Doktrin Corporate Negligence Pertanggunggugatan Entitas Hukum Rumah Sakit di Indonesia
on
Kewenangan Masyarakat Desa Pakraman Sebagai Subjek Hak Milik Komunal Atas Tanah
Bagus Reyzaldy Hasandinata 1, R.A. Retno Murni 2
1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
Info Artikel
Masuk: 22 Agustus 2022
Diterima: 21 Februari 2023
Terbit: 29 September 2023
Keywords:
Village Community, Pakraman
Village, Communal Property
Rights
Kata kunci:
Masyrakat Desa, Desa
Pakraman, Hak Milik Komunal
Corresponding Author:
Bagus Reyzaldy Hasandinata, Email:
DOI:
10.24843/JMHU.2023.v12.i03.
p8.
Abstract
Pada dasarnya mahkluk hidup dalam menjalankan kegiatannya sehari-hari tidak dapat melaksanakan kegiatannya dengan sendiri, yang umumnya saling berinteraksi untuk membentuk suatu kelompok tertentu sering disebut dengan masyarakat. Tidak semua kelompok dapat disebut sebagai suatu masyarakat. Selain kesatuan manusia yang bergaul dan berinteraksi, kelompok tersebut harus mempunyai ikatan lain yang khusus, yang harus bersifat kontinu sehingga menjadi adat istiadat yang khusus. Sehingga masyarakat dimaknai sebagai kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.1
Masyarakat hukum (rechtsgemeenschap) merupakan kelompok-kelompok yang tetap dan teratur dengan mempunyai kekuasaan tersendiri dan kekayaan tersendiri baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.2 Bentuk dan susunan masyarakat hukum yang merupakan persekutuan hukum adat, anggota dari masyarakat tersebut terikat dengan beberapa faktor yang bersifat territorial, genealogis maupun territorial-genealogis. Secara etimologi, Ter Haar menyatakan bahwa masyarakat adat merupakan suatu kelompok masyarakat yang teratur, bersifat tetap, mempunyai kekuasaan dan kekayaan tersendiri. Menurut F.D. Holleman bahwa ada 3 (tiga) sifat umum dari masyarakat adat, yaitu :3
-
1. Magis Religius, yang mengandung arti bahwa hukum adat pada dasarnya berkaitan dengan persoalan kepercayaan terhadap hal-hal gaib. Sifat magis religius diartikan sebagai suatu pola pikir yang didasarkan pada keyakinan masyarakat tentang adanya sesuatu yang bersifat sakral.
-
2. Communal (Commun), Asas commun mengandung arti mendahulukan kepentingan sendiri. Masyarakat hukum adat mempunyai pemikiran bahwa setiap individu, anggota masyarakat merupakan bagian integral dari masyarakat secara keseluruhan dan setiap kepentingan individu sewajarnya disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan masyarakat karena tidak ada individu yang terlepas dari masyarakatnya.
-
3. Contan, sifat ini mengandung arti sebagai keserta mertaan, utamanya dalam hal pemenuhan prestasi. Sifat kontan memberi pengertian bahwa suatu tindakan berupa perbuatan nyata, perbuatan simbolis atau pengucapan akan
menyelesaikan tindakan hukum bersamaan dengan waktunya manakala ia melakukan perbuatan menurut hukum adat.
World Bank (Bank Dunia) sendiri menyiapkan sejumlah kriteria untuk kelompok masyarakat adat, yaitu :4
-
1. Kedekatan hubungan dengan wilayah keturunannya dan dengan daya alam di wilayah itu;
-
2. Menentukan jati diri dan diidentifikasi oleh orang lain sebagai anggota suatu kelompok kultural yang berbeda;
-
3. Mempunyai bahasa asli yang kerap kali berbeda dengan nasional;
-
4. Mempunyai pranata adat di bidang sosial dan politik;
-
5. Produksinya terutama berorientasi subsistem.
Hak ulayat adalah hak persekutuan hukum terhadap tanah, hak tersebut bukan merupakan hak perorangan. Hak ulayat diakui secara tegas dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) yang pada intinya pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan yang lebih tinggi. Dahulu mengenai hak ulayat ada yang menamakan dengan hak milik komunal. Menurut Van Vollenhoven dalam Maria Kaban, menamakan hak ulayat sebagai beschikkingensrecht, masyarakat hukum adat dalam hal ini berfungsi sebagai pengawas ketertiban dan keamanan penggunaan hak ulayat. Adapun pemberian tanah adat ini dapat diberikan kepada anggota masyarakat hukum adat ataupun masyarakat di luar masyarakat hukum adatnya.5
Hak ulayat menunjukkan adanya hubungan hukum antara masyarakat hukum adat sebagai subjek hak dan tanah sebagai objek haknya, hubungan antara masyarakat adat tersebut dengan wilayah merupakan hubungan menguasai. Hubungan antara hak ulayat dengan hak individual merupakan hubungan yang lentur, fleksibel. Umumnya semakin kuat hak individual atas tanah maka semakin lemah daya berlakunya hak ulayat atas tanah tersebut, begitupula sebaliknya. Hak perseorangan akan lenyap menjadi hak ulayat, jika tanah ditelantarkan/menjadi belukar atau hutan kembali.6
Berbicara mengenai tanah adat, pasca diterbitkannya Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nomor 276/KEP-19.2/X/2017 tentang Penjunjukan Desa Pakraman Sebagai Subyek Hak Pemilikan Bersama (Komunal) Atas Tanah (selanjutnya disebut Kepmen ATR/BPN No. 276/2017). Desa pakraman ditunjuk
sebagai subyek hak pemilikan bersama (komunal) atas tanah. Atas penunjukan desa pakraman tersebut dapat memberikan akibat-akibat hukum kepada desa pakraman khususnya terkait dengan kekayaan yang berhubungan dengan tanah. Desa pakraman sebagai masyarakat hukum adat di Provinsi Bali terikat dengan kahyangan tiga atau kahyangan desa, memiliki harta kekayaan sendiri, mendiami suatu wilayah serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri dengan membuat peraturan tersendiri yang sering disebut dengan hukum adat serta memiliki sanksi-sanksi yang umumnya bersifat sanksi sosial yang dipercayai secara turun temurun. Untuk memudahkan dalam memahami hukum adat di suatu daerah di Indonesia maka harus mengetahui susunan masyarakat dan sistem kekerabatan yang berlaku di masyarakat. Di Bali sendiri terdapat aspek pembeda dari sistem kekerabatan di daerah lainnya yaitu sistem kasta masyarakat desa adat Bali.
Keberadan masyarakat hukum adat secara de facto masih hidup (actual existence) baik yang bersifat teritorial, genealogis, maupun yang bersifat fungsional setidaktidaknya mengandung unsur-unsur yaitu :7
-
1. adanya masyarakat yang warganya memiliki perasaan kelompok (in- group feeling);
-
2. adanya pranata pemerintahan adat;
-
3. adanya harta kekayaan dan/atau benda-benda adat;
-
4. adanya perangkat norma hukum adat;
-
5. khusus pada kesatuan masyarakat hukum adat yang bersifat teritorial juga terdapat unsur adanya wilayah tertentu.
Jika terdapat salah satu dari kelima unsur tersebut tidak dipenuhi maka kesatuan masyarakat hukum adat sudah tidak ada lagi dan masyarakat hukum adat yang tidak ada, maka tidak dapat dihidupkan kembali. Hal itu menunjukkan bahwa harta kekayaan kesatuan masyarakat hukum adat merupakan unsur penting untuk menentukan masih ada atau tidaknya suatu kesatuan masyarakat hukum adat.
Pasal II ketentuan-ketentuan Konversi UUPA menginsyaratkan bahwa tanah desa di Bali dalam bentuk hak milik (druwe), sebagai hak yang bersifat turun temurun, terkuat dan terpenuh. Adapun makna dari kata turun menurun menunjukkan bahwa hak tersebut berlangsung terus selama pemilik masih hidup dan jika meninggal dunia, hak tersebut dapat dialihkan kepada ahli warisnya. Terkuat yaitu kedudukan hak itu paling kuat dibandingan dengan hak-hak atas tanah lainnya, karena memiliki sertipikat sebagai tanda bukti sehingga memudahkan dalam mempertahankan dari pihak lain serta jangka waktunya tidak terbatas. Terpenuh yaitu memberikan kepada pemiliknya wewenang paling luas jika dibandingkan dengan hak-hak atas tanah lainnya, dimana hak milik disini tidak berinduk kepada hak atas tanah lain dan peruntukannya tidak terbatas selama tidak ada pembatasan dari pengusaha.8
Dalam Pasal 9 ayat (5) Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 yang mengatur bahwa “tanah desa pakraman dan atau tanah milik desa pakraman tidak dapat disertipikatkan atas nama pribadi”. Ketentuan ini menjelaskan desa pakraman memiliki tanah dan terdapat larangan bagi pribadi untuk mendaftarkan hak milik atas tanah milik desa pakraman. Sebelum tahun 2017 desa pakraman tidak ditunjuk sebagai subyek hak milik atas tanah. Setelah diterbitkannya Kepmen ATR/BPN No. 276/2017 yang menunjuk desa pakraman sebagai subyek hak pemilikan bersama (komunal) atas tanah. Dalam keputusan menteri ini menunjukan setiap desa pakraman dapat menjadi subyek atas tanah komunal dan wajib melakukan pendaftaran. Sehingga desa pakraman dapat melakukan kerjasama dengan pihak ketiga sesuai dengan kesepakatan oleh para pihak yang bersangkutan.
Konsep hak milik dapat dijumpai dalam Pasal 20 ayat (1) UUPA yang menyebutkan “Hak milik adalah hak turun temurun terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 UUPA”. Mengenai pengertian Hak Komunal dapat ditemukan pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang Berada Dalam Kawasan Tertentu (selanjutnya disebut Permen ATR/BPN No. 10/2016). Pasal 1 angka 1 Permen ATR/BPN No. 10/2016 menyebutkan “bahwa hak komunal atas tanah, yang selanjutnya disebut Hak Komunal adalah hak milik bersama atas tanah suatu masyarakat hukum adat atau hak milik bersama atas tanah yang diberikan kepada masyarakat yang berada dalam Kawasan tertentu”. Oleh sebab itu, jika melihat konsep pengertian hak milik bersama yang dipergunakan pada Kepmen ATR/BPN No. 276/2017 menimbulkan multitafsir yang jika dikaitkan dengan konsep hak milik menurut UUPA.
Dengan ditunjuknya desa pakraman sebagai subyek pemegang hak milik bersama (komunal) atas tanah perlu diteliti lebih lanjut mengenai ratio legis ditunjuknya desa pakraman sebagai subyek pemegang hak milik bersama (komunal) serta kewenangan yang ditimbulkan atas penunjukan desa pakraman sebagai subyek pemegang hak milik bersama (komunal) yang yang mempengaruhi harta kekayaan desa pakraman tersebut. Terkait dengan pemaparan terhadap masalah diatas, maka diangkatlah artikel yang berjudul “Kewenangan Masyarakat Desa Pakraman Sebagai Subyek Hak Milik Bersama (Komunal) Atas Tanah”. Dengan rincian rumusan masalah yaitu : Bagaimana kewenangan mengelola harta kekayaan oleh Desa Pakraman ? dan Apa hak dan kewajiban baru yang timbul setelah ditunjuknya Desa Pakraman sebagai subyek hak milik bersama (komunal) atas tanah ? Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kewenangan mengelola harta kekayaan oleh Desa Pakraman dan hak serta kewajiban baru yang timbul setelah ditunjuknya Desa Pakraman sebagai subyek hak milik bersama (komunal) atas tanah.
Sebelumnya terdapat penelitian yang membahas tentang : Penelitian dari Lalu Sabardi dengan judul “Konstruksi Makna Yuridis Masyarakat Hukum Adat Dalam Pasal 18 B UUDN RI Tahun 1945 Untuk Identifikasi Adanya Masyarakat Hukum Adat”, dengan rumusan masalah: 1. Apakah batasan suatu kelompok Masyarakat Hukum Adat itu dinyatakan masih ada ? 2. Lembaga negara dalam tingkatan apa yang dapat menyatakan masyarakat Hukum Adat itu masih ada atau bahkan menyatakannya menjadi tidak ada ? dan 3. Bagaimana bentuk-bentuk perlindungan yang dapat diberikan kepada masyarakat hukum adat dalam merealisasikan haknya sebagai suatu kelompok
terutama dalam isu akses SDA ? 9 Kemudian terdapat pula penelitian jurnal yaitu: Penelitian dari Anak Agung Ayu Intan Puspadewi dengan judul “Penunjukan Desa Pakraman Sebagai Subyek Hak Pemilikan Bersama (Komunal) Atas Tanah Berdasarkan Keputusan Menteri Agraria Dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 276/KEP-19.2/X/2017”, dengan rumusan masalah: 1. Bagaimanakah memaknai konsep komunal atas tanah yang digunakan dalam Keputusan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 276/KEP19.2/X/2017 terkait dengan keberadaan desa pakraman ? dan 2. Bagaimanakah konsekuensi yuridis Keputusan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 276/KEP-19.2/X/2017 terhadap desa pakraman sebagai subyek hak pemilikan bersama (komunal) atas tanah ? 10 Membandingkan secara seksama kedua penelitian dari Lalu Sabardi dan Anak Agung Ayu Intan Puspadewi memiliki rumusan masalah serta topik pembahasan yang berbeda dengan tulisan ini. Dimana tulisan ini memfokuskan pada kewenangan serta hak dan kewajiban Desa Pakraman untuk mengelola harta kekayaannya. Sehingga tulisan ini memiliki orisinalitas tersendiri dalam kajian penelitian hukum.
-
2. Metode Penelitian
Jenis penelitian pada artikel ini adalah penelitian normatif dengan menggunakan pendekatakan perundang-undangan dan pendekatatan konseptual. 11 Pendekatan perundang-undangan, digunakan karena mengkaji tentang aturan hukum yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria serta Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nomor 276/KEP-19.2/X/2017 tentang Penjunjukan Desa Pakraman Sebagai Subyek Hak Pemilikan Bersama (Komunal) Atas Tanah yang menjadi fokus sentral dalam penelitian ini. Selanjutnya dilanjutkan dengan menganalisis permasalahan mengenai kewenangan mengelola harta kekayaan oleh Desa Pakraman sesuai dengan konsep-konsep hukum yang disertai dengan berbagai literatur seperti buku-buku, jurnal, artikel, dan lain sebagainya, yang relevan dengan judul yang penulis angkat. Teknik analisis yang digunakan yaitu deskripsi, interprestasi dan argumentasi.
Kekayaan desa pakraman berupa kekayaan baik berupa materiil maupun immateriil. Adapun yang dimaksud dengan harta kekayaan yang bersifat materiil yakni sesuatu yang dapat dimiliki atau dikuasai oleh desa seperti halnya tanah. Sedangkan kekayaan desa pakraman immateriil merupakan ciri khas yang dimiliki oleh desa pakraman yakni
sifat sosial religius. Harta kekayaan desa pakraman yang berupa tanah tersebut, dapat dibedakan atas :12
-
1. Tanah Desa, yaitu tanah yang dipunyai yang biasa didapati melalui usaha usaha pembelian maupun usaha lainnya.
-
2. Tanah Laba Pura, yaitu tanah (yang dulunya milik desa atau dikuasai oleh desa) yang khusus dipergunakan untuk keperluan pura.
-
3. Tanah Pekarangan Desa (PKD), adalah merupakan tanah yang dikuasai oleh desa yang diberikan kepada krama desa tempat mendirikan perumahan yang lasimnya dalam ukuran luas tertentu dan hampir sama dalam setiap keluarga.
-
4. Tanah Ayahan Desa (AYDS), adalah tanah-tanah yang dikuasai atau dimiliki oleh desa yang penggarapannya diserahkan kepada masing-masing krama.
Hubungan yang demikian menimbulkan lahirnya suatu hubungan masyarakat hukum adat terhadap tanah yang berada dalam batasannya ini, menurut Van Dijk yang disebut dengan “hak prabumian” di Bali mempunyai akibat ke dalam dan keluar, yang dimaksud dengan keberlakuan ke dalam yaitu hak ulayat yang anggota masyarakat hukum adat diperbolehkan menikmati tanah dengan segala isinya yang menimbulkan hubungan antara hak ulayat dengan hak perseorangan atas tanah yang semakin lama semakin kuat, dan akhirnya melahirkan hak milik atas tanah dari anggota masyarakat hukum adat.13
Setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang. Otonomi desa pakraman pada prinsipnya sama seperti otonomi daerah pada umumnya, yang dimana berwenang untuk mengurus segala sesuatu secara sendiri. Otonomi desa pakraman merupakan hak yang dimiliki oleh desa pakraman untuk mengurus kepentingannya secara sendiri. Desa pakraman mempunyai fungsi sebagai berikut :14
-
1) Membantu pemerintah, pemerintah daerah dan pemerintah desa/kelurahan dalam kelancaran dan pelaksanaan pembangunan di segala bidang terutama di bidang keagamaan, kebudayaan dan kemasyarakatan;
-
2) Melaksanakan hukum adat dan adat istiadat dalam desa pakraman;
-
3) Memberikan kedudukan hukum adat dan adat istiadat dalam desa pakraman;
-
4) Membina dan mengembangkan nilai-nilai adat bali dalam rangka memperkaya, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional pada umumnya dan kebudayaan bali pada khususnya, berdasarkan paras paros salungluung sebayantaka atau biasa disebut dengan musyawarah untuk mufakat;
-
5) Menjaga, memelihara dan memanfaatkan kekayaan desa pakraman untuk kesejahteraan desa pakraman.
Sesuai dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, adapun kewenangan yang dimiliki oleh Desa yakni meliputi :
-
a. kewenangan berdasarkan hak asal usul;
-
b. kewenangan lokal berskala Desa;
-
c. kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
-
d. kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bila dicermati maka kewenangan huruf a dan b merupakan perwujudan dari Asas Subsidiaritas dan Asas Rekognisi. Asas Subsidiaritas memiliki pengertian penetapan kewenangan berskala lokal serta dapat melakukan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa. Sedangkan Asas Rekognisi merupakan pengakuan terhadap hak asal-usul, yang menyatakan keberadaan desa mungkin sudah berdiri lama dengan segala adat istiadat dan hukum adat yang dimiliki oleh masyarakat lokal diakui keberadaanya. 15 Kewenangan lokal berskala desa yaitu suatu kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa yang telah dijalankan sebelumnya secara efektif atau muncul seiring perkembangan desa serta prakarsa masyarakat desa.16
Desa pakraman sebagai pelaksana pembangunan desa, memiliki potensi untuk membantu pembangunan dari pemerintah hal ini dikarenakan berhubungan langsung dengan masyarakat, mengingat desa pakraman memiliki kekuasaan sebagai suatu lembaga sosial yang eksistensinya dalam kehidupan bernegara dan anggotanya selalu berkelompok. Tujuan diberikannya pengelolaan harta kekayaan sepenuhnya kepada desa pakraman agar berguna untuk aktivitas sosial. Sebelum dikeluarkannya Kepmen ATR/BPN No. 276/2017), harta kekayaan desa pakraman seringnya tidak didaftarkan dan tidak dibuktikan dengan sertifikat hak milik, karena sebelumnya desa pakraman bukan merupakan subyek hukum untuk menjadi pemegang hak milik bersama (komunal) atas tanah. Pemilikannya hanya sebatas pada bukti-bukti dalam pembayaran pajak atau dengan penguasaan fisiknya saja. Akan tetapi dalam sertifikat hak milik bersama (komunal) atas tanah tersebut sebagaimana dalam Diktum Ketiga Kepmen ATR/BPN No. 276/2017 bahwa tanah yang sudah didaftarkan dapat dilakukan kerjasama dengan pihak lain. Tidak diatur lebih lanjut mengenai apakah tanah tersebut nantinya dapat dijadikan jaminan, atau dialihkan sebagaimana layaknya ciri-ciri atau sifat dari hak milik. Larangan itu terdapat dalam sertifikat yang menyatakan hak milik ini tidak dapat dijadikan jaminan hutang dan tidak dapat dialihkan baik sebagian maupun seluruhnya tanpa ijin tertulis pejabat yang berwenang, kecuali diperlukan oleh pemerintah untuk kepentingan umum.
Setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP 18 Tahun 2021), mengenai subyek Hak Pakai selama dipergunakan sesuai Pasal 49 ayat (3) salah satunya diberikan kepada pemerintah desa. Ketentuan yang termuat dalam Kepmen ATR/BPN No. 276/2017 jika ditelusuri lebih lanjut, seperti ciri-ciri dari Hak Pakai. Adapun beberapa ketentuan hak pakai yang berkaitan dengan Kepmen ATR/BPN No. 276/2017 yaitu sebagai berikut. Pertama penggunaan hak milik bersama (komunal) desa pakraman ini berdasarkan penggunaannya untuk kepentingan pelaksanaan desa pakraman seperti halnya dalam pelaksanaan tugas oleh pemerintah daerah/pemerintah desa. Kedua berdasarkan aspek penguasaan tanahnya, hak milik bersama (komunal) desa pakraman ini tidak berjangka waktu, namun jika semakin kuatnya hak perseorangan maka maka semakin lemah daya berlakunya hak ulayat desa pakraman atas tanah tersebut. Hal ini seperti dalam hak pakai tanpa jangka waktu atau selama dipergunakan untuk kepentingan tugasnya tidak akan hapus. Ketiga berdasarkan aspek sifatnya, bahwa hak milik bersama (komunal) desa pakraman disini hanya untuk mempergunakan, menguasai tanahnya bukan seperti pada konsep hak milik sesuai dengan pasal 20 UUPA. Dalam hak pakai dikenal dengan istilah right to use, yaitu hak yang hanya untuk mempergunakan tanah untuk pelaksanaan tugasnya, bukan right to disposal yaitu tidak berhak mengalihkan atau menjadikan jaminan utang. Keempat berdasarkan aspek peralihan haknya, hak milik dalam Kepmen ATR/BPN No. 276/2017 tidak dapat alihkan baik sebagian maupun seluruhnya tanpa ijin tertulis pejabat yang berwenang.
Aspek peralihan haknya dalam Hak pakai untuk pemerintah daerah juga tidak dapat dialihkan dalam bentuk apapun kepada pihak lain melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan atau lelang. Kelima berdasarkan aspek pembebanan haknya, hak milik bersama (komunal) desa pakraman ini tidak dapat dibebankan atau dijadikan jaminan utang yang dibebani hak tanggungan sesuai dengan petunjuk yang tertulis di dalam sertipikatnya. Sedangkan dalam hak pakai untuk yang tidak berjangka waktu juga tidak dapat dijadikan jaminan utang.73 Maka dapat diketahui bahwa kewenangan desa pakraman untuk mengelola harta kekayaan hak milik sifatnya terbatas, tidak seperti untuk dilakukan kerjasama saja dengan pihak ketiga dan untuk melakukan pengalihan dan penjaminan utang tidak dapat dilakukan.
-
3.2 Hak dan Kewajiban Baru yang Timbul Setelah Ditunjuknya Desa Pakraman Sebagai Subjek Hak Milik Bersama (Komunal) Atas Tanah
Ditunjuknya desa pakraman sebagai subyek hak milik bersama (komunal) atas tanah sebagaimana dalam Kepmen ATR/BPN No. 276/2017 yang pada dasarnya untuk memberikan kepastian hukum. Diktum kedua menyatakan bahwa tanah-tanah desa pakraman yang dipergunakan untuk kepentingan bersama dapat didaftarkan haknya berdasarkan pengakuan pemerintah dan masyarakat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Atas penunjukan desa pakraman subyek hak milik bersama (komunal) atas tanah memberikan akibat hukum baru, bahwa desa pakraman memiliki hak dan kewajiban atas tanah adat tersebut yang sebelumnya tidak dimiliki oleh desa pakraman. Perbandingan hak dan kewajiban sebelum maupun setelah ditunjuknya sebagai subyek hak milik bersama (komunal) atas tanah.
Hak dan kewajiban desa pakraman menunjukkan bahwa baik sebelum ditunjuk maupun setelah ditunjuk sebagai subyek hak milik bersama (komunal) atas tanah tidak
ada perubahan, melainkan terdapat beberapa penambahan hak dan kewajibannya. Pendaftaran tanah desa pakraman tidak akan terlepas dari ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP 24 Tahun 1997) dan sekarang ini mengenai pendaftaran tanah diperbarui oleh PP 18 Tahun 2021, dalam Pasal 3 PP 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa pendaftaran tanah didasarkan atas asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. Dalam Pasal 3 PP 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa pendaftaran tanah bertujuan :
-
a. untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;
-
b. untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
-
c. untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
PP 24 Tahun 1997 menegaskan bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan sekarang ini dapat dilakukan pendaftaran melalui sistem elektronik. Agar mempermudah proses pendaftaraan tanah, pelaksanaannya diberikan kepada Kantor Pertanahan, kecuali kegiatan-kegiatan tertentu oleh Kantor Pemerintah ini atau oleh Undang-undang yang lain ditugaskan pejabat lain. sesuai dengan Pasal 6 dalam PP 24 Tahun 1997. Tanah-tanah yang memperoleh hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik, hak milik satuan rumah susun wajib di daftarkan untuk dibuatkan buku tanah yang berisikan data fisik dan data yuridis bidang tanah yang didalamnya memuat surat ukur bidang tanah tersebut. Mengenai terbitnya sertifikat, jika semua persyaratan sudah terpenuhi dan dalam buku tanah terdapat catatan adanya suatu kekurangan baik data yuridis dan data yuridis maka penerbitan sertifikat tidak dapat dilakukan sampai catatan dalam buku tanah tersebut dihapuskan.
Pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah “kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan PP 24 Tahun 1997.” Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali menurut ketentuan Pasal 12 ayat (1) PP 24 Tahun 1997 menjelaskan a) pengumpulan dan pengolahan data fisik; b) pembuktian hak dan pembukuannya; c) penerbitan sertifikat; d) penyajian data fisik dan data yuridis; e) penyimpanan daftar umum dan dokumen. Pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi : 1) Pendaftaran Tanah Secara Sistematik dan 2) Pendaftaran tanah Secara Sporadik. Diktum Kedua Kepmen ATR/BPN No. 276/2017 mencantumkan proses penerbitan sertifikat memerlukan pengakuan oleh pemerintah dan masyarakat. Dalam Permen ATR/BPN No. 10/2016 proses pemberian Hak Komunal untuk mendapatkan peta dan informasi geografis mengenai penguasaan tanah oleh pemohon dilakukan dengan Inventarisasi, Penguasaan, Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (selanjutnya disebut dengan Tim IP4T). Pengertian Tim IP4T diatur dalam Pasal 1 ayat (10) Permen ATR/BPN No. 10/2016, yaitu Tim IP4T merupakan Tim yang melaksanakan kegiatan Penguasaan, Pemilikan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (selanjutnya disingkat P4T). Pendaftaran tanah Hak Milik Bersama (Komunal) Desa Pakraman dilakukan dengan pengakuan pemerintah dan masyarakat setempat sesuai ketentuan yang berlaku. Pada awalnya untuk pengakuan pemerintah dibantu oleh Tim IP4T, dengan masyarakat hukum adat mengajukan permohonan oleh kepala adat.
Pencabutan Permen ATR/BPN No. 10/2016 yang digantikan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat (selanutnya disebut Permen ATR/BPN No. 18/2019), memberikan dampak yang baru terhadap pendaftaran hak komunal bahwa pada Pasal 3 Permen ATR/BPN No. 18/2019 “Penetapan pengakuan dan perlindungan Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Ketentuan ini juga merubah mengenai penetapan Hak Komunal atas tanah masyarakat hukum adat menjadi tata cara penatausahaan tanah ulayat masyarakat hukum adat untuk menjamin kepastian hukum dari Tanah ulayat kesatuan masyarakat hukum adat. Sesuai dengan Pasal 5 ayat (3) Permen ATR/BPN No. 18/2019 bahwa “Permohonan penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat diajukan Kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat”. Penatausahaan Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat, meliputi :
-
a. pengukuran;
-
b. pemetaan; dan
-
c. pencatatan dalam daftar tanah.
-
4. Kesimpulan
Kewenangan yang dimiliki oleh desa pakraman sebagai pemegang Hak Milik Bersama (Komunal) atas tanah, lebih dekat kepada kewenangan terhadap hak pakai tanpa jangka waktu atau selama dipergunakan. Hal tersebut didasarkan atas hak milik yang dipunyai oleh desa pakraman tidak seperti ciri-ciri hak milik pada umumnya sebagaimana termuat dalam Pasal 20 UUPA, bahwa tanah hak milik bersama desa pakraman tidak dapat dialihkan atau dijadikan sebagai objek hak tanggungan. Sifatnya terbatas hanya untuk dikerjasamakan dengan pihak ketiga. Penunjukan Desa Pakraman menjadi subyek Hak Milik Bersama (komunal) atas tanah menurut Kepmen ATR/BPN No. 276/2017, untuk memberikan perlindungan serta kepastian hukum terhadap eksistensi dari kedudukan tanah druwe desa pakraman, mengingat tanah sebagai wilayah merupakan salah satu syarat penting dari masyarakat hukum adat. Tanah druwe desa yang dimiliki desa adat di Bali juga sudah ditegaskan sebagai tanah hak milik desa adat/pakraman melalui konversi Pasal II Ayat (1) UUPA dan Desa Pakraman telah memenuhi persyaratan sebagai kesatuan masyarakat hukum adat sebagaimana dalam Permen ATR/BPN No. 10/2016 untuk menjadi subyek hak milik komunal atas tanah.
Daftar Pustaka
Ahmad, Busyairi. “Pemberdayaan Sosial Masyarakat (Studi Deskriptif Tentang Perubahan Perilaku Masyarakat Kelurahan Fandoi Dalam Pemberdayaan Tas Noken Sebagai Sumber Penghasilan).” Gema Kampus IISIP YAPIS Biak. 14. 1. (2019): 34-4, https://doi.org/10.52049/gemakampus.v14i1.78.
Anantha, Putu Satria Satwika. “Kepastian Hukum Undang-Undang Cipta Kerja Terhadap Undang-Undang Pokok Agraria Mengenai Domein Verklaring.” Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal). 10. 4. (2021): 857-868, https://doi.org/10.24843/JMHU.2021.v10.i04.p14.
Dewa Ayu Oka Aspriani. “Status Kepemilikan Tanah Druwe Desa Di Bali.” Jurnal Hukum. 1 (1). (2014): 4,
http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?article=188328.
Dewi, A. A. I. A. A., and Istri Ari Atu. Buku Ajar Hukum Adat Lanjutan. Tabanan: Pustaka Ekspresi. 2018
Herrayani, Dessy Ghea, Lucky Faradila Soraya, and Oemar Moechtar. “Eksistensi Hak Komunal Masyarakat Hukum Adat Dalam Kebijakan Penataan Aset Reforma Agraria.” Jurnal Kertha Patrika. 41. 3. (2019): 289,
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthapatrika/article/view/54723.
Ismi. Hayatul. Tinjuan Hukum Atas Hak Ulayat Dalam Sistem Hukum Pertanahan Di Indonesia. Pekanbaru: Forum Kerakyatan. 2017
Kaban, Maria. “Penyelesaian Sengketa Waris Tanah Adat Pada Masyarakat Adat Karo.” Mimbar Hukum-Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 28. 3. (2016): 453465, https://doi.org/10.22146/jmh.16691.
Lia Sartika Putri. “Kewenangan Desa Dan Penetapan Peraturan Desa (Village Authority and The Issuance of Village Regulation).” Jurnal Legislasi Indonesia. 13. (2). (2016): 161-176, https://e-
jurnal.peraturan.go.id/index.php/jli/article/download/115/pdf
Mebri, Jhon A. “Kedudukan Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat Untuk Kepentingan Umum.” DiH Jurnal Ilmu Hukum. 13. 25. (2017): 69-84, https://doi.org/10.30996/dih.v13i25.2223.
Marzuki. Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2010
Puspadewi, A. A. A. I., I. Made Arya Utama, and I. Ketut Wirawan. “Penunjukan Desa Pakraman Sebagai Subyek Hak Pemilikan Bersama (Komunal) atas Tanah Berdasarkan Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 276.” Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan. 3 (1). (2018): 215, https://doi.org/10.24843/ac.2018.v03.i01.p16.
Rahman, Irfan Nur, Anna Triningsih, and Nallom Kurniawan. “Dasar Pertimbangan Yuridis Kedudukan Hukum (Legal Standing) Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Proses Pengujian Undang-Undang Di Mahkamah Konstitusi.” Jurnal Konstitusi. 8. 5. (2016): 767-802,
https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/view/856.
Suardi. Hukum Agraria. Jakarta: Badan Penerbit Iblam. 2005
S Sabardi, Lalu. “Konstruksi makna yuridis masyarakat hukum adat dalam Pasal 18B UUDN RI Tahun 1945 Untuk Identifikasi Adanya Masyarakat Hukum Adat.” Jurnal Hukum & Pembangunan. 44 (2). (2014): 170-196,
https://doi.org/10.21143/jhp.vol44.no2.19.
San Tabun, Diana, and Rex Tiran. “Peran Civil Society Melalui Eksistensi Lembaga Pemangku Adat Dalam Merespon Fungsi Pemerintahan di Kabupaten Kupang.” Jurnal Politiconesia. 10. (1). (2021): 23-28,
http://publikasi.undana.ac.id/index.php/jp/article/view/p142.
Surono, Agus. “Peranan Hukum Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Skala Desa Oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Desa.” Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional 6. (3). (2017): 459-478. http://dx.doi.org/10.33331/rechtsvinding.v6i3.195
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 1997)
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6630)
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat dan Masyarakat yang Berada Dalam Kawasan Tertentu
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat
595
Discussion and feedback