkan meningkatnya pula tekanan ekologis terhadap ekosistem pesisir dan laut di perairan tersebut. Meningkatnya tekanan tersebut akan berdampak buruk terhadap keberadaan sekaligus kelangsungan ekosistem sumberdaya pesisir dan laut. Namun informasi mengenai distribusi limbah domestik di ekosistem terumbu karang di Perairan Pemuteran belum banyak diketahui. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengetahui apakah terdapat perbedaan kelimpahan bakteri Enterococcus spp. antar genus karang yang berbeda dalam rangka mengetahui distribusi pencemaran limbah domestik di terumbu karang Perairan Pemuteran.

  • 2.    Metode
    • 2.1    Waktu dan Tempat

Pengambilan sampel mucus karang dilakukan pada tanggal 21 - 26 Maret 2018. Lokasi pengambilan sampel mucus karang yaitu di Perairan Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali (Gambar 1). Titik koordinat pengambilan sampel mucus karang ditunjukkan pada Tabel 1. Inokulasi bakteri, identifikasi bakteri, serta perhitungan kelimpahan bakteri dilakukan di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Tabel 1. Titik koordinat pengambilan data di Perairan Pemuteran

Stasiun

Titik Koordinat

1

08˚07’56.2” S 114˚38’51.5” E

2

08˚08’09.0” S 114˚39’02.6” E

3

08˚08’22.9” S 114˚39’17.3” E

4

08˚08’31.2” S 114˚39’27.5” E

  • 2.2    Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain adalah perahu motor, GPS, termometer, pH stick, refraktometer, meter gauge, kamera bawah air, transek sabuk, cool box, hot plate dengan magnetic stirrer, timbangan analitik, erlenmeyer, tabung sentrifus 50 ml, pahat dan palu, vortex, kertas saring steril 0,45 µm (diameter 47 mm) (merk Axiva), lampu bunsen, cawan petri, laminar air flow, inkubator, corong, pinset dan buku identifikasi jenis karang di Indonesia. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah mucus karang, medium Slanetz and Bartley dan aquades.

  • 2.3    Metode Penelitian

    • 2.3.1    Pengambilan Sampel Mucus Karang

Penentuan stasiun pengambilan sampel mucus karang dilakukan dengan metode purposive sampling. Penentuan stasiun penelitian didasarkan pada keadaan pesisir dan keberadaan terumbu karang. Jarak antar stasiun sekitar 500 m dan jarak dari stasiun ke garis pantai sekitar 150 m. Metode pengambilan sampel mucus di setiap stasiun yaitu memilih secara acak 3 genus karang sehat yang dominan (pengamatan visual dengan menghitung keseragaman genus tertinggi) pada setiap transek, dimana dalam setiap stasiun terdapat masing-masing 3 ulangan transek sabuk 20 x 2 m (Gambar 2). Pemilihan ketiga genus karang didasarkan pada pengamatan visual dimana keberadaan ketiga genus karang ini dominan dan merata di setiap stasiun.

2 meter

Gambar 2. Metode Transek Sabuk (gambar lingkaran merupakan koloni karang yang dijadikan sampel mucus pada setiap stasiun pengamatan)

Sampel mucus karang diambil dari fragmen karang kurang lebih 5 cm menggunakan pahat dan palu (Wijayanti et al., 2017). Koloni karang didokumentasikan dan diidentifikasi berdasarkan buku Identifikasi Jenis-Jenis Karang di Indonesia (Suharsono 2008). Setelah itu, sampel fragmen karang langsung dimasukkan ke dalam kantong plastik kemudian dibawa ke darat untuk dikerik menggunakan sikat gigi yang bersih untuk mendapatkan mucus. Mucus karang yang sudah didapatkan sebanyak 10 ml dikumpulkan dan disimpan dalam tabung sentrifus berbentuk kerucut berukuran 50 ml yang kemudian disimpan dalam suhu 3°C untuk dapat mempertahankan keberadaan bakteri tersebut.

Selanjutnya, sampel mucus karang tersebut dilakukan analisis mikrobiologi (inokulasi bakteri, identifikasi bakteri serta perhitungan kelimpahan bakteri) di UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana.

  • 2.3.2    Analisis Mikrobiologi

  • a.    Sterilisasi alat

Peralatan yang digunakan dalam analisis mikrobiologi disterilisasikan dengan panas basah menggunakan autoklaf agar semua peralatan yang akan digunakan steril dan tidak terkontaminasi oleh bakteri lain (Periadnadi, 2015).

  • b.    Pembuatan media

Media pertumbuhan untuk bakteri Enterococcus spp. yang digunakan adalah media selektif Slanetz and Bartley (Conda, 1960). Komposisi dari media ini adalah Bacteriological Peptone 2.0%, Yeast Extract 0.5%, Glucose 0.2%, di-Kalium Hydrogen Phosphat 0.4%, Natrium Chloride 0.04%, American Bacteriological Agar 1.0% dan Triphenyltetrazolium Chloride (TTC) 0.10%.

  • c.    Inokulasi bakteri Enterococcus spp.

Sampel mucus karang dituang dan disaring pada kertas saring steril berukuran 0,45 μm (diameter 47 mm) (merk Axiva), kemudian kertas saring yang mengandung bakteri diletakkan kedalam media pertumbuhan menggunakan pinset untuk mendeteksi keberadaan bakteri Enterococcus spp. Media pertumbuhan yang diletakkan pada cawan petri kemudian diinkubasi pada suhu 41°C selama 24 ± 4 jam (Lipp and Griffin, 2004). Keberadaan bakteri Enterococcus spp. pada cawan petri ditunjukkan dengan koloni yang tumbuh berwarna merah. Jumlah bakteri sebagai koloni pembentuk unit atau Colony Forming Unit (CFU/ml).

  • d.    Perhitungan Kelimpahan Bakteri

Perhitungan total bakteri dilakukan dengan colony counter, kemudian jumlah koloni bakteri yang tumbuh dihitung dengan Total Plate Count (TPC) menggunakan rumus seperti pada persamaan 1 (Fardiaz, 2001) :

Jumlah bakteri (CFU/ml) : jumlah koloni × faktor pengenceran × volume sampel                (1)

  • 2.3.3    Analisis Data

  • a.    Analisis Deskriptif

Keberadaan bakteri Enterococcus spp. pada masing-masing genus karang di setiap stasiun pengambilan sampel dianalisis secara deskriptif. Analisis data secara deskriptif dilakukan dengan tujuan memberi gambaran secara deskriptif mengenai suatu keadaan secara objektif (Musdalifah, 2013). Hasil identifikasi keberadaan bakteri Enterococcus spp. disusun dalam gambar dan tabel.

  • b.    Analisis Statistika

Data hasil perhitungan kelimpahan bakteri Enterococcus spp. pada masing-masing genus karang disetiap stasiun penelitian terlebih dahulu dilakukan uji homogenitas dan uji normalitas.

Apabila memenuhi asumsi homogenitas dan normalitas maka dilanjutkan dengan analisis Anova satu arah. Tujuan dari dilakukan analisis ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kelimpahan bakteri pada masing-masing genus karang disetiap stasiun tersebut menggunakan perangkat lunak pengolahan software statistik SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi 17 (trial).

  • 3.    Hasil dan Pembahasan
    • 3.1    Kondisi pesisir stasiun pengambilan sampel mucus karang

Kondisi pesisir stasiun pengambilan sampel mucus karang bervariasi. Berdasarkan pengamatan visual pada stasiun 1 tidak terdapat pemukiman penduduk dan tidak terdapat aliran sungai ke laut. Stasiun 2 merupakan stasiun yang wilayah pesisirnya relatif rendah pemukiman penduduk, sedangkan keadaan lingkungan pesisir pada stasiun 3 dan 4 terletak dekat dengan pemukiman padat penduduk, hotel, restoran. Khusus di stasiun 4 terdapat tambak yang memiliki saluran air menuju perairan laut. Perbedaan kondisi pesisir di setiap stasiun penelitian dapat mengakibatkan adanya masukan limbah domestik yang berbeda-beda pula. Stasiun 1 dan 2 diduga tidak menyumbangkan limbah domestik yang berasal dari kondisi pesisir lingkungan maupun aktivitas manusia karena dikedua stasiun ini tidak terdapat pemukiman yang padat penduduk sehingga tidak adanya aktivitas manusia yang dapat menyumbangkan limbah domestik yang dapat mengalir sampai ke perairan laut. Masuknya bakteri Enterococcus spp. di terumbu karang diduga akibat adanya arus dan pasang surut (Musdalifah, 2013). Stasiun 3 dan 4 terdapat pemukiman yang padat penduduk, hotel maupun restoran dan khususnya di stasiun 4 terdapat tambak yang memiliki saluran air yang mengalir ke arah laut. Kondisi lingkungan pesisir seperti ini memungkinkan limbah domestik yang berasal dari aktivitas manusia di pesisir dapat masuk ke lingkungan perairan sehingga bakteri ini dapat hidup dan menetap di lingkungan terumbu karang.

  • 3.2    Parameter Kualitas Perairan

Pengambilan data parameter kualitas perairan dilakukan pada jam dan hari yang berbeda, yaitu stasiun 1 dilakukan pagi hari dari pukul 09.00 – 10.30 WITA, stasiun 2, 3 dan 4 dilakukan sekitar pukul 10.00 – 13.00 WITA. Waktu pengambilan data sampel mucus karang berbeda-beda dikarenakan pada saat pengambilan data terjadi kondisi cuaca yang berbeda-beda pula. Suhu di Perairan Pemuteran pada saat pengambilan data berkisar antara 28-29˚C, pH berkisar antara 6-7, salinitas berkisar antara 28-29 ppt. Bakteri Enterococcus spp. dapat tumbuh pada rentang suhu pertumbuhan yang luas antara 10-45˚C dan bisa bertahan dalam jangka waktu yang lama (Musdalifah, 2013). Terdapat pada salinitas antara 20-80 ppt (Arisandi et al., 2017) dan hidup pada pH antara 6,5-7,5.

  • 3.3    Sebaran bakteri Enterococcus spp. pada karang

Keberadaan bakteri Enterococcus spp. pada masing-masing sampel mucus ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Identifikasi keberadaan bakteri Enterococcus spp. pada mucus karang genus Pocillopora, Porites, Acropora di Perairan Pemuteran

Stasiun


Genus Karang / Kultur Bakteri


Stasiun


Genus Karang / Kultur Bakteri


I


Pocillopora


III


Pocillopora


II


Porites


Acropora


Pocillopora


IV


Porites


Acropora


Porites


Acropora


Pocillopora


Porites


Acropora


Bakteri Enterococcus spp. teridentifikasi dan tersebar pada semua sampel mucus karang dengan kepekatan warna yang berbeda disetiap stasiun pengamatan yang terdapat di Perairan Pemuteran. Kepekatan warna koloni yang tumbuh pada media selektif Slanetz and Bartley yang diisolasi dari stasiun 3 dan 4 menunjukkan warna merah pekat yang mengindikasikan

pertumbuhan koloni bakteri sangat melimpah dengan banyaknya jumlah kelimpahan koloni bakteri yang tumbuh pada media selektif. Tingginya pertumbuhan bakteri Enterococcus

spp. pada kedua stasiun ini dapat diduga berhubungan dengan masukan limbah domestik yang berasal dari aktivitas manusia dan pemukiman yang padat, perhotelan, serta tambak (stasiun 4), sehingga pada kedua stasiun ini kelimpahan bakteri ini lebih banyak dibandingkan stasiun 1 dan 2. Bakteri Enterococcus spp. pada stasiun 1 dan 2 teridentifikasi pada semua genus karang tetapi dengan kepekatan warna koloni kurang pekat karena pertumbuhan bakteri sedikit dibandingkan dengan warna koloni pada stasiun 3 dan 4. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor

kondisi pesisir pada stasiun 1 dan 2 yang memiliki pemukiman ataupun aktivitas manusia yang relatif rendah sehingga tidak terkena paparan limbah domestik secara langsung. Teridentifikasinya bakteri Enterococcus spp. pada stasiun 1 dan 2 kemungkinan karena adanya arus yang menyebabkan bakteri tersebut dapat sampai ke perairan kedua stasiun ini.

Adanya bakteri Enterococcus spp. di lingkungan terumbu karang mengindikasikan adanya pencemaran limbah domestik pada perairan sekitar yang telah mencapai terumbu karang. Masuknya bakteri ini ke perairan laut kemungkinan masuk bersama limbah domestik yang berasal dari aktivitas manusia di pesisir perairan, misalnya berasal dari tinja , air seni atau limbah domestik lainnya. Ansari (2011) menyatakan bahwa kepadatan penduduk sangat berkaitan dengan jumlah pembuangan limbah organik, dimana kandungan limbah organik mengandung senyawa yang dibutuhkan bakteri untuk tumbuh dan berkembang biak. Menurut Suriawiria (1996), bakteri Enterococcus spp. dapat berasal dari tinja, kotoran hewan, dahak, air seni, masuknya kembali air buangan ke dalam air bawah tanah, pipa pembuangan tinja yang bocor dan lain sebagainya. Gerakan air laut dapat mempengaruhi persebaran bakteri di perairan (Sidaharta, 2000). Pencemaran limbah domestik di lingkungan terumbu karang dapat mempengaruhi kesehatan karang yang selanjutnya berdampak terhadap terjadinya degradasi sumberdaya laut (Laapo et al., 2009). Menurut Musdalifah (2013), bakteri Enterococcus spp. yang berasal dari daratan akan terbawa masuk ke lingkungan laut melalui aliran air berupa limbah cair maupun padat, kemudian adanya arus dan pasang air laut dapat menyebabkan bakteri ini dapat sampai ke lingkungan terumbu karang maupun perairan laut lepas.

Bakteri Enterococcus spp. mampu beradaptasi pada kondisi yang kurang menguntungkan seperti panas, asam dan basa. Bakteri ini juga mampu bertahan dalam keadaan lingkungan yang ekstrim yaitu pada suhu perairan 10-45˚C (Widyaningsih, 2016), dimana suhu yang terdapat di usus manusia adalah 27˚C sehingga memungkinkan bakteri ini dapat bertahan di lingkungan perairan terumbu karang. Edison (2009), menyatakan bakteri Enterococcus spp. berada pada kadar salinitas rata-ata di usus manusia berkisar antara 1-3 ppt dan bakteri ini dapat hidup di kadar salinitas perairan laut antara 20-80 ppt (Arisandi et al., 2017). Selain itu, kadar pH rata-rata pada usus manusia berkisar antara 7-8 karena pH pada usus cenderung basa (Edison, 2009), dimana pH optimum untuk kehidupan bakteri di perairan laut

berkisar antara 6,5-7,5. Kesesuaian parameter kualitas perairan yang berada pada usus manusia dengan yang berada di perairan terumbu karang memungkinkan untuk bakteri Enterococcus spp. ini dapat tumbuh dan berkembang di perairan lingkungan terumbu karang.

Bakteri Enterococcus spp. terdapat pada habitat di usus manusia maupun hewan (Novianti, 2012). Enterococcus spp. adalah bakteri yang umum ditemukan pada saluran pencernaan hewan dan dapat digunakan sebagai bakteri indikator utama untuk mendeteksi kontaminasi feses. Menurut Ingham and Schmidt (2000), bakteri ini umumnya lebih tahan terhadap dingin dibandingkan dengan bakteri Coliform lainnya, dimana bakteri ini mampu berkolonisasi pada habitat yang bukan tempat hidupnya. Bakteri Enterococcus spp. merupakan jenis bakteri yang mudah beradaptasi dengan suhu lingkungan dan mampu bertahan dalam cekaman, sehingga bakteri ini bisa hidup di tempat yang bukan habitat aslinya bahkan dapat hidup di dalam sistem pencernaan hewan laut khususnya ikan.

Bakteri Enterococcus spp. dapat bertahan di lingkungan perairan terumbu karang disebabkan adanya bahan organik sebagai salah satu faktor untuk bakteri dapat tumbuh menetap dan berkembang di perairan terumbu karang dari habitat aslinya yang berada di sistem pencernaan manusia. Menurut Widyaningsih (2016), semakin tinggi tingkat kontaminasi limbah domestik, semakin tinggi pula keberadaan bakteri Enterococcus spp. Jumlah bahan organik yang tinggi digunakan bakteri sebagai nutrisi makanan sehingga jumlah bakteri yang menguraikan bahan organik meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah bahan organik yang masuk ke perairan (Apriliana, 2014).

  • 3.4    Kelimpahan Koloni Bakteri Enterococcus spp.

Kelimpahan rata-rata koloni bakteri antar genus karang yang berbeda dimasing-masing stasiun bervariasi. Secara umum kelimpahan koloni tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu di karang genus Porites yang mencapai 637 CFU/ml, sedangkan kelimpahan koloni terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu di karang genus Acropora dengan kelimpahan 53 CFU/ml (Gambar 3). Berdasarkan hasil uji Anova satu arah, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelimpahan bakteri Enterococcus spp. antar genus karang pada masing-masing stasiun (stasiun 1, P = 0.909; stasiun 2, P = 0.177; stasiun 3, P = 0.452; stasiun 4, P = 0.759).



Pc = Pocillopora, Pt = Porites, Ac =Acropora


Gambar 3. Kelimpahan koloni bakteri Enterococcus spp. pada genus karang di Perairan Pemuteran, Bali


Tidak adanya perbedaan yang signifikan terhadap kelimpahan koloni bakteri menunjukkan bahwa pencemaran limbah domestik telah terjadi merata pada semua jenis karang disemua stasiun pengambilan sampel. Walaupun sumber pencemaran limbah domestik secara langsung terdapat di stasiun 3 dan 4 namun pergerakan arus dan pasang diduga telah terdistribusi ke jarak yang lebih jauh dari sumber pencemar. Kelimpahan koloni bakteri yang tinggi pada stasiun 3 dan 4 diduga berkaitan dengan aktivitas penduduk dan pemukiman yang padat, restoran, hotel yang diduga menjadi sumber pencemar limbah domestik langsung di perairan laut. Asumsi yang sama juga berlaku pada rendahnya kelimpahan koloni bakteri di stasiun 1 dan 2.

  • 4.    Kesimpulan

Bakteri Enterococcus spp. teridentifikasi di semua stasiun pengambilan sampel mucus karang di Perairan Pemuteran yang ditandai dengan pertumbuhan koloni bakteri berwarna merah pada media selektif Slanetz and Bartley. Tidak terdapat perbedaan kelimpahan koloni bakteri Enterococcus spp. antar genus karang yang berbeda disetiap stasiun pengambilan sampel. Hal ini menunjukkan bahwa pencemaran limbah domestik telah terjadi merata pada semua jenis karang disemua stasiun pengambilan sampel.

Ucapan terimakasih

Terimakasih kepada Pranata UPT Laboratorium Biosain dan Bioteknologi Universitas Udayana yang membantu dalam memberikan bimbingan serta arahan dalam menginokulasi dan mengidentifikasi bakteri pada proses penelitian ini.

Daftar Pustaka

Alif SA, Karang IWGA, Suteja Y. 2017. Analisis hubungan kondisi perairan dengan terumbu karang di Desa Pemuteran Buleleng Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences. Vol. 3 (2) : 142-153

Ansari AA. 2011. Eutrophication : causes, consequences and control, Department of Botany, Aligarh Muslim University, Uttar Pradesh, India Mason, C.F. 1981. Biology of Freshwater Pollution. Longman group. New York. USA.

Apriliana R, Rudiyanti S, Purnomo PW. 2014. Keanekaragaman jenis bakteri perairan dasar berdasarkan tipe tutupan permukaan perairan di Rawa Pening. Diponegoro Journal of Maquares Management od Aquatic Resources. Vol. 3 (2) : 119-128

Arisandi A, Wardani MK, Badami K, Araninda GD. 2017. Dampak perbedaan salinitas terhadap viabilitas bakteri Vibrio fluvialis. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Vol. 9 (2) : 2085-5842

Edison DP. 2009. Pengaruh suhu, pH, dan salinitas yang berbeda terhadap aktifitas biologis imunoglobulin y anti white spot syndrome virus (IgY Anti-WSSV) [skripsi]. Bogor : Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. 36 hal.

Fardiaz S. 2001. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Ingham SC, Schmidt DJ. 2000. Alternatif indicator bacteria analyses for evaluating the sanitary condition on beef carcasses. Journal Food Protection. Vol. 63 (1) : 51-55

Giyanto AM, Hadi TA, Budiyanto A, Hafizt M, Salatalohy A, Iswar MY. 2017. Status terumbu karang Indonesia. Jakarta : Puslit Oseanografi -LIPI. ISBN 978-602-6664-09-9. 30 hal.

Laapo A, Fahrudin A, Bengen DG, Damar A. 2009. Pengaruh aktivitas wisata bahari terhadap kualitas perairan laut di kawasan wisata gugus Pulau Togean. Ilmu Kelautan. Vol. 14 (4) : 215 – 221

Lipp EK, Griffin DW. 2004. Analysis of coral mucus as an improved medium for detection of enteric microbes and for determining patterns of sewage contamination in reef environments. EcoHealth Vol. 1 : 317 – 323

Lipp EK, Jarrell JL, Griffin DW, Lukasik J, Jacukiewicz J, Rose JB. 2002. Preliminary evidence for human fecal contamination in coral of the Florida Keys, USA. Marine Pollution Bulletin No. 44 : 666 – 670

Musdalifah. 2013. Distribusi dan kelimpahan bakteri Enterococcus spp. di perairan terumbu karang Kepulauan Spermonde Makassar [skripsi]. Makassar : Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin. 44 hal.

Novianti MI. 2012. Identifikasi bakteri saluran pencernaan lumba-lumba hidung botol indo-pasifik (Tursiops aduncus) [skripsi]. Bogor : Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. 56 hal.

Periadnadi. 2015. Penuntun praktikum mikrobiologi. Laboratorium Mikrobiologi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas. 38 hal.

Siringoringo RM. 2007. Pemutihan karang dan beberapa penyakit karang. Oseana. Vol. XXXII (4) : 29 – 37

Suharsono. 2008. Jenis-jenis karang di Indonesia. Jakarta : LIPI Press. 382 hal.

Suriawiria, U. 1996. Mikrobiologi Air dan Dasar-dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis. Penerbit Alumni.

Tito CK, Ampou EE, Widagti N, Triyulianti I. 2013. Kondisi ph dan suhu air laut pada ekosistem terumbu karang di perairan nusa penida dan pemuteran , bali. Balai Penelitian dan Observasi Laut, Perancak-Bali.

Widiyani DMS. 2009. Identifikasi kawasan pesisir pemuteran sebagai kawasan konservasi. Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Dwijendra.

Widyaningsih W, Supriharyono, Widyorini N. 2016. Analisis total bakteri coliform di perairan muara kali wiso jepara. Diponegoro Journal of Maquares Vol. 5 (3) : 157-164

Wijayanti DP, Charismawaty A, Indrayanti E, Trianto A. 2017. Pertumbuhan karang lunak sarcophyton sp. Yang dibudidayakan di teluk awur, jepara. Buletin Oseanografi Marina Vol. 6(1) : 61-68

Yusman DA. 2006. Hubungan antara aktivitas antibakteri kitosan dan ciri permukaan dinding sel bakteri [skripsi]. Bogor : Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. 27 hal. Makassar : Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin. 44 hal.

33