Penguatan Konstruksi Hukum Perihal Perlindungan Data Pribadi

I Nyoman Putu Budiartha1, I Made Pria Dharsana2 , Indrasari Kresnadjaja3

1Fakultas Hukum Universitas Warwadewa, E-mail: [email protected] 2Fakultas Hukum Universitas Warwadewa, E-mail: [email protected] 3Notaris PPAT Jakarta Selatan, E-mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk:15 Desember 2022

Diterima: 23 Mei 2023

Terbit: 27 Mei 2023

Keywords:

Legal Construction, Protection and Personal Data


Kata kunci:

Konstruksi Hukum, Perlindungan, dan Data

Pribadi

Corresponding Author:

I Nyoman Putu Budiartha,

E-mail:

[email protected] m

DOI:

10.24843/JMHU.2023.v12.i0

1.p05


Abstract

Advances in technology and electronic transmission in the era of the industrial revolution 4.0 are currently having an impact on various fields, especially in social life. Without exception in Indonesia, the government has addressed this condition by establishing various legal regulations related to electronic information. However, the new personal data is regulated in the form of law specifically through Law No. 27 of 2022 concerning Personal Data Protection. So, this paper is directed to discuss the essence of personal data and strengthening efforts to protect it. This is normative legal research using statutory approach, conceptual approach, and analytical approach. The study indicated that Personal Data is defined as data about an identified or identifiable individual individually or in combination with other information either directly or indirectly through electronic or nonelectronic systems. It is important to pay attention to this in addition to other elements of legal construction, namely structures/institutions related to personal data protection, as well as other elements, namely increasing legal awareness related to personal data protection (both public legal awareness in general and law enforcement awareness).

Abstrak

Kemajuan teknologi serta transmisi elektronik pada era revolusi industri 4.0 saat ini membawa dampak pada berbagai bidang utamanya pada kehidupan sosial. Tanpa terkecuali di Indonesia, kondisi ini telah ditanggulangi pemerintah dengan membentuk berbagai aturan hukum terkait dengan informasi elektronik. Namun perihal data pribadi baru diatur dalam bentuk undang-undang secara khusus melalui Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Maka pada tulisan ini diarahkan untuk membahas esensi dari data pribadi serta penguatan upaya perlindungannya. Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan: peraturan perundang-undangan, pendekatan konsep, serta pendekatan analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Data Pribadi diartikan sebagai data tentang orang perseorangan yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik atau nonelektronik. Hal ini penting diperhatikan selain elemen

konstruksi hukum yang lain yaitu struktur/ kelembagaan yang terkait dalam perlindungan data pribadi, serta elemen lainnya yaitu peningkatan kesadaran hukum terkait perlindungan data pribadi (baik kesadaran hukum masyarakat secara umum maupun kesadaran hukum penegak hukum).

  • I.    Pendahuluan

Pada hakekatnya, setiap indivindu dapat secara bebas dalam mengekspresikan dirinya, karena hak mengekspresikan diri tersebut merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Kebebasan berekspresi merupakan bagian sejatinya telah dijamin perlindungan hukumnya dalam UUD 1945 Pasal 28 F yang menentukan:; ”setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi mengembangkan pribadi, dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”. Dalam implementasinya di dunia elektronik dan keterbukaan digital, setiap indivindu juga berhak mengunakan kebebasan dalam mengekpresikan dirinya seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi, seseorang dapat menggunakan hak kebebasan ekpresinya dalam bermedia sosial. Meski dijamin Konstitusi namun kebebasan berekpresi dalam bermedia sosial bukanlah sebuah kebebasan yang absulut, namun harus terkontrol dan tetap mengedepankan asas kepatuhan terhadap nilai-nilai, norma, etika yang dianut di masyarakat dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebagaimana diketahui bahwa perihal data pribadi sebelumnya telah diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Terdapat beberapa kompleksitas yang harus dipahami pengguna media sosial di seluruh Indonesia, sebagai berikut: Pertama, Penghinaan dan atau pencemaran nama baik. Di media sosial seseorang tidak bisa sembarangan menjelek-jelekan individu maupun lembaga tertentu karena di dalam Pasal 45 ayat (3) UU ITEsebagai pengaturan yang memuat mengenai Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik. Kedua, Pasal 45 ayat (1) UU ITE sebagai pengaturan yang memuat mengenai Informasi Elektronik dan atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Ketiga, pengaturan yang mengandung perihal menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen. Keempat, pengaturan yang mengandung menyebarkan kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Perihal ini menjadi penting mengingat media sosial akan mempertemukan banyak orang dalam dunia maya, maka sedapat mungkin menghindari postingan hal-hal yang berbau SARA.

Sebagai negara hukum, Negara Republik Indonesia memiliki kewajiban untuk melindungi hak warga negaranya. Hak tersebut adalah bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dalam UUD 1945. Guna menanggulangi masalah keamanan dan perlindungan data pribadi, pemerintah pun membentuk Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun, seiring pesatnya perkembangan teknologi, saat ini ketentuan tersebut dirasa belum cukup untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan hukum yang terjadi, terkhusus terhadap perlindungan

data pribadi pada platform media social, diharapkan dalam keadaan tertentu. Jika ditelisik lebih lanjut bahwa perihal data pribadi selain diatur dalam UU ITE, diatur pula pada beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia yang tidak secara khusus mengatur tentang data pribadi. Hal ini mengingat data pribadi dapat diberikan, disimpan, dialihkan hingga bahkan terbocorkan bukan hanya melalui sistem elektronik (dunia maya) namun juga dapat pula melalui non-elektronik. Hal ini menjadi sebab dalam ketersebaran konteks penggunaannya, beberapa peraturan perundang-undangan yang melingkupi hal tersebut dapat dipergunakan.

Hingga pada tanggal 17 Oktober 2022 Pemerintah secara resmi telah menerbitkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Pelindungan Data Pribadi. Hal ini merupakan sebuah era baru dalam pengaturan perihal data pribadi di Indonesia seiring dengan arus teknologi dan informasi dalam dunia maya di seluruh dunia. Pada penelitian ini, penulis hendak menganalisa beberapa elemen lain yang harus dipikirkan bersama sebagai sebuah masukan guna menunjang efektifitas dari peraturan itu sendiri.

Studi terdahulu dilakukan oleh Hanifan Niffari pada tahun 2020 yang mengkaji mengenai “Perlindungan Data Pribadi Sebagai Bagian Dari Hak Asasi Manusia Atas Perlindungan Diri Pribadi (Suatu Tinjauan Komparatif Dengan Peraturan Perundang-Undangan Di Negara Lain)”. 1 Penelitian ini fokus mengkaji mengenai konsep perlindungan data pribadi sebagai wujud dari hak asasi manusia perlindungan diri pribadi di Indonesia dan Negara lain serta penerapan hak atas perlindungan data pribadi di negara lain dan di Indonesia. Studi serupa juga pernah dilakukan oleh Lia Sautunnida pada tahun 2018 yang mengkaji mengenai “Urgensi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Indonesia: Studi Perbandingan Hukum Inggris dan Malaysia”.2 Adapun fokus penelitian ini adalah untuk mengkaji pentingnya penetapan aturan hukum yang tegas dan komprehensif yang dapat memberikan perlindungan terhadap data pribadi yang berlangsung melalui media elektronik di Indonesia.

  • 2.    Metode Penelitian

Tulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan: statute approach, conceptual approach, serta analytical approach. Tehnik penelusuran bahan hukum menggunakan tehnik studi dokumen, serta analisis kajian menggunakan analisis kualitatif. Merujuk pada pemikiran Peter Mahmud Marzuki, penelitian normatif dapat dipahami sebagai suatu proses untuk menemukan jawaban atas permasalahan hukum yang terjadi dengan mengkaji aturan hukum, prinsip hukum, atau bahkan melalui doktrin hukum terkait.3

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    3.1    Esensi Perlindungan Data Pribadi

Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku manusia secara global dimana menyebabkan perubahan sosial yang signifikan dan cepat. 4 Perkembangan teknologi informasi dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas karena memungkinkan melakukan berbagai kegiatan dengan cepat, tepat dan akurat. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga berakibat pada tidak adanya batas suatu wilayah (borderless).5 Teknologi yang diciptakan berkembang seiring dengan kebutuhan manusia untuk memudahkan hidup dari yang sebelumnya. Perubahan pesat teknologi informasi kearah kemajuan globalisasi berdampak ke hampir semua aspek kehidupan masyarakat. 6 Kemajuan serta perkembangan teknologi telah banyak memberikan pengaruh terhadap seluruh aspek kehidupan sosial masyarakat.

Secara konkret dapat dilihat dalam perkembangan media sosial. Maraknya penggunaan media sosial, informasi pengguna dalam media sosial tentunya dapat dengan mudah didapatkan termasuk halnya informasi data pribadi pengguna dan hal lainnya yang bersifat privasi, hal ini berpotensi besar memicu terjadinya penyalahgunaan data pribadi. Ini dapat terjadi apabila pemilik data pribadi merasa data pribadi yang tertera atau dicantumkan dalam media sosialnya digunakan oleh pihak lain tanpa seizinnya untuk tujuan yang dianggap mengganggu, menguntungkan diri sendiri, membahayakan atau mengancam orang lain yang pastinya akan memberikan kerugian bagi pemilik data.

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan perlindungan data pribadi merupakan salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai berkut:7

  • 1.    Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan.

  • 2.    Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain tanpa tindakan memata-matai.

  • 3.    Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.

Selanjutnya, hak-hak pribadi (privacy rights) dalam cyberspace mencakup 3 (tiga) aspek yang perlu diperhatikan, yaitu:8 Aspek pertama, pengakuan terhadap hak seseorang untuk menikmati kehidupan pribadinya dan terbebas dari gangguan. Aspek kedua, adanya hak untuk berkomunikasi dengan orang lain tanpa adanya pengawasan (tindakan memata-matai dari pihak lain) dan aspek ketiga, adanya hak untuk dapat mengawasi dan mengontrol informasi pribadinya yang dapat diakses oleh orang lain. Hak perlindungan data pribadi berkembang dari hak untuk menghormati kehidupan pribadi atau disebut “the right to private life”. Konsep kehidupan pribadi berhubungan dengan manusia sebagai makhluk hidup. Dengan demikian orang perorangan adalah pemilik utama dari hak perlindungan data pribadi. Perlindungan data pribadi merupakan bentuk dari perlindungan privasi yang diamanatkan langsung oleh Konstitusi Negara Republik Indonesia yang mengandung penghormatan atas nilai-nilai HAM dan penghargaan atas hak perseorangan sehingga perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memberikan keamanan privasi dan data pribadi.9

Pada diskursus perihal data pribadi sebenarnya banyak memunculkan perdebatan hingga terdapat beberapa pengaduan yang ditujukan kepada Mahkamah Konstitusi perihal data pribadi. Sejalan dengan pemikiran kontrak sosial yang diungkapkan Thomas Hobbes, John Locke, dan Montesquieu bahwa pada intinya masyarakat yang dalam kondisi damai menyerahkan secara ikhlas kewenangannya kepada negara, sehingga negara terbentuk dan membentuk hukum. Hal mana hukum ini kemudian dipatuhi oleh masyarakat bahkan si pembentuk sendiri, yaitu negara.10 Maka secara esensi bahwa pengaturan terhadap data pribadi meskipun merupakan sebuah hak yang bersifat privacy, namun ketika hak privacy tersebut dapat berpotensi menimbulkan kekacauan dan ataupun perdebatan antar subyek hukum baik dalam wilayah kenegaraan ataupun antar negara, maka pengaturan tentang data pribadi menjadi urgensi dalam pengaturan hukum yang dibuat oleh negara. Merujuk pendapat Jimly Asshiddiqie, Hak Asasi Manusia (HAM) dianggap sebagai ciri yang mutlak harus ada dan negara hukum haruslah menjamin terlindunginya hak-hak tersebut dengan mencantumkannya dalam konstitusi tertulis negara tersebut, selain itu juga dianggap sebagai salah satu materi terpenting yang ada dalam undang-undang dasar.11 Ini berarti perlindungan hukum atas data pribadi mutlak harus dipenuhi karena perlindungan hukum merupakan unsur yang penting dalam berdirinya negara hukum sebagaimana Indonesia merupakan negara hukum yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945, berarti segala aktivitas di Indonesia haruslah berdasarkan pada hukum. Perlindungan hukum merupakan implementasi dari fungsi hukum agar tercapainya

keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat, keteraturan menyebabkan kepastian yang berdampak pula pada ketertiban dalam masyarakat.12

Hakikat dari data pribadi tersebut sebenarnya telah tertuang dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi, data pribadi diartikan sebagai setiap data perseorangan yang benar dan nyata yang melekat dan dapat diidentifikasi terhadap orang tersebut, data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya. Maka dari itu dibutuhkan perlindungan terhadap data pribadi itu sendiri. Perlindungan data pribadi adalah perlindungan secara khusus tentang bagaimana undang-undang melindungi, bagaimana data pribadi dikumpulkan, didaftarkan, disimpan, dieksploitasi, dan disebarluaskan. 13 Sejalan dengan itu, Menurut Jerry Kang mengungkapkan data pribadi sebagai suatu informasi yang erat kaitannya dengan seseorang yang dapat membedakan karateristik masing-masing pribadi. Data dapat dikatakan data pribadi jika pada data tersebut dapat digunakan untuk mengenali atau mengidentifikasi seseorang.14 Dapat dipahami bahwa data pribadi berkenaan dengan kehidupan individu dan juga dekat kaitannya dengan konsep kerahasian atau hak privasi seseorang yang harus dijaga dan dilindungi oleh aturan perundang-undangan, maka dari itu dibutuhkan kepastian hukum untuk melindungi hal ini.15

Jika ditelaah lagi, dapat diketahui bahwa konsep data pribadi kemudian diatur secara eksplisit pada Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Pada Undang-Undang ini diatur hakikat data pribadi sebagai data tentang orang perseorangan yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik atau nonelektronik. Sehingga pelindungan data pribadi diartikan sebagai keseluruhan upaya untuk melindungi data pribadi dalam rangkaian pemrosesan data pribadi guna menjamin hak konstitusional subjek data pribadi. Mengingat obyek dari pengaturan hukum yang bersifat dinamis, maka keberlakuan dari pengaturan perihal perlindungan data pribadi harus senantiasa dibarengi dengan pemikiran serta tindakan progresif.

  • 3.2    Konstruksi hukum dalam pengaturan perlindungan data pribadi

Sejalan dengan diaturnya perlindungan terhadap data pribadi dalam satu undang-undang khusus yaitu Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, maka dapat diamati bahwa terdapat beberapa progresifitas perihal data pribadi di Indonesia. Dapat dilihat dari segi politik hukum, pengertian, informasi, prosesor data pribadi, pengendali data pribadi, serta subyek data pribadi yang bukan hanya orang namun pula perusahaan/badan hukum. Sehingga politik hukum dalam pengaturan ini terlihat dalam peran aktif pemerintah mulai dari pengaturan, penyimpanan,

pengolahan, pen-transferan, hingga pada penanggulangan baik secara preventif maupun represif (pengenaan sanksi). Dapat diperhatikan pula bahwa ini merupakan pengaturan mengenai perlindungan data pribadi yang diatur dalam tingkat undang-undang, sehingga tentu layak untuk segera diupayakan peraturan pelaksanaannya sehinigga mekanisme perlindungannya menjadi efisien.

Sejalan dengan pemikiran Lawrenc M. Friedman dalam Otje Salman yang dikenal dalam three elements of legal system. Tiga unsur sistem hukum tersebut terdiri dari Struktur hukum (legal structure), Unsur substansi hukum (legal substance), Unsur budaya hukum (legal culture)16 Menurut Dr. Lina Miftahul Jannah, M. Si, terdapat dua hal penting yang harus digarisbawahi: 17 Pertanyaaan berikutnya adalah perihal mekanisme menjaga keamamanan dan bagaimana pemanfaatan data pribadi. Jangan sampai informasi yang ada kemudian dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab dengan tujuan yang notabena melanggar peraturan perundang-undangan sebagai sebuah komoditas ekonomi. Tantangan kedua adalah kelembagaan dalam undang-undang ini disebutkan, bahwa penyelenggraaan perlindunagan data pribadi dilaksanakan lembaga yang ditetapkan oleh dan bertanggungjawab kepada Presiden, karena dapat diamati bahwa belum terdapat pengaturan tentang kedudukan dan struktur kelembagaan serta otoritas yang diberikan kepada lembaga ini.

Secara substansi, sedikit hal yang perlu diperhatikan adalah pengenaan sanksi terhadap beberapa bentuk kegiatan yang dianggap melanggar hak seseorang atas perlindungan data pribadinnya. Hal ini tertuang dalam Bab XIII Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Namun jika diamati belum dicantumkan jenis (delik) tindak pidana dalam sanksi tersebut,delik biasa atau delik aduan. Hal in sangat logis untuk diatur secara eksplisit atau pada undang-undang ataupun peraturan pelaksanaannya, sehingga Lembaga penegak hukum tidak bingung nanti dalam penerapannya. Tentu dapat diperhatikan bahwa hal ini terkait erat dengan bagian struktur hukum yang akan dibahas pada bagian berikutnya. Delik aduan atau delik biasa layak untuk diatur mengingat data pribadi cenderung bersifat privacy jadi akan bersifat riskan jika diatur sama sebagai delik biasa pada subyek berupa perorangan maupun subyek hukum berupa perusahaan.

Setelah secara substansi, pengaturan perihal perlindungan data pribadi ini telah terbentuk, namun hal lain sebagai penguat konstruksi perlindungan data pribadi perlu pula diperhatikan. Struktur memegang peranan yang sangat penting dalam pengaturan sebuah esensi. Betapa tidak, mengingat struktur merupakan dapat diibaratkan tembok yang harus dipasang setelah pondasi (substansi) yang kokoh. Pada substansi memang tereksplisit diatur pada bagian Bab IX yang mengatur tentang kelembagaan yang terkait dalam perlindungan data pribadi hingga Bab X yang mengatur tentang hubungan internasional yang tentu saja dilakukan oleh kelembagaan internasional yang terkait dengan perlindungan data pribadi. Maka sebuah urgensi untuk diterbitkan berbagai peraturan pelaksanaan yang terkait dengan kelembagaan sebagai pelaksana atas undang-undang ini, selam kurun waktu 2(dua) tahun masa peralihan sebagaimana

tertuang dalam Bab XV Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Tentu saja bukan hanya pengaturan, namun serangkaian upaya dengan tujuan memberikan pemahaman agar dalam penegakan hukum atas undang-undang ini tidak menjadi keliru dalam berfikir (fallacy mind) bahkan bertindak.

Elemen lainnya dalam konstruksi ini adalah terkait dengan budaya hukum. Mengingat kemajuan informasi dan transasksi agar masyarakat yang dengan mudahnya berbagi data pribadi. Untuk itu, sosialisasi berupa literasi digital harus dilakukan secara masif agar masyarakat memiliki pemahaman yang sama tentang pentingnya perlindungan data pribadi. Secara lebih luas dapat diinterprestasikan bahwa budaya hukum ini memiliki keterkaitan dengan elemen kntruksi hukum. Jadi sosialisasi perihal pentingnya perlindungan terhadap data pribadi serta bahayanya data pribadi yang kemudian diretas atau ditransmisikan secara melawan hukum ataupun dengan tujuan melawan hukum kepada semua pihak, tanpa terkecuali masyarakat secara umum ataupun para penegak hukum itu sendiri. Mengingat kemajuan teknologi yang begitu cepat dapat disadari membawa berbagai kemungkinan atau bahwakan modus baru dalam bidang pidana di bidang informasi elektronik. Sehingga pengetahuan penegak hukum serta masyarakat tentang hal tersebut sebagai bentuk upaya penaggulangan perbuatan melawan hukum serta perlindungan terhadap data pribadi menjadi optimal.

Tata kelola kolaboratif (collaborative governance) perlu didorong untuk mempercepat tujuan perlindungan data diri. Undang-undang Perlindungan Data Pribadi bukanlah akhir dari perjuangan melindungi data pribadi. Tentu saja, masih panjang pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah untuk membuat aturan pelaksanaannya sesegera mungkin. Terutama dalam mendefinisikan beragam konsep pengejawantahannya yang masih sangat umum, memastikan pelaksanaan dan pengawasannya berjalan dengan benar, serta sinkronisasi dengan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya.

  • 4.    Kesimpulan

Perlindungan terhadap data pribadi merupakan hak privacy yang layak dilindungi oleh negara melalui pengaturan hukum. Hal ini dapat dilihat melalai esensi pengertian hingga legal standing pengaturannya dalam undang-undang khusus yaitu Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Hal yang perlu menjadi perhatian adalah mengingat strata pengaturan dari perlindungan data pribadi adalah undang-undang maka dibutuhkan peraturan pelaksanaan yang layak dibuat dalam kurun waktu 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang tersebut diterbitkan. Hal ini penting diperhatikan selain elemen konstruksi hukum yang lain yaitu kelembagaan yang terkait dalam perlindungan data pribadi (Pengendali Data Pribadi, pemegang dan pengendali Prosesor Data Pribadi, Lembaga pengawas maupun Lembaga penegak hukum), serta elemen lainnya yaitu peningkatan kesadaran hukum terkait perlindungan data pribadi (baik kesadaran hukum masyarakat secara umum maupun kesadaran hukum penegak hukum).

Daftar Pustaka

Ansori, Lutfil. “Reformasi Penegakan Hukum Perspektif Hukum Progresif.” Jurnal Yuridis 4, no. 2 (2017): 148–63.

Bunga, Dewi, Cokorde Istri Dian Laksmi Dewi, and Kadek Ary Purnama Dewi. “Literasi Digital Untuk Menanggulangi Perilaku Oversharing Di Media Sosial.” Sevanam: Jurnal Pengabdian Masyarakat 1, no. 1 (2022): 1–12.

Fajar, Mukti, and Yulianto Achmad. “Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Penerbit.” Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013.

Hisbulloh, Moh Hamzah. “Urgensi Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi.” Jurnal Hukum 37, no. 2 (2021): 119–33.

Jannah, Lina Miftahul.  “UU Perlindungan Data Pribadi Dan  Tantangan

Implementasinya.”  Fakultas Ilmu Administrasi Universitas  Indonesia,

September 21, 2022. https://fia.ui.ac.id/uu-perlindungan-data-pribadi-dan-

tantangan-implementasinya/.

Nasution, Roby Darwis. “Pengaruh Kesenjangan Digital Terhadap Pembangunan Pedesaan (Rural Development).” Jurnal Penelitian Komunikasi Dan Opini Publik 20, no. 1 (2016): 31–44.

Niffari, Hanifan. “Perlindungan Data Pribadi Sebagai Bagian Dari Hak Asasi Manusia Atas Perlindungan Diri Pribadi (Suatu Tinjauan Komparatif Dengan Peraturan Perundang-Undangan Di Negara Lain).” Jurnal Yuridis 7, no. 1 (2020): 105–19.

Putri, Kania Dewi Andhika, and Ridwan Arifin. “Tinjauan Teoritis Keadilan Dan Kepastian Dalam Hukum Di Indonesia (The Theoretical Review of Justice and Legal Certainty in Indonesia).” Mimbar Yustitia 2, no. 2 (2018): 142–58.

Ramli, Tasya Safiranita, Ahmad M Ramli, Rika Ratna Permata, Tiesnawati Wahyuningsih, and Dewi Mutiara. “Aspek Hukum Atas Konten Hak Cipta Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.” Jurnal Legislasi Indonesia 17, no. 1 (2020).

Rosadi, Sinta Dewi, and Garry Gumelar Pratama. “Urgensi Perlindungan Data Privasi Dalam Era Ekonomi Digital Di Indonesia.” Veritas et Justitia 4, no. 1 (2018): 88– 110. https://doi.org/10.25123/vej.v4i1.2916.

Saragih, Lydia Kharista, Danrivanto Budhijanto, and Somawijaya Somawijaya. “Perlindungan Hukum Data Pribadi Terhadap Penyalahgunaan Data Pribadi Pada Platform Media Sosial Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elek.” JURNAL HUKUM DE’RECHTSSTAAT 6, no. 2 (2020): 125–42.

Saraya, Sitta. “PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA CYBER DI WILAYAH HUKUM POLDA JATENG.” Journal Legal Dialectics 2, no. 1 (2023): 1– 19.

Sautunnida, Lia. “Urgensi Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi Di Indonesia: Studi Perbandingan Hukum Inggris Dan Malaysia.” Kanun Jurnal Ilmu Hukum 20, no. 2 (2018): 369–84.

Suisno, Ayu Dian Ningtias. “Urgensi Hukum Telematika Dalam Perlindungan Data Pribadi.” Jurnal Independent 8, no. 1 (2020): 265–72.

Tanya, Bernard L, Yoan N Simanjuntak, and Markus Y Hage. “Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang Dan Generasi.” Yogyakarta: Genta Publishing, 2010, 45.

Yuniarti, Siti. “Perlindungan Hukum Data Pribadi Di Indonesia.” Business Economic, Communication, and Social Sciences Journal (BECOSS) 1, no. 1 (2019): 147–54.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang No 11 Tahun 2011 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Lembaran Negara Tahun 2008 No. 58, Tambahan Lembaran Negara No. 4843.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor I1 Tahun 2oo8 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Lembaran Negara Tahun 2016 No. 251, Tambahan Lembaran Negara No. 5952.

Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi, Lembaran Negara Tahun 2022 No. 196, Tambahan Lembaran Negara No. 6820.

65