Akibat Hukum Pemegang Komparisi Nominee Atas Beneficial Owner Saham Dalam Perseroan Terbatas
on
Akibat Hukum Pemegang Komparisi Nominee Atas Beneficial Owner Saham Dalam Perseroan Terbatas
Ni Made Gina Anggreni1, Nyoman Satyayudha Dananjaya2
1Fakultas Hukum Universitas Udayana, Email: [email protected]
2Fakultas Hukum Universitas Udayana, Email: [email protected]
Info Artikel Masuk: 8 Maret 2022 Diterima: 19 Desember 2022 Terbit: 28 Desember 2022 |
Abstract The aims this article is to find out the norms violated against the nominee comparison in the nominee deed of the limited liability company establishment deed, to analyze the violated norms and principles related to the nominee comparison of beneficial owner |
Keywords: Nominee Comparison, Beneficial Owner Shares, Limited Liability Company |
shares in a limited liability company, and to analyze the legal consequences of the nominee comparison holder on the beneficial owner of the limited liability company shares. The research method used is normative legal research. The comparison of nominees in the deed of establishment of limited liability company violates several norms such as article 1320 of the Civil Code the objective requirements of a lawful cause, article 1338 of the Civil Code regarding good faith, ratification of the deed carried out by a notary in article 44 paragraph (1) of the Law on Notary Position-Changes, article 48 paragraph (1) and article 54 paragraph (4) of the Limited Liability Company Law, article 33 paragraph (1) of the Investment Law, article 2 of the Banking Law , money laundering, forgery of letters. The legal consequences for nominee comparison of the beneficial owner of shares not only cause the cancellation of the nominee agreement entered into by the nominee with the beneficial owner of the shares, but also appears to be very broad, namely the votes issued at the general meeting of shareholders, money laundering crimes, know your customer principle, inheritance process, taxes, actio pauliana in bankruptcy. Abstrak |
Kata kunci: Komparisi Nominee, Beneficial Owner Saham, Perseroan Terbatas |
Tujuan penulisan artikel jurnal ini untuk mengetahui pelanggaran norma terhadap komparisi nominee dalam akta nominee pada akta pendirian perseroan terbatas, untuk menganalisa norma dan prinsip yang dilanggar terkait adanya komparisi nominee atas beneficial owner saham pada perseroan |
Corresponding Author: Ni Made Gina Anggreni, Email : |
terbatas, serta untuk menganalisa akibat hukum pemegang komparisi nominee atas beneficial owner saham perseroan terbatas. Adapun metode penelitian yang dipergunakan yakni penelitian hukum normatif. Komparisi nominee dalam akta pendirian perseroan terbatas melanggar beberapa norma seperti |
DOI: 10.24843/JMHU.2022.v11.i04. p08. |
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yakni tidak memenuhi persyaratan objektif kausa yang halal, Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenai itikad baik, pengesahan akta yang dilakukan oleh notaris pada Pasal 44 ayat |
(1) UU Jabatan Notaris-Perubahan, Pasal 48 ayat (1) dan Pasal 54 ayat (4) UU Perseroan Terbatas, Pasal 33 ayat (1) UU Penanaman Modal, Pasal 2 UU Perbankan, tindakan pencucian uang, pemalsuan surat. Akibat hukum terhadap komparisi nominee atas beneficial owner saham tidak hanya menimbulkan batalnya perjanjian nominee yang diadakan oleh pihak nominee dengan beneficial owner saham, namun nampak yang ditimbulkan sangat luas yakni terkait suara yang dikeluarkan saat rapat umum pemegang saham, tindak pidana pencucian uang, know your customer principle oleh bank, proses pewarisan, pajak, actio pauliana dalam kepailitan.
Perjanjian pinjam nama atau nominee agreement merupakan kesepakatan yang dilakukan oleh dua orang, dalam perjanjian yang dibuat terhadap salah satu pihak tersebut ingin meminjam nama dari pihak lain sehingga dapat memiliki suatu benda.1 Perjanjian nominee dianggap menjadi persoalan hal yang sudah biasa dalam praktiknya seperti kepemilikan saham yang menggunakan pemegang komparisi nominee (identitas pihak lain), bagi para pihak kurang memikirkan untuk dampak yang akan ditimbulkan. Pemilik saham sebenarnya (beneficial owner) dan pemegang komparisi nominee atas saham ketika mengadakan perjanjian untuk membuat perjanjian nominee atas kepemilikan saham, perjanjian yang disepakati antara pihak nominee dengan beneficial owner saham sebagai perjanjian khayalan atau perjanjian yang pura-pura antara beneficial owner saham dengan pihak nominee.2
Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (selanjutnya disingkat dengan UUPM), Pasal tersebut melarang secara tegas terhadap penanam modal yang asalnya dari dalam negeri dan luar negeri untuk mengadakan kesepakatan berbentuk perjanjian yang menerangkan saham yang dimiliki dengan nama orang lain sebagai pihak yang sah untuk bertindak dalam hukum. Perkembangan dunia investasi meskipun telah adanya peraturan yang melarang terkait perjanjian nominee khususnya mengenai kepemilikan saham, namun kasus perjanjian nominee masih ditemui dalam praktiknya. 3 Praktik perjanjian kepemilikan saham secara nominee yang menjadi fokus permasalahan yakni terkait tidak adanya data beneficial owner saham yang sebenarnya menjadi pemilik asli dari saham tersebut, karena kepemilikan atas saham tertulis atas nama pemegang komparisi nominee.
Pemegang komparisi nominee atas saham sebagai pemegang saham secara de jure memiliki hak untuk bertindak dalam hukum, seperti menjual, mengalihkan saham, namun secara de facto saham itu milik pihak beneficial owner yang berhak atas manfaat
dari saham baik mendapatan keuntungan ataupun memikul kerugian atas saham.4 Pembuatan perjanjian nominee atas kepemilikan saham oleh para pihak kurang untuk memikirkan dampak yang dapat ditimbulkan, ketika pemegang komparisi nominee dengan beneficial owner saham mendapatkan keuntungan atas saham tersebut maka tidak akan terjadi permasalahan pada perjanjian yang mereka buat. Permasalahan akan muncul ketika terjadi perselisihan yang mengakibatkan kerugian terhadap salah satu pihak sehingga sengketa diantara para pihak tidak dapat dihindari, seperti pemegang komparisi nominee atas saham melakukan tindakan berdasarkan kehendaknya sendiri tanpa persetujuan beneficial owner saham, terjadi kerugian, dan hal-hal lain yang kemungkinan akan muncul.
Pemegang komparisi nominee saham sebagai pihak yang tercatat atas kepemilikan suatu saham sah secara hukum hanya formalitas diatas kertas5, namun kenyataannya pemegang komparisi nominee atas saham sebagai pihak yang mewakili kepentingan beneficial owner saham penanam modal asing yang menggunakan Warga Negara Indonesia (WNI) ataupun penanam modal dalam negeri yang mengadakan perjanjian nominee. Perjanjian nominee kepemilikan saham apabila dicermati berimplikasi hukum seperti contoh persoalan pajak, posisi beneficial owner saham, upaya pencucian uang, perbankan, pewarisan atas saham, pailit, know your customer principles oleh bank, tanggung jawab bagi pihak notaris ketika perjanjian nominee dibuat secara notariil.
Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat dengan PT) merupakan badan hukum dengan keberadaanya mampu memberi sumbangsih sangat besar terhadap pergerakan ekonomi dalam suatu negara, di Indonesia PT memiliki berbagai peranan yang mampu untuk meningkatkan perkembangan ekonomi. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disingkat dengan UU PT), definisi tentang PT pada Pasal 1 angka 1 yaitu:
“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksananya”.
Pasal 48 ayat (1) UU PT telah mengatur ketika PT mengeluarkan saham maka nama yang tercantum pada saham tersebut sebagai pemilik. UU PT tidak membedakan beneficial owner saham dengan pihak nominee atas saham, karena UU PT mengatur ketika saham tersebut dikeluarkan maka pemilik sah adalah nama yang tercantum dalam saham sehingga berhak bertindak secara hukum. Kepemilikan saham dengan cara nominee dalam PT terhadap pemegang komparisi nominee atas saham merupakan sebagai pemilik semu, karena pemegang komparisi nominee hanya mewakili kepentingan beneficial owner saham sebagai pemilik sebenarnya.
Kepemilikan saham secara nominee dalam PT tidak diatur pada UU PT, namun UUPM Pasal 33 ayat (1) telah melarang pembuatan kesepakatan dalam bentuk suatu perjanjian tentang pihak lain yang dipinjam komparisinya untuk sebagai pemilik saham secara semu dalam hukum, ketika dilakukannya perjanjian nominee atas suatu
saham maka berdasarkan Pasal 33 ayat (2) UUPM maka berakibat batal demi hukum. Ketika pemilik saham yang menggunakan cara yang tidak sejalan dengan aturan undang-undang yaitu dengan adanya dua kepemilikan atas satu saham, untuk menguatkan perjanjian nominee tersebut maka dituangkan kedalam akta autentik. Pihak yang menghadap kepada notaris dalam keterangannya dalam rangka membuat akta partij, kemudian para penghadap menerangkan mengadakan perbuatan hukum berupa perjanjian namun apabila para pihak mengadakan perjanjian yang substansinya mengandung unsur nominee maka hal tersebut merupakan suatu perbuatan melawan hukum.6
Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah diatas terdapat tiga rumusan masalah yang dikaji, yang pertama bagaimana pelanggaran norma terhadap komparisi nominee dalam akta nominee pada akta pendirian perseroan terbatas? yang kedua bagaimana analisa terhadap norma dan prinsip yang dilanggar terkait adanya komparisi nominee atas beneficial owner saham pada perseroan terbatas? serta yang ketiga bagaimana akibat hukum pemegang komparisi nominee atas beneficial owner saham pada perseroan terbatas? Penulisan artikel jurnal ini sebagai penelitian dengan tujuan yang ingin dicapai untuk mengetahui pelanggaran norma terhadap komparisi nominee dalam akta nominee pada akta pendirian perseroan terbatas, untuk mengetahui analisa terhadap norma dan prinsip yang dilanggar terkait adanya komparisi nominee atas beneficial owner saham pada perseroan terbatas, serta menganalisis akibat hukum pemegang komparisi nominee atas beneficial owner saham pada perseroan terbatas.
Penelitian jurnal ini apabila dibandingkan dengan penelitian terdahulu memiliki persamaan mengenai kepemilikan saham nominee pada PT namun jika dibandingkan secara substansi terdapat perbedaan. Pada tahun 2015, Anak Agung Intan Permata Sari serta Ni Ketut Supasti Darmawan mengkaji mengenai “Keabsahan Perjanjian Nominee Kepemilikan Saham Dalam Pendirian Perseroan Terbatas”. 7 Penelitian tersebut berfokus terhadap keabsahan atas perjanjian nominee kepemililikan atas saham pada pembentukan perseroan terbatas. Pada tahun 2017, Rifka Annisa Apriana serta Jawade Hafidz mengkaji mengenai “Penyimpangan Hukum Dalam Pendirian Perseroan Terbatas”.8 Penelitian tersebut berfokus terhadap pendirian perseroan terbatas terjadi proses penyimpangan hukum terhadap ketentuan minimal pemegang saham. Tahun 2021, Kadek Mas Sri Kusumadewi dan Made Suksma Prijandhini Devi Salain mengkaji tentang “Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta Perjanjian Nominee Kepemilikan Saham Perseroan Terbatas Oleh Warga Negara Asing”. 9 Penelitian tersebut berfokus terhadap akibat hukum yang ditimbulkan dari akta perjanjian nominee kepemilikan saham yang dibuat oleh notaris serta tanggung jawab notaris terhadap pembuatan akta perjanjian nominee kepemilikan saham dalam PT. Berdasarkan penulisan jurnal yang membahas mengenai saham nominee dalam perseroan terbatas, yang menjadikan unsur kebaharuan dalam penulisan jurnal ini
adalah akibat hukum bagi pemegang komparisi nominee atas beneficial owner saham pada PT tidak hanya dilihat berdasarkan UU PT dan UUPM, namun dari berbagai aspek yang mampu menciptakan kerugian untuk pihak yang bersangkutan maupun terhadap negara. Dampak hukum yang dipaparkan tidak hanya mengenai perjanjian yang dibuat oleh beneficial owner saham dengan pihak nominee menjadi batal demi hukum, namun akan dipaparkan mengenai persoalan pajak, posisi beneficial owner saham, Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disingkat dengan TPPU), perbankan, pewarisan atas saham, pailit, know your customer principles oleh bank, tanggung jawab bagi pihak notaris ketika nominee agreement dibuat secara notariil.
Metodologi penelitian yang diterapkan pada pembuatan artikel jurnal ini dengan memakai jenis penelitian hukum yang memiliki sifat normatif. Adapun penelitian hukum dalam penulisan artikel jurnal sebagai karya ilmiah dengan menggunakan metode hukum normatif bertujuan untuk memperoleh hasil ilmiah dan kebenaran ilmiah. Artikel jurnal yang memakai metode penelitian hukum normatif dapat melalui pengkajian pelaksanaan norma hukum dengan objek yang dikaji yaitu peraturan perundang-undangan, bahan pustaka yang memiliki keterkaitan terhadap permasalahan yang sedang diteliti. 10 Penulisan jurnal ini memakai pendekatan perundang-undangan serta pendekatan konsep yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan hukum yang dikaji. Pengumpulan bahan hukum pada penulisan artikel jurnal ini menggunakan teknik studi pustaka, bahan hukum yang dipergunakan untuk yakni bahan hukum primer serta sekunder.11
-
3. Hasil dan Pembahasan
Perjanjian dapat didefinisikan dengan kesepakatan antara seseorang ataupun lebih yang saling mengikatkan diri diantara para pihak lain tersebut untuk berbuat sesuatu hal yang menimbulkan dampak hukum sebagaimana dipaparkan pada Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disingkat dengan KUH Perdata). Kontrak dapat dikatakan sah serta mengikat terhadap pihak-pihak yang saling mengikatkan diri didalamnya harus melengkapi Pasal 1320 KUH Perdata yang telah mengatur, sebuah perjanjian dapat dikatan sah dan mengikat para pihak yang membuatnya ketika sudah memenuhi keempat kriteria perjanjian, yakni:
-
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
Pihak yang terikat satu sama lain didalam perjanjian dengan membulatkan satu suara diantara para pihak untuk memiliki kesepakatan mengenai pokok-pokok substansi dari kesepakatan pihak yang akan diatur dalam perjanjian.
-
2. Kecakapan melakukan pembuatan perikatan
Unsur subjektif mengenai kecakapan terhadap pihak yang diperbolehkan untuk membuat perjanjian yang secara hukum ketika pihak yang mengadakan perjanjian adalah sudah dewasa secara umur, memiliki
kesehatan secara akal pikiran serta oleh peraturan perundang-undangan tidak dilarang untuk dapat melakukan perbuatan dihadapan hukum.
-
3. Suatu pokok persoalan tertentu
Pokok persoalan tertentu merupakan objek yang akan diperjanjikan pada perjanjian, objek tersebut diperjanjian secara jelas dan terperinci, para pihak harus mengetahui hak dan kewajiban atas objek yang diperjanjikan sehingga dikemudian hari tidak terjadi perselisihan yang akan timbul.
-
4. Suatu sebab yang tidak terlarang
Oorzaak (Belanda) atau causa (Latin) merupakan asal dari kata kausa yang mengacu kepada isi serta tujuan perjanjian. 12 Pihak yang memiliki kesepakatan untuk melaksanakan suatu perbuatan yang menimbulkan akibat hukum terhadap isi beserta tujuan untuk membuat perjanjian dalam Pasal 1337 KUH Perdata harus diwajibkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan, kesusilaan serta ketertiban umum.
Sahnya suatu perjanjian ketika telah melengkapi persyaratan keabsahan suatu perjanjian selaras dengan Pasal 1320 KUH Perdata, namun perjanjian nominee atas kepemilikan saham pada PT walaupun telah melengkapi ketentuan pada Pasal 1320 KUH Perdata, tetap saja perjanjian nominee atas saham itu tidak sah karena melanggar syarat objektif yaitu sebab yang halal. Kausa secara letterlijk berasal dari kata causa yang dapat diartikan sebagai sebab, namun yang dimaksudkan dalam perjanjian yakni kausa adalah sebagai tujuan yang dikehendaki oleh para pihak dengan membuat perjanjian.13 Kausa dalam perjanjian dapat dibedakan menjadi 3, antara lain:14
-
1. Perjanjian tanpa kausa
Tanpa adanya kausa didalam perjanjian antara para pihak tidak dapat digolongkan kedalam jenis perjanjian yang substansinya mengandung kausa terlarang ataupun kausa yang palsu. Perjanjian yang dibuat tanpa kausa maka perjanjian tersebut menjadi batal.15 Tanpa adanya kausa pada suatu perjanjian berdampak kepada tidak dapat dilaksanakan perjanjian tersebut oleh para pihak.
-
2. Perjanjian dengan kausa palsu
Perjanjian yang diadakan oleh para pihak mengandung suatu kausa, tetapi kausa yang ada pada perjanjian tersebut bukan yang sebenarnya. Tindakan yang dilakukan berupa penyelundupan kausa oleh pihak dalam perjanjian karena mungkin kausa yang akan diperjanjikan sesungguhnya bertentangan terhadap peraturan perundang-undangan, kesusilaan, ketertiban umum,
namun dapat pula terhadap kausa yang berbeda dari pada yang sebenarnya tanpa mengandung kausa terlarang.16
-
3. Perjanjian dengan kausa terlarang
Kausa terlarang dalam perjanjian secara substansi mengandung perbuatan yang tidak sesuai dengan dengan perundang-undangan, kesusilaan serta ketertiban umum.17 Perjanjian yang mengandung kausa terlarang, ditinjau dari segi peraturan perundang-undangan maka telah melarang pelaksanaan dari substansi perjanjian.
Perjanjian nominee ketika dilihat menurut Pasal 1320 KUH Perdata telah memenuhi persyaratan subjektif, namun untuk persyaratan objektif perjanjian ini melanggar suatu sebab yang halal karena kausa yang tercantum didalam perjanjian adalah kausa palsu.18 Perjanjian nominee kepemilikan saham merupakan perjanjian dengan kausa palsu, perjanjian yang dibuat secara semu atau perjanjian khayalan terhadap kepemilikan saham yang sebenarnya untuk menyembunyikan kausa sebenarnya yang tidak diperbolehkan. Kausa yang halal apabila ditafsirkan lebih mendalam tidak hanya sebatas substansi yang terkandung pada perjanjian melainkan meliputi pula motivasi dalam mengadakan perjanjian, Pasal 33 ayat (1) serta (2) UUPM telah melarang adanya perjanjian nominee yang digunakan dalam rangka memiliki saham dengan mempergunakan komparisi pihak lain.
Komparisi dalam akta yang dikeluarkan oleh notaris memiliki peranan yang sangat penting, karena berisikan uraian mengenai posisi seseorang yang menghadap notaris sebagaimana diatur pada Pasal 38 ayat (3) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disingkat UUJN-P), ketentuan tersebut mengatur seseorang yang menghadap tersebut mempunyai kewenangan serta kecakapan untuk bertindak dalam hukum. Perjanjian nominee kepemilikan saham yang mana perjanjian tersebut telah memanipulasi kepemilikan atas saham secara hukum karena pemegang komparisi nominee saham yang sebagai pihak tercatat secara hukum bukan sebagai pemilik yang secara sebenarnya hal ini karena adanya benefical owner saham yang memiliki hak atas manfaat dari saham.
Kebebasan berkontrak memberikan keleluasaan untuk mengatur bagaimana pola hubungan hukum yang disepakati untuk membatasi perbuatan diantara para pihak agar tidak mencederai perjanjian yang telah dibuat. Kebebasan berkontrak dalam perjanjian tidak memiliki makna yang mutlak, karena terdapat pembatasan dalam mengadakan perjanjian melalui undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan serta ketertiban umum, diwajibkan untuk melaksanakan perjanjian dengan itikad yang baik. Adapun pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata mengatur tentang pelaksanaan terhadap suatu perjanjian, pasal tersebut mengatur “Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Itikad baik disebut pula dengan istilah bonafide atau
good faith dalam pelaksanaanya karena setiap perjanjian memiliki sifat yang mengikat seperti undang-undang. 19 Pelaksanaan itikad baik adalah keharusan dalam menjalankan suatu perjanjian yang dibatasi oleh kepantasan dan kepatutan. 20 Perjanjian nominee saham dilakukan untuk menghindari pembatasan hukum yang berlaku di Indonesia dengan tujuan melakukan penyelundupan hukum. Pelaksanaan perjanjian nominee telah sengaja untuk dibuat dengan maksud tersembunyi untuk melanggar norma-norma hukum, sehingga perjanjian nominee melanggar akidah baik yang telah dituangkan pada Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata mengenai itikad baik.
Pendirian PT bertujuan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan dengan seluruh modal yang dibagi kedalam saham, pemilik saham memiliki hak untuk ikut serta dalam melakukan perbuatan hukum PT. Pendirian PT dijelaskan dalam Pasal 7 ayat (1) UU PT yang memaparkan “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”. Pendiri perseroan wajib melakukan pengambilan bagian saham ketika pendirian PT, Pasal 48 ayat (1) UU PT mengatur ketika saham perseroan yang telah diterbitkan oleh PT maka saham tersebut atas nama pemiliknya. UU PT hanya mengenal konsepsi kepemilikan saham mutlak seperti dijelaskan pada Pasal 52 ayat (4) telah membahas “Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi”. Ketika UU PT hanya mengenal kepemilikan saham mutlak (dominium plenum) yang sah bertindak secara hukum dengan harapan yang besar agar tidak terjadi kepemilikan saham secara nominee.
Beneficial owner saham tidak dijelaskan pada UU PT, agar beneficial owner saham menjadi pengendali dari perusahaan maka dilakukan dengan cara melalui pemegang komparisi nominee. UU PT yang mengatur bahwa kepemilikan saham hanya dapat dimiliki secara mutlak (dominium plenum) dengan adanya ketentuan tersebut maka secara tersirat melarang praktik kepemilikan saham secara nominee. Kepemilikan saham jika dilihat dalam praktiknya tidak menutup kemungkinan kepemilikan saham yang dimiliki secara nominee, pemegang komparisi nominee atas saham sebagai pihak yang memiliki saham sah secara hukum dengan mempunyai kewenangan untuk bertindak berdasarkan hukum. Penggunaan pemegang komparisi nominee menimbulkan akibat sebagai pemilik yang tercatat secara hukum atas saham PT.
Counter document yang dibuat berupa akta pernyataan, akta pengakuan maupun dengan kuasa yang substansinya memberikan keterangan bahwa kepemilikan saham dibuat secara nominee.21 Counter document menyatakan bahwa pemegang komparisi nominee hanya sebagai pihak yang seolah-olah pemilik atas saham pada PT dengan ketentuan arahan dari beneficial owner saham sebagai pemilik yang sebenarnya. Perjanjian nominee saham walaupun diadakan untuk menyatakan kepemilikan saham pada PT milik pihak beneficial owner saham dan pemegang komparisi nominee saham sebagai pemilik secara semu, namun ketentuan perjanjian nominee saham yang telah dibuat akan batal secara hukum seperti diuraikan pada Pasal 33 ayat (2) UUPM.
Nasabah yang melakukan kegiatan keuangan dengan mempergunakan bank sebagai sarana transaksi, bank diwajibkan untuk mengenal nasabahnya dengan berbagai dokumen-dokumen yang menjamin kebenaran identitas nasabah.22 Pasal 60 ayat (1) UU PT memaparkan “Saham merupakan benda bergerak dan memberikan sejumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 kepada pemiliknya”, pada ayat (2) diatur bahwa saham PT dapat diagunkan dengan jaminan fidusia atau gadai hal tersebut dapat dilakukan selama tidak diatur lain pada anggaran dasar PT. Bank dalam menyalurkan dana kepada nasabahnya wajib untuk menerapkan prinsip kehati-hatian, begitupula dengan nasabah yang mengajukan permohonan kredit dengan agunan saham PT. Saham yang digunakan sebagai agunan akan menjadi permasalahan ketika saham tersebut dimiliki oleh pemegang komparisi nominee atas saham, yang secara hukum memang sebagai pemilik sah namun secara fakta yang memiliki saham tersebut adalah beneficial owner saham.
Pengajuan agunan dengan saham dilihat kepemilikan saham tersebut sudah sama dengan pihak yang akan mengadakan perjanjian kredit dengan agunan berupa saham. Pemegang komparisi nominee mengajukan permohonan kredit kepada bank, ketika tindakan hukum tersebut dilakukan tanpa persetujuan pihak beneficial owner saham maka pemegang komparisi nominee saham tersebut bertindak secara sepihak dengan mengingkari perjanjian nominee dengan pihak beneficial owner saham. Pengajuan agunan berupa saham oleh pemegang komparisi nominee sebagai tindakan yang diarahkan oleh beneficial owner saham, karena pihak yang tercatat secara hukum adalah pemegang komparisi nominee saham. Pengajuan agunan menggunakan saham dilakukan oleh pemegang komparisi nominee ketika terjadi kredit macet yang mana pengajuan kredit bank merupakan arahan dari pihak beneficial owner saham meyebabkan beneficial owner saham tidak dapat dimintai pertanggung jawaban. Pertanggung jawaban apabila terjadi kredit macet pihak bank akan meminta pemegang saham yang namanya tecantum sebagai pemilik yang sah secara hukum dan sebagai pihak yang mengajukan permohonan kredit, karena pemegang komparisi nominee saham sebagai pihak yang dapat bertindak dalam hukum.
Bank diwajibkan untuk mengenali nasabahnya dengan cara prinsip mengenal nasabah (know your customer principle), dimana prinsip tersebut digunakan perbankan selain demi mengenali lebih dalam mengenai siapa nasabahnya serta digunakan untuk memperhatikan kegiatan transaksi dari dana nasabah baik yang keluar maupun masuk agar ketika terjadi transaksi yang dirasakan mencurigakan pihak bank dengan cepat untuk mengetahuinya.23 Prinsip kehati-hatian diuraikan pada Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang mengatur “Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”, dalam Peraturan Bank Indonesia nomor 5/23/PBI/Tahun 2003 tanggal 23 Oktober tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) Bagi Bank Perkreditan Rakyat. Prinsip kehati-hatian direalisasikan dengan salah satu upaya yaitu dengan mengenali nasabahnya.
Nasabah yang sengaja melakukan upaya pencucian uang dalam bidang perbankan dapat diartikan pihak yang dengan sengaja memanfaatkan media serta sarana sektor jasa keuangan untuk memperlancar kegiatan hasil tindak pidana agar termasarkan sumber dana dan pemiliknya sehingga tidak mudah untuk dikenali bahwa hal tersebut sebagai kegiatan hasil tindak pidana. Modus yang digunakan seperti menggunakan pemegang komparisi nominee sebagai pemilik secara de jure terhadap suatu aset, namun jika dilihat secara de facto bukan sebagai pemilik yang sah. Perkara tindak pidana korupsi salah satu meliputi upaya melakukan pencucian uang yang telah ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) penggunaan nominee, nama orang lain pihak ketiga, keluarga, dan penggunaan kerabat dijadikan opsi yang sudah populer untuk melakukan tindak pidana khususnya TPPU oleh pelaku kejahatan.24
Transaksi keuangan serta pembelian aset dengan menggunakan pemegang komparisi nominee senyatanya penerima manfaat atas transaksi tersebut adalah orang-orang yang berbeda dengan yang dicantumkan dalam bukti kepemilikan ataupun transaksi keuangan. Transparansi beneficial owner yang merupakan bagian dari kebijakan Know Your Customer. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (selanjutnya disingkat UU TPPU), dalam meminimalisir tindakan pencucian uang maka prinsip mengenal pengguna jasa diatur pada Pasal 18 hingga Pasal 22. Pasal 19 ayat (1) UU TPPU menjelaskan “setiap orang yang melakukan transaksi dengan pihak pelapor wajib memberikan identitas dan informasi yang benar yang dibutuhkan oleh pihak pelapor dan sekurang-kurangnya memuat identitas diri sumber dana, dan tujuan transaksi dengan mengisi formulir yang disediakan oleh pihak pelapor dan melampirkan dokumen pendukung”. Ketika pemegang komparisi nominee saham melakukan transaksi sesuai dengan arahan beneficial owner saham, pihak yang melakukan transaksi merupakan pemegang komparisi nominee saham maka identitas yang digunakan secara fakta adalah tidak benar.
Perbuatan yang berupaya untuk menyembunyikan terhadap aset yang tidak lain adalah perolehan berupa hasil tindakan pidana seperti melaksanakan beragam transaksi keuangan dengan tujuan harta kekayaan yang tersebar diberbagai transaksi yang mungkin dengan orang berbeda sebagai pemiliknya sehingga seolah-olah uang yang beredar bersal dari kegiatan yang sah, perbuatan tersebut disebut dengan pencucian uang (money laundering). 25 Beneficial owner saham dengan menunjuk komparisi nominee sebagai pemilik sah secara hukum atas kepemilikan saham pada PT dengan menyembunyikan segala identitas beneficial owner saham, maka dapat dicurigai dengan dana yang diberikan oleh beneficial owner saham sebagai suatu langkah untuk melakukan pencucian uang dengan tujuan menyamarkan asal usul dana untuk memiliki saham. Unsur-unsur TPPU sebagaimana yang telah diatur pada Pasal 3, 4, 5 UU TTPU, ketika tindakan yang dilakukan diduga sebagai hasil pencucian uang yang bertujuan untuk menyembunyikan asal usul sumber dana sehingga orang yang melakukan tindakan tersebut dapat dipidana sesuai dengan ketentuan UU TPPU.
Wewenang notaris dalam pembuatan akta autentik sebagaimana dipaparkan pada Pasal 15 ayat (1) UUJN-P yang mengatur:
“Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang”
UUJN dan UUJN-P memberi wewenang kepada notaris dalam pembuatan akta autentik atas segala sesuatu yang berupa perjanjian, perbuatan, penetapan yang telah disepakati pihak-pihak yang terlibat guna dituangkan pada akta autentik yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna. Pendirian PT dituangkan kedalam akta autentik yang merupakan kewenangan dari notaris dalam hal ini membuat akta pendirian PT, sehingga notaris diharuskan untuk mengerti, memahami, serta mematuhi seluruh aturan terkait kewenangannya sebagai notaris dan pendirian PT.
Akta pendirian PT yang didalamnya terkandung pemegang komparisi nominee sebagai pemegang saham, perjanjian nominee kepemilikan saham dapat diklasifikasikan sebagai tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana diatur pada Pasal 263, 264, jo 266 KUHP karena pemilik saham yang terkandung dalam akta pendirian PT tidak sebagai pemilik yang sebenarnya diluar akta pendirian PT terdapat pemilik yang senyatanya atas saham. Pemegang komparisi nominee atas saham dalam akta pendirian PT yang tergolong sebagai akta autentik semestinya berisikan keterangan-keterangan serta dokumen-dokumen pendukung yang sebenarnya tanpa adanya unsur untuk melakukan tindak pidana pemalsuan surat, seperti adanya perjanjian nominee atas kepemilikan saham yang secara hukum telah dilarang.
Notaris dalam membuat akta autentik pada keadaan tertentu UUJN dan atau UUJN-P melarang notaris untuk membuat akta nominee, hal ini mengacu kepada subjek hukum yang menghadap ke notaris ketika subjek hukum dengan maksud untuk melakukan perbuatan hukum namun subjek hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan melarang untuk melakukan perbuatan hukum maka berakibat dengan substansi akta apapun tidak diperkenankan untuk dibuat. Akta pendirian PT dicantumkan komparisi nominee pemegang saham yang mana secara hukum di Indonesia, pihak yang pemegang komparisinya tercantum akta pendirian PT maka dinyatakan sebagai pemilik sah atas saham dan memiliki hak untuk melakukan tindakan dihadapan hukum. Perjanjian nominee atas kepemilikan saham merupakan salah satu termasuk tindak pidana dalam hal pemalsuan surat dalam akta autentik. Notaris yang memperoleh wewenang dari undang-undang guna melaksanakan pembuatan akta autentik ketika akta yang dibuat mengandung keterangan dan dokumen palsu, hal tersebut menjadikan akta autentik menjadi cacat hukum.26
Tindakan para pihak dalam menghadap ke notaris sampai dengan selesainya proses pembuatan akta yaitu tahap peresmian akta yang ditandai dengan pembacaan akta serta penandatangan akta tersebut untuk menjadi akta autentik agar dapat dijadikan alat bukti dengan kekuatan pembuktian secara sempurna, seluruh rangkaian kegiatan proses pembuatan akta baik para pihak dan notaris diwajibkan untuk mematuhi UUJN maupun UUJN-P. Penandatanganan akta yang dilakukan dihadapan notaris untuk
mampu memenuhi persyaratan formal sebuah akta yang telah dituangkan pada Pasal 44 ayat (1) UUJN-P.27
Akta pendirian PT pada bagian komparisi terhadap pihak yang memiliki saham, identitas pihak yang tercantum sebagai pemilik saham adalah pihak yang namanya dicantumkan pada komparisi akta pendirian PT. Notaris ketika membuat akta dimana objeknya mengandung unsur nominee maka akta yang sudah dibuat tersebut mengandung perbuatan melanggar hukum, kepemilikan saham yang dibuat dengan perjanjian nominee secara notariil hal tersebut telah dilarang dalam UUPM. Pengesahan akta yang didalamya mengandung unsur perjanjian yang memperjanjikan kepemilikan saham dengan menunjuk komparisi orang lain untuk bertindak sebagai pemilik saham secara semu dalam hukum, telah melanggar ketentuan UUJN dan UUJN-P karena objek perjanjiannya mengandung unsur perbuatan melawan hukum. Akta autentik yang mengandung komparisi nominee atau objek terhadap perjanjiannya nominee terkait pengesahannya walaupun dihadiri para pihak, saksi-saksi dan notaris, hal tersebut membuat akta itu melanggar hukum.
Akta pendirian PT yang menggunakan komparisi nominee memiliki akibat hukum terhadap akta pendirian PT menjadi batal demi hukum, yang diartikan sejak awal perjanjian tersebut dibuat tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat terhadap para pihak. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak karena batal demi hukum, sehingga perjanjian tersebut diibaratkan sedari awal perjanjian yang dibuat tidak terjadi suatu perjanjian.28 Komparisi nominee yang terdapat pada akta pendirian PT memiliki akibat hukum yang sangat luas yaitu selain akta pendirian PT menjadi batal demi hukum, akibat yang ditimbulkan berkaitan dengan suara yang dikeluarkan saat terjadinya Rapat Umum Pemegang Saham (yang selanjutnya disingkat dengan RUPS) merupakan hak suara yang dikeluarkan oleh pemegang komparisi nominee atau berdasarkan beneficial owner saham namun diutarakan oleh pemegang komparisi nominee yang identitasnya tercatat sebagai pemilik saham yang sah secara hukum, upaya melakukan pencucian uang, penerapan prinsip know your customer, piercing the corporate veil pada PT, pewarisan ketika pemegang komparisi nominee atas saham meninggal, pajak serta pailit.
-
3.2. Analisa Terhadap Norma Dan Prinsip Yang Dilanggar Terkait Adanya Komparisi Nominee Atas Beneficial Owner Saham Pada Perseroan Terbatas
UU PT tidak mengatur terhadap ketentuan kepemilikan saham yang dimiliki secara nominee, namun apabila kita melihat kembali kepada praktiknya maka tidak jarang timbul sengketa mengenai kepemilikan saham secara nominee yang dalam akta pendirian PT. Konsep nominee yang pada umumnya digunakan oleh investor dalam negeri maupun investor asing dengan membuat nominee structure pemegang saham dalam rangka memenuhi syarat pendirian PT. Nominee structure terhadap pemegang saham dalam kehidupan masyarakat menjadi kebutuhan yang setiap waktu terus
meningkat. Bentuk nominee structure di Indonesia pada umumnya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:29
-
1. Struktur nominee langsung (Direct Nominee Structure)
Struktur nominee langsung merupakan struktur nominee yang dibuat melalui cara memuat perjanjian nominee ataupun pernyataan nominee yang isinya menerangkan bahwa saham pada PT dimiliki untuk dan atas nama orang lain yaitu atas nama pemegang komparisi nominee.
-
2. Struktur nominee tidak langsung (Indirect Nominee Structure)
Struktur nominee tidak langsung merupakan struktur nominee yang dibuat tidak hanya terdiri dari satu perjanjian seperti nominee agreement yang didalamnya menerangkan serta memberikan kewenangan dari pihak beneficiary kepada pihak nominee serta ditanda tangani oleh para pihak namun pada struktur nominee tidak langsung dapat dibentuk beberapa perjanjian berlapis yang dapat berupa perjanjian kredit, perjanjian gadai saham, surat kuasa mutlak untuk RUPS, perjanjian jual-beli saham serta surat kuasa mutlak untuk menjual saham, apabila dihubungkan satu dengan lainnya akan menghasilkan kepemilikan saham nominee.
PT ketika mengeluarkan saham maka syarat utama dari saham yang dikeluarkan oleh PT terdapat nama dari pemilik saham sebagaimana yang telah dipaparkan pada Pasal 48 ayat (1) UU PT dalam pasal itu pemilik yang sah atas saham tersebut maka namanya akan tercantum dalam saham. Praktik mengenai kepemilikan saham pinjam nama pada umumnya sering dijumpai di Indonesia, yang mana dalam satu sisi yakni pada akta pendirian PT disebutkan bahwa komparisi yang tercantum sebagai pemilik atas saham yang sah merupakan pihak tercantum didalamnya, namun disisi lain terbitnya suatu perjanjian yang mengatur kepemilikan lembar saham yang sebenarnya berbeda dengan akta pendirian PT yang identitasnya tidak tercantum dalam akta pendirian PT.
Perjanjian nominee tidak diatur dalam UU PT hal ini dikarenakan Indonesia sebagai penganut tatanan hukum civil law tidak mengenal konsep nominee sebagai pemilik secara sah atas saham, hal tersebut berbeda pada negara penganut tatanan hukum common law mengenal konsepsi trust yang mengenal adanya pemisahan kepemilikan antara pemilik sah menurut hukum serta kepemilikan manfaat dari pemilik sesungguhnya. Perjanjian nominee atas saham secara tegas pada Pasal 33 ayat (1) serta ayat (2) UUPM telah dilarang, pada perjanjian nominee menerangkan bahwa pemegang komparisi nominee atas saham bertindak sebagai pemilik yang sebenarnya terhadap saham serta beneficial owner saham sebagai pihak yang memiliki kontrol penuh atas saham. Kontrol saham yang dilakukan oleh beneficial owner melalui perantara nominee karena pemegang komparisi nominee sebagai pihak yang tercatat dalam hukum untuk melakukan tindakan hukum, beneficial owner keberadaannya tidak diakui secara hukum.
Kepemilikan saham dengan komparisi nominee atas beneficial owner pada PT yang hanya sebagai pemilik semu terhadap saham sehingga dengan kesepakatan yang dibuat dalam bentuk suatu perjanjian dalam rangka menyimpangi regulasi hukum di Indonesia yang melarang adanya perjanjian nominee saham menimbulkan berbagai akibat hukum dari berbagai sisi yang sangat negatif bagi negara ataupun para pihak yang merasa dirugikan dikemudian hari. Lawrence M. Friedman pada teori tatanan hukum mengemukakan bahwa ada tiga elemen yang berkaitan satu sama lain yakni substansi hukum, struktur hukum serta budaya hukum untuk mengetahui penegakan hukum yang dilakukan berhasil atau tidak. 30 Hukum dapat atau tidak untuk dilaksanakan pada masyarakat ditentukan oleh sistem substansinya. Substansi hukum merupakan produk berupa keputusan, norma, aturan hukum yang dihasilkan oleh orang yang memiliki kompetensi didalam sistem hukum. Hukum yang berlaku dimasyarakat terlaksana secara baik atau tidaknya ditentukan oleh struktur hukum yang disebut pula sebagai sistem struktural. Kitab Undang-Undang Acara Pidana (yang selanjutnya disingkat dengan KUHAP) mengatur struktur hukum mencakup Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana (Lapas). Budaya hukum dan kesadaran masyarakat untuk mematuhi hukum memiliki keterkaitan yang sangat erat, karena budaya hukum yang berlaku sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran masyarakat. Budaya hukum dipahami sebagai kebiasaan yang berlaku pada masyarakat yang menentukan substansi hukum berwujud aturan undang-undang menentukan bagaimana aturan tersebut diterapkan untuk mengatur dan membatasi perilaku dimasyarakat. Ketika tingkat kesadaran masyarakat tinggi maka hukum akan dipatuhi, namun hal tersebut akan berbanding terbalik jika tingkat kesadaran masyarakat rendah maka dilakukan berbagai cara untuk menghindari ataupun menyalahgunakan hukum itu sendiri.
Notaris yang diberikan kewenangan khususnya berdasarkan UUJN dan atau UUJN-P untuk membuat akta autentik atas tindakan hukum yang dilaksanakan para penghadap berdasarkan keterangan-keterangan yang telah dikualifikasi oleh Notaris sebagai suatu peristiwa hukum untuk dituangkan kedalam akta autentik berdasarkan jenis akta yang akan dibuat. Pasal 52 ayat (1) serta Pasal 53 UUJN melarang pembuatan akta pada keadaan tertentu, pada pembuatan perjanjian nominee notaris dilarang untuk membuat akta karena hal tersebut perbuatan melawan hukum. Budaya hukum tidak bisa dilepaskan dengan tingkat kesadaran masyarakat terhadap aturan hukum yang ada. Perjanjian nominee kepemilikan saham merupakan perjanjian yang tidak dikenal dalam hukum Indonesia, namun seiring berjalannya waktu perjanjian nominee yang awalnya diakui pada sistem common law kemudian pada masyarakat di Indonesia tidak dapat dipungkiri bahwa perjanjian nominee kepemilikan saham telah dilakukan walaupaun hal tersebut melanggar ketentuan hukum. Budaya hukum dalam masyarakat agar tidak menyimpangi norma-norma hukum yang telah ada terkait dengan perjanjian nominee yang dilarang penggunaannya di Indonesia, sehingga masyarakat harus memahami tentang nominee secara komprehensif agar tidak berkembang menjadi budaya untuk dilakukan oleh masyarakat.
Terkait dengan pewarisan, dimana munculnya suatu peristiwa hukum yang menyebabkan ditetapkannya pihak sebagai ahli waris atas meninggalnya pewaris. Pewaris karena telah meninggal dunia meninggalkan harta warisan yang dapat terbagi
dalam bentuk aktiva dan pasiva yang akan diwariskan ke ahli waris, namun keseluruhan aset warisan yang ditinggalkan pewaris dikurangi terlebih dahulu dengan seluruh utang yang dimiliki oleh pewaris semasa hidupnya. 31 Pengalihan warisan yang ditinggalkan pihak pewaris ke ahli waris dilakukan dengan cara turun waris. Saham yang awalnya tercantum nama pewaris sebagai pemiliknya, karena pewaris meninggal dunia kemudian saham tersebut dirubah kepemilikannya menjadi milik ahli waris didasarkan pada dokumen yang menyatakan kebenaran sebagai ahli waris yang sah dari pewaris. 32 Pasal 57 UU PT sudah menguraikan perihal pewarisan kepemilikan saham, pewarisan saham akan menjadi problematika ketika adanya perjanjian nominee terhadap kepemilikan saham. Meninggalnya beneficial owner saham menyebabkan saham yang dimiliki dalam sebuah PT dengan pembuktian perjanjian nominee yang dibuat akan diwariskan kepada ahli waris beneficial owner saham. Pasal 1873 KUH Perdata mengatur, “Persetujuan lebih lanjut dalam akta tersendiri, yang bertentangan dengan akta asli hanya memberikan bukti di antara pihak yang turut serta dan para ahli waris dan para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka, dan tidak berlaku terhadap pihak ketiga”. Ketentuan pasal tersebut telah memberikan pemahaman secara tegas bahwa perjanjian nominee tidak dapat dijadikan bukti hukum oleh pihak ketika hal tersebut dikarenakan tidak memiliki kekuatan dihadapan hukum.
Perjanjian nominee kepemilikan saham antara pemegang komparisi nominee dengan beneficial owner saham berakibat batal demi hukum, sehingga kepemilikan saham yang diakui pada PT hanyalah yang terdaftar saja. Pemegang komparisi nominee saham secara hukum memiliki hak yang penuh terhadap saham yang dimiliki, namum beneficial owner saham tidak memiliki hak secara hukum atas saham yang terdaftar dengan komparisi nominee sehingga saham yang dikeluarkan atas nama pemegang komparisi nominee hanya dapat diwariskan kepada ahli waris pemegang komparisi nominee saham bukan kepada ahli waris beneficial owner saham. Ahli waris beneficial owner saham walaupun memberikan bukti kepemilikan saham pewaris dengan adanya perjanjian nominee, namun perjanjian tersebut dalam hukum yang berlaku di Indonesia tidak mengenal perjanjian nominee kepemilikan saham karena penggunaannya telah dilarang pada UUPM.
Pemilik saham yang sah bertindak dalam hukum diberikan hak untuk dapat hadir serta mengutarakan pendapat ketika diadakannya RUPS berdasarkan Pasal 52 ayat (1) UU PT, serta memiliki hak yang telah ditentukan sebagai pemilik saham berdasarkan ketentuan UU PT. Pemegang komparisi nominee saham yang ditunjuk oleh beneficial owner saham untuk mewakili kepentingannya, pemegang komparisi nominee memiliki kesamaan hak dan kewajiban dengan pemilik saham lainnya seperti menghadiri RUPS dan mengluarkan suara yang sah dalam RUPS. Tindakan yang dilakukan dan suara yang dikeluarkan dalam RUPS tidak berdasarkan kehendak pemegang komparisi nominee saham, hal tersebut dikarenakan bertindak dalam RUPS telah diarahkan oleh beneficial owner saham sebagai pihak pemilik sebenarnya atas saham.
Keputusan yang diambil oleh beneficial owner saham dalam menentukan keputusan terhadap tindakan-tindakan hukum yang akan diambil untuk dilakukan oleh pemegang komparisi nominee saham, namun ketika tindakan yang dilakukan oleh pemegang komparisi nominee saham sesuai dengan arahan beneficial owner saham ataupun menyimpangi arahan tersebut pihak yang mempunyai tanggung jawab dimata hukum terkait perilaku yang dilaksanakan yaitu pemegang komparisi nominee saham. 33 Suara yang dikeluarkan oleh pemegang komparisi nominee saham dalam RUPS tidak menutup kemungkinan terjadi tidak sesuai dengan arahan yang diberikan oleh beneficial owner saham yang kemungkinan dapat merugikan beneficial owner saham. Sengketa yang mungkin timbul dikemudian hari akibat tindakan yang dilakukan pemegang komparisi nominee saham tanpa persetujuan beneficial owner saham, sehingga beneficial owner saham tidak dapat menuntut perusahaan akibat perbuatan yang telah dilakukan oleh pemegang komparisi nominee. Pemegang komparisi nominee merupakan sebagai pemilik sah saham menurut hukum, walaupun pada kenyataannya pemilik asli atas saham tersebut adalah milik beneficial owner saham namun tanggung jawab secara hukum tidak dapat dipaksakan kepada beneficial owner saham karena secara hukum pemegang komparisi nominee sebagai pihak yang tercatat. Pasal 52 ayat (4) UU PT menetapkan, “Setiap saham memberikan kepada pemiliknya hak yang tidak dapat dibagi” karena saham yang dikeluarkan pihak PT atas nama pemiliknya dan memilik sifat dominium plenum.
Konsep kepemilikan saham nominee yang meleburkan komparisi pemilik asli atas suatu saham yang dimiliki dalam PT dengan menggunakan komparisi nominee Warga Negara Indonesia (WNI), hal tersebut menyebabkan beneficial owner saham tidak terdeteksi sebagai Wajib Pajak. Permasalah yang timbul dalam bidang perpajakan akibat adanya kepemilikan saham dengan komparisi nominee yaitu diindikasikan terjadinya penghindaran untuk membayar pajak. Wajib pajak di Indonesia diberikan kepercayaan beserta tanggung jawab dalam memperkirakan, melunasi serta menyampaikan terhadap besaran pajak yang belum dilunasi berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan, karena di Indonesia sistem masih menggunakan system self asessment. 34 Penghindaran dalam melakukan pembayaran pajak oleh wajib pajak merupakan praktik yang tidak dapat untuk dibiarkan berkembang, karena menurunkan pemasukan pajak bagi negara.
Jumlah penghasilan yang semakin tinggi dari wajib pajak memiliki pengaruh pada persentase pajak yang dibayarkan, pajak progresif ialah pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak semakin meningkat didasarkan atas jumlah penghasilan yang semakin besar.35 Beneficial owner saham dengan memiliki saham yang menggunakan komparisi nominee saham sangat mungkin untuk menghindari agar tidak membayar pajak. Penghindaran yang dilakukan oleh beneficial owner saham memberikan keuntungan kepada dirinya sendiri, namun sisi lain penghindaran pembayaran pajak dengan
meminjam komparisi orang lain digunakan sebagai pemilik semu menimbulkan kerugian terhadap penerimaan pajak negara.
Wajib pajak yang seharusnya melaporkan harta kekayaan yang dimiliki dan melaporkan penghasilan pendapatannya agar dapat ditentukan tarif pajak yang sesuai dengan kekayaannya, namun dengan meminjam komparisi orang lain maka saham tersebut akan dikenakan tarif pajak oleh pemegang komparisi nominee. Pemegang komparisi nominee yang kemudian dibebankan pajak atas objek yang menjadi tanggungannya karena sebagai pemilik yang tercatat secara hukum, sehingga beneficial owner saham tidak menjadi pemilik secara hukum yang tidak perlu untuk dibebankan pajak. Kepemilikan saham dengan skema nominee terindikasi akan terjadinya penghindaran pajak yang seharusnya dibayarkan kepada negara.
Terkait kepailitan yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disingkat dengan UU K-PKPU) pada Pasal 1 angka 1 memaparkan “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debito Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalan Undang-Undang ini”. Pasal 2 ayat (1) UU K-PKPU menjelaskan persyaratan debitor dikatakan telah mengalami kepailitan yaitu ketika debitor mempunyai kreditor sebanyak 2 ataupun lebih serta pihak debitor yang memiliki kewajiban untuk membayar hutang-hutang kepada pihak kreditor, namun pihak debitor tidak melakukan kewajiban dalam melunasi paling sedikit satu hutang kepada kreditor sampai dengan habisnya batas waktu yang telah ditentukan dan hutang-hutang tersebut dapat ditagih kembali. Pihak beneficial owner saham ketika dinyatakan pailit maka dilakukan sita dalam kepailitan yang meliputi seluruh harta kekayaan beneficial owner saham sejak pemberitahuan pailit serta seluruh harta keyaan yang diperolehnya semasa kepailitan.
Debitor ketika melakukan perbuatan terhadap harta kekayaannya dapat menimbulkan kerugian bagi pihak kreditur, undang-undang memberikan hak bagi kreditur untuk dapat melakukan upaya pembatalan mengenai seluruh tindakan yang tidak wajib dilaksanakan oleh debitor sehingga pihak kreditor mengajukan permohonan pembatalan kepada pengadilan disebut dengan Actio Pauliana. 36 Pasal yang menjelaskan actio pauliana untuk masalah kepailitan pada UU K-PKPU yakni pada Pasal 41 hingga Pasal 49. Pasal 49 ayat (1) UU K-PKPU mengatur “Setiap orang yang telah menerima benda yang merupakan bagian dari harta Debitor yang tercakup dalam perbuatan hukum yang dibatalkan, harus mengembalikan benda tersebut kepada Kurator dan dilaporkan kepada Hakim Pengawas”, serta pada Pasal 49 ayat (2) UU K-PKPU menjelaskan pada kebendaan tersebut tidak dapat untuk dikembalikan kembali maka pihak pembeli wajib untuk membayar senilai dengan harga kebendaan tersebut.
Debitor ketika dinyatakan pailit oleh pengadilan, menyebabkan seluruh harta kekayaan debitor disita dan harus diserahkan karena kurator yang memiliki tugas untuk mencari harta kekayaan debitor sebanyak-banyaknya dimanapun harta
kekayaan debitor tersimpan untuk menambah boedel pailit dan debitor harus menyerahkan harta kekayaannya karena hal ini merupakan putusan pengadilan untuk eksekusi.37 Beneficial owner saham sebagai pihak debitor yang dinyatakan pailit oleh pengadilan maka seluruh kekayaan debitor disita oleh kurator, ketika dinyatakan pailit namun debitor melakukan tindakan hukum yang mungkin dilakukan untuk melindungi hartanya dengan membeli saham pada PT walaupun dengan pihak nominee sebagai pihak yang bertindak secara hukum atas kepemilikan saham tersebut tetapi secara fakta saham tersebut milik pihak beneficial owner saham.
Pihak beneficial owner saham dinyatakan pailit maka perbuatan hukum pembelian saham yang ditelusuri jika dibuktikan kepemilikan saham tersebut milik pihak beneficial owner saham walaupun dengan kepemilikan nominee, untuk menambah boedel pailit debitor maka perbuatan hukum pembelian saham diajukan pembatalan karena dapat merugikan pihak kreditor. Kreditor dengan hak actio pauliana yang telah diberikan oleh undang-undang diperbolehkan untuk memohon pembatalan ke pengadilan atas tindakan hukum debitor yang dapat merugikan kreditor, dengan pembelian saham dengan kepemilikan nominee yang mana komparisi pihak beneficial owner saham tidak terlihat secara hukum sebagai pemilik saham tetapi dana yang diberikan kepada pemegang komparisi nominee merupakan berasal dari harta kekayaan pihak beneficial owner saham. Teori kepastian hukum menurut Gustav Radbruch menyatakan bahwa kepastian serta keadilan hukum adalah bagian-bagian yang mutlak dari hukum. Kepastian dan keadilan hukum harus diperhatikan, dan senantiasa dijaga untuk keamanan dan ketertiban dalam suatu negara. Hukum positif harus senantiasa ditaati berdasarkan teori kepastian hukum agar tercapainya nilai keadilan dan kebahagiaan.38 Kepemilikan saham dengan cara nominee ditinjau dari teori kepastian hukum dalam penerapannya harus menerapkan kepastian dan keadilan hukum, karena kepemilikan saham PT yang sebenarnya tidak tercatat secara hukum, namun pemilik saham yang tercatat secara hukum sebagai pemilik sah ternyata tidak sebagai pemilik yang sebenarnya. Teori kepastian hukum terhadap adanya kepemilikan saham secara nominee harus dapat memberikan kepastian dan keadilan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena kepemilikan saham secara nominee tidak diperbolehkan di Indonesia.
Bank untuk melakukan kontroling atas setiap transaksi yang dilakukan oleh nasabah dapat menggunakan prinsip know your customer sebagai sarana terhadap kontrol transaksi nasabah. Prinsip know your customer merupakan kegiatan bank untuk merealisasikan kehati-hatian bank untuk melakukan transaksi kepada para nasabah minimal bank harus mengenal nasabah, memperhatikan terhadap kegiatan yang dilakukan nasabah dengan menggunakan bank sebagai perantara dalam transaksi keuangan termasuk pelaporan transaksi yang mencurigakan. Bank dalam mengenali nasabah dengan prinsip know your customer, dengan prinsip tersebut diharapkan menjadi bagian dari program anti pencucian uang yang dilakukan oleh nasabah.
Penempatan uang yang berasal dari kegiatan pencucian uang pada umumnya dilakukan dengan pemecahan sejumlah uang dengan nominal yang besar dibagi menjadi jumlah uang lebih kecil, agar pemecahan uang tersebut tidak menjadi sorotan untuk ditempatkan pada lembaga keuangan yakni bank dengan menggunakan rekening bank.
Kegiatan pencucian uang merupakan serangkaian tindakan yang mengandung motif kejahatan karena bertalian terhadap asal usul dari sejumlah uang yang didapatkan bersifat gelap, haram atau kotor. Harta kekayaan yang diperoleh dengan cara tersebut kemudian dikelola kembali dengan menggunakan aktivitas-aktivitas tertentu yang meminimalisir untuk terungkapnya asal uang tersebut, seperti membentuk usaha, mentransfer, mengkonversikan ke bank.39 Hukum konvensional dalam prosesnya akan mengalami kesulitan untuk melacak pelaku pencucian uang, karena pada dasarnya perbuatan pencucian uang dilakukan dengan tujuan pemisahan ataupun menyembunyikan baik uang maupun aset kekayaan hasil dari tindak kejahatan dengan pemiliknya. Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan pencucian uang secara mudah dapat diidentifikasikan ketika hasil dari kegiatan pencucian uang telah dapat ditelusuri yang akhirnya berdampak pada teridentifikasi pada kegiatannya.
Pemilik saham yang pada umumnya mempunyai kekebalan (immunity) terhadap pertanggung jawaban yang terbatas, namun dibuka kemudian diterobos menjadi tanggung jawab yang tidak terbatas sampai dengan aset pribadi ketika timbul penyimpangan, pelanggaran, kesalahan pada PT. Penerobosan atau penyingkapan tabir suatu PT disebut dengan piercing the corporate veil.40 Beneficial owner saham sebagai pihak yang berada dibalik badan hukum PT agar beneficial owner saham mampu untuk dimintakan pertanggung jawaban maka dapat digunakan doktrin piercing the corporate veil. Penggunaan piercing the corporate veil pada UU PT dapat dilihat pada Pasal 3 ayat (1) serta ayat (2), pemegang saham yang memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab secara pribadi sebagaimana diungkapkan Pasal 3 ayat (2).
Perbuatan untuk memiliki saham dengan cara nominee sebagai perbuatan yang dilarang karena menimbulkan akibat hukum yang tidak berakibat terhadap satu akibat saja, namun berbagai akibat hukum yang merugikan berbagai pihak termasuk merugikan negara. Kepemilikan saham dengan komparisi nominee yang kepemilikan dananya berasal dari beneficial owner saham, namun yang melakukan tindakan dihadapan hukum adalah pemegang komparisi nominee saham. Dana yang digunakan untuk memiliki saham dengan menggunakan perjanjian nominee sebagai pemilik saham, bisa saja dana tersebut diperoleh dari hasil tindak pidana yang kemudian dialihkan perputaran uang tersebut dengan kegiatan-kegiatan yang meminimalisir terungkapnya dari mana asal usul dana.41
UUJN dan UUJN-P yang telah mengatur kewajiban, kewenangan serta larangan notaris untuk menjalankan jabatannya dan memiliki rasa tanggung jawab terkait dengan produk hukum yang dibuatnya berbentuk akta autentik. Adapun notaris didalam praktiknya apabila melakukan pembuatan akta perihal suatu kontrak yang digunakan back up dari struktur nominee saham bagi penanaman modal yakni dengan akta perjanjian maupun pernyataan nominee sehingga akta itu menentang ketentuan Pasal 33 ayat (1) UUPM. Notaris jika bersikukuh membuat perjanjian atau pernyataan kepemilikan saham yang dimiliki secara nominee menimbulkan dampak hukum sebagaimana telah dipaparkan dalam Pasal 33 ayat (2) UUPM, perjanjian mengenai kepemilikan saham nominee akan batal demi hukum. Sebuah akta autentik yang dibuat pihak notaris apabila dalam substansi akta mengandung perjanjian nominee kepemilikan saham yang telah melanggar ketentuan Pasal 33 ayat (1) UUPM, notaris sudah melaksanakan pelanggaran atas beberapa ketentuan yakni UUJN, UUJN-P serta Kode Etik Notaris.
-
1. Pelanggaran atas UUJN serta UUJN-P
-
a. Pasal 4 ayat (2) UUJN yang mengatur tentang sumpah atau janji jabatan sebagai notaris
-
b. Pasal 15 ayat (2) huruf e UUJN-P mengenai kewenangan yang dimiliki seorang notaris dalam hal “memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta”.
-
c. Pasal 16 ayat (1) huruf a UUJN-P mengenai kewajiban bagi seorang notaris dalam hal “bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum”.
-
d. Pasal 16 ayat (1) huruf e UUJN-P mengenai kewajiban notaris dalam hal “memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya”.
-
2. Pelanggaran terhadap Kode Etik Notaris
Kode Etik Notaris berdasarkan Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia di Banten pada 29-30 Mei 2015 yang dilanggar adalah ketentuan Pasal 3 angka 4 ketika “Notaris maupun orang lain (selama yang bersangkutan menjalankan jabatan Notaris) wajib untuk berperilaku jujur, mandiri, tidak berpihak, amanah, seksama, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan notaris”.
Pelanggaran yang dilaksanakan notaris berdasarkan tindakan yang sesuai ketentuan Pasal diatas maka hukuman yang diterima notaris sebagaimana telah diuraikan di Pasal 16 ayat (11) UUJN-P. Notaris ketika melanggar Pasal 16 ayat (1) UUJN-P huruf a hingga huruf l, hukuman yang diterima mampu berbentuk peringatan secara tertulis hingga pemberhentian dari jabatannya sebagai notaris secara tidak hormat. Amandemen Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia di Banten pada 29-30 Mei 2015, ketika notaris melanggar Pasal Pasal 6 angka 1 Kode Etik Notaris maka akan dijatuhkan sanksi oleh Dewan Kehormatan Ikatan Notaris Indonesia.
Teori tanggung jawab menurut Abdulkadir Muhammad dalam perbuatan melanggar hukum (tort liability) dibagi menjadi beberapa teori, yaitu:42
-
1. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan dengan sengaja (intertional tort liability), tergugat harus sudah melakukan perbuatan
sedemikian rupa sehingga merugikan penggugat atau mengetahui bahwa apa yang dilakukan tergugat akan mengakibatkan kerugian.
-
2. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang dilakukan karena kelalaian (negligence tort lilability), didasarkan pada konsep kesalahan (concept of fault) yang berkaitan dengan moral dan hukum yang sudah bercampur baur (interminglend).
-
3. Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan melanggar hukum tanpa mempersoalkan kesalahan (stirck liability), didasarkan pada perbuatannya baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
Tanggung jawab notaris ketika membuat akta yang mengetahui bahwa komparisi nominee mengenai kepemilikan saham ketika dilihat dari teori tanggung jawab termasuk kedalam perbuatan melanggar hukum yang dilakukan dengan sengaja, sehingga notaris harus bertanggung jawab antara lain:
-
1. Tanggung jawab notaris secara perdata
Pertanggung jawaban menurut hukum perdata menggunakan konstruksi yuridis mengenai kebenaran pada akta notaris secara materiil merupakan konstruksi tindakan yang menentang Pasal 1365 KUH Perdata. Perbuatan yang dapat dikatakan menentang hukum tidak hanya menentang undang-undang, namun pebuatan melanggar hukum dapat pula melanggar kesusilaan, kepatutan, maupun melanggar hak orang lain sehingga dengan melanggar ketentuan tersebut menciptakan kerugian bagi para pihak yang dirugikan. Notaris sangat memungkinkan dimintai tanggung jawab secara perdata dapat berwujud tuntutan untuk mengganti kerugian pihak yang merasa dirugikan oleh notaris.43
-
2. Tanggung jawab notaris secara pidana
Tanggung jawab berdasarkan ketentuan hukum pidana yang dapat ditujukan kepada pihak notaris yang membuat perjanjian atau pernyataan kepemilikan saham secara nominee yang digunakan untuk pendirian PT, komparisi nominee kepemilikan saham dalam akta pendirian PT dapat dituntut dengan ketentuan pasal pemalsuan mengenai akta yang dibuatnya. Notaris yang tidak mengetahui dan terlibat atas pemalsuan yang dilakukan oleh penghadap dalam pemberian keterangan ataupun dokumen yang digunakan untuk membuat akta autentik, secara materiil notaris tidak terlibat pada tindak pidana yang dilakukan oleh para penghadap sehingga tidak secara serta merta dapat ditarik untuk melakukan pertanggung jawaban pidana. Notaris yang dapat dituntut untuk bertanggung jawab secara pidana, ketika notaris terbukti dan telah mengetahui maupun ikut serta untuk memperlancar kegiatan yang akan dilakukan para pihak yang akan membuatkan akta telah mempunyai maksud buruk ataupun dengan adanya akta itu menimbulkan akibat tindak pidana.44
-
3. Tanggung jawab notaris secara administrasi
Pasal 84 UUJN mengatur bahwa notaris mempunyai tanggung jawab formil mengenai keabsahan akta yang dibuat yaitu akta autentik, apabila dalam akta
autentik terdapat cacat hukum yang menimbulkan terdegradasinya akta autentik menjadi akta yang tidak memiliki kekuatan pembuktian sempurna, tetapi menjadi akta dibawah tangan dan ketika menimbulkan kerugian berbagai pihak yang mempunyai kepentingan, notaris mampu dituntut menggantikan biaya, ganti rugi serta bunga. Notaris atas kelalaiannya dapat dimintakan pertanggung jawaban atas kesalahan yang telah dilakukan, dan dijatuhkan hukuman berdasarkan ketentuan pasal 85 UUJN dimulai dari peringatan lisan sampai penghentian secara tidak hormat.
Ketika akta yang substansinya mengandung perbuatan melawan hukum mengenai kepemilikan saham nominee yang dibuat pihak notaris, akta itu memiliki akibat bahwa perjanjian yang terkandung dinyatakan batal demi hukum. Wewenang notaris yang merupakan pejabat umum dalam membuat akta autentik, semestinya memahami terkait larangan-larangan yang harusnya tidak untuk dituangkan kedalam suatu akta sehingga notaris tidak merugikan pihak lain maupun notaris sendiri.
Norma yang dilanggar pada komparisi nominee dalam akta pendirian PT yakni UUPM Pasal 33 ayat (1) mengatur bahwa dilarang membuat perjanjian atau pernyataan kepemilikan saham atas nama orang lain. Pasal 48 ayat (1) UU PT kepemilikan saham atas nama pemiliknya, konsep kepemilikan saham secara mutlak (dominium plenum) Pasal 52 ayat (4) UU PT, prinsip kehati-hatian diatur dalam Pasal 2 UU Perbankan. Seseorang yang berusaha melakukan upaya pencucian uang dapat dipidana akibat tindak pidana pencucian uang sesuai ketentuan UU TPPU. Perjanjian nominee kepemilikan saham dapat diklasifikasian sebagai tindak pidana pemalsuan surat berdasarkan Pasal 263, 264, jo 266 KUHP. Penandatanganan akta yang dibuat
dihadapan notaris guna dapat melakukan pemenuhan persyaratan formal sebuah akta yang telah diatur pada Pasal 44 ayat (1) UUJN-P. Akibat hukum karena komparisi nominee atas beneficial owner saham tidak hanya mengakibatkan perjanjian menjadi batal demi hukum tetapi dampak yang ditimbulkan sangat luas. Disarankan bagi pemerintah untuk mengatur secara tegas penegakan secara hukum melalui pembentukan peraturan perundang-undangan dalam menangani praktik kepemilikan saham dalam PT yang dimiliki secara nominee dan memberikan sanki secara tegas bagi pihak-pihak yang mengadakan perjanjian nominee.
Daftar Pustaka
Agung, Imelda, and Endang Sri Kawuryan. “Implikasi Akta Nominee Sebagai Dasar Permohonan Pengampunan Pajak.” Al-Daulah: Jurnal Hukum Dan Perundangan Islam 7, no. 2 (2017): 488–510. https://doi.org/10.15642/ad.2017.7.2.488-510.
Alim, Ahmad. Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis. Jakarta: Toko Gunung Agung, 2002.
Anabelle, Mika, and Flora Dianti. “Tanggungjawab Notaris/Ppat Mengenai Akta Simulasi Yang Dibuatnya Ditinjau Dari Peraturan Perundang-Undangan.” Jurnal Kertha Semaya 9, no. 11 (2021): 2169–83.
https://doi.org/10.24843/KS.2021.v09.i11.p15.
Apriana, Rifka Annisa, and Jawade Hafidz. “Penyimpangan Hukum Dalam Pendirian Perseroan Terbatas.” Jurnal AKTA 4, no. 4 (2017): 745–52.
http://dx.doi.org/10.30659/akta.v4i4.2521.
AR, Ni Putu Eka Martini. “Pewarisan Saham Warga Negara Asing Pada Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT PMA).” Acta Comitas 4, no. 3 (2019): 376– 86. https://doi.org/10.24843/ac.2019.v04.i03.p03.
Ardiansyah, Ardiansyah, Nurul Wahyu Wijayanti, Laras Febriani, and Devvy Berliana Thalita. “Kajian Normatif Akta Jual Beli Tanpa Itikad Baik.” Jurnal de Jure 12, no. 1 (2020): 98–119.
Daud, Sulhi Muhamad. “Hukum Objek Dan Kausa Dalam Perjanjian (Sebuah Perbandingan Antara Hukum Perdata Dan Hukum Islam).” Islam & Contemporary Issues 1, no. 1 (2021): 59–64.
http://jurnal.medanresourcecenter.org/index.php/ICI/article/view/79.
Dhaniaty, Marina. “Kedudukan Saksi Instrumentair Atas Akta Notaris Yang Menimbulkan Permasalahan Dalam Perkara Perdata.” Jurnal Media Hukum Dan Peradilan 5, no. 1 (2019): 118–32.
H, Dicky J. “Sejarah Pertanggungjawaban Pidana Beneficial Owner Di Indonesia.” JISIP (Jurnal Ilmu Sosial Dan Pendidikan) 4, no. 4 (2020): 137–49.
https://doi.org/10.36312/jisip.v4i4.1419.
Hadi, Abd, and Siti Afiyah. “Perjanjian Nominee Dalam Kaitannya Dengan Kepastian Hukum Bagi Pihak Pemberi Kuasa Ditinjau Dari Undang-Undang Pokok Agraria Dan Undang- Undangkewarganegaraan.” Jurnal Ummul Qura 12, no. 2 (2018): 105–22.
Hidayat, Wahyu. “Strategi Dan Cara Penyelesaian Pencegahan Dalam Pemberantasan Korupsi Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (Tppu).” SINTAKSIS: Jurnal Ilmiah Pendidikan 2, no. 1 (2022): 70–77.
https://jurnalsintaksis.com/index.php/sts/article/view/51.
Kaeng, Reskyel Steviano. “Kajian Hukum Perjanjian Nominee/Trustee Atas Pemberian Kuasa Penanam Modal Asing Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007.” Lex Et Societatis 7, no. 5 (2019): 178–85. https://doi.org/10.35796/les.v7i5.24736.
Kindangen, Asari Putri. “Tinjauan Yuridis Terhadap Kasus Warga Negara Asing Yang Memiliki Hak Milik Atas Tanah Melalui Perjanjian Nominee Menurut Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960.” Lex Et Societatis 7, no. 2 (2019): 55–62. https://doi.org/10.35796/les.v7i2.24656.
Kusumadewi, Kadek Mas Sri, and Made Suksma Prijandhini Devi Salain. “Pembuatan Akta Perjanjian Nominee Oleh Warga Negara Asing.” Jurnal Kertha Wicara 10, no. 7 (2021): 550–65. https://doi.org/10.24843/KW.2021.v10.i07.p07.
Lazuardini, Evi Rahmawati, Hj. Jeni Susyanti, and Achmad Agus Priyono. “Pengaruh Pemahaman Peraturan Perpajakan, Tarif Pajak Dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM (Studi Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Terdaftar Di KPP Pratama Malang Selatan).” E – Jurnal Riset Manajemen Prodi Manajemen 7, no. 01 (2018): 25–34.
Lestari, Tri Wahyu Surya, and Lukman Santoso. “Komparasi Syarat Keabsahan ‘Sebab Yang Halal’ Dalam Perjanjian Konvensional Dan Perjanjian Syariah.” Yudisia: Jurnal Pemikiran Hukum Dan Hukum Islam 8, no. 2 (2017): 281–98.
http://dx.doi.org/10.21043/yudisia.v8i2.3240.
Manik, Etty Susmilawaty. “Pengelolaan Keuangan Desa Ditinjau Dari Undang-Undang Desa Menuju Masyarakat Yang Mandiri.” Jurnal Officium Notarium 1, no. 1 (2021): 184–93. https://doi.org/10.20885/jon.vol1.iss1.art19.
Masithoh, Dewi, Dominikus Rato, and Ermanto Fahamsyah. “Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Perjanjian Nominee Sebagai Dasar Peralihan Hak Milik Atas Tanah.” Jurnal Syntax Transformation 2, no. 7 (2021): 937–48.
https://doi.org/10.46799/jurnal syntax transformation.v2i7.327.
Maulidya, Nashiba, Nurfaidah Said, Sabir Alwy, and Muhammad Ilham Arisaputra. “Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Sebagai Upaya Pencegahan Pencucian Uang Pada Perusahaan Asuransi.” Gorontalo Law Review 2, no. 2 (2019): 105–21. https://doi.org/10.32662/golrev.v2i2.452.
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010.
Mulyana, Dedy, and Rika Kurniasari Abdughani. “Tanggung Jawab Notaris / PPAT Terhadap Akta Jual Beli Tanah Yang Batal Demi Hukum.” Juris and Society: Jurnal Ilmiah Sosial Dan Humaniora 1, no. 1 (2021): 106–18.
ND, Mukti Fajar, and Yulianto Achmad. Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.
Noer, Zakiah, and Yuli Fajriyah. “Pertanggungjawaban Notaris Terhadap Protokol Notaris Sebagai Arsip Negara.” Jurnal Pro-Hukum 10, no. 2 (2021): 80–89.
Novariza. “Pengaturan Transparansi Beneficial Ownership Di Sektor Jasa Keuangan Dalam Rangka Pencegahan Dan Pemberantasan TPPU.” PAMPAS: Journal Of Criminal 2, no. 3 (2021): 37–58. https://doi.org/10.22437/pampas.v2i3.14946.
Pahlevi, Kevin, Paramita Prananingtyas, and Sartika Nanda Lestari. “Analisis Yuridis Terhadap Penggunaan Saham Pinjam Nama ( Nominee Arrangement ) Ditinjau Dari Peraturan Perundang – Undangan Di Indonesia.” Diponegoro Law Journal 6, no. 1 (2017): 1–19.
Pasaribu, Kondios Meidarlin. “Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Money Laundering Dengan Kejahatan Asal Penipuan ( Analisis Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1329K / PID / 2012 ).” Jurnal Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan 1, no. 1 (2018): 44–53.
Pertiwi, Endah. “Tanggung Jawab Notaris Akibat Pembuatan Akta Nominee Yang Mengandung Perbuatan Melawan Hukum Oleh Para Pihak.” Jurnal IUS Kajian Hukum Dan Keadilan 6, no. 2 (2018): 245–58.
https://doi.org/10.29303/ius.v6i2.559.
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenida Media, 2011.
Pratiwi, Andhika Rizky, Thomas Yanuar Joko Prabowo, And Irfannaufal Raditya Pradana. “Sita Umum Dan Penjualan Saham Debitor Pailit Oleh Kurator.” Ensiklopedia Sosial Review 2, no. 3 (2020): 227–38.
https://doi.org/10.33559/esr.v2i3.
Putri, Oriza Imanda Pratama Ismi, and Fatma Ulfatun Najicha. “Keabsahan Perjanjian Pinjam Nama Antara Warga Negara Asing Terhadap Warga Negara Indonesia.” UNES Law Review 4, no. 2 (2021): 190–97.
https://doi.org/10.31933/unesrev.v4i2.222.
Rafif, Zulfikar Muhammad. “Penghindaran Pajak Pada Potensi Pajak Perjanjian Nominee Dalam Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan.” Jurist-Diction 2, no. 6 (2019): 2277–94. https://doi.org/10.20473/jd.v2i6.15953.
Salle. Sistem Hukum Dan Penegakan Hukum. Makassar: CV. Social Politic Genius (SIGn), 2020.
Sari, Anak Agung Intan Permata, and Ni Ketut Supasti Darmawan. “Keabsahan Perjanjian Nominee Kepemilikan Saham.” Kertha Semaya 3, no. 05 (2015): 1–5.
Simarmata, Benget Tua. “Analisis Proses Permohonan Kredit Komersil Pada Pt Bank Sumut Kantor Cabang Pembantu Petisah Medan.” Jurnal Ilmiah AMIK MBP 5, no. 1 (2017): 67–81.
Sinaga, Niru Anita. “Implementasi Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian.”
Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara 10, no. 1 (2019): 1–20.
https://doi.org/10.35968/jh.v10i1.
Sjahdeini, Sutan Remy. Sejarah, Asas Dan Teori Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran. Jakarta: Prenadamedia Grup, 2016.
Suharto, Ananda Rizky. “Prinsip Piercing The Corporate Veil Pada Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum.” Yustisia Merdeka : Jurnal Ilmiah Hukum 6, no. 2 (2020): 95105. https://doi.org/10.33319/yume.v6i2.52.
Syamsiah, Desi. “Penyelesaian Perjanjian Hutang Piutang Sebagai Akibat Forje Majeur Karena Pandemic Covid 19.” Legal Standing: Jurnal Ilmu Hukum 4, no. 1 (2020): 306–13. https://doi.org/10.24269/ls.v4i1.2783.
Theixar, Regina Natalie, and Ni Ketut Supasti Dharmawan. “Tanggung Jawab Notaris Dalam Menjaga Keamanan Digitalisasi Akta.” Acta Comitas 06, no. 01 (2021): 1–15. https://doi.org/10.24843/ac.2021.v06.i01.p01.
Turangan, Aditya Fadli. “Pelaksanaan Perjanjian Dengan Itikad Baik Menurut Pasal 1338 Kuhperdata.” Lex Privatum 7, no. 1 (2019): 46–51.
Wahyuni, Afidah. “Sistem Waris Dalam Perspektif Islam Dan Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia.” SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I 5, no. 2 (2018): 147–60. https://doi.org/10.15408/sjsbs.v5i2.9412.
Wicaksono, Lucky Suryo. “Kepastian Hukum Nominee Agreement Kepemilikan Saham Perseroan Terbatas.” Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 23, no. 1 (2016): 42–57. https://doi.org/10.20885/iustum.vol23.iss1.art3.
Yanuar, Muh. Afdar. “Tinjauan Hukum Terhadap Nominee Agreement Kepemilikan Saham Pada Penanaman Modal Asing Berbentuk Perusahaan Joint Venture.” Majalah Hukum Nasional 51, no. 1 (2021): 107–25.
https://doi.org/10.33331/mhn.v51i1.131.
Yulia, Alis. “Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle) Oleh Penyedia Jasa Keuangan Di Bidang Pasar Modal.” Jurnal Ilmiah Galuh Justisi 7, no. 1 (2019): 29–38. https://doi.org/10.25157/jigj.v7i1.2141.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 76).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 32).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 131).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106).
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 122).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3).
Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/23/PBI/Tahun 2003 tanggal 23 Oktober tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) Bagi Bank Perkreditan Rakyat, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 116 DPBPR/BPS).
Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia Banten 2930 Mei 2015.
842
Discussion and feedback