Tofan Tri Nugroho, Penetuan Daya Saing ... 25

DOI: https://doi.org/10.24843/MATRIK:JMBK.2018.v12.i01.p03

PENENTUAN DAYA SAING BERBASIS ANALISIS KOMPETENSI INTI (Studi Kasus pada Ekowisata Bakau di Jawa Timur)

Tofan Tri Nugroho(1)

Mukhamad Najib(2)

Kirbrandoko(3)

(1),(2),(3) Program Pascasarjana Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor

email: [email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menerapkan analisis kompetensi inti pada bisnis ekowisata hutan bakau di BeeJay Bakau Resort. Analisis VRIO (Valueable, Rare, unImitability, Organize) dipakai dalam penelitian ini untuk mengetahui kompetensi inti yang dimiliki oleh perusahaan. Penelitian dilakukan selama kurang lebih 2 bulan dengan metode penelitian deskriptif dengan jenis studi kasus. Kompetensi inti diperlukan oleh suatu perusahaan agar mempunyai daya saing dibandingkan dengan pesaingnya. Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa kompetensi inti dari BeeJay Bakau Resort adalah kemampuan mengelola wisata terintegrasi, luas wisata pantai, penginapan pasang surut, bahan baku fresh, teknologi, kedekatan dengan pemasok, skill membangun serta skill memasak dan show Hibachi.

Kata kunci : kompetensi inti, analisis VRIO, ekowisata, daya saing

ABSTRACT

The purpose of this research is to apply core competence analysis on mangrove ecotourism business at BeeJay Bakau Resort. VRIO (Valueable, Rare, inImitability, Organize) analysis used in this research to know core competence owned by company. The study was conducted for approximately 2 month with descriptive research method case study type. Core competence is required by a company to have competitiveness compared to its competitors. The results of the research show that the core competence of BeeJay Bakau Resort is the ability to manage integrated tourism, wide coastal tourism, tidal lodging, fresh raw materials, technology, proximity to suppliers, skill builds and cooking skills and show Hibachi.

Keywords : core competencies, VRIO analysis, ecotourism, competitiveness

PENDAHULUAN

Suatu perusahaan bisa memenangkan persaingan apabila memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan pesaingnya (Porter 1994). Konsep keunggulan kompetitif ini berasal dari konsep resource based view yang dikemukakan oleh Penrose (1959). Keunggulan kompetitif didapatkan apabila suatu perusahaan memiliki keunggulan dalam mengelola sumber daya dan kemampuan yang dimiliki dibandingkan dengan pesaingnya yang kemudian disebut sebagai kompetensi inti. (Barney 1991). Kompetensi inti memungkinkan perusahaan memiliki biaya lebih rendah atau pendapatan lebih tinggi karena mempunyai lebih banyak bisnis dalam portofolio mereka yang terdiversifikasi, dibandingkan dengan perusahaan tanpa kompetensi ini (Barney dan William 2017).

Setiap perusahaan harus mengetahui kompetensi inti yang dimilikinya. Perusahaan bisa mengidentifikasi kompetensi inti yang dimiliki dengan menggunakan aktivitas rantai nilai (Porter 1994). Akan tetapi, rantai nilai Porter lebih mengeksploitasi

sumber daya yang dimiliki dibandingkan dengan perusahaan yang lain. Menurut Hitt et al.(2011) tidak semua sumber daya bisa menjadi kompetensi inti. Suatu sumber daya dapat menjadi kompetensi inti apabila memiliki tiga kriteria yaitu memberikan keuntungan bagi konsumen, unik dan susah ditiru oleh pesaing serta memiliki potensi untuk dapat dikembangkan ke pasar yang lebih luas (Prahalad and Hamel, 2003); (Ljungquist 2007 dan 2013).

Analisis VRIO dapat dijadikan acuan dalam mengidentifikasi tahapan kompetensi inti yang dimiliki perusahaan (Barney J. and William S. H 2017). Metode ini dimulai dengan mengidentifikasi sumberdaya yang dimiliki baik yang tangible dan intangible (Barney 1995). Kemudian Barney dan Clark (2007) menyeleksinya apakah sumber daya dan kapabilitas yang dimiliki tersebut memberikan nilai bagi pelanggan (valueable), jarang dimiliki oleh perusahaan lainnya (rare), tidak mudah ditiru (inimitability) dan perusahaan mengorganisir kompetensi tersebut (organizational).

Analisis ini dapat diterapkan pada semua jenis perusahaan di segala industri termasuk di industri

pariwisata. Industri ini menarik untuk diteliti mengingat sektor pariwisata menyumbang sekitar 4-5% dari total PDB Negara Indonesia setiap tahunnya (Kemenpar 2014). Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang industri ini adalah BeeJay Bakau Resort (BJBR) yang terletak di Kota Probolinggo Provinsi Jawa Timur. Perusahaan ini merupakan perusahaan yang bergerak di bidang ekowisata yang terintegrasi dan cukup lengkap di Indonesia.

BJBR mengintegrasikan produk wisata alam berupa wisata bakau dengan wisata buatan dan wisata konvensi. Perusahaan sengaja menambahkan fasilitas tersebut demi memuaskan kebutuhan konsumen dalam mengeskplorasi tempat wisata tersebut. Hal ini juga yang menjadi daya tarik yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan tempat wisata lainnya.

Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentang pariwisata. Beberapa penelitian tersebut diantaranya dilakukan oleh Maulana (2014) mengenai strategi pengembangan wisata, Umam K et al. (2015) tentang strategi pengembangan ekowisata mangrove dan Mondal (2017) yang meneliti tentang strategi pengembangan pariwisata yang berkelanjutan. Penelitan tersebut mengeksporasi kemungkinan untuk meningkatkan kinerja di industri pariwisata.

Maulana (2014) melakukan penelitian strategi pengembangan wisata dengan menggunakan data sekunder yang berasal dari internet, buku dan sumber informasi lainnya. Hasil dari penelitian tersebut adalah strategi yang dilakukan dengan cara memeperkuat kelembagaan yang ada, meningkatkan kualitas SDM, melaksanakan promosi yang baik dan bersinergi dengan masyarakat.

Penelitian Umam K et al. (2015) dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data primer dipilih berdasarkan purposive dengan menggunakan metode judgement sampling terhadap orang yang dapat memberikan informasi terkait. Hasil dari penelitian ini adalah strategi yang harus dilakukan oleh Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya adalah strategi agresif, yaitu strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada.

Mondal (2017) melakukan penelitiannya dengan mewawancarai akademisi yang mengajar mata kuliah kepariwisataan di tingkat universitas . Tanggapan atas pertanyaan yang ada diberi skala linkert dengan skala paling tinggi lima. Studi ini menunjukkan strategi WT (kelemahan-ancaman) sebagai strategi yang harus dilakukan untuk mengembangkan pariwisata yang berkelanjutan di

Bangladesh. Bentuk dari strategi ini seperti memastikan keamanan dan keamanan wisatawan, perencanaan efektif untuk manfaat ekonomi yang berkelanjutan, penerapan peraturan lingkungan yang ketat untuk keberlanjutan ekologis, memperingatkan masyarakat tentang pentingnya pengembangan pariwisata yang berkelanjutan, dan pembangunan infrastruktur.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini lebih memfokuskan pada kompetensi inti yang dimiliki perusahaan. Hal ini dilakukan karena dengan mengetahui kompetensi inti yang mereka miliki, perusahaan dapat terus meningkatkan kinerjanya ke depan. Menurut Proff (2005) pengembangan kompetensi bisa dilakukan dengan cara meningkatkan kompetensi yang ada dan memperbarui kompetensi.

Berdasarkan pemaparan diatas, penelitian ini ditujukan untuk dapat menjawab pertanyaan utama apakah kompetensi inti yang dimiliki oleh BeeJay Bakau Resort yang menjadi keunggulan kompetitif yang merupakan dasar penentuan daya saing bagi perusahaan. Tulisan ini dibagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, pendahuluan yang menguraikan latar belakang dan rumusan masalah. Bagian kedua, kajian pustaka yang berisi uraian praktik – praktik industri pariwisata dan konsep kompetensi inti. Bagian ketiga, memaparkan tentang metodologi penelitian. Bagian keempat adalah hasil dan pembahasan. Bagian terakhir yaitu penutup yang berisi simpulan, saran penelitian selanjutnya serta implikasi manajerial.

Menurut Vasiliadis et al. (2015) pariwisata adalah fenomena sosio-ekonomi dengan efek penting pada kehidupan manusia dan ekonomi nasional dari negara-negara. Elemen kunci dari pariwisata adalah perjalanan, yaitu pergerakan manusia dari tempat tinggal permanen ke tempat lain. Terdapat lima tahap kegiatan yang terpisahkan dalam setiap perjalanan wisata (Avenzora 2008), yaitu : tahap perencanaan, tahap perjalanan, tahap kegiatan di destinasi, tahap perjalanan pulang dari destinasi dan tahap rekoleksi.

Di masa lalu, pariwisata lebih dilihat dari segi keuntungan ekonomi yang ditandai dengan peningkatan pendapatan negara dan memperluas lapangan kerja. Akan tetapi, sumber daya dari tujuan wisata juga secara luas dieksploitasi, dan ini menyebabkan banyak perkembangan tidak terkontrol (Theuma et al 2015). Oleh karena itu, muncullah konsep pariwisata yang berkelanjutan.

Salah satu bentuk dari pariwisata yang berkelanjutan adalah ekowisata. Pengertian

ekowisata menurut Wang dan Min (2012) adalah pariwisata berkelanjutan yang didasarkan pada prinsip ekologi dan teori pembangunan berkelanjutan. Tujuannya adalah untuk melestarikan sumber daya, terutama keanekaragaman hayati, dan mempertahankan pemanfaatan berkelanjutan sumber daya, yang dapat membawa pengalaman ekologi untuk wisatawan, melestarikan lingkungan ekologi, dan mendapatkan manfaat ekonomi. Ekowisata menetapkan hubungan simbiosis yang harmonis antara kunjungan wisata dan perlindungan lingkungan, yang dapat membuat pengaruh negatif perjalanan ke lingkungan ekologi dikurangi sampai batas minimum oleh manajemen yang ketat, sehingga untuk memastikan pemanfaatan kekal sumber daya. Ekowisata sangat populer untuk wisatawan untuk pangkalan yang menekankan pada lingkungan ekologi alam dan memperhatikan perlindungan lingkungan ekologi.

Menurut Wood (2002) prinsip ekowisata adalah meminimalkan dampak negatif pada alam dan budaya yang dapat merusak tujuan; mendidik wisatawan tentang pentingnya konservasi; menekankan pentingnya bisnis yang bertanggung jawab, yang bekerja sama dengan pemerintah daerah dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan lokal dan memberikan manfaat konservasi; pendapatan langsung untuk konservasi dan pengelolaan kawasan lindung dan alam; tekankan kebutuhan akan zonasi pariwisata daerah dan rencana pengelolaan pengunjung yang dirancang untuk wilayah atau daerah alami yang dijadwalkan untuk dijadikan tujuan ekonomi; tekankan penggunaan studi garis dasar lingkungan dan sosial, serta program pemantauan jangka panjang, untuk menilai dan meminimalkan dampak; berusaha memaksimalkan keuntungan ekonomi bagi negara asal, bisnis lokal dan masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal dan dekat dengan kawasan alami dan kawasan lindung; berusaha memastikan bahwa pengembangan pariwisata tidak melebihi batas sosial dan lingkungan dari perubahan yang dapat diterima sebagaimana ditentukan oleh peneliti bekerjasama dengan penduduk setempat serta bergantung pada infrastruktur yang telah dikembangkan selaras dengan lingkungan, minimalkan penggunaan bahan bakar fosil, pelestarian tanaman dan satwa liar setempat, dan pencampuran dengan lingkungan alam dan budaya.

Menurut Hitt et al.(2011) keunggulan kompetitif dan perbedaan yang mereka ciptakan dalam kinerja perusahaan seringkali sangat terkait dengan sumber daya yang dimiliki perusahaan dan bagaimana

mereka mengelolanya. Sumber daya adalah pondasi dalam menentukan strategi, dan kumpulan sumber daya unik dapat menghasilkan keunggulan kompetitif yang mengarah pada penciptaan kekayaan. Oleh karena itu, analisis lingkungan internal diperlukan oleh perusahaan untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan mereka serta dapat menindaklanjuti kondisi tersebut agar dapat memberi nilai tambah bagi perusahaan.

Kompetensi inti adalah kemampuan yang berfungsi sebagai sumber keunggulan kompetitif untuk perusahaan atas rivalnya. Kompetensi inti membedakan sebuah perusahaan kompetitif dan mencerminkan kepribadiannya. Kompetensi inti muncul dari waktu ke waktu melalui proses organisasi mengumpulkan dan belajar bagaimana untuk menggunakan sumber daya dan kemampuan yang berbeda. Sebagai kapasitas untuk mengambil tindakan, kompetensi inti adalah “mahkota permata dari sebuah perusahaan,” kegiatan perusahaan yang mempunyai kinerja baik terutama jika dibandingkan dengan pesaing dan melalui kompetensi intinya suatu perusahaan menambah nilai unik untuk barang atau jasa selama jangka waktu yang panjang (Hitt et al. 2011).

Perusahaan seperti layaknya sebuah pohon yang tumbuh dari akarnya (gambar 1). Produk inti dipelihara oleh kompetensi dan menimbulkan unit bisnis, yang buahnya adalah produk akhir (Prahalad and Hamel 2003). Oleh karena itu, perusahaan perlu untuk mengetahui apa saja kompetensi yang dimiliki sekarang dan terus meningkatkan kompetensi yang dimilikinya agar bisa terus tumbuh dan berkembang. Apabila mereka ingin mengembangkan usahanya maka mereka juga perlu mengetahui kompetensi apa saja yang diperlukan agar bisnis barunya dapat berhasil di masa depan.

Menurut D’aveni et al. (2001) perusahaan -perusahaan dalam industri yang dinamis, model portofolio tradisional yang berfokus terutama pada kompetensi inti dan sinergi (fit) dapat berbahaya dalam jangka pendek. Kekuatan besar sepanjang sejarah politik dan bisnis telah menunjukkan bahwa cara yang jauh lebih efektif untuk mencapai pertumbuhan, kekayaan, dan kekuasaan adalah dengan membingkai organisasi sebagai lingkup pengaruh (sphere of influence) yang terpadu. Lingkup pengaruh yang kuat terdiri dari 5 zona (gambar 6) yaitu zona inti (core atau center of interest), zona vital (vital interests), zona penyangga (buffer zones), zona poros (pivotal zones), dan posisi ke depan (forward positions).

Gambar 1 : Kompetensi sebagai akar keunggulan kompetitif

(Prahalad dan Hamel 2003)


VRIO (Valueable, Rare, unImitability, Organize)

Salah satu faktor penting agar suatu perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lainnya adalah dengan mengetahui kompetensi intinya. Kompetensi inti bisa diketahui dengan menggunakan analisis VRIO (Valueable, Rare, unImitability, Organize) yang pernah dilakukan oleh Barney (1991, 1995) berdasarkan sumberdaya dan kapabilitas yang dimiliki oleh suatu perusahaan.

Menurut Barney (1995) sumber daya dan kemampuan perusahaan mencakup semua aset finansial, fisik, manusia, dan organisasi yang digunakan oleh perusahaan untuk mengembangkan, memproduksi, dan memberikan produk atau layanan kepada pelanggannya. Sumber keuangan meliputi hutang, ekuitas, laba ditahan, dan sebagainya. Sumber daya fisik meliputi mesin, fasilitas manufaktur, dan bangunan yang digunakan perusahaan dalam operasi mereka. Sumber daya manusia mencakup semua pengalaman, pengetahuan, penilaian, kecenderungan mengambil risiko, dan kebijaksanaan individu yang terkait dengan perusahaan. Sumber daya organisasi

mencakup sejarah, hubungan, kepercayaan, dan budaya organisasi yang merupakan atribut kelompok individu yang terkait dengan perusahaan, bersama dengan struktur pelaporan formal perusahaan, sistem kontrol manajemen eksplisit, dan kebijakan kompensasi.

Menurut Hitt et al. (2011) tidak semua sumber daya dan kemampuan perusahaan memiliki potensi untuk dijadikan landasan bagi keunggulan kompetitif. Potensi ini diwujudkan ketika sumber daya dan kemampuan berharga, langka, tidak mudah ditiru, dan tidak dapat disubstitusikan. Oleh karena itu perusahaan perlu untuk mengidentifikasi sumberdaya dan kemampuan dimilikinya yang menjadi kompetensi inti mereka sehingga bisa memberikan keunggulan kompetitif yang merupakan dasar penentuan daya saing bagi perusahaan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di BeeJay Bakau Resort yang beralamatkan di Pelabuhan PPP Mayangan Kota Probolinggo. Penelitian dilakukan selama kurang lebih 2 bulan dari bulan April 2017 – Mei 2017. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

yaitu metode penelitian deskriptif dengan jenis penelitian studi kasus. Metode penelitian deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran informasi, penjelasan, dan kondisi yang berkaitan dengan obyek penelitian secara faktual akurat dan sistematis.

Wawancara dilakukan secara terstruktur serta dengan alat bantu kuesioner, dilakukan untuk memperoleh data dan informasi dari pihak manajemen BeeJay Bakau Resort. Wawancara ini bertujuan agar mendapat gambaran secara menyeluruh mengenai industri pariwisata dan kegiatan di BeeJay Bakau Resort. Responden yang diambil dengan cara purposive sampling dimana respondennya terdiri dari 6 orang pihak internal BeeJay Bakau Resort yaitu direktur dan manajer. Responden tersebut dipilih dengan pertimbangan bahwa semua responden mampu memberikan masukan terhadap analisis kompetensi inti di BeeJay Bakau Resort.

Penelitian ini dilakukan untuk dapat menjawab pertanyaan kompetensi inti apa yang dimiliki yang menjadi daya saing bagi BeeJay Bakau Resort dibandingkan pesaingnya. Langkah pertama perusahaan harus dapat mengetahui sumberdaya dan kapabilitas apa saja yang menjadi kompetensi intinya dengan menggunakan analisis VRIO. Adapun pertanyaan untuk dapat mengetahui VRIO (bernilai, jarang ada, tidak mudah ditiru dan terorganisasi) yang terdapat di perusahaan ini adalah: Pertanyaan nilai, apakah sumber daya memungkinkan perusahaan untuk mengeksploitasi peluang dan/atau menetralisir ancaman dari lingkungan?, pertanyaan tentang Rarity (jarang ada). Apakah sumber daya yang saat ini dikendalikan oleh sejumlah kecil perusahaan pesaing?, pertanyaan tentang Imitabilitas (tidak mudah ditiru). Apakah perusahaan tanpa sumber daya menghadapi kerugian biaya dalam memperoleh atau mengembangkannya?, pertanyaan Organisasi. Apakah kebijakan dan prosedur perusahaan lain diatur untuk mendukung eksploitasi sumber daya berharga, langka, dan mahal untuk ditiru?.

Langkah selanjutnya setelah perusahaan mengetahui kompetensi intinya adalah dengan membuat pohon kompetensi inti tersebut. Pohon kompetensi inti dibagi menjadi empat bagian yaitu kompetensi inti, produk inti, bisnis dan produk akhirnya. Pohon ini dapat memudahkan perusahaan dalam mengidentifikasi kompetensi intinya serta melakukan pengembangan berdasarkan kompetensi yang ada maupun mengembangkan kompetensi baru yang penting untuk dapat memperluas dan memperkokoh bisnisnya.

Studi dokumentasi dilakukan dengan mempelajari kinerja BeeJay Bakau Resort dan data internal perusahaan. Studi dokumentasi digunakan untuk memperoleh data-data sekunder yang digunakan untuk melengkapi data hasil wawancara. Data sekunder tersebut berupa profil perusahaan yang berisi sejarah dan kondisi fisik yang ada di wahana wisata tersebut. Data ini digunakan untuk mengetahui sumberdaya yang tangible dan produk akhir yang ada di wahana wisata tersebut. Selain itu, data tersebut dijadikan pembanding untuk mengetahui kelebihan wahana wisata ini dibandingkan dengan produk pesaing yang sejenis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kompetensi inti berasal dari sumberdaya dan kapabilitas yang dimiliki oleh perusahaan. Sumberdaya tersebut terbagi menjadi 2 yaitu sumberdaya yang tangible dan intangible. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di BJBR didapatkan beberapa kompetensi inti yang dimiliki oleh perusahaan. Sumberdaya dan kapabilitas yang ada di BJBR.

Dari sumberdaya dan kapabilitas yang dipunyai kemudian dianalisis dengan menggunakan VRIO (Valueable, Rare, unImitability, Organize) untuk mengetahui kompetensi inti yang dimiliki oleh BJBR. Hasil dari analisis tersebut terlihat pada Tabel 2.

Kompetensi inti yang berasal dari sumberdaya tangible adalah luas wisata pantai yang sangat luas sebesar 89 hektar, penginapan pasang surut yang dikelilingi kaca sehingga dapat melihat pemandangan pantai pasang surut serta sunrise di pagi hari karena bungalow menghadap ke timur serta bahan baku untuk makanan yang disajikan sifatnya sangat fresh karena lokasi dari tempat wisata ini menjadi satu dengan tempat pelelangan ikan di pantai mayangan kota Probolinggo sehingga hasil tangkapan ikan yang diperoleh masih dalam keadaan segar. Selain itu, penggunaan teknologi pada operasional perusahaan menjadi salah satu nilai lebih lain yang dimiliki oleh BJBR yang tidak dipunyai oleh perusahaan lainnya.

Sedangkan kompetensi lain yang dimiliki yang berasal dari sumberdaya tangible namun tidak menjadi kompetensi intinya adalah ketersediaan modal, hutan bakau dan laut pasang surut. Kompetensi ini memberikan nilai tambah bagi perusahaan namun tidak terlalu berdaya saing jika dibandingkan dengan pesaingnya.

Kompetensi inti yang berasal dari sumberdaya intangible kedekatan dengan pemasok. Hal ini terjadi karena lokasi dari BJBR berdekatan dan menjadi satu dengan tempat pelelangan ikan di

Tabel 1 : Sumberdaya dan kapabilitas BeeJay Bakau Resort

Sumber daya

Tangible

  • 1.     Keuangan perusahaan (Modal)

  • 2.     Luas wilayah wisata pantai

  • 3.    Hutan bakau (luas, terawat dan tertata rapi)

  • 4.     Laut pasang surut (sehingga terlihat biota laut ketika pasang surut)

  • 5.     Penginapan pasang surut dikelilingi kaca

  • 6.     Bahan baku fresh food

  • 7.     Penggunaan teknologi (pemakaian web,  aplikasi  android, sistem

pemesanan online, dll)

Intangible

  • 8.    Kedekatan dengan pemasok

  • 9.     Kedekatan dengan pengunjung

  • 10.   Merk BJBR

Kapabilitas

  • 11.    Skill menanam bakau

  • 12.    Skill pemasaran

  • 13.    Skill membangun sarana wisata di atas laut

  • 14.    Skill memasak dan show Hibachi

pantai mayangan kota Probolinggo. Selain itu, pemilik dari usaha ini juga memiliki usaha ekspor ikan yang juga sebagian memasok kebutuhan dari BJBR.3

Adapun kompetensi lain yang berasail dari sumberdaya intangible namun kurang berdaya saing dengan pesaingnya adalah kedekatan dengan pengunjung dan merk BJBR. Variabel merek ini dianggap tidak menjadi kompetensi inti dari perusahaan karena merek dari BJBR sendiri masih kurang dikenal di target pasarnya terutama di Jawa Timur. Sedangkan untuk kedekatan dengan pengunjung layanan yang diberikan oleh perusahaan kepada pengunjung masih bisa dengan mudah ditiru oleh pesaingnya.

Kompetensi inti di bidang kapabilitas perusahaan adalah skill membangun serta skill memasak dan show Hibachi. Skill membangun dianggap menjadi kompetensi inti karena untuk membangun bangunan di atas pasir memerlukan skill khusus yang tidak dengan mudah ditiru oleh pesaingnya. Selain itu, skill memasak dan show hibachi yaitu live show memasak masakan Jepang juga membutuhkan skill khusus. Untuk skill memasak perusahaan memiliki chef yang berpengalaman memasak di Amerika selama 8 tahun sehingga bisa memiliki skill tersebut yang tidak mudah ditiru oleh para chef yang kurang berpengalaman.

Kompetensi lain di bidang kapabilitas yang dipunyai namun tidak menjadi kompetensi intinya adalah skill menanam bakau. Skill menanam bakau memang memerlukan pengetahuan tersendiri agar

tumbuhan bakau yang ditanam dapat tumbuh. Namun skill tersebut masih bisa dipelajari dengan mudah dan tidak memerlukan waktu yang lama serta tidak menjadi perhatian khusus dari perusahaan untuk mengembangkan skill tersebut.

Kompetensi di bidang kapabilitas yang dianggap kurang dan memerlukan perhatian khusus adalah skill pemasaran. Skill pemasaran yang dimiliki oleh perusahaan masih kurang. Hal ini terbukti dari merek BJBR sendiri yang masih kurang dikenal oleh masyarakat sekitar dan daerah Jawa Timur. Meskipun perusahaan ini telah mendapat banyak penghargaan dan diliput di televisi (TRANS TV) dan di media penerbangan (Citilink) namun hal itu bukanlah usaha dari tim marketingnya tetapi dikarenakan produk dari BJBR yang menarik media tersebut untuk berkunjung dan meliputnya. Perusahaan di masa depan harus bisa mengembangkan skill ini karena marketing merupakan ujung tombak dari perusahaan.

Kompetensi lain yang mencakup kompetensi yang ada diatas bahwa salah satu kompetensi inti dari BJBR adalah kemampuan untuk mengelola paket wisata yang terintegrasi. Mereka menggabungkan beberapa kompetensi inti yang dimilikinya untuk menjadi satu paket yang menarik pengunjung. Dengan melakukan diversifikasi produk, perusahaan mampu menawarkan produk yang menjadi pilihan tidak hanya untuk berlibur melainkan juga untuk kegiatan lainnya seperti meeting atau acara gathering lainnya.

Tabel 2 : Tabel identifikasi VRIO BeeJay Bakau Resort

No

Sumber daya

Valueable (V)

Rare (R)

unImitability

(I)

Organize (O)

Jumlah

Kategori

Implikasi

1

Tangible Modal

1

0

0

0

1

Competitive parity

Average Return

2

Luas wilayah wisata pantai

1

1

1

1

4

Sustainable competitive parity

Above Average Return

3

Hutan bakau

1

1

0

0

2

Temporary competitive parity

Average Return

4

Laut pasang surut

1

1

1

0

3

Temporary competitive parity

Average Return

5

Penginapan pasang surut dikelilingi

1

1

1

1

4

Sustainable competitive parity

Above Average Return

6

kaca

Bahan baku fresh food

1

1

1

1

4

Sustainable competitive parity

Above Average Return

7

Teknologi

1

1

1

1

4

Sustainable competitive parity

Above Average Return

8

Intangible

Kedekatan dengan pemasok

1

1

1

1

4

Sustainable competitive parity

Above Average Return

9

Kedekatan dengan pengunjung

1

1

0

1

3

Temporary competitive parity

Average Return

10

Merk BJBR

1

1

1

0

3

Temporary competitive parity

Average Return

11

Kapabilitas

Skill pemasaran

0

0

0

0

0

Competitive disadvantage

Below Average Return

12

Skill membangun

1

1

1

1

4

Sustainable competitive parity

Above Average Return

13

Skill memasak dan show Hibachi

1

1

1

1

4

Sustainable competitive parity

Above Average Return

14

Skill menanam bakau

1

1

0

0

2

Temporary competitive parity

Average Return


Berdasarkan uraian diatas maka dapat kita buat suatu diagram pohon kompetensi inti pada perusahaan BJBR seperti pada Gambar 2. Pohon kompetensi inti berguna untuk mempermudah perusahaan dalam mengidentifikasi kompetensi inti yang dimiliki oleh perusahaan saat ini dan dapat

dijadikan acuan dalam mengembangkan bisnis mereka kedepannya. Hal ini bisa dilakukan karena di dalam gambar pohon kompetensi inti perusahaan telah membagi kompetensi inti yang dimiliki saat ini serta hasil dari kompetensi inti yaitu produk inti, bisnis dan produk akhir yang ada saat ini.



Gambar 2 : Pohon kompetensi inti BeeJay Bakau Resort

SIMPULAN

Kompetensi inti berasal dari sumberdaya (tangible dan intangible) dan kapabilitas yang dimiliki oleh perusahaan. Akan tetapi hanya sumberdaya dan kompetensi yang memiliki karakteristik tertentu yang dapat menjadi kompetensi inti bagi suatu perusahaan. Sesuai dengan penelitian sebelumnya (Barney 1991) sumberdaya dan kapabilitas yang dipunyai haruslah memberikan nilai

bagi pelanggan, jarang diperoleh, tidak mudah ditiru oleh pesaing serta perusahaan mengelolanya dengan baik agar dapat menjadi kompetensi inti yang menjadi keunggulan kompetitifnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa kompetensi inti yang dimiliki oleh BeeJay Bakau Resort adalah luas wisata pantai, penginapan pasang, bahan baku fresh, teknologi, kedekatan dengan pemasok, skill

membangun serta skill memasak dan show Hibachi. Kompetensi yang penting namun kurang bagus dan perlu dikembangkan adalah skill pemasaran. Secara keseluruhan dari kompetensi yang ada adalah kemampuan untuk mengelola paket wisata yang terintegrasi.

Keterbatasan dan Saran Penelitian Lanjutan

Setiap perusahaan memilliki karakteristik yang unik dibandingkan dengan yang lainnya. Penelitian ini dilakukan dalam ruang lingkup perusahaan BeeJay Bakau Resort di Kota Probolinggo Provinsi Jawa Timur.Oleh karena itu, hasil dalam penelitian ini bisa berbeda apabila dilakukan dalam perusahaan yang lain meskipun dalam industri yang sama yaitu industri pariwisata. Selain itu, penelitian ini hanya berfokus kepada kondisi internal perusahaan dengan mengetahui kompetensi inti yang dimilikinya tanpa mempertimbangkan faktor eksternal yang juga dapat mempengaruhi kinerja perusahaan.

Saran untuik penelitian ke depan bisa dilakukan analisis faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja perusahaan BeeJay Bakau Resort di Kota Probolinggo Provinsi Jawa Timur. Hal ini penting untuk dilakukan mengingat dalam merencanakan strategi perusahaan, mereka perlu mengetahui kondisi internal dan eksternal perusahaan untuk dapat merumuskan strategi yang tepat agar dapat mencapai visi dan misi perusahaan. Penelitian sejenis juga bisa dilakukan dengan menggunakan metode yang sama pada perusahaan yang berbeda baik dalam industri pariwisata maupun yang lainnya.

REFERENSI

Avenzora R. (2008). Ekoturisme : Evaluasi tentang konsep. Ekoturisme Teori dan Praktik. Banda Aceh : BRR NAD-Nias.

Barney J. B. (1991). Firm Resource and Sustained Competitive Advantage. Journal of Management. 17(1),99-120.

Barney J. B. (1995). Looking Inside for Competitive Advantage. The Academy of Management Executive. 9(4), 49-61.

Barney J. B. dan Clark D. N. (2007). ResourceBased Theory: Creating and Sustaining Competitive Advantage. New York : Oxford University Press.

Barney J. dan William S. H. 2017. Strategic Management and Competitive Advantage : Concepts and Cases. Fifth Edition. USA : Pearson Education.

D’aveni R.A., Gunther R., dan Cole J. (2001).

Strategic supremacy: how industry leaders

create growth, wealth, and power through spheres of influence. New York : The Free Press.

Hitt M.A., Ireland R. D., dan Hoskisson R. E.. (2011). Strategic Management: Competitiveness and Globalization: Concepts, Ninth Edition. Canada : South-Western Cengage Learning.

[Kemenpar] Kementrian Pariwisata. (2014). Neraca Satelit Pariwisata Nasional.

Ljungquist U. (2007). Core competency beyond identification: presentation of a model. Management Decision. 45(3), 393-402.

Ljungquist U. (2013). Adding dynamics to core competence concept applications. European Business Review. 25(5), 453-465.

Maulana A. 2014. Strategi Pengembangan Wisata Spiritual di Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Jurnal Kepariwisataan Indonesia. 9(2):119-143.

Mondal M. S. H. 2017. SWOT Analysis and Strategies to Develop Sustainable Tourism in Bangladesh. UTMS Journal of Economics 8 (2): 159–167.

Prahalad C. K.. dan Hamel G. (2003). The Core Competence of the Corporation. Harvard Business Review.

Proff H. (2005). Outline of a Theory of Competence Development : Competence Perspective on Managing Internal Process. Advance in Applied Business Strategy. 7,229-256.

Penrose E. (1959). The Teory of The Growth of The Firm. New York : John Willey.

Porter M. E. (1994). Keunggulan Bersaing : Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul. Jakarta : Binarupa Aksara.

Theuma N, George C, Sarah F. A., dan Giuseppina C. (2015). Cultural Tourism Revisited : The Case of Thessaly. Tourism and Culture in the Age of Innovation. Second International Conference IACuDiT. 97-107.

Umam K., Sudiyarto, Sri T. W. 2015. Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya. Jurnal Agraris. 1(1):38-42.

Vasiliadis L, Panagiotis T, Dimitrios B, John M, Dimitrios K dan Athanasios K. (2015). Cultural Tourism Revisited : The Case of Thessaly. Tourism and Culture in the Age of Innovation. Second International Conference IACuDiT. 69-78.

Wang H dan Min T. (2012). Community Participation in Environmental Management of Ecotourism. Ecotourism and Sustainable Tourism New Perspective and Studies. 38-44.

Wood M. E. 2002. Ecotourism : Principles, Practices and Policies for Sustainability. France : United Nation Publication.