Perlindungan Hukum Terhadap Produk Indikasi Geografis dari Tindakan Peniruan
on
jurnal Iviagister hukum udayana
(≡SSm^^
Vol. 8 No. 1 Mei 2019
E-ISSN: 2502-3101 P-ISSN: 2302-528x
http: //ojs.unud.ac.id/index.php/jmhu

Perlindungan Hukum Terhadap Produk Indikasi
Geografis dari Tindakan Peniruan
A.A Ngurah Tresna Adnyana1
1Badan Pengawas Pemilu Kota Denpasar, Provinsi Bali, E-mail: [email protected]
Info Artikel
Masuk: 7 September 2018 Diterima: 17 Januari 2019 Terbit: 31 Mei 2019
Keywords :
Protection; Geographical Indication; Impersonation
Kata kunci:
Perlindungan; Indikasi
Geografis; Peniruan
Corresponding Author:
A.A Ngurah Tresna Adnyana
Email : [email protected]
DOI:
10.24843/JMHU.2019.v08.i01.
p04
Abstract
Legal protection of Geographical Indications is necessary to determine whether there are communal or collective people. The communal community character means to belong to the community in the registered Geographical Indication area. This study aims to analyze legal certainty as well as the legal protection of product geographical indications of imitation actions. This research uses empirical law research method. In this case, the authors find that the TRIPs Agreement (Trade-related aspects of Intellectual Property Rights) and the act no 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications are terms used to register.
Abstrak
Perlindungan hukum terhadap Indikasi Geografis sangat perlu di perhatikan karena karakter kepemilikannya yang kolektif atau komunal. Karakter kepemilikan yang komunal memiliki arti menjadi milik bersama semua masyarakat dalam wilayah Indikasi Geografis yang telah didaftarkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kepastian hukum serta perlindungan hukum produk indikasi geografis dari tindakan peniruan. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum empiris dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan. Dalam penelitian ini penulis menemukan bahwa TRIPs Agreement (Trade Related aspects of Intellectual Property Rights) dan Undang-Undang 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis mengatur secara khusus perlindungan bagi produk indikasi geografis yang telah didaftarkan.
(HKI). HKI saat ini menjadi suatu hal yang sangat penting diperhatikan dan harus mendapat perlindungan hukum secara khusus di Indonesia maupun di dunia, hal tersebut dikarenakan HKI merupakan hak dasar yang dimiliki oleh pencipta terhadap suatu karya cipta yang dibuatnya. HKI menjadi sesuatu yang perlu diberikan perlindungan hukum bilamana suatu karya intelektual yang dimiliki oleh pencipta akan dikomersialkan, perlindungan hukum tersebut diberikan untuk melindungi kepentingan dan manfaat dari komersialisasi suatu karya intelektual yang dimiliki oleh pencipta. HKI menjadi semakin menarik untuk dibahas lebih lanjut karena peranan HKI saat ini yang menentukan laju percepatan pembangunan nasional, terutama dalam era globalisasi saat ini.1
Pada dasarnya HKI adalah benda tidak berwujud yang dihasilkan dari kegiatan intelektual manusia yang selanjutnya diungkapkan ke dalam suatu bentuk karya cipta atau temuan tertentu. Kegiatan intelektual yang dilakukan untuk menciptakan sebuah karya cipta dapat dilakukan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Pemilik atau pemegang hak tersebut memiliki hak eksklusif yang melekat secara langsung terhadap suatu karya cipta. Dari adanya hak eksklusif yang melekat tersebut secara langsung negara harus melindungi hak yang dimiliki pencipta maupun pemegang hak cipta tersebut. Aparat penegak hukum Indonesia baru dikenalkan dengan konsep perlindungan HKI di pertengahan 1990-an sewaktu Indonesia terkena ancaman sanksi dagang oleh pemerintah Amerika Serikat karena maraknya pelanggaran HKI Amerika di Indonesia.2 Sejak saat itu lah indonesia mulai memahami pentingnya konsep perlindungan HKI bagi suatu negara.
Trade Related aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) merupakan salah satu instrumen hukum internasional yang mengatur mengenai hak kekayaan intelektual. Materi pengaturan hak kekayaan intelektual di dalam Persetujuan TRIPs mencakup tujuh aspek hak kekayaan intelektual, yaitu3 :
-
1. Copyright, hak cipta dan hak-hak terkait lainnya;
-
2. Trademarks, merek dagang;
-
3. Geographical indication, indikasi geografis;
-
4. Industrial design, desain industri;
-
5. Paten;
-
6. Integrated circuit, sirkit terpadu; dan
-
7. Undisclosed information, rahasia dagang.
Adapun empat materi pokok yang termuat dalam TRIPs, yaitu ketentuan mengenai jenis hak atas kekayaan intelektual yang tercakup sebagai obyek perjanjian, standar minimum perlindungan hak atas kekayaan intelektual, pelaksanaan kewajiban perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan ketentuan penyelesaian sengketa.
Berkaitan dengan indikasi geografis TRIPs menyatakan ”for the purpose of this agreement” yang berarti, unsur-unsur definisi indikasi geografis merupakan sifat khas yang berbeda dengan rezim kekayaan intelektual lain. Setidaknya, ada empat unsur pokok indikasi geografis dalam Perjanjian TRIPs yaitu, pertama, unsur nama geografis untuk mengidentifikasi suatu produk, nama yang digunakan tidak bersifat mutlak menggunakan nama asal produk tersebut karena dapat menggunakan nama non geografis; kedua, unsur wilayah dalam negara sebagai tempat produksi tidak identik dengan wilayah administratif namun disesuaikan dengan kondisi faktual. Penentuan wilayah di sini berkaitan dengan wilayah atau daerah sebagai tempat atau lokasi suatu barang dihasilkan atau diproduksi. Kriteria yang digunakan bersifat fleksibel, yaitu disesuaikan dengan barang yang dihasilkan; ketiga, unsur kepemilikan dalam indikasi geografis bukan merupakan hak individual (private right) tetapi hak komunal (communal right), maka indikasi geografis merupakan hak untuk menggunakan (right to use); dan keempat, unsur kualitas, reputasi, atau karakteristik lain yang bersifat alternatif, sehingga barang sudah cukup memenuhi salah satu dari unsur tersebut.4
Setiap negara yang tergabung dalam TRIPs Agreement wajib mengikuti aturan yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut. Indonesia merupakan salah satu anggota dari TRIPs Agreement tersebut yang secara langsung wajib untuk menaati perjanjian tersebut. Dengan adanya ketentuan tersebut Indonesia meratifikasi TRIPs Agreement tersebut ke dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta untuk melindungi hak-hak yang dimiliki oleh pencipta maupun pemegang hak cipta. Secara ekonomi pemegang hak kekayaan intelektual berhak atas kompensasi atas eksploitasi komersil invensinya, sedangkan secara moral pemegang hak kekayaan intelektual berhak atas pengakuan dan penghargaan atas dirinya sebagai inventor atau pencipta.5 Hak ekonomi dan hak moral yang dimiliki pemegang hak cipta tersebut pada dasarnya haruslah mendapat perlindungan dari peraturan perundang-undangan di Indonesia. Perlindungan hukum terhadap HKI yang salah satunya yaitu produk indikasi geografis seharusnya diberikan perlindungan secara mengkhusus yang mengatur mengenai indikasi geografis tersebut. Mengingat setiap negara mempunyai aturan khusus yang berbeda antara negara satu dengan lainnya dalam melindungi indikasi geografis di setiap negara. Keberagaman antara negara maju dan negara berkembang menyebabkan setiap negara harus memahami bentuk perlindungan indikasi geografis di tiap negara -negara yang. 6
Perlindungan indikasi geografis tidak hanya terbatas pada produk pertanian, namun menyangkut faktor geografis dalam hal ini yang terkait dengan faktor alam dan/atau manusia. Perbedaan produk indikasi geografis dengan produk yang bukan indikasi geografis yaitu dominasi suatu produk yang membuat produk tersebut memiliki ciri khas dan kualitas tertentu, apabila ciri khas dan kualitas faktor manusia yang mendominasi dapat dikatakan bukan produk indikasi geografis. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dominasi ciri khas dan kualitas yang membedakan produk indikasi geografis dan bukan produk indikasi geografis. Sebagai contoh produk
indikasi geografis yaitu: Salak Pondoh Sleman Yogya, Ubi Cilembu Sumedang, Beras Pandanwangi Cianjur, Kopi Arabika Gayo Aceh, Minyak Nilam Aceh, Mete Kubu Bali, Kopi Arabika Kintamani Bali, Garam Amed Bali, dan sebagainya.
Dengan perkembangan perekonomian yang pesat saat ini tidak di pungkiri bahwa suatu produk indikasi geografis di suatu wilayah sangatlah diminati oleh konsumen karena kekhasan dari produk indikasi geografis tersebut. Dari adanya hal tersebut terdapat beberapa oknum yang telah melakukan pelanggaran terhadap suatu produk indikasi geografis tersebut dengan membuat produk yang menyerupai produk indikasi geografis yang sudah didaftarkan. Hal tersebut dilakukan untuk membuat produknya diminati oleh para konsumen dengan mendompleng dan menyerupai nama produk indikasi geografis yang sudah terkenal.
Pentingnya perlindungan hukum terhadap suatu produk indikasi geografis sangat perlu diperhatikan mengingat suatu produk indikasi geografis yang dijual di masyarakat memiliki nilai ekonomi yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah produksi produk indikasi geografis tersebut. Indikasi geografis yang merupakan salah satu bagian dari HKI menjadi semakin menarik untuk dibahas lebih lanjut karena peranan HKI saat ini yang menentukan laju percepatan pembangunan nasional, terutama dalam era globalisasi saat ini.7 Dengan pentingnya perlindungan hukum terhadap produk indikasi geografis tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam sebuah jurnal hukum dengan judul “Perlindungan Hukum Produk Indikasi Geografis Dari Tindakan Peniruan.”
Adapun rumusan permasalahan dari penelitian ini yaitu bagaimanakah pengaturan perlindungan hokum indikasi geografis dalam TRIPs Agreement (Trade Related aspects of Intellectual Property Rights) ?, dan Bagaimanakah perlindungan hukum produk indikasi geografis dari tindakan peniruan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia?. Terdapat tujuan umum dan tujuan khusus dalam penelitian ini antara lain tujuan umum yaitu untuk mengetahui lebih jauh mengenai Hukum Hak Kekayaan Intelektual khususnya pada Indikasi Geografis, serta tujuan khusus untuk mendalami Perlindungan Hukum Produk Indikasi Geografis Dari Tindakan Peniruan.
Penelitian tentang perlindungan hukum produk indikasi geografis dari segi substansinya ini menyerupai dengan penelitian yang sudah ada sebelumnya yaitu Stephani Rianda melakukan penelitian pada tahun 2016.8 Penelitian tersebut berjudul Pelaksanaan Pendaftaran Merek Indikasi Geografis Pada Produk Mendoan Banyumas Di Pemkab Banyumas yang dimuat dalam Diponegoro Law Journal, volume 5, no 4. Adapun hasil dari penelitian tersebut yaitu dalam perlindungan Indikasi Geografis mendoan Banyumas dapat dilakukan dengan pendaftaran kata mendoan Banyumas sebagai Indikasi Geografis, dipilihnya pendaftaran Indikasi Geografis dikarenakan telah mempunyai kekuatan hukum sebagai Indikasi Geografis suatu daerah dan terjadi perbuatan melanggar hukum terhadap pihak-pihak yang menggunakan kata mendoan sebagai merek dagang tanpa adanya izin atau perjanjian dari daerah yang mempunyai hak atas kata mendoan. Melalui pendaftaran merek mendoan dengan Nomor
Pendaftaran IDM000237714 dan pengalihan kepemilikannya kepada Pemkab Banyumas sebagai milik masyarakat sebenarnya kata mendoan telah mempunyai pelindungan hukum terhadap pendaftaran oleh pihak lain namun kepemilikan sebagai ciri khas suatu daerah sangat diperlukan untuk dilakukannya pendaftaran Indikasi Geografis terhadap kata Mendoan Banyumas sesuai dengan Pasal 56 Undang-undang NO 15 Tahun 2001 tentang Merek yang menjelaskan mengenai perlindungan Indikasi Geografis.
Penelitian lain yang menyerupai dengan penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Mareci Susi Afrisca Sembiring melakukan penelitian pada tahun 2017.9 Penelitian tersebut berjudul Perlindungan Hukum Terhadap andaliman (Merica Batak) Sebagai Indikasi Geografis Di Kabupaten Toba Samosir yang dimuat dalam Jurnal Masalah-Masalah Hukum, volume 46, no. 4. Adapun hasil penelitian tersebut yaitu secara objektif Andaliman (Merica Batak) memiliki karateristik yang khas dan memenuhi syarat sebagai produk Indikasi Geografis. Kekhasan tersebut sesuai dengan unsur-unsur dalam pengaturan syarat keberhasilan produk Indikasi Geografis. Andaliman memiliki karateristik yang khas ditunjukkan dengan fenomena yang terjadi pada pertumbuhan produk Andaliman. Secarasubjektif Pemerintah Kabupaten Toba Samosir memiliki legal standing untuk mewakili masyarakat dalam melakukan pendaftaran terhadap Andaliman (Merica Batak). Pemerintah Daerah Kabupaten Toba Samosir mempunyai kapasitas untuk memenuhi kepentingan masyarakat. Pemerintah Kabupaten Toba Samosir wajib menjalankan fungsi hukum yaitu mendaftarkan Andaliman agar memperoleh sertifikat dan dilindungi dari segi Indikasi Geografis
-
2. Metode Penelitian
Jenis penelitian hukum yuridis normatif digunakan dalam penelitian ini, penelitian yuridis normatif yaitu sebuah penelitian kepustakaan dengan cara meneliti bahan pustaka terkait objek yang diteliti. Terdapat beberapa jenis pendekatan-pendekatan yang umumnya digunakan dalam penelitian hukum yaitu pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). 10 Dalam penelitian ini, jenis pendekatan yang digunakan untuk membahas permasalahan yaitu, pendekatan perundang-undangan (statue approach) yaitu pendekatan yang dilakukan dengan menelaah aturan-aturan hukum yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang diteliti, dengan menelaah peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai permasalahan hukum yang diteliti, seperti Undang-Undang Nomor 20 tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis, serta aturan lain yang berhubungan dengan indikasi geografis. Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik analisis data kualitatif yaitu analisis data dengan memberikan deskripsi atas temuan temuan yang berkaitan dengan rumusan permasalahan yang diteliti.
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3.1. Pengaturan Perlindungan Hukum Indikasi Geografis dalam Trips Agreement (Trade Related Aspects Of Intellectual Property Rights)
-
Hak kekayaan intelektual terbagi menjadi beberapa bagian antara lain hak cipta, rahasia dagang, paten, merek, indikasi geografis, dan lainnya. Indikasi geografis pada dasarnya adalah sebuah nama dagang yang digunakan pada kemasan suatu produk yang digunakan untuk menunjukkan asal produk tersebut di produksi. Perlindungan indikasi geografis sebagai tanda yang menunjukkan asal dan kekhususan suatu produk yang diakibatkan karena faktor alam, geografis, manusia, dan lainnya. Hal tersebut menunjukkan identitas dari suatu barang yang berasal dari suatu tempat, daerah, atau wilayah tertentu yang menunjukkan adanya kualitas, reputasi dan karakteristik termasuk faktor alam dan faktor manusia yang dijadikan atribut dari barang tersebut.11 Indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan, hal tersebut sesuai dengan Pasal 1 Angka 6 Undang-Undang 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis. Suatu produk indikasi geografis harus memenuhi beberapa persyaratan untuk dapat dikatakan produk tersebut sebagai indikasi geografis, yaitu adanya daerah penghasil barang yang memiliki kualitas, karakter, dan reputasi tersendiri yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan/atau kondisi manusianya.12
Perlindungan hukum suatu produk indikasi geografis memiliki karakter yang khas yaitu karakter kolektif atau komunal. Karakter tersebut memiliki arti perlindungan hukum produk indikasi geografis tersebut menjadi milik bersama masyarakat di tempat produk indikasi geografis tersebut. Suatu produk indikasi geografis yang sudah terdaftar dan mendapat perlindungan hukum maka masyarakat di wilayah produk indikasi geografis tersebut memiliki hak untuk memperjual belikan produk tersebut, sehingga masyarakat lain yang tidak termasuk dalam wilayah produk indikasi geografis terdaftar tidak diperkenankan menggunakan nama produk yang sama pada produknya. Perlindungan terhadap berbagai macam produk indikasi geografis di Indonesia pada dasarnya harus memberikan kepastian hukum terhadap produk tersebut, yaitu dengan cara membuat aturan-aturan hukum yang melindungi produk indikasi geografis tersebut. Pentingnya perlindungan hukum terhadap suatu produk indikasi geografis dalam HKI pada dasarnya untuk melindungi produk indonesia dalam perdagangan nasional maupun internasional. Perlindungan hukum melalui Indikasi Geografis akan memberikan kejelasan hukum mengenai hubungan antara barang dengan produsen sebagai pemiliknya, sehingga dapat dilakukan
promosi secara terbuka tanpa takut terhadap kemungkinan penggunaan tanpa hak oleh pihak lain.13
Indonesia memiliki sumber daya yang melimpah yang tersebar di setiap pulaunya, sumber daya tersebut termasuk sumber daya alam dan sumber daya manusia yang beragam. Dari sisi sumber daya alam produk daerah indonesia yang telah memiliki kualitas tersendiri telah menjadi salah satu komuditas dalam perdagangan dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Terkenalnya produk indonesia dalam komuditas perdagangan seharusnya diikuti juga dengan perlindungan terhadap komuditas tersebut dari praktek kecurangan dalam perdagangan. 14 Indikasi Geografis dalam TRIPs telah diatur pada Section 3 Article 22-24. Dalam article 22 paragraph (1) TRIPs agreement menyebutkan:
“geographical indications are, for the purposes of this agreement, indications which identify a goods as originating in the territory of a member, or a region or locality in that territory, where a given quality, eputation or other characteristic of the goods is essentially attributable to its geographical origin”.
Berdasarkan ketentuan tersebut dijelaskan bahwa indikasi geografis adalah suatu tanda yang mengidentifikasikan suatu wilayah negara anggota, atau kawasan atau daerah di dalam wilayah tersebut sebagai asal barang, di mana reputasi, kualitas dan karakteristik barang yang bersangkutan sangat ditentukan oleh faktor geografis tersebut. Dari pengertian indikasi geografis tersebut dapat dicermati bahwa asal suatu barang dan jasa yang berkaitan dengan reputasi, karakteristik dan kualitas suatu barang dalam suatu wilayah tertentu haruslah dilindungi secara yuridis. 15 Setiap negara yang tergabung dalam keanggotaan TRIP’s diwajibkan untuk memastikan perlindungan hukum terhadap indikasi geografis di negaranya dengan mempersiapkan instrumen-instrumen hukum sesuai dengan hukum nasionalnya.
Salah satu ciri khas yang menandakan suatu indikasi geografis dalam produk adalah suatu tanda yang digunakan dalam kemasan produk tersebut yang memiliki kualitas dan keaslian tersendiri. Tempat asal produk tersebut seringkali digunakan untuk menandakan asal produk indikasi geografis tersebut sebagai salah satu contoh, produk pertanian di indonesia yang memiliki ciri khas dan kualitas tersendiri di setiap daerahnya. Ciri khas tersebut dapat berupa bentuk yang khas, warna yang khas, maupun rasa yang khas dibandingkan dengan produk pertanian lainnya. Dari ciri khas tersebut biasanya digunakan sebagai tanda yang dicantumkan dalam suatu label produk indikasi geografis. Ciri khas tersebut digunakan agar masyarakat mengetahui bahwa suatu produk tersebut memiliki kekhususan tersendiri dari produk-produk serupa.
Setiap negara anggota TRIPs wajib meratifikasi perjanjian tersebut kedalam peraturan perundang-undangan maupun instrumen hukum yang berlaku di negaranya untuk melindungi indikasi geografis tersebut dan mencegah terjadinya pelanggaran hukum
terhadap indikasi geografis itu sendiri. Hal tersebut sesuai dengan aricle 22 paragraph (2) TRIPs Agreement yang menyebutkan :
In respect of geographical indications, Members shall provide the legal means for interested parties to prevent:
-
a) the use of any means in the designation or presentation of a good that indicates or suggests that the good in question originates in a geographical area other than the true place of origin in a manner which misleads the public as to the geographical origin of the good;
-
b) any use which constitutes an act of unfair competition within the meaning of Article 10bis of the Paris Convention (1967).
Berdasarkan ketentuan article 22 paragraph (2) TRIPs tersebut para anggota TRIPs diwajibkan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap produk-produk Indikasi Geografis. Berdasarkan perjanjian TRIPs bagian Ill article 41 yang mengatur mengenai "enforcement", pada Ayat (l) memberikan pengertian bahwa setiap negara harus membuat pengaturan untuk penegakan pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual guna memberikan perlindungan hukum. Ayat (2) berisi mengenai tata cara penegakan Hak Kekayaan Intelektual harus adil dan merata, serta tidak rumit dan mahal. Ayat (3) keputusan penegakan pelanggaran harus secara tertulis dan beralasan. Ayat (4) menjelaskan pihak persidangan memiliki kesempatan untuk ditinjau oleh otoritas yudisial dan tunduk pada ketentuan yurisdiksi hukum nasional. Ayat (5) Bagian ini tidak menimbulkan kewajiban untuk menempatkan sistem pengadilan untuk penegakan hak kekayaan intelektual berbeda dari penegakan hukum secara umum. Dengan demikian TRIP’s Agreement secara jelas telah melindungi setiap produk indikasi geografis setiap negara anggotanya dengan memerintahkan setiap negara anggota yang tergabung dalam TRIP’s Agreement untuk membuat instrumen hukum yang mengatur perlindungan hukum indikasi geografis di negara anggotanya.
-
3.2. Perlindungan Hukum Produk Indikasi Geografis Dari Tindakan Peniruan Sesuai Dengan Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia
Berkaitan dengan Indonesia sebagai salah satu anggota TRIP’s, dalam hal ini indonesia wajib untuk meratifikasi perjanjian tersebut ke dalam peraturan perundang-undangan di indonesia. Undang-Undang 20 Tahun 2016 tentang merek dan indikasi geografis saat ini adalah salah satu instrumen hukum yang melindungi indikasi geografis di indonesia. Dengan memahami keberadaan Undang-Undang tentang Merek Dan Indikasi Geografis secara lebih mendalam, akan sangat bermanfaat bagi perusahaan pemilik merek dan indikasi geografis, mereka dapat menyebar luaskan mereknya dengan cara publikasi baik melalui media cetak, dan atau media elektronik lainnya. 16 Perlindungan hukum indikasi geografis dalam undang-undang ini dijelaskan dalam Pasal 53 ayat (1) yang menyebutkan Indikasi Geografis dilindungi setelah indikasi geografis didaftar oleh Menteri. Dari pasal tersebut dijelaskan bahwa indikasi geografis yang mendapat perlindungan adalah indikasi geografis yang sudah di daftarkan. Untuk mendapatkan perlindungan Indikasi Geografis, suatu tanda tidak boleh mengandung nama generik produk. Indikasi yang bersifat generik adalah
indikasi tentang suatu barang yang telah menjadi milik umum karena sering digunakan dalam bahasa sehari-hari, dan karenanya tidak dilindungi, seperti tahu, tempe, batik, jeruk bali, pisang ambon, dan sebagainya.17
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang indikasi geografis memuat ketentuan-ketentuan mengenai tatacara pendaftaran Indikasi-Geografis, adapun tatacara pendaftaran indikasi geografis dilakukan melalui beberapa tahap yaitu tahap pertama dengan mengajukan permohonan, tahap kedua yaitu dengan pemeriksaan administratif, tahap ketiga yaitu pemeriksaan substansi, tahap keempat yaitu pengumuman, tahap kelima yaitu oposisi pendaftaran, tahap keenam yaitu pendaftaran, tahap ketujuh yaitu pengawasan terhadap pemakaian indikasi geografis, tahap kedelapan banding. Apabila telah memenuhi persyarakatan tersebut maka produk indikasi geografis dapat dikatakan terdaftar. Setelah didaftarkannya suatu produk tersebut maka secara jelas perlindungan hukum terhadap suatu produk dalam suatu indikasi geografis tersebut dapat terpenuhi.
Perlindungan hukum terhadap produk indikasi geografis dari tindakan peniruan pada dasarnya menganut asas first to file yaitu pemberian hak merek untuk pendaftar pertama tanpa mempertimbangkan siapa penciptanya terlebih dahulu.18 Jadi dapat dikatakan bahwa hak-hak indikasi geografis diberikan kepada orang yang mengajukan pendaftaran produk tersebut pertama kali tanpa mempertimbangkan pencipta seperti halnya hak cipta. Perlindungan terhadap mutu, kualitas dan nilai produk tersebut dan pengembangan masyarakat pedesaan menjadi dasar tujuan adanya perlindungan terhadap indikasi geografis. Indikasi geografis menjadi salah satu bagian yang penting dalam HKI karena dalam indikasi geografis berkaitan dengan kegiatan perdagangan, maka dari itu diberikan perlindungan terhadap komuditas perdagangan produk tersebut yang terkait dengan nama daerah ataupun asal produk tersebut. Manfaat adanya produk indikasi geografis terdaftar tentu saja akan meningkatkan reputasi wilayah tersebut dan akan dikenal oleh banyak orang, hal tersebut juga akan berdampak pada perekonomian masyarakat sekitar di wilayah indikasi geografis tersebut serta akan berdampak juga pada pengembangan sumber daya alam lain maupun tempat wisata yang ada di wilayah tersebut. Ketentuan tentang indikasi geografis mensyaratkan bahwa orang perseorangan tidak dapat mengajukan pendaftaran indikasi geografis, karena indikasi geografis merupakan hak komunal/hak kolektif, sehingga hak ini tidak dapat dimiliki oleh individu.19
Berkaitan dengan perlindungan hukum produk indikasi geografis dari tindakan peniruan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis telah dijelaskan bahwa tindakan peniruan tersebut dilarang oleh undang-undang tersebut. Peniruan adalah keinginan individu untuk sama dengan orang lain.
-
20 Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis tindakan peniruan merupakan tindakan yang dilarang menurut undang-undang tersebut. Pasal 66 huruf h, i, j, k, l Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran atas indikasi geografis mencakup: Peniruan atau penyalahgunaan yang dapat menyesatkan sehubungan dengan asal tempat barang atau kualitas barang yang terdapat pada: pembungkus atau kemasan; keterangan dalam iklan; keterangan dalam dokumen mengenai barang tersebut; atau informasi yang dapat menyesatkan mengenai asal-usulnya dalam suatu kemasan. Tindakan peniruan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang melakukan hal tersebut pada dasarnya untuk mendapatkan keuntungan dari pemakaian indikasi geografis tersebut. Tindakan peniruan tersebut dapat menyesatkan para konsumen dengan kualitas barang yang berbeda dengan kualitas barang indikasi geografis yang sudah terdaftar. Hal tersebut dapat menurunkan minat masyarakat terhadap pembelian produk indikasi geografis yang sudah terdaftar dan berpengaruh terhadap produksi barang tersebut. Terhadap pelanggaran yang dilakukan terhadap tindakan peniruan produk indikasi geografis tersebut produsen produk indikasi geografis dan/atau lembaga yang mewakili masyarakat kawasan geografis berwenang untuk mengajukan gugatan terhadap pelanggaran tersebut. Adapun wujud perlindungan hukum produk indikasi geografis dari tindakan peniruan tersebut diancam dengan hukuman pidana dan denda yang tertera dalam Pasal 101 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis. Adapun ancaman hukuman bagi pelaku tindakan peniruan tersebut yaitu hukuman pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 2.000.000.000 (dua miliar rupiah). Ancaman hukuman tersebut ditujukan bagi setiap orang yang tanpa hak yang menggunakan tanda yang mempunyai kesamaan pada pokoknya maupun keseluruhannya dengan barang atau produk indikasi geografis sejenis yang sudah terdaftar.
-
4. Kesimpulan
Pengaturan perlindungan hukum produk indikasi geografis dalam TRIPs Agreement (Trade Related aspects of Intellectual Property Rights) diatur dalam article 22 sampai dengan article 24, selain itu pada article 41 yang mengatur mengenai "enforcement” juga mengatur mengenai perlindungan hukum indikasi geografis dengan menginstruksikan anggota Trips untuk membuat aturan-aturan hukum yang menyangkut mengenai indikasi geografis di setiap negaranya.
Perlindungan hukum produk indikasi geografis di indonesia diatur dalam. Undang-Undang 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis, yang dimana tindakan peniruan produk indikasi geografis merupakan suatu perlanggaran atas indikasi geografis yang tertera dalam Pasal 66 Undang-Undang 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis, serta adapun ancaman hukuman pidana pelanggaran indikasi geografis tertera dalam Pasal 101 Undang-Undang 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis.
-
20 Virgian aspara, 2017, Hubungan Intensitas Menggunakan Media Sosial Dan Persepsi Terhadap Bahasa Netlingo Dengan Prilaku Menggunakan Bahasa Netlingo, Interaksi Online, 21(1), h.7
Daftar Pustaka
Buku
Astar, A. (2018). Mengenal lebih dekat hukum hak kekayaan intelektual, yogyakarta : CV Budi Utama.
Marzuki, M. (2017). Penelitian Hukum: Edisi Revisi. Prenada Media.
Putra, I. B. W., & Dharmawan, N. K. S. (2017). Hukum Perdagangan Internasional . PT. Refika Aditama.
Jurnal
Asyfiyah, S. (2015). Perlindungan Hukum Potensi Indikasi Geografis di Kabupaten Brebes Guna Pengembangan Ekonomi Masyarakat Lokal. Jurnal Idea Hukum, 1(2). 111-124. http://dx.doi.org/10.20884/jih.v1i2.17
Kasenda, S. (2017). Perjanjian Lisensi Antara Pemilik Hak Terdaftar Dengan Penerima Lisensi Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis. Lex Privatum, 5(9). 171-179.
Kurnianingrum, T. P. (2017). Pelindungan Hak Ekonomi Atas Indikasi Geografis (The Economic Rights Protection For Geographical Indication). Negara Hukum, 7(1), 1934. https://doi.org/10.22212/jnh.v7i1.947
Kusumadara, A. (2011). Pemeliharaan dan pelestarian pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional Indonesia: Perlindungan hak kekayaan intelektual dan non-hak kekayaan intelektual. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 18(1), 20-41. https://doi.org/10.20885/iustum.vol18.iss1.art2
Martini, D., Haq, H., & Sutrisno, B. (2018). Perlindungan Hukum Terhadap
Pengetahuan Obat-Obatan Tradisional Dalam Rezim Hak Kekayaan Intelektual (Hki) Indonesia (Studi Pada Masyarakat Tradisional Sasak). Jurnal Hukum dan Peradilan,6(1), 67-90. http://dx.doi.org/10.25216/JHP.6.1.2017.67-90
Mulyani, S. (2012). Pengembangan Hak Kekayaan Intelektual sebagai Collateral (Agunan) Untuk Mendapatkan Kredit Perbankan di Indonesia. Jurnal Dinamika Hukum, 12(3), 568-578. http://dx.doi.org/10.20884/1.jdh.2012.12.3.128
Rahmawati, D. (2016). Perlindungan Hukum Atas Indikasi Geografis (Studi Perbandingan Hukum Indonesia Dengan Australia). Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum.
Ramli, T. A. (2017). Diseminasi Model Integrasi Pendaftaran Indikasi Geografis Sebagai Alternatif Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Petani Ubi Cilembu. Prosiding SNaPP: Sosial, Ekonomi dan Humaniora, 1(1), 199-215.
Rianda, S., Njatrijani, R., & Widanarti, H. (2016). Pelaksanaan Pendaftaran Merek Indikasi Geografis Pada Produk Mendoan Banyumas Di Pemkab Banyumas. Diponegoro Law Journal, 5(4), 1-18.
Santoso, B., & Njatrijani, R. (2018). Perlindungan Indikasi Geografis terhadap Kopi Arabika di Dusun Jumprit, Desa Tegalrejo, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Temanggung Provinsi Jawa Tengah. Diponegoro Law Journal, 6(2), 1-15.
Sasongko, W. (2012). Indikasi Geografis: Rezim Hki Yang Bersifat Sui Generis. Jurnal Media Hukum, 19(1).
Sembiring, M. S. A. (2017). Perlindungan Hukum Terhadap Andaliman (Merica Batak) Sebagai Indikasi Geografis Di Kabupaten Toba Samosir. Masalah-Masalah Hukum, 46(4), 318-327. https://doi.org/10.14710/mmh.46.4.2017.318-327
Svinarky, I., Ukas, U., & Jamba, P. (2018). Efektivitas Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis terhadap Daftar Merek Usaha Dagang Industri Kecil dan Menengah. Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal). 7(1), 6374. https://doi.org/10.24843/JMHU.2018.v07.i01.p06
Tavinayati, T., Effendy, M., Zakiyah, Z., & Hidayat, M. T. (2016). Perlindungan Indikasi Geografis bagi Produsen Hasil Pertanian Lahan Basah di Propinsi Kalimantan Selatan. Lambung Mangkurat Law Journal, 1(1). 102-218.
Virgian aspara. (2017). Hubungan Intensitas Menggunakan Media Sosial Dan Persepsi Terhadap Bahasa Netlingo Dengan Prilaku Menggunakan Bahasa Netlingo. Interaksi Online, 21(1).
Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia, Undang-Undang Tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599
Indonesia, Undang-Undang Tentang Merek Dan Indikasi Geografis, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 252, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5953
60
Discussion and feedback