Perlindungan Non-Fungible Token Art: Inovasi Karya Cipta Perspektif Hak Cipta

Michael Angelo1, Nyoman Satyayudha Dananjaya2

1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk: 27 Juni 2022

Diterima: 13 September 2022

Terbit: 28 September 2022

Keywords:

Legal protection; NFT Art;

Copyrights


Kata kunci:

Perlindungan hukum; NFT art;

Hak cipta

Corresponding Author:

Michael Angelo, E-mail: [email protected]

DOI:

10.24843/JMHU.2022.v11.i03.

p11.


Abstract


The purpose of this paper is to analyze non fungible token art based on the Copyright Law no. 28 of 2014, as well as efforts to prevent other parties from violating the copyright. The research method used in this paper is a normative legal research method. By using a conceptual approach, and a statutory approach. The search for legal materials is carried out by means of document studies. The analysis in this paper is qualitative. The results of this study are that non fungible token art is an image that is included as an object protected by copyright, the nature of the receipt of the copyright is automatic, related to the prevention that can be done by business actors holding nft art copyright is to register the image, so that in the case of In this case, legal certainty about the copyright can be maintained, for people who know that the copyright object is used for commercial purposes without the knowledge of the copyright holder can report it to the ministry. Business actors who wish to reproduce or use a copyrighted work for commercial purposes are required to seek permission from the creator of the copyrighted work. Permits issued by business actors are based on a license agreement written, attended, and signed by the parties, which contains the rights and obligations of the parties to the use of the copyright holder's work.

Abstrak

Tujuan tulisan ini adalah menganalisis non fungible token art berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta no. 28 Tahun 2014, serta upaya untuk mencegah pihak lain melanggar hak cipta tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif. Dengan menggunakan pendekatan konseptual, dan pendekatan perundang-undangan. Penelusuran terhadap bahan hukum dilakukan dengan studi dokumen. Analisis pada tulisan ini adalah kualitatif. Hasil dari penelitian ini menjelaskan bahwa bahwa non fungible token art adalah gambar yang termasuk sebagai objek yang dilindungi oleh hak cipta, yang sifat dari penerimaan hak cipta tersebut adalah otomatis, terkait pencegahan yang dapat dilakukan pelaku usaha pemegang hak cipta nft art adalah dengan mendaftarkan gambar tersebut, agar dalam hal ini kepastian hukum terhadap hak cipta tersebut dapat terjaga, terhadap orang yang mengetahui objek hak cipta digunakan untuk komersial tanpa sepengetahuan pemegang hak

cipta dapat melaporkan kepada kementerian. Pelaku usaha yang ingin menggandakan maupun menggunakan suatu karya cipta, dengan tujuan komersial, maka pelaku usaha tersebut wajib untuk meminta izin kepada pencipta dari karya cipta tersebut. Izin yang dilakukan pelaku usaha didasari dengan perjanjian lisensi yang ditulis, dihadiri, dan ditandatangani oleh para pihak, yang isinya mengenai hak dan kewajiban para pihak terhadap penggunaan karya dari pemengang hak cipta.

  • I.    Pendahuluan

NFT atau dapat disebut sebagai non-fungible token, dalam bahasa Indonesia token yang tidak dapat dipertukarkan, merupakan suatu metode keamanan finansial yang terdiri dari data digital dan disimpan dalam blockchain.1 Blockchain yang dimaksud adalah bentuk buku besar yang didistribusikan dan digunakan sebagai alat transaksi di dunia virtual seperti bitcoin, ethereum, dan solana.2 Kepemilikan NFT dicatat dalam blockchain, dan dapat ditransfer oleh pemiliknya, yang memungkinkan NFT untuk dijual dan diperdagangkan.3 NFT biasanya berisi referensi file digital seperti foto, video, dan audio. NFT dapat diidentifikasi secara unik, dalam hal ini seperti NFT art yang merupakan foto maupun gambar yang diciptakan dan terdaftar dalam blockchain tertentu, dan tentunya berbeda dengan cryptocurrency yang bisa langsung dijualbelikan sebagai aset digital.4

Konsep awal yang menjadi dasar pendorong NFT sudah dipikirkan pada awal tahun 2012, sebuah makalah oleh Meni Rosenfield dirilis yang memperkenalkan konsep “Koin Berwarna” dengan blockchain Bitcoin. 5 Ide koin berwarna adalah untuk menggambarkan suatu metode dalam mewakili dan mengelola aset dunia nyata di blockchain untuk membuktikan kepemilikan aset tersebut, mirip dengan Bitcoin biasa, tetapi dengan elemen “token” tambahan yang menentukan penggunaannya, membuatnya terpisah dan unik. 6 Pada 3 Mei 2014, seniman digital Kevin McCoy mencetak NFT “Quantum” pertama yang diketahui di blockchain Namecoin. “Quantum” adalah gambar digital dari segi delapan yang efek dalam gambar tesebut adalah adanya perubahan warna dan berdenyut yang tentunya apabila dilihat mengingatkan kepada hewan laut gurita. 7 Setelah peristiwa ini, sejumlah besar eksperimen dan pengembangan terjadi dan ada platform yang dibangun di atas blockchain Bitcoin.

Tahun 2017 terjadi Pergeseran besar NFT dengan menggunakan Ethereum didukung dengan pengenalan seperangkat standar token, yang memungkinkan pembuatan token oleh pengembang. 8 Token sendiri merupakan suatu aset digital yang diterbitkan dalam suatu blockchain tertentu seperti ethereum, bitcoin, dan solana. Tujuan dibuatnya token adalah sebagai dasar kepemilikan dari digital art NFT yang diciptakan, sehingga menjadi jelas pemilik dari digital art NFT tersebut. Dua pengembang perangkat lunak, John Watkinson dan Matt Hall, sebagai salah satu pencipta NFT art yang terkenal di blockchain Ethereum yang mereka dagangkan bernama CryptoPunks.9 CryptoPunks dianggap sebagai beberapa NFT pertama yang dibuat dan awalnya ditawarkan secara gratis. Proyek eksperimental, terbatas pada 10.000 keping tanpa dua karakter yang sama, terinspirasi oleh budaya punk London dan gerakan cyberpunk yaitu suatu meme gerakan bersama penggunaan teknologi tingkat tinggi dengan tujuan menciptakan ketakutan dimasyarakat.

2021 menjadi tahun NFT dan terjadi ledakan dan lonjakan besar dalam penawaran dan permintaan NFT, lonjakan tersebut tidak terlepas dari seorang artis digital bernama Mike Winkelmann yang dikenal sebagai pemilik token Beeple Everydays yang menerima pendapatan dari hasil pelelangan rumah NFT dengan total $69 juta di Christie's. Penjualan tersebut menempatkannya sebagai seniman hidup paling bernilai, menurut rumah lelang. Penjualan NFT yang memecahkan rekor terjadi setelah berbulan-bulan lelang yang semakin berharga. Pada bulan Oktober 2021, Winkelmann menjual seri NFT art pertama, dengan masing-masing dijual seharga $66,666.66. Desember 2021, Winkelmann kembali menjual serangkaian NFT art dengan total $3,5 juta. Kabar terakhir , salah satu NFT yang awalnya dijual seharga $66.666,66 naik berkali-kali lipat sampai dengan $6,6 juta.10

Khususnya di Indonesia NFT menjadi popular setelah pemilik akun Ghozali Everyday di website terbesar jual beli NFT art opensea viral di media sosial, bagaimana tidak, hanya dengan menjual foto selfi penghasilan yng didapat bisa sampai dengan 1 milliar, dan update terbaru bulan mei 2022 bahwa token milik Ghozali Everyday volume transaksi yang telah dilakukan senilai 400 ethereum, jika dikonversi ke rupiah sejumlah Rp. 11.588.000.000.11 Antusiasme transaksi NFT semakin meningkat karena cepatnya uang dihasilkan tanpa harus adanya usaha yang signifikan, sehingga munculah berbagai macam token NFT yang unik seperti, Goldskin Disorder dan Blindman Using VR NFT karya Youtuber Tretan Muslim di akun token miliknya TretanUniverse, Nasi Padang Collection, Gundala Putra Petir, bahkan pada token nft bernama kartu tanda penduduk (KTP) NFT produk yang diperjualbelikan adalah KTP. Latar belakang yang telah dijelaskan tersebut, perlu kita ketahui dan dianalisis mendalam kajian mengenai bagaimana perlindungan NFT art sebagai inovasi karya cipta perspektif hak cipta dan upaya mencegah pelanggaran hak cipta terhadap penggunaan NFT art oleh orang lain?

NFT art yang dimaksud dalam penelitian ini terkhusus pada gambar sebagai bukti kepemilikan token NFT, hal ini didasari karena bentuk dari NFT bermacam-macam seperti music, video, gim, gambar, dan trading card (kartu). Tulisan ini menekankan perlindungan hukum NFT art sebagai inovasi karya cipta perspektif hak cipta dan upaya mencegah pelanggaran hak cipta terhadap penggunaan NFT art oleh orang lain.

Penelitian ini memiliki topik yang sama dengan penelitian sebelumnya tentang NFT, namun fokus penelitian yang dibahas berbeda. Penelitian ini lebih fokus pada upaya untuk Perlindungan NFT art dari perspektif hak cipta dan upaya untuk mencegah penggunaan karya NFT art secara melawan hukum.

Studi terdahulu dilakukan oleh Dewi Sulistianingsih dan Apriliana Khomsa Kinanti, mengkaji tentang Hak Karya Cipta Non-Fungible Token Sudut Pandang HKI (Hak Kekayaan Intelektual).12 Fokus peneliti pada tulisan ini adalah perlindungan terhadap NFT art dalam hal ini yang menjadi objek NFT art adalah terkhusus pada gambar, dilihat dari perspektif hak cipta dan upaya pencegahan penggunaan NFT art secara melawan hukum. Dio Bintang Gidete, pada tahun 2022, juga mengkaji tentang Perlindungan Hukum terhadap pelanggaran Karya Cipta sebagai suatu Hak Cipta yang dijadikan Karya Non Fungible Token pada Masa Ekonomi Digital.13 Dalam hal ini fokus penelitian oleh peneliti adalah perlindungan terhadap NFT art dilihat dari perspektif hak cipta dan upaya pencegahan penggunaan NFT art secara melawan hukum.

Tujuan tulisan ini menganalisis tentang perlindungan hukum terhadap karya seni NFT art sebagai suatu inovasi karya cipta, dan upaya pencegahan penggunaan hak cipta NFT art oleh orang lain secara melawan hukum. Tulisan ini membahas secara rinci tentang perlindungan hukum terhadap karya seni NFT, khususnya yang berkaitan dengan gambar sebagai bukti kepemilikan NFT berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta 28 tahun 2014 (selanjutnya UUHC). Kedua, upaya untuk mencegah orang lain menggunakan NFT art secara melawan hukum.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan konseptual, pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analitis. Metode penelusuran bahan hukum adalah penelitian studi dokumen dan analisis penelitian yang dipergunakan adalah kualitatif. Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum normatif adalah suatu proses yang bertujuan untuk menemukan peraturan hukum, doktrin-doktrin hukum, dan asas-asas hukum guna menjawab isu-isu hukum yang timbul dalam masyarakat.14

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Perlindungan Hukum NFT art sebagai Inovasi Karya Cipta Perspektif Hak Cipta a)     NFT art sebagai karya cipta

NFT art, merupakan objek karya cipta, yang tentunya dilindungi dalam UUHC No. 28 Tahun 2014. NFT merupakan non-fungible token atau dalam Bahasa Indonesia adalah token yang tidak dapat dipertukarkan. Penjelasan mengenai NFT dapat dilihat pada Merriam Webster Dictionary. Menurut Merriam Webster Dictionary, NFT diartikan sebagai A unique digital identifier that cannot be copied, replaced, or subdivided that is recorded in a blockchain and used to prove authenticity and ownership (with respect to a particular digital asset and specific rights associated with it).15

NFT digital art yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gambar sebagai bentuk kreativitas yang dihasilkan oleh pemikiran manusia. Cambridge Dictionary menjelaskan yang dimaksud dengan gambar adalah “painting or drawing to represent an object or person, which making it can be made manually by painting as a paint or photo as a photography”,16 Penjelasan tersebut kita dapat ketahui bahwa yang dimaksud dengan gambar dapat terbagi menjadi dua baik itu lukisan, yaitu suatu karya yang dibuat dengan cara dilukiskan untuk merepresentasikan objek maupun subjek tertentu, maupun foto yang merupakan hasil dari fotografi terhadap objek maupun subjek tertentu. Penjelasan mengenai gambar tersebut memberitahukan kepada kita, bahwa jelas NFT art merupakan suatu gambar sebagai objek kekayaan intelektual yang dilindungi oleh hak cipta. UUHC pada Pasal 40 huruf f telah menjelaskan ciptaan yang dilindungi baik itu ukiran, gambar, kaligrafi, seni pahat, kolase, patung, maupun seni rupa. Kita ketahui bahwa UUHC Pasal 1 angka 1 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hak cipta:

“Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Ruang lingkup karya cipta yang dilindungi adalah ciptaan, baik sastra, seni, maupun ilmu pengetahuan, yang berasal dari hasil pemikiran, imajinasi, kemampuan, keterampilan, kecekatan maupun keahlian seseorang, yang diwujudkan kebentuk nyata, sehingga hasilnya dapat dinikmati bersama sebagai suatu karya cipta. Mengacu pada pengertian hak cipta sebagaimana diatur dalam UUHC, bahwa perlindungan pencipta terhadap hasil karyanya adalah perlindungan otomatis. 17 Sistem perlindungan tersebut dapat dilihat pada Konvensi Berne, yang diratifikasi Undang-Undang Perjanjian Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia no. 7 tahun 1994, di mana konsep perlindungan otomatis dijelaskan sebagai prinsip yang diterapkan dari Konvensi Berne, sebagai konvensi tertua yang membahas mengenai hak cipta. Prinsip perlindungan otomatis tidak membebankan kewajiban pada pemegang hak cipta untuk mendaftarkan karya mereka, dan menjadikan pendaftaran hak cipta sebagai

pilihan bagi pemegang hak cipta tersebut. 18 Perlindungan otomatis sejalan dengan ajaran hukum alam, yang menyatakan bahwa hak cipta adalah hasil alami dan langsung dari setiap individu dan didapat saat menciptakan suatu karya cipta, dan bahwa hak cipta bukanlah hadiah dari individu lain.19

Robert M. Sherwood memiliki pengaruh yang besar terhadap perlindungan kekayaan intelektual seperti hak cipta. NFT art sebagai suatu gambar yang diciptakan manusia tentunya merupakan objek dari hak cipta, menurut Robert M. Sherwood dalam teori perlindungan kekayaan intelektual membahas teori reward, teori pemulihan, teori risiko, teori insentif dan teori stimulus pertumbuhan ekonomi. 20 Menurut teori penghargaan, pencipta memiliki suatu kesempatan mendapat penghargaan atas karya cipta yang dihasilkan atau diciptakannya sendiri.21 Teori penghargaan yang dijelaskan diatas dalam UUHC tercantum dalam Pasal 4, yang mengatur tentang hak moral dan hak ekslusif,. Hak moral adalah hak yang melekat pada pencipta, yang dalam hal ni dihormati dan diakui dan hak moral tersebut tetap melekat sampai pencipta telah meninggal. 22 Penghargaan merupakan hak eksklusif dalam hal adanya suatu pengakuan berupa penghormatan kepada pencipta terhadap karya ciptaannya.23

Selain hak moral yang telah dijelaskan tersebut, UUHC juga memberikan perlindungan kepada pemegang hak cipta terhadap hak ekonomi, yang dalam hal ini diatur dalam UUHC Pasal 9. UUHC Pasal 9(1) mengatur bahwa pemegang hak cipta memiliki hak ekonomi atas a) penerbitan ciptaan; b) perbanyakan ciptaan dalam berbagai bentuknya; c) menerjemahkan pekerjaan; d) adaptasi, pengaturan, atau modifikasi karya; e) distribusi karya maupun salinan yang dibuat; f) pertunjukan terhadap suatu karya g) publikasi karya; h) komunikasi karya; i) penyewaan karya. Berkenaan dengan pemberian hak ekonomi, Pasal 9(2) UUHC menegaskan bahwa "siapa pun yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan otorisasi dari pencipta atau pemegang hak cipta"; UUHC juga mengatur dalam Pasal 9(3) bahwa otorisasi dari pemegang hak cipta atau pencipta untuk tujuan komersial, harus diperoleh dari pencipta atau pemegang hak cipta, hal ini tentu menjadi jelas bahwa penggunaan atau produksi tanpa otorisasi dari pemegang hak cipta atau pencipta untuk tujuan komersial dilarang. Penjelasan mengenai perlindungan hak ekonomi pemegang hak cipta atau pencipta terkait dengan teori insentif sebagaimana digagas oleh Robert M. Sherwood. Menurut Robert

M. Sherwood, menjelaskan "pemberian insentif kepada pemegang hak cipta didasarkan pada upaya menarik minat orang-orang mengembangkan suatu karya sehingga dapat terus berkembang."24

  • b)    Proses Minting NFT art

Minting merupakan proses yang dibuat terhadap suatu aset digital tertentu menjadi NFT. Pengubahan aset digital yang dimaksud bertujuan untuk menjadikan token digital tersebut dipindahkan, disimpan, dan direkam di blockchain dalam hal ini seperti bitcoin, ethereum, solana, goldcoin. Minting sendiri dapat dilakukan di platform NFT seperti website NFT yang terbesar untuk kolektor dan seniman NFT yaitu OpenSea.25 Berikut proses yang dapat dilakukan untuk mengubah sebuah gambar menjadi NFT khususnya di website OpenSea :

  • a.    Menyiapkan dompet kripto

Mencetak NFT tentunya tidak terlepas untuk mempersiapkan dompet guna untuk penyimpanan maupun melakukan transaksi terhadap NFT art. Hal ini didasari dikarenakan aset tersebut diperjualbelikan menggunakan blockchain yang terikat pada NFT tersebut baik itu ethereum, bitcoin, solana. Di website opensea MetaMask adalah salah satu dompet crypto paling populer, yang kompatibel dengan ethereum blockchain. Selain metamask dompet lain yang kompatibel dengan Blockchain lain adalah Polygon (MATIC) dan Solana (SOL).

  • b.    Mencetak NFT

Dompet NFT yang sudah siap, selanjutnya kita bisa melakukan minting NFT art, yang tentunya di website opensea, kita perlu menyetujui terms yang diberikan oleh pihak opensea. Setelah persetujuan tersebut telah disepakati, kita bisa memilih opsi create nft, dan selanjutnya kita bisa membuat aset digital menjadi NFT, baik itu NFT art, music, video, game, virtual reality dan masih banyak lagi. Untuk mencetak NFT, diperlukan untuk membayar sejumlah uang tertentu sebagai biaya administrasi diwebsite tersebut, yang pada umumnya untuk semua transaksi menggunakan kripto seperti ethereum.26

menghasilkan uang dari NFT terdapat beberapa cara yang dapat digunakan, Baik itu dengan menyewakan NFT dalam hal ini seperti pada NFT virtual reality kita menyewakan gedung secara virtual kepada penyewa gedung tersebut dan untuk selanjutnya mendapatkan royalti dari mereka hasil dari penyewaan aset virtual tersebut. Upaya selanjutnya yang dapat digunakan untuk menghasilkan uang pada NFT adalah menggunakan metode Flipping. Flipping sendiri memiliki arti membeli NFT di pasar dan menjualnya dengan harga lebih tinggi.

  • c)    Perlindungan NFT art sebagai hak cipta

Merujuk UUHC Pasal 58(1) mengenai NFT art sebagai gambar yang merupakan objek hak cipta bahwa, "Perlindungan hak cipta atas karya seni, dalam hal ini gambar, adalah hasil kreativitas dan kecerdasan manusia, dan dilindungi seumur hidup dan selama 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia. Namun demikian, apabila hak cipta badan hukum yang memegang karya cipta NFT art, 50 tahun adalah jangka waktu perlindungan hak cipta oleh pencipta, sesuai dengan UUHC Pasal 58(3).

Penjelasan diatas kita telah mengetahui bahwa NFT art dilindungi dengan hak cipta bagi pemegang hak cipta atau penciptanya, terhadap NFT art yang ditransformasi menjadi action figure atau dalam hal ini karya gambar yang dibuat menjadi figur nyata27, hal ini telah diatur dalam Konvensi Berne, tepatnya Article 2 (3) yang menjelaskan bahwa karya tersebut merupakan suatu derivative work (karya turunan), adapun isi Pasal tersebut "A derivative work as a adaptation, translation, modification, musical arrangement of a literary or artistic work shall be protected as an original work without prejudice to the copyright in the original work”. Penjelasan dari Pasal tersebut dapat kita ketahui bersama bahwa hasil karya cipta yang ditransformasi sebagai turunan karya tersebut baik itu adaptaasi, terjemahan, perubahan karya sastra ataupun karya seni, pengaturan musik berlaku sebenarnya seperti karya asli tanpa mengurangi nilai dari suatu karya cipta tersebut.

Perlindungan hak cipta bersifat non-diskriminatif baik terhadap warga negara Indonesia maupun warga negara asing, dijelaskan bahwa “semua produk yang berkaitan dengan ciptaan dan hak terkait serta pengguna ciptaan dan produk terkait (dalam hal ini bukan warga negara Indonesia dan bukan badan hukum Indonesia yang memenuhi syarat)” Pasal 2 huruf c UUHC mengatur bahwa: 1) negara asing tersebut memiliki perjanjian dengan Indonesia untuk perlindungan hak yang bersangkutan (dalam hal ini hak cipta); atau 2) baik Republik Indonesia maupun negara yang bersangkutan merupakan pihak dalam perjanjian multilateral tentang perlindungan hak cipta;28

Perlindungan hukum NFT art dalam Konvensi Berne menjelaskan bahwa hak cipta beserta dengan transformasinya mendapatkan perlindungan hukum bagi negara yang tergabung sebagai anggota Konvensi Berne tersebut hal ini sesuai Article 5(1) yang menjelaskan “Authors shall enjoy, in respect of works protected by the present Convention, in the countries of the Union other than the country of origin, the rights which their respective laws now confer or may hereafter confer upon their nationals, in addition to those rights specially granted by the present Convention. ”

Kewajiban perlindungan hukum terhadap hak cipta NFT art atas gambar serta hasil transformasi, tentunya sangat penting. Hal ini bertujuan agar pemegang hak cipta

mendapatkan perlindungan hukum terhadap karya ciptaannya. 29 Perlindungan hukum tersebut tentu agar tidak adanya suatu tindak sewenang-wenang oleh orang yang tidak bertanggung jawab menggunakan karya ciptaan orang lain, dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, tanpa memperhatikan jerih payah pencipta dalam menciptakan suatu karya cipta tersebut sehingga hak cipta tersebut sebagai bentuk penghargaan bagi pencipta atas hasil pikir, jerih payah, dan usaha yang digunakan untuk menciptakan suatu karya cipta.

  • 3.2    Pengaturan Pencegahan Penggunaan NFT art Secara Melawan Hukum

Ketenaran NFT art yang dipopulerkan oleh pemilik token Ghozali Everyday membuat banyak masyarakat yang membuat NFT art dan selanjutnya dijual dengan tujuan mendapatkan keuntungan atas perdagangan tersebut. UUHC Pasal 1 angka 24 menjelaskan pengertian penggunaan secara komersial adalah pemakaian atas barang hasil ciptaan dan produk hak yang terkait yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan komersial yang didapat dari hasil bayaran atas penggunaan karya cipta dalam hal ini NFT art milik pemegang hak cipta. Keuntungan komersial yang didapat oleh pemegang hak cipta adalah sah sebagai bentuk penghargaan dari karya ciptaannya, hal ini menjadi suatu permasalahan ketika orang lain menggunakan karya cipta NFT art dengan tujuan mendapatkan keuntungan komersial secara melawan hukum. Penggunaan NFT art secara melawan hukum yang dimaksud adalah ketika seseorang tanpa izin oleh pemegang hak cipta menggunakan hak cipta tersebut untuk tujuan komersial30 hal ini sesuai ketentuan Pasal 9 ayat 3 UUHC.

Penggunaan karya cipta NFT art secara melawan hukum memerlukan upaya pencegahan agar suatu karya dapat dilindungi dan memiliki kepastian hukum mengenai pemegang karya cipta NFT art. Pencegahan terhadap pelanggaran hak cipta NFT art, tercantum dalam dua Pasal, Pasal 66 ayat 1 yang menjelaskan “Produk Hak dan Ciptaan yang akan dicatatkan diajukan secara tertulis permohonan dalam bahasa Indonesia oleh pemegang hak cipta maupun kuasanya kepada Menteri”. Pengajuan pendaftaran tersebut sebagai upaya yang dapat dilakukan kepada pemegang hak cipta supaya didapatkannya suatu kepastian hukum terhadap pemegang suatu karya cipta. Hal ini dikarenakan memang suatu hak cipta secara otomatis didapatkan oleh seseorang setelah karya cipta tersebut dibuat oleh pemegang hak cipta, namun agar memperkuat bahwa hak cipta tersebut siapa penciptanya dan kapan karya cipta tersebut diciptakan maka diperlukannya pendaftaran hak cipta tersebut, supaya patut dan jelas mengenai subjek pemegang karya cipta tersebut. Pasal 55 ayat 1 UUHC bahwa,” setiap orang yang melalui sistem elektronik mengetahui, terdapat pelanggaran hak cipta dan atau hak terkait seperti penggunaan tanpa izin, dengan tujuan komersial dapat membuat laporan yang ditujukan ke menteri”. Pasal 9 ayat 2 UUHC tegas menjelaskan bahwa setiap orang dalam melaksanakan hak ekonomi memiliki kewajiban mendapat izin pencipta terhadap karya yang diciptakannya. Hal tersebut selanjutnya ditekankan

kembali mengenai pelarangan penggunaan maupun penggandaan karya cipta tanpa izin pencipta, hal ini tercantum dalam Pasal 9 ayat (3) UUHC.31

Perbuatan menggunakan NFT art guna untuk diperjualbelikan kembali seperti pembuatan action figure dan merchandise, tidak masuk dalam kategori suatu pelanggaran hak cipta apabila pihak yang menggunakan karya cipta orang lain tersebut telah diberikan izin oleh pemegang hak cipta, sebagaimana telah diatur pada UUHC Pasal 80 ayat (1). UUHC sendiri telah tegas menjelaskan bahwa izin tertulis sebagai bentuk persetujuan terhadap penggunaan karya cipta kepada orang lain adalah wajib guna melaksanakan hak ekonomi atas ciptaan pemegang hak cipta yang telah dibuat, hal ini sesuai pada Pasal 1 angka 20 UUHC.

Perjanjian lisensi pada penerapannya, para pihak yang terikat tersebut menentukan batas waktu penggunaan suatu karya cipta32, tetapi tetap mengacu pada UUHC Pasal 80 ayat 2. Hal lain yang diatur dalam perjanjian lisensi, tentunya adalah sejumlah royalty yang perlu dibayarkan sebagai bentuk penghargaan kepada pencipta terhadap digunakannya karya tersebut, hal lain juga dimasukan dalam perjanjian royalty adalah tata cara pembayaran dan jumlah royalty yang akan dibayarkan. Perjanjian lisensi tersebut tentunya wajib didasari dengan itikad baik oleh para pihak agar keadilan dapat tercapai dimasing-masing pihak sebagaimana tercantum pada UUHC Pasal 80 ayat 3. Merujuk pada ketentuan dalam UUHC tersebut, dapat dipahami bahwa bagi orang-orang yang ingin menggunakan NFT art, wajib untuk menghubungi pencipta sebagai pemegang hak cipta terkait penggunaan NFT art yang ingin digunakan untuk tujuan komersial.33

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, kita pahami bahwa, jika pelaku usaha ingin menggandakan maupun menggunakan suatu karya cipta, dengan tujuan komersial, maka pelaku usaha tersebut wajib untuk meminta izin kepada pencipta dari karya cipta tersebut. Izin yang dilakukan pelaku usaha didasari dengan perjanjian lisensi yang ditulis, dihadiri, dan ditandatangani oleh para pihak, yang isinya mengenai hak dan kewajiban para pihak terhadap penggunaan karya dari pemengang hak cipta, dan perjanjian tersebut berlaku sebagai Undang-Undang bagi pihak yang mengikatkan diri disana, hal ini sesuai dengan asas perjanjian pacta sunt servanda. Pencegahan yang dilakukan terhadap orang yang menggunakan NFT art secara melawan hukum seperti dengan mendaftarkan karya cipta tersebut Pasal 66 ayat 1 UUHC dan pelaporan terhadap adanya penggunaan suatu karya cipta NFT art secara melawan hukum kepada menteri Pasal 55 ayat 1 UUHC adalah supaya pemegang hak cipta mendapatkan kepastian hukum yang patut dan jelas memiliki hak secara penuh terhadap suatu karya cipta NFT art pencegahan yang dimaksud guna menjaga hak pemegang karya cipta NFT art agar tidak dipergunakan secara melawan hukum oleh orang lain, hal ini sesuai dengan Teori kepastian hukum menurut Sudikno Mertokusumo yang menjelaskan kepastian hukum sebagai jaminan bahwa hukum dijalankan, bahwa yang berhak menurut hukum dapat

memperoleh haknya dan bahwa putusan dapat dilaksanakan. Bahwa dengan didaftarkannya karya cipta NFT art tersebut patut dan jelas kepastian hukum pemegang hak karya cipta NFT art dalam hal ini hak komersial, dan terhadap penggunaan karya cipta secara melawan hukum yang telah terdaftar, tentunya orang yang mengetahui dapat melapor kepada kementerian, sehingga kedua upaya yang telah dijelaskan tersebut, tentu jelas pemegang hak cipta mendapatkan kepastian hukum sebagai hak pemegang suatu karya cipta NFT art.

  • 4.    Kesimpulan

Perlindungan hukum dari pemegang hak cipta NFT art suatu karya kreatif dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta dikarenakan NFT art merupakan gambar sebagai bentuk kreativitas yang dihasilkan oleh pemikiran manusia. Bentuk lain seperti adaptasi, yang merupakan transformasi dari NFT art juga dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta. Jangka waktu perlindungan karya cipta NFT art sebagai pemegang hak cipta adalah seumur hidup untuk perorangan, 70 tahun setelah kematian pemegang hak cipta, dan 50 tahun sejak pendaftaran hak cipta untuk badan hukum. Bisnis hasil dari digunakannya karya cipta diharuskan untuk mendapatkan izin dari pencipta karya jika mereka ingin memproduksi atau memanfaatkan karya untuk tujuan komersial. Pencegahan terhadap pelanggaran hak cipta NFT art yaitu dengan pengajuan pendaftaran hak cipta sebagai upaya yang dapat dilakukan oleh pemegang hak cipta untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap pemegang suatu karya cipta NFT art. Upaya selanjutnya adalah dengan melakukan pelaporan terhadap orang yang menggunakan karya cipta secara melawan hukum yaitu dengan melalui sistem elektronik membuat laporan yang ditujukan kepada menteri, hal ini ditujukan untuk melindungi hak cipta pemegang karya cipta NFT art. Pelaku usaha yang ingin menggandakan maupun menggunakan suatu karya cipta, dengan tujuan komersial, maka pelaku usaha tersebut wajib untuk meminta izin kepada pencipta dari karya cipta tersebut. Izin yang dilakukan pelaku usaha didasari dengan perjanjian lisensi yang ditulis, dihadiri, dan ditandatangani oleh para pihak, yang isinya mengenai hak dan kewajiban para pihak terhadap penggunaan karya dari pemengang hak cipta.

Daftar Pustaka

Arbar, Thea Fatanah. “NFT Ghozali Everyday Laku Miliaran Rupiah, Ini Alasannya.”            CNBC            Indonesia,            2022.

https://www.cnbcindonesia.com/tech/20220121161814-37-309464/nft-ghozali-everyday-laku-miliaran-rupiah-ini-alasannya.

Asyfiyah, Siti. “Perlindungan Hukum Potensi Indikasi Geografis Di Kabupaten Brebes Guna Pengembangan Ekonomi Masyarakat Lokal.” Jurnal Idea Hukum             1,             no.             2             (2015).

https://doi.org/https://doi.org/10.20884/jih.v1i2.17.

Damian, Eddy. Hukum Hak Cipta. Bandung: Alumni, 2019.

Delorme, Arnaud, and Scott Makeig. “EEGLAB, SIFT, NFT, BCILAB, and ERICA: New Tools for Advanced EEG Processing.” Computational

Intelligence and Neuroscience 2, no. 004    (2011):    1–2.

https://doi.org/10.1155/2011/130714.

Dewi, Ni Made Adinda Wikan, and Made Subawa. “Penerapan Asas Manfaat Dan Asas Timbal Balik Dalam Perpres RI No. 21 Tahun 2016 Tentang Bebas Visa Kunjungan.” Kertha Negara: Journal Ilmu Hukum 6 (2018): 1–13.

Dharmawan, Ni Ketut Supasti. Harmonisasi Hukum Kekayaan Intelektual Indonesia. Denpasar: Swasta Nulus, 2018.

Dictionary, Cambridge. “Picture.” Cambridge Dictionary, 2022. https://dictionary.cambridge.org/dictionary/learner-english/picture.

Dictionary, Merriam Webster. “NFT.” Merriam Webster Dictionary, 2017. https://www.merriam-webster.com/dictionary/NFT.

Gidete, Bio Bintang, Muhammad Amirulloh, and Tasya Safiranita Ramli. “Pelindungan Hukum Atas Pelanggaran Hak Cipta Pada Karya Seni Yang Dijadikan Karya Non Fungible Token (NFT) Pada Era Ekonomi Digital.” Jurnal     Fundamental Justice     3,     no.     1     (2022):     1–18.

https://doi.org/10.30812/fundamental.v2i2.1736.

Hargrave, John. Blockchain Success Story. England: O’Reilly Media, 2021.

Hukum dan Kerjasama Biro Humas. “‘Indonesia-Japan Intellectual Property Forum - Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,.’” kemenkumham.go.id, 2016.

Kiong, Liew Voon. DeFi, NFT and GameFi Made Easy: A Beginner’s Guide to Understanding and Investing in DeFi, NFT and GameFi Projects. Liew Voon Kiong, 2021.

Laurence, Tiana. NFTs for Dummies. Hoboken: John Wiley & Sons, 2022.

Leonidas. “Top 10 Historical NFTs Everyone Should Know.” Nft Now, 2022. https://nftnow.com/guides/top-10-historical-nfts-everyone-should-know/.

Maharani, Desak Komang Lina, and I Gusti Ngurah Parwata. “Perlindungan Hak Cipta Terhadap Penggunaan Lagu Sebagai Suara Latar Video Di Situs Youtube.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 7, no. 10 (2019): 1–14.

Marzuki, Mahmud. Penelitian Hukum: Edisi Revisi. Jakarta: Kencana, 2017.

Noor, Muhammad Usman. “NFT (Non-Fungible Token): Masa Depan Arsip Digital? Atau Hanya Sekedar Buble?” Pustakaloka 13, no. 2 (2021): 223–34.

Nover, Scott. “Beeple Is Changing The Relationship Between The Artist and The Collector.” Quartz, 2021. https://qz.com/2087563/beeples-human-one-sold-at-christies-for-29-million/.

Nurdahniar, Inda. “Analisis Penerapan Prinsip Perlindungan Langsung Dalam Penyelenggaraan Pencatatan Ciptaan.” Veritas et Justitia 2, no. 1 (2016): 231– 52. https://doi.org/10.25123/vej.2073.

Pramesti, Ni Nyoman Dianita, and I Ketut Westra. “Perlindungan Karakter Anime Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta.” Jurnal Magister Hukum Udayana         10,         no.         1         (2021):         79–90.

https://doi.org/10.24843/jmhu.2021.v10.i01.p7.

Pricillia, Luh Mas Putri, and I Made Subawa. “Akibat Hukum Pengunggahan Karya Cipta Film Tanpa Izin Pencipta Di Media Sosial.” Kertha Semaya: Journal Ilmu Hukum 6, no. 11 (2018): 1–15.

Putri, Ni Made Dwi Marini. “Perlindungan Karya Cipta Foto Citizen Journalist Yang Dipublikasikan Di Instagram.” Jurnal Magister HukumUdayana (Udayana Master Law Journal), 2017.

Sharma, Rakesh. “Non-Fungible Token (NFT): What It Means and How It Works.” Investopedia, 2022. https://www.investopedia.com/non-fungible-tokens-nft-5115211.

Sugiharto, Alexander, Muhammad Yusuf Musa, and Mochamad James Falahuddin. NFT & Metaverse: Blockchain, Dunia Virtual & Regulasi. Vol. 1. Indonesian Legal Study for Crypto Asset and Blockchain, 2022.

Sulistianingsih, Dewi, and Apriliana Khomsa Kinanti. “Hak Karya Cipta Non-Fungible Token (NFT) Dalam Sudut Pandang Hukum Hak Kekayaan Intelektual.” Krtha Bhayangkara 16, no. 1   (2022):   197–206.

https://doi.org/10.31599/krtha.v16i1.1077.

Supasti, Ni Ketut. “Relevansi Hak Kekayaan Intelektual Dengan Hak Asasi Manusia Generasi Kedua.” Jurnal Dinamika Hukum 14, no. 3 (2014): 518–27. https://doi.org/10.20884/1.jdh.2014.14.3.323.

Team, Splyt Official. “History of NFT.” The Capital, 2021. https://medium.com/the-capital/history-of-nfts-4636d22ec3e7.

Wang, Qin, Rujia Li, Qi Wang, and Shiping Chen. “Non-Fungible Token (NFT): Overview, Evaluation, Opportunities and Challenges.” ArXiv Preprint ArXiv:2105.07447, 2021.

Wiradirja, Imas Rosidawati, and Fontian Munzil. Pengetahuan Tradisional Dan Hak Kekayaan Intelektual: Perlindungan Pengetahuan Tradisional Berdasarkan Asas Keadilan Melalui Sui Generis Intellectual Property System. Refika Aditama, 2018.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599)

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994, Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564)

642