Persentase Tutupan Karang Di Perairan Teluk Akle Kecamatan Semau Selatan Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur
on
Journal of Marine and Aquatic Sciences 9(1), 119-125 (2023)
Persentase Tutupan Karang Di Perairan Teluk Akle Kecamatan Semau Selatan Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur
Alexander L. Kangkan a*, Ade Yulita H. Lukas a, Sevanster Lakapu a, Kiik G. Sine a
a Fakultas Peternakan, Kelautan dan Perikanan, Universitas Nusa Cendana, Kupang, Nusa Tenggara Timur-Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +62-811-3832-402
Alamat e-mail: alexanderkangkan@staf.undana.ac.id
Diterima (received) 28 Oktober 2022; disetujui (accepted) 2 April 2023; tersedia secara online (available online) 1 Juni 2023
Abstract
Akle Bay is one of marine aquaculture area in Semau island and it has coral reef potention. The coverage percentage of coral reef in the ocean might be decline by human activities and also by nature itself. The aimed of this research was analyzed to know the percentage of coral reef coverage in Akle Bay, South Semau District. This study conducted in Akle Bay, South Semau District on May 18, 2023st . Underwater Photo Transect (UPT) was used to take a sample in five meter depth at two different sites in Akle Bay waters. Data was analyzed by software CPCe 4.1. Result showed the highest benthic coverage percentage is soft coral. There were eleven genus of hard coral was found and its dominated by Porites genera. The percentage of hard coral coverage in S1 was 9.14%, while in S2 was 6.11% and was categorized in worst condition. The decline of coral reef coverage percentage in this area was expeted due to of human activities such as coral removal, the usage of anchor and the destructive fishing gear like a bomb, and also a sedimentation. According to the lifeform, covarage percentage of hard coral was dominated by coral branching. The average of current velocity in Akle Bay was 0,417 m/s with the range of waves was 0.1 to 0.5 meters. Conclusion of this research is the percentage of coral coverage in Akle Bay is worst. It was becacuse of human activities and sedimentation.
Keywords: coral reef; percentage of coverage; Akle Bay
Abstrak
Teluk Akle merupakan salah satu kawasan budidaya perairan yang ada di Pulau Semau dan memiliki potensi terumbu karang. Persentase penutupan terumbu karang di suatu perairan dapat menurun akibat adanya aktivitas manusia dan faktor alami. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi penutupan terumbu karang di perairan Teluk Akle, Kecamatan Semau Selatan. Penelitian dilakukan di perairan Teluk Akle, Kecamatan Semau Selatan pada tanggal 18 Mei 2021. Metode pengambilan data menggunakan Underwater Photo Transect (UPT) di kedalaman lima meter pada dua titik berbeda di perairan Teluk Akle. Data dianalisis menggunakan perangkat lunak CPCe 4.1. Hasil penelitian menunjukkan persentase penutupan kategori bentik tertinggi yaitu karang lunak. Terdapat 11 genus terumbu karang keras yang ditemukan dan didominasi oleh genus Porites. Persentase penutupan terumbu karang keras di S1 yaitu 9,14%, sedangkan S2 yaitu 6,11% dan dikategorikan buruk. Rendahnya persentase penutupan karang di wilayah ini akibat adanya aktivitas manusia seperti pengambilan karang, penggunaan jangkar besi dan alat tangkap berupa peledak, serta sedimentasi. Berdasarkan bentuk pertumbuhannya persentase penutupan karang keras didominasi oleh coral branching. Rata-rata kecepatan arus di Teluk Akle yaitu 0,417 m/dt dengan kisaran tinggi gelombang 0,1 – 0,5 meter. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kondisi penutupan terumbu karang di perairan Teluk Akle buruk. Hal ini dikarenakan adanya aktivitas manusia dan sedimentasi.
Kata Kunci: terumbu karang; persentase tutupan; Teluk Akle
Perairan di pulau Semau mempunyai potensi untuk dikembangkan untuk kegiatan perikanan baik kegiatan budidaya, penangkapan, dan wisata bahari. Salah satu kawasan yang potensial untuk kegiatan tersebut adalah perairan Teluk Akle. Teluk Akle berada di bagian selatan Pulau Semau. Perairan Teluk Akle terlindung dari hempasan gelombang dan arus. Salah satu variabel penting dalam pengembangan perairan Teluk Akle adalah ekosistem terumbu karang Terumbu karang berfungsi menjaga stabilitas dasar yang mencakup perlindungan (Dahuri, 2003) perikanan tangkap, perikanan budidaya (Stoeckl et al., 2011) dan merupakan keanekaragaman biota perairan (Suryanti et al., 2016). Terumbu karang (coral reef) sendiri merupakan organisme yang hidup di dasar perairan laut dangkal terutama di daerah tropis dan memiliki produktivitas tinggi baik dari fungsi ekologis maupun ekonomi.
Tipe terumbu karang di perairan Pulau Semau dan sekitarnya adalah kategori terumbu karang tepi (Fringing Reef) yang tersebar di sepanjang pesisir pulau Timor dan pulau-pulau lainnya. Berdasarkan bentuknya karakteristik terumbu karang tepi di perairan Semau dan sekitarnya memiliki rataan terumbu (Reef Flat) yang sempit dengan lereng terumbu yang landai hingga terjal. Berdasarkan jenis karang keras yang umum dijumpai di perairan Semau dan Teluk Kupang yang merupakan kawasan Taman Wisata Alam Laut (TWAL). Persentase tutupan karang di perairan dari beberapa kajian berkisar antara 11,16 hingga 46,3% yang berada di perairan sebelah timur Pulau Semau (Foenay, 2011), sedangkan komunitas karang batu di kawasan TWAL Teluk Kupang memiliki kekayaan jenis sebanyak 162 jenis karang yang tergolong dalam 45 genus dan 16 famili, (Ninef, 2000 ; 2004 ; Ninef, et al., 2001).
Pengetahuan terhadap kondisi tutupan karang dan kesehatan terumbu karang yang ada, sumber daya alam apa saja yang dapat dimanfaatkan di terumbu karang tersebut dan bagaimana kondisinya (Ramadhan et al., 2016). Kebijakan pengelolaan perairan Teluk Akle agar efektif tentu saja memerlukan data dan informasi yang eksisting, agar perencanaan dan proses pengelolaan dapat dilakukan dengan baik dan akurat. Karena itu diperlukan penelitian untuk mengidentifikasi dan mengetahui kondisi kesehatan terumbu karang di kawasan perairan Teluk Akle, Kecamatan Semau Selatan, Kabupaten Kupang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persentase penutupan terumbu karang dan kecepatan arus di perairan Teluk Akle, Kecamatan Semau Selatan.
Kajian habitat ekosistem terumbu karang dilakukan pada dua lokasi di Semau, yaitu pada Stasiun 1 (10,32621 S ; 123,3639 E) dan Stasiun 2 (10,3228 S ; 123,35899 E) (Gambar 1). Kajian dilaksanakan pada tanggal 18 Mei 2021. Penyelaman dilakukan antara pukul 9 – 12 Wita, dimana perairan dalam kondisi menuju pasang.
-
2.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam kajian ini adalah tiga set alat selam (SCUBA), roll meter sepanjang 50 m, kamera bawah air, kuadran 1m x 1 m, pelampung tanda, palu, dan patok. GPS. Bahan yang dikaji adalah ekositem terumbu karang.
-
2.3. Metode Penelitian
Metode survei digunakan melalui pendekatan observasi (Nasution, 2012) dengan melakukan pengukuran langsung dilapangan. Survei lapangan dilakukan dengan tahapan administrasi, pemetaan lokasi dan survei awal penentuan titik penyelaman. Selanjutnya dipasang lokasi dipasang transek permanen guna yang dapat dipergunakan sebagai monitoring.

Gambar 1. Lokasi Kajian.
-
2.4. Prosedur Pengambilan Data
Pengambilan data di lapangan dilakukan satu kali untuk setiap lokasi dengan menggunakan metode UPT (Underwater Photo Transect) yang merupakan metode kombinasi dengan menggunakan kamera bawah air dan piranti lunak untuk analisis. Pengambilan data pada kedalaman 4-7 meter. Panjang transek yang digunakan adalah 50 meter dengan pola kuadran yang berselang-seling (Giyanto, 2013).
-
2.5. Analisis Data
Analisis foto kategori substrat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak CPCe versi 4.1. Pada setiap kuadran dalam foto tersebut, akan dianalisis 30 titik sampel substrat berdasarkan pemilihan oleh perangkat lunak CPCe (Giyanto, 2013) kemudian foto tersebut dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak CPCe 4.1 (Kholer dan Gill, 2006). Identifikasi bentuk pertumbuhan terumbu karang mengacu pada English et al., (1997) sedangkan penentuan kondisi ekosistem karang merujuk pada Kep.Men.LH No. 4 Tahun 2001. Hasil identifikasi dan penkodean yang tersimpan dalam file CPCe kemudian dikonversikan ke dalam Microsoft exel dan dihitung berdasarkan persamaan menurut Giyanto (2013) pada persamaan 1.
Jumlah titik kategori tersebut Persentase tutupan kategori =---------■----—----;----x 100%
(1)
Banyaknya titik acak
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3.1. Persentase Tutupan Karang
-
3.1.1. Persentase Penutupan Berdasarkan Kategori Bentik
-
-
Terdapat 11 kategori bentik yang diperoleh pada saat identifikasi. Kategori penutupan Soft Coral (SC)/karang lunak merupakan kategori dengan penutupan karang tertinggi, sedangkan Sponge (SP)/spons, Fleshy Seaweed (FS)/alga, Other Biota (OT)/biota lainnya, dan Tape, Wand, Shadow (TWS)/pita,kayu, bayangan merupakan kategori penutupan bentik paling rendah (Gambar 2). Perairan sekitar Teluk Akle cukup keruh. Panggabean dan Setyadji (2011) menyatakan bahwa tingginya penutupan SC di ekosistem terumbu karang merupakan pertanda telah terjadinya kerusakan terumbu karang keras. Umumnya karang lunak menyukai perairan dengan kecerahan rendah dan kandungan nutrien yang tinggi. Karang lunak cenderung lebih mudah tumbuh dalam waktu yang cepat dibandingkan karang keras.
■ stasiun 1
stasiun 2
Gambar 2. Grafik Persentase Penutupan Berdasarkan Kategori Bentik Tiap Stasiun.
dimana HC: Hard coral; DC: Dead coral; DCA: Dead coral with algae; SC: Soft coral; SP: Sponge; FS: Fleshy seaweed; OT: Other biota; R: Rubble; S: Sand; SI: Silt; RK: Rock; TWS: Tape, Wand, Shadow.
-
3.1.2. Persentase Penutupan Karang Keras
Persentase penutupan karang meliputi karang keras sedangkan non-karang meliputi karang lunak dan biota selain karang. Stasiun 1 memiliki penutupan karang keras lebih tinggi dibandingkan Stasiun 2 (Gambar 3).
Gambar 3. Grafik Persentase Penutupan Karang Keras Tiap Stasiun.
Tabel Status Terumbu Karang di Perairan Teluk Akle Berdasarkan Persentase Penutupan Karang Keras pada Tabel 1 dibawah ini.
Tabel 1. Persentase Penutupan Karang Keras di Teluk Akle
Stasiun |
Persentase penutupan Karang Keras (%) |
Kriteria KepMenLH (2004) |
1 |
9.14 |
Buruk |
2 |
6,11 |
Buruk |
Tabel 1 diatas berdasarkan KepMenLH (2001) menunjukkan kategori buruk. Kondisi buruknya terumbu karang di Teluk Akle diduga disebabkan oleh tingkat kekeruhan yang tinggi sehingga dapat
menyebabkan matinya polip karang. Penyebab lain rusaknya karang keras di Teluk Akle diduga karena banyaknya aktivitas kapal nelayan. Tingginya aktivitas pembuangan jangkar kapal mengurangi penutupan karang, ukuran karang keras, dan kepadatannya (Flynn and Forrester, 2019). Sumara et al. (2001) mengatakan bahwa pembuangan jangkar mengakibatkan karang menjadi hancur, patah, serta terbongkar.
-
3.1.3. Persentase Penutupan Berdasarkan Bentuk Pertumbuhan
Berdasarkan hasil identifikasi ditemukan ada terdapat tujuh bentuk pertumbuhan karang yaitu, bercabang (branching), seperti jari (digitate), kerak (encrusting), seperti tabung (submassive), daun (foliose), padat (massive), dan jamur (mushroom). Persentase penutupan karang berdasarkan bentuk pertumbuhan didominasi oleh coral branching, coral encrusting, coral massive dan coral submasive (Gambar 4). Pertumbuhan karang tergantung pada kondisi habitatnya. Karang dengan bentuk pertumbuhan yang bercabang dan batu atau masif cenderung menyukai habitat dengan substrat yang keras dan berarus. Pada daerah yang berarus aliran unsur zat hara cenderung melimpah sehingga baik untuk pertumbuhan polip karang. Bentuk pertumbuhan bercabang merupakan bagian dari adaptasi terhadap arus permukaan. Umumnya karang bercabang banyak ditemukan di wilayah perairan yang dangkal yaitu 0-5 meter dari permukaan laut (Panggabean dan Setyadji 2011).
Gambar 4. Persentase Penutupan Berdasarkan Bentuk Pertumbuhan Tiap Stasiun.
dimana ACB: Acropora branching; ACD: Acropora digitate; ACE: Acropora encrusting; ACS: Acropora submassive; ACT: Acropora tabulate; CB: Coral branching; CE: Coral encrusting; CF: Coral foliose; CM: Coral massive; CMR: Coral mushroom; CS: Coral submassive.
-
3.1.4. Genus Karang Hidup di Perairan Teluk Akle
Berdasarkan hasil analisis foto ditemukan 11 genus karang keras pada perairan Teluk Akle. Karang dengan genus porites yang paling banyak ditemukan pada kedua stasiun. Genus fafia hanya ditemukan pada Stasiun 1, sedangkan karang dengan genus fungia dan Pocillopora hanya ditemukan pada Stasiun 2. Porites merupakan jenis karang yang memiliki bentuk pertumbuhan yang bervariasi yaitu masif, encrusting, bercabang dan lembaran. Karang Porites mudah ditemukan hampir di seluruh perairan Indonesia (Suharsono 2008). Karang Porites mampu hidup pada habitat yang cukup ekstrim dan terbuka dimana intensitas gelombangnya cukup (Panggabean dan Setyadji, 2011).
Tabel 2. Genus Karang Hidup di Perairan Teluk Akle
No |
Genus |
Stasiun 1 |
Stasiun 2 |
1 |
Acropora (ACSP.) |
3 |
1 |
2 |
Anacropora (ANSP.) |
4 |
5 |
3 |
Astreopora (ASSP.) |
1 |
1 |
4 |
Favia (FASP.) |
1 |
0 |
5 |
Fungia (FUSP.) |
0 |
5 |
6 |
Goniastrea (GSSP.) |
1 |
4 |
7 |
Montastrea (MOSP.) |
8 |
2 |
8 |
Pocillopora (PCSP.) |
0 |
1 |
9 |
Porites (PRSP.) |
54 |
20 |
10 |
Seriatopora (SESP.) |
6 |
3 |
11 |
Stylophora (STSP.) |
3 |
13 |
Total |
81 |
55 |
Perairan Teluk Akle ditemukan sekitar 11 genus terumbu karang keras yang didominasi oleh genus Porites. Berdasarkan KepMen-LH No. 51 Tahun 2004 , persentase penutupan karang keras di Teluk Akle termasuk dalam kategori buruk.
Daftar Pustaka
Dahuri R. (2003). Keanekaragaman hayati laut, aset pembangunan berkelanjutan Indonesia. Jakarta, Indonesia: Gramedia Pustaka Utama.
English, S., Wilkinson, C., & Baker, V. (1997). Survey manual for tropical marine resources. (2nd Edition).
Townsville, Australia: Australian Institute of Marine Science.
Flynn, R. L., & Forrester, G. E. (2019). Boat anchoring contributes substantially to coral reef degradation in the British Virgin Islands. PeerJ, 7, 1-17.
Foenay, R. I., Mardani, N. K., & Wiryatno, J. (2011). Penilaian Efektifitas Pengelolaan Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Teluk Kupang Nusa Tenggara Timur. Ecotrophic, 6(2), 133-168.
Giyanto. (2013). Metode Transek Foto Bawah Air Untuk Penilaian Kondisi Terumb Karang. Jurnal Oseana, 38(1), 47-61.
Hartoko, A. (2010). Oceanografi dan sumberdaya perikanan-kelautan Indonesia. Semarang, Indonesia: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
MNLH. (2001). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2001 tentang Kriteria Baku Kerusakan Terumbu Karang. Jakarta-Indonesia: Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Kohler, K. E., & Gill, S. M. (2006). Coral Point Count with Excel extensions (CPCe): A Visual Basic program for the determination of coral and substrate coverage using random point count methodology. Computers & geosciences, 32(9), 1259-1269.
Nasution, S. (2012). Metode research. Jakarta, Indonesia: Penerbit PT. Bumi Aksara.
Ninef, J. S. R., Tallo, I., & Laimena, T. (2001). Struktur karang batu diperairan pasir panjang, Teluk Kupang.
Kupang, Indonesia: UPT Perikanan dan Kelautan, Universitas Nusa Cendana Kupang.
Ninef, J. S. R., Angwarmase, I. S., Tallo, I., Linggi, Y., Konterius, B. C., Noya, N., Enga, G., & Blegur, J. (2002). Monitoring dan Evaluasi Kondisi Terumbu Karang di Perairan Teluk Kupang Nusa Tenggara Timur. Kupang, Indonesia: Coral Reef Information and Training Centre (CRITIC) Nusa Tenggara Timur.
Panggabean, A. S., & Setiadji, B. (2017). Bentuk Pertumbuhan Karang Daerah Tertutup Dan Terbuka Di Perairan Sekitar Pulau Pamegaran, Teluk Jakarta. BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap, 3(4), 255-260.
Ramadhan, A., Lindawati, L., & Kurniasari, N. (2017). Nilai ekonomi ekosistem terumbu karang di Kabupaten Wakatobi. Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 11(2), 133-146.
Stoeckl, N., Hicks, C. C., Mills, M., Fabricius, K., Esparon, M., Kroon, F., Kaur, K., & Costanza, R. (2011). The economic value of ecosystem services in the Great Barrier Reef: our state of knowledge. Annals of the New York Academy of Sciences, 1219(1), 113-133.
Suharsono. (2008). Jenis-Jenis Karang Di Indonesia. Jakarta, Indonesia: LIPI Press.
Sukmara, A., Siahainenia, A. J., & Rotinsulu, C. (2001). Panduan Pemantauan Terumbu Karang Berbasis-Masyarakat Dengan Metoda Manta Tow. Proyek Pesisir. Publikasi Khusus. University of Rhode Island, Coastal Resources Center, Narragansett, Rhode Island, USA.
Suryanti, S., & Indrawan, W. (2011). Kondisi terumbu karang dengan indikator ikan chaetodontidae di pulau sambangan Kepulauan Karimun Jawa, Jepara, Jawa Tengah. Buletin Oseanografi Marina, 1(1), 106-119.
Wibisono, M. S. (2005). Pengantar Ilmu Kelautan. Jakarta, Indonesia: PT. Gramedia Widiasarana.

© 2023 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY) license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).
J. Mar. Aquat. Sci. |Vol. 9, No. 1| 119-125 (2023)
Discussion and feedback