Komitmen Organisasi dan Sikap Whistle-Blowing: Apakah Hubungannya Dimoderasi Oleh Persepsi Dukungan Organisasi?
on
M Sandi Marta, Komitmen Organisasi dan ... 133
P-ISSN : 1978-2853
E-ISSN : 2302-8890
MATRIK: JURNAL MANAJEMEN, STRATEGI BISNIS DAN KEWIRAUSAHAAN
Homepage: https://ojs.unud.ac.id/index.php/jmbk/index
Vol. 13 No. 2, Agustus 2019, 133 - 141
Komitmen Organisasi dan Sikap Whistle-Blowing: Apakah Hubungannya Dimoderasi oleh Persepsi Dukungan Organisasi?
M Sandi Marta1), Anis Eliyana2)
1,2)Universitas Airlangga
email: [email protected]
SINTA 2
DOI : https://doi.org/10.24843/MATRIK:JMBK.2019.v13.i02. p01
ABSTRAK
Penjelasan mengenai bagaimana individu melakukan whistle-blowing ternyata banyak dipengaruhi faktor interpersonal karyawan. Sehingga artikel ini bertujuan untuk mengembangkan sebuah kerangka yang original untuk menjelaskan peran moderasi persepsi dukungan organisasi antara komitmen organisasi dan sikap whistle-blowing. Penelitian ini merupakan studi empiris pada perguruan tinggi negeri di Kota Bandung. Selanjutnya analisis multivariat sebagai alat dalam menjelaskan hipotesis penelitian ini. Hasil penelitian secara empiris komitmen organisasi berpengaruh positif pada sikap whistle-blowing. Selanjutnya secara positif persepsi dukungan organisasi memoderasi pengaruh antara komitmen organisasi dan sikap whistle-blowing.
Kata Kunci: komitmen organisasi, persepsi dukungan organisasi, sikap whistle-blowing.
Organizational Commitment and Whistle-Blowing: Is The Moderated by Percived Organizational Support Relationship?
ABSTRACT
The explanation of how individuals do whistle-blowing is actually influenced by interpersonal factors of employees. This article aims to develop an original framework that explains the role of moderating perception of organizational support between organizational commitment and whistle-blowing attitudes. This research is an empirical study at state universities in the city of Bandung with multivariate analysis as a tool in explaining the research hypothesis. The results show that organizational commitment empirically has a positive effect on whistle-blowing attitudes. Furthermore, the perceived organizational support positively moderates the influence between organizational commitment and whistle-blowing attitudes.
Keywords: organizational commitment, perceived organizational support, whistle-blowing attitudes.
PENDAHULUAN
Hampir seluruh penduduk Indonesia membicarakan tema korupsi di tahun terakhir ini. Sehingga tema tersebut mengalihkan isu kenaikan harga pangan dan energi yang seharusnya diketahui oleh warga Indonesia. Terlebih pada terakhir tahun 2017 banyak pejabat-pejabat yang terjaring kasus korupsi yang meramaikan media massa. Penelitian yang secara konsisten menunjukkan bahwa hampir dari seluruh karyawan yang mengetahui kesalahan organisasi ataupun karyawan lainnya tidak melaporkan kepada seseorang berwenang pada kesalahan tersebut. Pada saat karyawan tidak melaporkan kesalahan tersebut kepada seseorang
berwenang, maka manajemen akan mengalami miss opportunities untuk memperkaiki kesalahan tersebut. Namun ada yang sangat kontradiktif jika karyawan melakukan Whistle-blowing, yaitu konsekuensi negatif dari kesalahan organisasi adalah ancaman kepercayaan konsumen dan investor dan lingkungan sosial pada organisasi organisasi tersebut. Akibatnya karyawan menjadi sangat hati-hati bahkan mungkin tidak akan mengungkapkan kesalahan organisasi (Jalilvand et al., 2017).
Peran whistle-blowing sangat vital dalam organisasi, whistle-blowing mampu untuk menghentikan tindakan salah dan memperbaiki masalah. Whistle-blowing dalam organisasi
merupakan kemampuan seseorang untuk melaporkan kesalahan orang lain yang merugikan organisasi kepada orang yang berwenang, bentuk whistle-blowing dapat berupa internal maupun eksternal (Alleyne, 2016). Fungsi nyata whistleblowing dapat dijadikan sebagai mekanisme kontrol untuk mendeteksi dan mencegah tindakan salah dalam tempat kerja (Hamid dan Zainudin, 2015). Namun, tidak selalu whistle-blowing dianggap dapat bermanfaat secara sosial pada organisasi. Sebagai contoh, beberapa laporan telah dimotivasi oleh niat jahat seperti egoisme motivasi, pembalasan atau balas denda (Alleyne, 2016; Miceli et al., 2012). Whistle-blowing adalah sikap karyawan yang sangat mahal untuk dilakukan. Seseorang akan melakukan whistle-blowing jika perusahaan memberikan perhatian padanya, mendukung kinerjanya dan mengapresiasi setiap tindakan yang memajukan organisasi (Miceli et al., 2012). Artinya organisasi yang maju mengerti dengan berbagai kebutuhan dan harapan karyawan, sehingga individu menampilkan kinerja yang yang tinggi. Prinsip ini dikenal dengan sebutan timbal balik karyawan kepada organisasi. Terlebih pada karyawan yang memiliki komitmen organisasi, persepsi dukungan organisasi dapat membuat komitmen organisasi tersebut maksimal dalam mengungkapkan kesalahan organisasi guna kemajuan organisasi (Somers dan Casal, 2007).
Individu yang memiliki komitmen organisasi mengikatkan dirinya pada organisasi, mengidentitaskan dirinya dengan nilai dan tujuan organisasi serta mengeluarkan usaha yang lebih untuk organisasi (Rhee dan Dedahanov, 2015). Individu tersebut menganggap nilai dan tujuan dirinya berhubungan dengan organisasi yang mereka tempati pada saat ini. Oleh sebab itu, ini yang menjadi alasan hubungan antara individu dan organisasi. Hubungan tersebut menjadi titik dasar dalam penelitian hubungan antara komitmen organisasi, persepsi dukungan organisasi dan whistle-blowing. Selain itu, persepsi dukungan organisasi medorong seseorang untuk melakukan tindakan pengambilan risiko guna memajukan organisasi (Neves dan Eisenberger, 2014). Tindakan ini memperkuat komitmen organisasi dalam menjaga keberlangsungan organisasi. Pada artikel ini, kami akan menjelaskan variabel-variabel prediksi yang potensial dan berhubungan dengan perilaku whistleblowing.
Peneliti sebelumnya telah membahas whistleblowing dalam berbagai konteks. Sebagai contoh,
(Maroun dan Gowar, 2013) mengungkapkan bahwa whistle-blower tidak hanya untuk menyediakan informasi yang ada untuk para pemangku kepentingan, tetapi untuk membangun kredibilitas auditor dalam melayani kepentingan publik dengan meningkatkan kecenderungan akuntabilitas dan transparansi. Kyu Wang et al. (2018) menyatakan bahwa person supervisor fit dan person grop fit memiliki pengaruh yang curve linier pada whistleblowing pada pegawai pemerintah, selanjutnya dukungan yang dapat dimiliki seseorang dari rekan kerja dan supervisor sangat penting tidak hanya untuk memotivasi untuk melakukan whistleblowing, tetapi juga untuk mencegah terjadinya tindakan pembalasan. Taiwo (2015) dalam penelitian menyatakan walaupun dalam suatu organisasi telah menciptakan program whistle-blowing sebagai pusat pengembangan organisasi, namun keinginan karyawan masih rendah untuk melakukannya.
Penelitian ini berbeda dengan sebelumnya karena penelitian ini mencoba menghubungkan komitmen organisasi pegawai di perguruan tinggi negeri lembaga milik pemerintah pada keberanian pegawai untuk melakukan whistle-blowing. Persepsi dukungan organisasi bertindak memperkuat hubungan tersebut. Saat ini pemerintah mencoba mendorong para pegawai untuk melakukan whistleblowing dengan memberikan sistem pelaporan secara digital jika terjadi penyimpangan di lembaga mereka masing-masing. Kontribusi penelitian ini. Pertama, memberikan warna baru terhadap kajian teoritis dengan menekankan pada bagaimana pegawai negeri sipil yang sudah memiliki pekerjaan tetap yang diasumsikan memiliki komitmen organisasi mencoba melakukan whistle-blowing. Kedua, dukungan organisasi masing-masing unit pada perguruan tinggi negeri yang bervariasi menjadi penguat hubungan karyawan dan organisasi, sehingga menarik untuk dikaji.
Komitmen merupakan keinginan individu untuk memberikan loyalitas dan usahanya kepada organisasi, serta sebagai keterikatan secara emosional terhadap suatu kelompok, oleh karenanya komitmen dianggap sebagai suatu sikap. Untuk menjaga agar komitmen tetap ada dalam individu, pemimpin harus menginspirasi, mendorong passion dan antusias individu (Chong, 2014). Komitmen organisasi adalah sikap loyalitas yang direfleksikan oleh individu kepada organisasi. Komitmen organisasi terdiri dari keinginan kuat karyawan untuk tetap sebagai anggota organisasi; keinginan yang kuat
untuk mencapai tujuan organisasi; dan keyakinan individu pada nilai dan norma organisasi (Alleyne, 2016; Jaros, 2007; Meyer et al., 1993). Karenanya, individu yang memiliki kepercayaan pada organisasi akan menerima tujuan, nilai, norma dan harapan organisasi sehingga mereka menguatkan dirinya untuk tinggal dan menetap di dalam organisasi (Mathis dan Jackson, 2001).
Komitmen organisasi memiliki tiga dimensi yaitu continuance commitment, normative commitment, dan affective commitment (Jaros, 2007; Meyer et al., 1993). Continuance commitment merupakan kalkulasi dari pertukaran biaya jika meninggalkan organisasi. Komitmen ini menghasilkan persepsi individu akan suatu “kebutuhan” untuk selalu berhubungan dengan organisasi, dan jika individu tersebut meninggalkan organisasi dapat menyebabkan biaya yang lebih besar. Disamping itu, komitmen ini menciptakan suatu perasaan pada karyawan bahwa hanya organisasi tersebutlah yang memberikan lapangan pekerjaan dan jika meninggalkan organisasi, mereka akan sulit mendapatkan pekerjaan. Normative commitment merupakan keterikatan karyawan pada organisasi berdasarkan “kewajiban”. Perasaan ini menciptakan individu memiliki “keharusan” berkomitmen pada organisasi, karena komitmen tersebut merupakan kebenaran yang harus dilakukan demi kemajuan organisasi. Affective commitment merupakan keterikatan individu pada organisasi berdasarkan emosional yang bersumber dari “keinginan” karyawan dalam organisasi. Perasaan keinginan tersebut yang mengikatkan dan melibatkan dirinya dalam kegiatan dan pekerjaan organisasi.
Komitmen organisasi erat kaitannya dengan sikap whistle-blowing individu (Alleyne, 2016; Somers dan Casal, 2007). Dimana whistle-blowing merupakan pengungkapan tindakan-tindakan illegal, immoral, dan tidak berdasarkan hukum oleh anggota organisasi tentang perilaku seseorang kepada orang yang memiliki otoritas organisasi (Near dan Miceli 1985). Sikap whistle-blowing metode yang sangat penting dalam mencegah pelanggaran, penipuan, dan penyalahgunaan kekuasaan (Jalilvand et al., 2017). Selain itu, whistle-blowing sebagai instrumen yang sangat penting untuk menemukan dan melaporkan kesalahan manajemen (Eaton dan Akers, 2007). Banyak yang orang memuji tindakan whistleblowing sebagai perilaku yang heroik dan mulia; dan banyak juga yang mengutuk mereka sebagai
pembuat onar, orang-orang yang tidak puas, dan orang-orang yang tidak etis karena telah membeberkan kesalahan rekan kerja dan sistem manajemen (Zakaria, 2015). Terdapat dua dimensi dalam sikap whistle-blowing yaitu perhatian terhadap kesalahan organisasi dan niat untuk melaporkan kesalahan (Somers dan Casal, 2007).
Walaupun whistle-blowing memiliki tingkat kesulitan yang luar biasa untuk dilakukan oleh individu (Jalilvand et al., 2017). Namun individu yang memiliki komitmen organisasi senantiasa mengambil risiko untuk kemajuan organisasinya (Neves dan Eisenberger, 2014). Sikap untuk melakukan whistleblowing membutuhkan keberanian yang tinggi, dan pengorbanan yang luar biasa dari individu, karena whistle-blowing memiliki risiko yang tinggi, hanya individu yang memiliki keterikatan yang kuat pada organisasi yang mampu untuk melakukan itu (Alleyne, 2016). Secara jelas, Whistle-blowing tidaklah mudah untuk dilakukan, butuh keberanian yang tinggi, evaluasi moral yang tepat serta memiliki sikap yang kuat dalam memprioritaskan kepentingan publik daripada kepentingannya sendiri.
H1: Komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap sikap whistle-blowing
Persepsi karyawan terhadap organisasi membangun suatu pandangan umum tentang bagaimana tingkat penghargaan organisasi terhadap kontribusi dan usaha karyawan dalam memberikan kesejahteraan karyawan (Neves dan Eisenberger, 2014). Pada saat organisasi memberikan dukungan dan kepedulian kepada mereka, secara emosional mereka tergerak demi kepentingan organisasi. Persepsi dukungan organisasi merupakan konsep timbal balik antara individu dan organisasi (Hamid dan Zainudin, 2015). Teori dukungan organisasi berupaya untuk memenuhi kebutuhan sosial emosional dan untuk menyiapkan organisasi dalam upaya menghargai pekerjaan karyawan yang meningkat, sehingga karyawan mengembangkan suatu kepercayaan tentang bagaimana organisasi menghargai kontribusi, usaha mereka serta peduli pada kesejahteraan karyawan (Eisenberger et al., 2002).
Persepsi dukungan organisasi adalah tingkat dimana karyawan berpersepsi bahwa organisasi menghargai kontribusi mereka dan peduli terhadap kesejahteraan mereka (Aselage dan Eisenberger, 2003; Caesens et al., 2019; Eisenberger et al., 2002). Persepsi ini timbul berdasarkan kepercayaan
individu pada organisasi. Kepercayaan merupakan keadaan psikologi untuk berniat menerima kerentanan berdasarkan harapan yang positif, dengan demikian karyawan menunjukkan pola perjanjian yang konsisten dengan organisasi bahwa kontribusi mereka dihargai dan diperlakukan dengan baik atau tidak baik berdasarkan situasi yang berbeda (Eisenberger et al., 2002).
Faktor sikap dan norma subyektif membentuk sikap seseorang untuk berprilaku. Sikap individu berhubungan dengan komitmen organisasi dan norma subjektif berhubungan dengan persepsi dukungan organisasi menjadi faktor yang dapat mempengaruhi sikap whistle-blowing. Dalam Theory person organizational fit (PO/Fit) menyatakan bahwa hubungan sikap individu dan lingkungan dapat digambarkan sebagai proses (Caplan, R., 1987; Kahana et al., 2003). Jika dikaitkan, sikap individu merupakan komitmen
organisasi yang dimiliki oleh individu untuk terikat dengan organisasi dan lingkungan merupakan dukungan organisasi yang diberikan pada pegawai sebagai bentuk perhatian organisasi (Saud, 2017). Teori tersebut juga didukung teori pertukaran social (social exchange theory) seseorang akan tergerak untuk melakukan sesuatu jika kedua belah pihak saling mempercayai, loyal, dan saling berkomitmen pada aturan-aturan pertukaran (Cropanzano dan Mitchell, 2005). Dengan demikian sikap whistleblowing dapat dilakukan oleh pegawai guna menjaga kepercayaan organisasi sehingga eksistensi dan kemajuan organisasi dapat dipertahankan.
H2: Persepsi dukungan organisasi memperkuat pengaruh komitmen organisasi terhadap sikap whistle-blowing
Berdasarkan teori dan pemikiran di atas, maka model penelitian ini sebagai berikut:
Gambar 1. Model Penelitian
METODE PENELITIAN
Metode eksplanatori dengan pendekatan kuantitatif digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya, survey pada 130 pegawai yang berasal dari 4 (empat) Peguruan Tinggi Negeri di Kota Bandung yaitu ITB, UNPAD, UIN dan UPI dilakukan untuk mendukung dan melengkapi data penelitian ini. Teknik probability sampling dengan systematic random sampling digunakan untuk menentukan sampel yang mengikuti aturan sistematika tertentu pada populasi.
Moderation regression analysis sebagai suatu metode statistik dalam melakukan penganalisaan variabel moderasi yang dibahas dalam dlam penelitian ini. Uji tersebut dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana peran variabel moderasi antara variable independent dan variabel dependent, apakah dapat memperkuat atau memperlemah hubungan tersebut (Helm dan Mark, 2012; Sharma et al., 1981).
Pengukuran sikap individual variabel komitmen organisasi menggunakan 9 indikator pernyataan komitmen organisasi (Jaros, 2007; Meyer et al., 1993; N. Allen dan J. Meyer, 1990) dan variabel persepsi dukungan organisasi menggunakan 10 item pernyataan (Eisenberger et al., 1986; Eisenberger et al., 2002). Akhirnya, untuk mengukur variabel sikap whistle-blowing menggunakan 7 item pertanyaan yang diadopsi dari Alleyne (2016). Secara keseluruhan, item pernyataan diukur dengan menggunakan 5-point skala likert, dimana para responden diminta untuk menjawab pilihan angka antara 1 hingga 5 (1= sangat tidak setuju, 2= tidak setuju, 3= ragu-ragu, 4= setuju, dan 5= sangat setuju)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis instrumen penelitian terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas, yang dimaksudkan untuk mengetahui tingkat ketepatan dan konsistensi alat ukur yang digunakan. Pengujian validitas menggunakan
corrected item total correlation dengan tingkat validitas lebih dari 0,30 sedangkan pengujian reliabilitas menggunakan cronbach’s alpha dengan
tingkat reliabel lebih dari 0,60 (Escobar et al., 2015). Adapun hasil pengujian validitas dan reliabilitas sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Variable |
Item |
valid |
cronbach’s alpha |
Keterangan |
Komitmen organisasi |
KO1 |
0.387 |
0.726 |
Reliable |
KO2 |
0.752 | |||
KO3 |
0.505 | |||
KO4 |
0.341 | |||
KO5 |
0.759 | |||
KO6 |
0.514 | |||
KO7 |
0.312 | |||
KO8 |
0.756 | |||
KO9 |
0.514 | |||
Sikap Whistle-blowing |
WB1 |
0.378 |
0.685 |
Reliable |
WB2 |
0.727 | |||
WB3 |
0.416 | |||
WB4 |
0.319 | |||
WB5 |
0.704 | |||
WB6 |
0.441 | |||
WB7 |
0.430 | |||
Persepsi dukungan organisasi |
PDO1 |
0.706 |
0.612 |
Reliable |
PDO2 |
0.342 | |||
PDO3 |
0.386 | |||
PDO4 |
0.360 | |||
PDO5 |
0.526 | |||
PDO6 |
0.361 | |||
PDO7 |
0.710 | |||
PDO8 |
0.309 | |||
PDO9 |
0.307 | |||
PDO10 |
0.342 |
Sumber: Data Primer yang diolah, 2019
Berdasarkan Tabel 1 di atas, item pernyataan persepsi pegawai tentang komitmen organisasi, sikap whistle-blowing dan persepsi dukungan organisasi dinyatakan valid karena lebih dari 0,30 dan begitu juga dalam pengujian reliabilitas semua variable dalam penelitian ini reliable karena lebih dari 0,60.
Moderated regression analysis atau dikenal dengan analisis regresi moderasi adalah metode analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini. Menurut Sharma et al. (1981) pengujian moderasi dilakukan dengan beberapa tahapan, diantaranya. Pertama, menguji hubungan variabel independent (X)
terhadap variabel dependen (Y). Kedua, menguji variabel independen (X) dan variabel moderasi (Z) terhadap variabel dependen (Y). Ketiga, menguji menguji variabel independent (X), variabel moderasi (M), dan hasil kali variabel independent dan moderasi (X*M) terhadap variabel dependent (Y).
Hasil regresi variabel independen komitmen organisasi (X) terhadap variabel dependen whistleblowing (Y) yang diperoleh dari persamaan pertama, dinyatakan sebagai berikut:
Y = α+β1X1 +ε .............................................(1)
Tabel 2. Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Sikap Whistle-blowing
Model |
Coefficientsa |
t |
Sig. | |||
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients Beta | |||||
B |
Std. Error | |||||
1 |
(Constant) |
5.433 |
1.278 |
4.250 |
.000 | |
Komitmen |
.625 |
.033 |
.855 |
18.680 |
.000 |
organisasi
a. Dependent Variable: Whistle-blowing
Su mber: Data Primer yang diolah, 2019
Tabel 2 diatas, dijelaskan sebagai berikut : (1) blowing dalam skala interval adalah sebesar 5.433
Konstanta sebesar 5.433 artinya sikap whistle- jika tidak ada komitmen organisasi (X1), persepsi
dukungan organisasi (X2) variabel sikap whistleblowing tetap ada pada pegawai. (2)Koefisien regresi variabel komitmen organisasi sebesar 0,625 dan signifikan 0,000 lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian hipotesis H1 dapat diterima.
Hasil uji persepsi dukungan organisasi sebagai variabel moderasi antara komitmen organisasi dan
whistle-blowing pegawai perguruan tinggi negeri di Kota Bandung yang diperoleh dari persamaan kedua dan ketiga, dinyatakan sebagai berikut:
Y = α+β1X1+β2X2 +ε…………....………..…(2)
Y = α+β1X1+β2M+β3X1M+ε …………………(3)
Tabel 3. Moderated Regression Analysis Komitmen organisasi Terhadap Sikap whistle-blowing dan Persepsi dukungan organisasi sebagai Variabel Moderasi
Konstanta, variable bebas dan moderasi |
Tingkat I |
Tingkat II |
Tingkat III | |||
Beta |
Sig. |
Beta |
Sig. |
Beta |
Sig. | |
Konstanta (a) |
5.433 |
0.000 |
-4.484 |
0.000 |
14.979 |
0.000 |
Komitmen organisasi (X) |
0.855 |
0.000 |
0.730 |
0.000 |
0.032 |
0.305 |
persepsi dukungan organisasi (M) |
0.371 |
0.000 |
-0.173 |
0.129 | ||
X*M |
1.021 |
0.205 | ||||
F hitung |
348.952 |
0.000 |
370.354 |
0.000 |
248.648 |
0.000 |
R square |
0.732 |
0.854 |
0.855 |
Sumber: Data Primer yang diolah, 2019
Tabel 3 diatas, dijelaskan sebagai berikut: (1) Pada Model 1 / Tingkat I menyatakan komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap sikap whistle-blowing pegawai di Perguruan Tinggi Negeri di Kota Bandung dengan nilai signifikansi 0.000, nilai tersebut lebih kecil dari 0.05. (2) Pada Model 2/ Tingkat I menyatakan bahwa variabel persepsi dukungan organisasi (M) berpengaruh positif terhadap sikap whistle-blowing pegawai di Perguruan Tinggi Negeri di Kota Bandung dengan nilai signifikansi 0.000 lebih kecil dari 0.05. (3) Pada Model 3/Tingkat III menyatakan bahwa komitmen organisasi berpengaruh positif terhadap whistleblowing dimoderasi oleh persepsi dukungan organisasi (X*M) diperoleh nilai beta sebesar 1,021 dan ini menunjukkan bahwa persepsi dukungan organisasi secara positif mempengaruhi hubungan antara komitmen organisasi dan whistle-blowing dengan nilai tidak signifikan sebesar 0,205. Selain itu, terlihat juga R Square yang menyatakan adanya penambahan dari tingkat kedua yaitu 0.854 menjadi 0.855 pada tingkat ketiga. Artinya persepsi dukungan organisasi berperan sebagai variabel moderasi, yang dapat memperkuat pengaruh komitmen organisasi terhadap sikap whistle-blowing pegawai di Perguruan Tinggi Negeri di Kota Bandung. Oleh sebab itu, persepsi dukungan organisasi merupakan pure moderator yang mempekuat pengaruh komitmen organisasi terhadap sikap whistleblowing.
Hasil pengujian komitmen organisasi terhadap sikap whistle-blowing menunjukkan pengaruh yang positif. Dapat juga dinyatakan bahwa komitmen
organisasi memiliki pengaruh dan dampak yang tinggi pada peningkatan sikap whistle-blowing pegawai. Artinya semakin tinggi komitmen organisasi pegawai maka sikap whistle-blowing di kalangan pegawai akan semakin tinggi juga. Hal ini menunjukkan jika komitmen organisasi merupakan antecedent dari sikap whistle-blowing.
Komitmen organisasi karyawan pada institusi sangat penting untuk perkembangan organisasi. Seseorang yang mempunyai komitmen organisasi yang tinggi, perilaku mereka mencerminkan tindakan yang efektif pada organisasi atau institusi. Selanjutnya, komitmen tersebut dapat menimbulkan loyalitas individu pada organisasi (Chong, 2014). Seseorang yang memiliki komitmen organisasi terikat dengan nilai-nilai yang ada dalam organisasi berdasarkan keinginannya, kebutuhannya dan kewajibannya kepada organisasi (Caillier, 2013; N. Allen dan J. Meyer, 1990). Selain itu, memberikan perlindungan kepada organisasi dari sikap dan tindakan kecurangan yang dapat menyebakan organisasi rugi merupakan salah satu sifat dari komitmen individu kepada organisasi (Somers dan Casal, 2007). Semakin tinggi komitmen oganisasi individu, maka niat pegawai untuk melakukan whistle-blowing dengan tujuan untuk melindungi organisasi dari tindakan-tindakan yang dapat merugikan organisasi akan semakin tinggi juga (Alinaghian et al., 2018).
Whistle-blowing menjelaskan sebuah hasil suatu proses yang terdiri dari tiga elemen dasar yaitu: (a) komponen rasional yang didasari oleh persepsi akan biaya dan keuntungan seorang individu dalam
melaporkan suatu kecurangan dan kesalahan, (b) komponen prososial yang meliputi persepsi tanggung jawab pada orang lain dan (c) komponen loyalitas yang merefleksikan level komitmen individu pada suatu organiasi. Inilah yang menjadi dasar seseorang dalam melakukan tindakan whistle-blowing (Alleyne et al., 2017).
Hasil penelitian ini searah dengan penelitian Somers dan Casal (2007) yang menyatakan bahwa seseorang yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi berkecenderungan lebih besar untuk melaksanakan whistle-blowing sejauh tindakan tersebut adil untuk memajukan organisasi. Penelitian Alinaghian et al. (2018) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan whistle-blowing di Iran, menyatakan bahwa faktor individu yang berkenaan dengan komitmen berpengaruh positif pada peningkatan sikap whistle-blowing individu.
Hasil uji komitmen organisasi terhadap sikap whistle-blowing berpengaruh positif diperkuat dengan variabel dukungan organisasi. Artinya dukungan organisasi bertindak sebagai penguat dalam hubungan antara komitmen organisasi dan sikap whistle-blowing pegawai. Semakin tinggi dukungan yang diberikan oleh organisasi, semakin tinggi juga komitmen organisasi yang diberikan karyawan untuk melakukan sikap whistle-blowing.
Menurut teori dukungan organisasi bahwa seorang karyawan yang mendapatkan sumberdaya yang bernilai (seperti: kenaikan gaji, kesempatan pelatihan pengembangan dan lain-lain) dapat mengembangkan persepsi dukungan organisasi mereka dan memunculkan rasa kewajiban pada organisasi, dengan dasar norma timbal balik (Alinaghian et al., 2018; Eisenberger et al., 2015). Selain itu, mereka akan menolong organisasinya untuk mencapai tujuan organisasi. Ini disebabkan pegawai percaya bahwa organisasi memperhatikan kesejahteraan dan nilai kontribusi mereka (Neves dan Eisenberger, 2014). Persepsi inilah yang memperkuat komitmen pegawai untuk terikat pada organisasi dimana dia berada. Komitmen organisasi bertindak sebagai faktor internal dalam diri seseorang yang melekat karena keinginan, kebutuhan dan kewajiban individu untuk menjaga keberlangsungan organisasinya (Caillier, 2013). Sedangkan Persepsi dukungan organisasi merupakan faktor eksternal yang berasal dari organisasi berupa dukungan kepada individu sebagai timbal balik perusahaan atas kinerja yang mereka lakukan (Alinaghian et al., 2018).
Theory planned behavior menjelaskan bagaimana faktor sikap, norma subyektif dalam membentuk sikap seseorang, sehingga secara langsung dapat mempengaruhi perilaku individu (Nguyen et al., 2019). Komitmen organisasi yang melekat pada pegawai merupakan faktor sikap yang dapat mempengaruhi sikap untuk whistle-blowing dan persepsi dukungan organisasi merupakan norma subjektif yang diberikan oleh organisasi pada pegawai untuk memperkuat komitmen organisasi yang telah ada. Pada teori pembelajaran sosial (social learning theory) perilaku individu memiliki hubungan timbal balik antara faktor lingkungan, karakteristik individu, dan perilaku (Lu et al., 2018). Teori ini berhubungan erat dengan komitmen organisasi yang dapat meningkatkan sikap whistleblowing pegawai, karena ada timbal balik yaitu dukungan organisasi yang diberikan secara penuh oleh organisasi.
Persepsi dukungan dapat memperkuat pengaruh komitmen organisasi terhadap sikap whistleblowing dapat dibuktikan apabila karyawan memiliki keterikatan yang kuat baik secara emosional yang dibangun dengan keinginan, keterikatan berdasarkan aturan yang dirancang dengan keharusan karyawan, ditunjang dengan dukungan berupa suatu sistem organisasi yang menyediakan keamanan, jaminan lindungan yang diberikan dalam melakukan whistleblowing. Bentuk jaminan perlindungan dan keamanan tersebut dapat memberikan stimulus bagi karyawan untuk berkontribusi dalam menjaga ketertiban dan keberlangsungan organisasi secara sustainable dengan mengeluarkan keberanian karyawan dalam melakukan whistle-blowing.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini komitmen organisasi yang dimiliki pegawai pada Perguruan Tinggi Negeri berdampak positif terhadap whistleblowing. Artinya, komitmen organisasi berperan dalam peningkatan whistle-blowing pada para pegawai yang bekerja di Perguruan Tinggi Negeri. Peran komitmen organisasi ini, sangat vital terlebih dalam upaya penjagaan keberlangsungan organisasi pemerintah ang notabena bukan merupakan milik pribadi pegawai. Selanjutnya, komitmen organisasi ini diperkuat dengan peran serta persepsi dukungan organisasi yang melindungi para pegawai untuk melakukan sikap whistle-blowing. Perlindungan yang datang dari organisasi (persepsi dukungan organisasi) dapat memperkuat komitmen pegawai
pada organisasi, sehingga para pegawai menjaga keberlangsungan organisasi sebagai bentuk timbal balik perhatian organisasi padanya.
Saran dalam penelitian ini pertama, pengambilan data instrumen kuesioner yang belum tentu menggambarkan hakikat diri responden, disarankan untuk menggunakan metode eksperimen agar dapat menguji netralitas para karyawan. Kedua, penelitian ini hanya berfokus kepada komitmen organisasi dan dukungan organisasi dalam mempengaruhi whistle-blowing pegawai, masih terdapat banyak faktor yang belum diteliti antara lain: umur, lama bekerja, gaji dan lain-lain oleh sebab itu dianjurkan untuk meneliti variable-variabel tersebut.
REFERENSI
Alinaghian, N., Nasr Isfahani, A., & Safari, A.
(2018). Factors influencing whistle-blowing in the Iranian health system. Journal of Human Behavior in the Social Environment, 28(2), 177–192. https://doi.org/10.1080/10911359. 2017.1349703
Alleyne, P. (2016). The influence of organisational commitment and corporate ethical values on non-public accountants’ whistle-blowing intentions in Barbados. Journal of Applied Accounting Research, 17(2), 190–210. https:/ /doi.org/10.1108/JAAR-12-2013-0118
Alleyne, P., Charles-Soverall, W., Broome, T., & Pierce, A. (2017). Perceptions, predictors and consequences of whistleblowing among accounting employees in Barbados. Meditari Accountancy Research, 25(2), 241–267. https://doi.org/10.1108/MEDAR-09-2016-0080 Aselage, J., & Eisenberger, R. (2003). Perceived organizational support and psychological contracts: a theoretical integration. Journal of Organizational Behavior, 24(5), 491–509. https://doi.org/10.1002/job.211
Caesens, G., Stinglhamber, F., Demoulin, S., De Wilde, M., & Mierop, A. (2019). Perceived organizational support and workplace conflict: The mediating role of failure-related trust. Frontiers in Psychology, 9(JAN), 1–13. https:/ /doi.org/10.3389/fpsyg.2018.02704
Caillier, J. G. (2013). Transformational Leadership and Whistle-Blowing Attitudes. The American Review of Public Administration, 45(4), 458– 475. https://doi.org/10.1177/0275074013515299
Caplan, R. (1987). Person-Environment Fit Theory and Organizations/ : Commensurate Dimensions , Time Perspectives , and Mechanisms. Journal of Vocational Behavior, 267, 248–267. https:/ /doi.org/10.1016/0001-8791(87)90042-X T4 -Commensurate dimensions, time perspectives, and mechanisms M4 - Citavi
Chong, M. P. M. (2014). Influence behaviors and organizational commitment: A comparative study. Leadership and Organization Development Journal, 35(1), 54–78. https:// doi.org/10.1108/LODJ-03-2012-0035
Cropanzano, R., & Mitchell, M. S. (2005). Social exchange theory: An Interdisciplinary review. Journal of Management, 31(6), 874–900. https://doi.org/10.1177/0149206305279602
Eisenberger, R., Buffardi, L. C., Kurtessis, J. N., Stewart, K. A., Ford, M. T., & Adis, C. S. (2015). Perceived Organizational Support: A Meta-Analytic Evaluation of Organizational Support Theory. Journal of Management, 43(6), 1854–1884. https://doi.org/10.1177/ 0149206315575554
Eisenberger, R., Huntington, R., Hutchison, S., & Sowa, D. (1986). Eisenberger 1986 JAppPsychol POS original article. Journal of Applied Psychology, 71(3), 500–507.
Eisenberger, R., Stinglhamber, F., Vandenberghe, C., Sucharski, I. L., & Rhoades, L. (2002). Perceived supervisor support: Contributions to perceived organizational support and employee retention. Journal of Applied Psychology, 87(3), 565–573. https://doi.org/10.1037/0021-9010.87.3.565
Escobar, A., Trujillo-Martín, M. del M., Rueda, A., Pérez-Ruiz, E., Avis, N. E., & Bilbao, A. (2015). Cross-cultural adaptation, reliability and validity of the Spanish version of the Quality of Life in Adult Cancer Survivors (QLACS) questionnaire: Application in a sample of shortterm survivors. Health and Quality of Life Outcomes, 13(1), 1–14. https://doi.org/10.1186/ s12955-015-0378-2
Hamid, M. H., & Zainudin, N. (2015). Whistleblowing: an Organizational Support Perspective. International Journal of Management Research & Review, 5(1), 2249–7196. Retrieved from www.ijmrr.com
Helm, R., & Mark, A. (2012). Analysis and evaluation of moderator effects in regression
models: State of art, alternatives and empirical example. Review of Managerial Science, 6(4), 307–332. https://doi.org/10.1007/s11846-010-0057-y
Jalilvand, M. R., Vosta, S. N., & Yasini, A. (2017). Motivational Antecedents of Whistle-Blowing in Iranian Public Service Organizations. Iranian Journal of Management Studies, 10(2), 385–408. https://doi.org/10.22059/ ijms.2017.214779.672239
Jaros, S. (2007). Meyer and Allen Model of Organizational Commitment. Journal of Organizational Behaviour, IV(4), 7–25. https:/ /doi.org/10.1348/096317906X118685
Kahana, E., Lovegreen, L., Kahana, B., & Kahana, M. (2003). Environment and Behavior INFLUENCES ON RESIDENTIAL SATISFACTION OF ELDERS. Environment and Behavior, 35(3), 434–453. https://doi. org/ 10.1177/0013916503251447
Kyu Wang, T., Fu, K. J., & Yang, K. (2018). Do Good Workplace Relationships Encourage Employee Whistle-Blowing? Public Performance and Management Review, 41(4), 768–789. https://doi.org/10.1080/ 15309576.2018.1464935
Lu, Y., Guo, C., Lu, Y., & Gupta, S. (2018). The role of online communication in avoiding perceived restrictiveness of shopping websites: A social learning theory perspective. Nankai Business Review International, 9(2), 143–161. https:// doi.org/10.1108/NBRI-11-2017-0063
Maroun, W., & Gowar, C. (2013). South African Auditors Blowing the Whistle without Protection: A Challenge for Trust and Legitimacy. International Journal of Auditing, 17(2), 177–189. https://doi. org/ 10.1111/j.1099-1123.2012.00463.x
Meyer, J. P., Allen, N. J., & Smith, C. A. (1993). Commitment to Organizations and Occupations/ : Extension and Test of a. Journal of Applied Psychology, 78(4), 538–551.
Miceli, M. P., Near, J. P., Rehg, M. T., & van Scotter, J. R. (2012). Predicting employee reactions to perceived organizational wrongdoing: Demoralization, justice, proactive personality, and whistle-blowing. Human Relations (Vol. 65). https://doi.org/10.1177/0018726712447004
N. Allen, & J. Meyer. (1990). The measurement and antecedents of affective, continuance and normative commitment to the organization. Journal of Occupational Psychology., 63, 1-18.
Neves, P., & Eisenberger, R. (2014). Perceived organizational support and risk taking. Journal of Managerial Psychology, 29(2), 187–205. https://doi.org/10.1108/JMP-07-2011-0021
Nguyen, T.-M., Nham, P. T., & Hoang, V.-N. (2019). The theory of planned behavior and knowledge sharing. VINE Journal of Information and Knowledge Management Systems, 49(1), 76–94. https://doi.org/10.1108/ VJIKMS-10-2018-0086
Rhee, J., & Dedahanov, A. T. (2015). Examining the Relationships among Trust , Silence and Organizational Commitment Introduction. Management Decision, 53(8), 1–19. https:// doi.org/10.1108/MD-02-2015-0041
Saud, I. M. (2017). Pengaruh Sikap dan Persepsi Kontrol Perilaku Terhadap Niat Whistleblowing Internal-Eksternal dengan Persepsi Dukungan Organisasi Sebagai Variabel Pemoderasi. Jurnal Akuntansi Dan Investasi, 17(2), 209-219. https://doi.org/10.18196/jai.2016.0056.209-219
Sharma, S., Durand, R. M., & Gur-Arie, O. (1981). Identification and Analysis of Moderator Variables. Journal of Marketing Research, 18(3), 291–300. https://doi.org/10.2307/3150970
Somers, M. J., & Casal, J. C. (2007). Organizational Commitment and Whistle-Blowing. Group & Organization Management, 19(3), 270–284. https://doi.org/10.1177/1059601194193003
Taiwo, S. F. (2015). Effects of Whistle Blowing Practices on Organizational Performance in the Nigerian Public Sector: Empirical Facts from selected Local Government in Lagos & Ogun State. Journal of Marketing and Management, 6(1), 41–61. Retrieved from http://www.gsmi-ijgb.com/Documents/JMM V6 N1 P04 Sunday Felix Taiwo -Effects of Whistle Blowing.pdf
Zakaria, M. (2015). Antecedent Factors of Whistleblowing in Organizations. Procedia Economics and Finance, 28(April), 230–234. https://doi.org/10.1016/s2212-5671(15)01104-1
Discussion and feedback