Substitusi Pakan Yang Berbeda Pada Pemeliharaan Induk Terhadap Pemijahan Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus)
on
Journal of Marine and Aquatic Sciences 9(1), 61-69 (2023)
Substitusi Pakan Yang Berbeda Pada Pemeliharaan Induk Terhadap Pemijahan Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus)
Farid Mudlofar a*, Sri Warastuti a, Ridwan Salim a, M. Taufik a, Sarmila a, Agus Setiawan a, Hylda Khairah Putri a
a Program Studi Budidaya Perikanan Jurusan Ilmu Kelautan dan Perikanan Politeknik Negeri Pontianak, Jalan Jenderal Ahmad Yani No. 111 Kota Pontianak Kalimantan Barat
* Penulis koresponden. Tel.: +62-812-5679-2002 Alamat e-mail: faridmudlofar@gmail.com
Diterima (received) 21 Oktober 2022; disetujui (accepted) 2 Maret 2023; tersedia secara online (available online) 1 Juni 2023
Abstract
Freshwater lobster (LAT) has been widely cultivated as a commodity for ornamental shrimp and consumption. In order to maintain the stock of seeds, it is necessary to have a hatchery. One of the problems that arose in hatchery activities was gonad maturation, especially feed, because sufficient nutrients can accelerate the maturity of the broodstock gonad. Currently, the main feed for broodstock is in the form of commercial pellets, which are still universal for various types of shrimp, and pellets are not yet available specifically to stimulate the gonad maturation of LAT broodstock. The proposed solution is to determine the type of substitution for pellet feed with similar effectiveness. The aimed of this study was to obtain a type of substitute feed that can replace pellets with the same or more effectiveness in the rearing process of freshwater crayfish so that the broodstock can be used to accelerate gonadal maturity and the spawning process. This study used a completely randomized design (CRD) with four treatments and three replications: (A) Acetes indicus, (B) Pomacea canaliculata, (C) Tubifex sp., and (D) Pellet Feed (control treatment). The results of this study after the Anova analysis concluded that all treatments had a significant effect on the percentage of the number of brooders laying eggs in the first to the third week. After further Tukey’s test was carried out, it was found that treatment C significantly gave the same effect as treatment D as the control treatment, so it is recommended that Tubifex sp. as a substitute for pelleted feed with the application of plant-based feeds.
Keywords: freshwater crayfish; lay eggs; Tubifex sp.; Acetes indicus; Pomacea canaliculata; Cherax
Abstrak
Lobster air tawar (LAT) sudah banyak dibudidayakan sebagai komoditi udang hias maupun konsumsi. Guna menjaga stock benih maka diperlukan usaha pembenihannya. Salah satu permasalahan yang timbul pada kegiatan pembenihan adalah pematangan gonad terutama pakan karena pakan dengan nutrisi yang cukup dapat mempercepat kematangan gonad induk. Saat ini pakan utama bagi induk berupa pellet komersiil yang masih bersifat universal bagi berbagai jenis udang dan belum tersedia pellet secara khusus untuk memacu pematangan gonad induk LAT. Solusi yang ditawarkan adalah dengan menentukan jenis substitusi bagi pakan pelet dengan efektivitas yang serupa. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh jenis pakan substitusi yang dapat menggantikan pellet dengan efektivitas yang sama atau lebih dalam proses pemeliharaan induk lobster air tawar, sehingga dapat dimanfaatkan induk guna mempercepat kematangan gonad dan proses pemijahan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. yaitu (A) Udang Rebon, (B) Keong Mas, (C) Cacing Sutra, dan (D) Pakan Pellet (perlakuan kontrol). Hasil dari penelitian ini setelah dilakukan analisis Anova mendapatkan kesimpulan bahwa seluruh perlakuan memberikan pengaruh nyata bagi persentase jumlah indukan bertelur pada minggu ke-1 hingga minggu ke-3. Setelah dilakukan uji lanjut Tukey maka diperoleh hasil bahwa perlakuan C secara signifikan memberikan
dampak yang sama baiknya dengan perlakuan D sebagai perlakuan kontrol, sehingga direkomendasikan cacing sutra sebagai substitusi bagi pakan pellet dengan pengaplikasian bersama pakan nabati.
Kata Kunci: lobster air tawar; bertelur; Cacing Sutra; Udang Rebon; Keong Mas; Cherax
Lobster air tawar (LAT) telah banyak dikembangkan dalam skala akuarium atau kolam sebagai komoditi ikan hias dan ikan konsumsi karena kondisi lobster yang tidak mudah stress dan cenderung tahan terhadap terserang penyakit. Asalkan kebutuhan pakan, kualitas air dan kebutuhan oksigen terpenuhi, lobster ini dapat tumbuh dan berkembang cepat, sehingga sangat potensial dikembangkan di Indonesia (Lengka et al., 2013).
Menurut Sidharta et al., (2018), ketika dibudidayakan, pakan menjadi faktor pembatas untuk reproduksi secara optimal karena belum tersedianya pakan buatan yang mampu meningkatkan kualitas induk lobster air tawar. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian pakan dalam nutrisi yang lengkap, jumlah yang sesuai, dan berkualitas baik. Pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang cukup dapat meningkatkan kualitas induk. Pakan sangat besar pengaruhnya terhadap kematangan gonad, baik jantan maupun betina. Oleh sebab itu, pemilihan pakan yang tepat sangat berperan penting terhadap proses kematangan gonad.
Lobster air tawar bersifat omnivora sehingga pakan yang digunakan dapat dari sumber hewani maupun nabati. Kandungan protein dari sumber hewani pada umumnya lebih tinggi daripada sumber nabati dan juga mengandung asam amino yang lebih lengkap. Begitu pula dengan kandungan asam lemaknya yang sangat dibutuhkan oleh induk udang betina untuk perkembangan telurnya.
Pada kegiatan pembenihan khususnya pada saat proses pemeliharaan induk biasanya diberikan pakan buatan berupa pellet tenggelam komersil sebagai pakan utama dan pakan tambahan seperti umbi-umbian, kacang-kacangan, wortel, atau sumber nabati lainnya. Pellet komersil yang digunakan masih bersifat universal atau diambil dari pellet untuk jenis udang seperti udang windu atau vaname, hingga saat ini belum ada jenis pellet khusus untuk maturasi induk lobster air tawar. Begitu pula ketersediaannya untuk kota Pontianak dan sekitarnya masih terbatas dan tidak banyak pilihan. Selain itu, seiring waktu harga pellet juga semakin meningkat.
Berdasarkan pertimbangan diatas maka penelitian ini bertujuan untuk mencari alternatif jenis pakan substitusi dari sumber hewani sebagai pengganti pellet yang diharapkan menghasilkan dampak yang serupa bahkan dapat lebih baik lagi bagi perkembangan dan pemijahan induk lobster air tawar. Beberapa sumber pakan hewani yang dapat dijadikan pengganti pakan pellet tenggelam diantaranya berupa cacing sutra (Tubifex sp), keong mas (Pomacea canaliculata), udang rebon (Acetes indicus), dan lain-lain.
Wadah berupa aquarium berukuran 30x50x30 cm. Media berupa air PDAM yang telah diendapkan dan diberi perlakuan menggunakan filtrasi arang aktif dan batu zeolit. Shelter menggunakan gelas kaca untuk tiap ekor induk betina. Wadah diberikan koral jahe untuk bernaung induk LAT.
-
2.1.2. Seleksi dan Penebaran Induk
Induk jantan dan betina yang digunakan berumur 6-7 bulan. Perbandingan induk jantan dan betina merujuk pada Ernawati dan Chrisbiyantoro (2014) yaitu 3 : 5 ekor. Penebaran dilakukan setelah setelah 6 minggu pemeliharaan.
-
2.1.3. Manajemen Pemberian Pakan
Pakan diberikan 2 kali sehari pada pagi (pukul 08.00 WIB), dan sore (pukul 18.00 WIB) sebanyak 3% dari bobot biomass sesuai pendapat (Lengka, et al., 2013) pemberian pakan 3% dari rata–rata berat induk dengan frekuensi pemberian dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari.
Jenis pakan sesuai dengan masing-masing perlakuan, ditambahkan dengan variasi pakan nabati (kacang hijau (Vigna radiata), wortel (Daucus carota), ubi jalar (Ipomoea batatas), tauge (Vigna radiata).
-
2.1.4. Manajemen Kualitas Air
Pengelolaan air dengan penyiponan dan penambahan air sesuai volume sebelumnya, serta melakukan pengukuran parameter kualitas air yaitu Suhu, pH, DO, dan NH3. Standar suhu air merujuk pada Dina et al., (2014) berkisar antara 22-300C dan DO > 5 mg/l. Kadar pH air 6-8 (Komariyah et al., 2021). Kadar amonia tidak lebih dari 0,08 mg/L (Sidharta et al., 2018).
-
2.1.5. Pemantauan Jumlah Induk yang Bertelur
Proses pengamatan induk yang bertelur dilakukan pada minggu pertama hingga minggu ketiga setelah penyatuan induk jantan dan betina. Induk pada shelter diamati langsung secara visual untuk mengetahui jumlah induk yang bertelur. Pengamatan induk juga dapat dilakukan dengan mengangkat shelter secara perlahan.
-
2.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Seluruh rangkaian proses dari penelitian berlangsung selama 6 bulan di Instalasi Akuakultur Farm Agribisnis Ikan, Kelurahan Saigon Kecamatan Ponianak Timur, Kota Pontianak, Kalimantan Barat.
-
2.3. Variabel yang diamati/diukur
-
2.3.1. Persentase Induk Bertelur
-
Dilakukan dengan menghitung persentase jumlah induk LAT yang bertelur selama masa pemijahan (3 minggu) Rumus yang digunakan yaitu:
Jumlah induk yang bertelur
PIB = L- ■■ × 100%
(1)
jumlah induk yang dipijahkan
dimana PIB adalah Persentase Induk Bertelur (%).
-
2.3.2. Persentase Induk Bertelur Perminggu
Menghitung persentase induk bertelur tiap minggu (minggu 1, 2, dan 3) dengan rumus yang sama dengan variabel PIB.
-
2.3.3. Jumlah Larva Yang Dihasilkan
Dilakukan dengan menghitung jumlah larva yang telah terlepas maupun yang masih menempel pada induknya (setelah 5 minggu masa pengeraman).
-
2.3.4. Tingkat kelangsungan hidup
Tingkat kelangsungan hidup/Survival rate (SR) dihitung dengan membandingkan jumlah LAT yang hidup diawal penebaran sampai akhir penelitian dengan rumus (Effendie, 1997 dalam Daris dan Febri, 2013) :
SR = ^×100% No
(2)
dimana SR adalah tingkat kelangsungan hidup (%); Nt adalah jumlah akhir (ekor); dan No adalah jumlah awal (ekor).
-
2.3.5. Pengukuran parameter kualitas air
Mengukur DO, pH, kadar amoniak, dan suhu air yang dilakukan sebelum proses penyiponan air.
-
2.4. Rancangan Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan, yaitu:
Perlakuan A : Pakan Udang Rebon + Pakan Nabati
Perlakuan B : Pakan Keong Mas + Pakan Nabati
Perlakuan C : Pakan Cacing Sutra + Pakan Nabati
Perlakuan D (kontrol) : Pakan Pellet + Pakan Nabati
-
2.5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu metode observasi untuk memperoleh data jumlah induk yang bertelur setiap minggu hingga minggu ketiga setelah pencampuran induk jantan dan betina. Data SR dan parameter kualitas air dilakukan sejak LAT dipelihara hingga penelitian berakhir.
-
2.6. Analisis Data
Data yang dianalisis secara statistik meliputi variabel: persentase induk bertelur, jumlah larva yang dihasilkan, dan tingkat kelangsungan hidup menggunakan software pengolahan data IBM SPSS Statistic, yaitu melakukan uji normalitas dan homogenitas sebagai syarat agar dapat diuji anova. Setelah memenuhi syarat (p-value > 0.05) maka dilanjutkan dengan uji Anova untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap respon parameter uji dengan tingkat kepercayaan 95%, apabila :
F hitung > F tabel 5% maka H1 diterima, artinya perlakuan berpengaruh nyata
F hitung < F tabel 5% maka H1 ditolak, artinya perlakuan berpengaruh tidak nyata.
Apabila uji Anova berbeda nyata atau sangat nyata, maka dilanjutkan ke uji Duncan dan Tukey untuk membandingkan seluruh pasangan rata-rata perlakuan sedangkan variabel persentase induk bertelur perminggu, dan kualitas air dianalisis secara deskriptif.
Hasil pengamatan indikator persentase induk yang bertelur (PIB) secara berturut-turut dengan nilai tertinggi diperoleh dari perlakuan D memberikan nilai rata-rata 68,89 %, perlakuan C sebesar 57,78 %, perlakuan A sebesar 40,00 %, serta perlakuan B sebesar 28,89 %. Uji normalitas dan homogenitas untuk PIB menunjukkan data terdistribusi secara normal dan homogen dengan nilai P>0,05. Data persentase induk yang bertelur disajikan pada Gambar 1.
Berdasarkan uji Anova, variabel PIB dikatakan berbeda nyata karena F hitung (14,368) lebih besar dari F tabel 0,05 yaitu 4,07 atau nilai Sig. 0,001 < 0,05. Hal ini dapat diartikan bahwa semua perlakuan dalam penelitian ini memberikan pengaruh nyata terhadap PIB. Selanjutnya, dilakukan uji Duncan dan Tukey dengan hasil bahwa perlakuan terbaik dalam memberikan pengaruh terhadap PIB yaitu pada perlakuan D (pakan pellet) sebagai perlakuan kontrol dengan nilai 68,89 %, tertinggi diantara perlakuan lainnya. Namun, perlakuan dengan nilai yang paling mendekati adalah perlakuan C (pakan cacing sutra) dengan nilai 57,78 %.
Gambar 1. Rata-rata Persentase Induk Bertelur.
-
3.2. Jumlah Larva yang Dihasilkan
Rata-rata jumlah Larva yang dihasilkan tersaji pada Gambar 2.
Gambar 2. Rata-rata Jumlah Larva.
Hasil uji Anova mendapatkan nilai sig. 0,172 > 0,05 sehingga semua perlakuan tidak mempunyai perbedaan yang nyata terhadap jumlah larva yang dihasilkan.
-
3.3. Tingkat Kelangsungan Hidup
Nilai tingkat kelangsungan hidup induk lobster air tawar diperoleh dengan cara membandingkan selisih antara jumlah populasi di awal pemeliharaan induk dengan jumlah populasi akhir masa penelitian. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa seluruh induk baik betina maupun jantan sejak pertama kali dipelihara, dipijahkan, bertelur hingga masa pengeraman dalam kondisi baik dengan tingkat kelangsungan hidup mencapai 100%.
-
3.4. Persentase Induk Bertelur Perminggu
Nilai PIB per minggu dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.
Gambar 3. Rata-rata PIB Perminggu.
-
3.5. Kualitas Air
Pengukuran kualitas air dilakukan selama pemeliharaan induk hingga induk mengerami telur pada saat pagi dan sore hari. Hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat pada Tabel 1.
Selain pengukuran, juga dilakukan pengelolaan kualitas air dengan cara melakukan sipon untuk membuang sisa pakan dan kotoran LAT setelah tiga jam diberi pakan pada semua perlakuan. Kemudian tinggi air dipertahankan tetap sama dengan menambahkan air sebanyak yang terbuang setelah proses penyiponan selesai dilakukan.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Kualitas Air
Parameter |
Perlakauan | |||
A |
B |
C |
D | |
Suhu (°C) |
24-28 |
24-29 |
24-27 |
24-28 |
pH |
5,5-6,5 |
5,0-6,5 |
6,0-7,0 |
5,0-6,5 |
DO (mg/l) |
4,0-6,0 |
4,0-6,0 |
5,0-6,0 |
4,0-6,0 |
NH3 (mg/l) |
0,0-0,5 |
0,0-0,5 |
0,0-0,5 |
0,0-0,5 |
Hasil analisis sidik ragam (Anova) menunjukkan bahwa semua perlakuan dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap parameter Persentase Induk Bertelur (PIB). Namun, setelah dilanjutkan dengan uji Tukey maka dinyatakan bahwa perlakuan C yaitu pemberian pakan cacing sutra secara signifikan memberikan dampak yang sama baiknya terhadap perlakuan D pakan pellet sebagai perlakuan kontrol.
Pemberian pakan Cacing Sutra menjadi perlakuan yang paling memungkinkan untuk direkomendasikan sebagai substitusi dari pakan Pellet. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yang menunjang kondisi tersebut. Menurut Mahendra et al., (2019), Tubifex sp. merupakan pakan alami bagi ikan dengan kandungan berupa protein 51,9 %, lemak kasar 22,3 %, kadar abu 5,3 %, dan karbohidrat 20,3 %. Sementara itu, jika dibandingkan dengan kadar protein udang rebon menurut PERSAGI (2009) dalam penelitian Gobel et al., (2016) bahwa dalam 100 gram udang rebon segar terdapat kandungan protein sebanyak 16,2 %. Dari perbandingan tersebut jelas bahwa kadar protein pada Cacing Sutra lebih tinggi daripada udang Rebon.
Rendahnya persentase induk yang bertelur pada perlakuan menggunakan keong diduga kerena kandungan protein dan lemak yang rendah dibanding kandungan protein pada cacing sutra. Mualim et al., (2013) menyatakan bahwa daging keong mas memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu sekitar 16% sampai 18% dan kandungan lemak yang rendah yaitu sekitar 2,4%.
Berdasarkan beberapa referensi di atas maka dapat diartikan bahwa kandungan nilai gizi cacing sutra (Tubifex sp) mempunyai nutrisi yang paling tinggi terutama pada kandungan proteinnya. Menurut Ghanawi & Saoud, (2012), kebutuhan nutrisi untuk induk LAT adalah protein 35%, lemak 6%, serta vitamin dan mineral. Hal tersebut senada seperti yang diungkapkan oleh Daris & Febri, (2013), bahwa protein yang umumnya diperlukan oleh lobster air tawar adalah 20–40 % dari seluruh nilai gizi pakan.
Sidharta et al., (2018) menyatakan bahwa cacing sutra sebagai sumber protein mengandung asam amino baik esensial seperti histidin, arginin, treonin, isoleusin, fenilalanin, dan lisin maupun non esensial seperti asam aspartat, asam glutamat, serin, glisin, prolin, dan tirosin yang dibutuhkan saat pematangan gonad. Protein sebagai sumber energi untuk mendukung proses reproduksi, terutama dalam mensintesis hormon - hormon yang terlibat dalam proses perkembangan telur
(vitelogenesis) seperti estradiol-17β. Cacing sutra memiliki protein dengan asam amino yang tinggi dan dapat digunakan sebagai nutrisi perkembangan gonad dan fekunditas.
Namun demikian Fatwana et al., (2021) menyatakan bahwa pemberian pakan yang kurang lengkap kandungan nutrisinya akan memengaruhi proses reproduksi. Pakan untuk maturasi tidak hanya ditentukan oleh kandungan protein, melainkan juga oleh nutrisi lain seperti lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Adanya penurunan kualitas bahan baku pakan akan memengaruhi kinerja reproduksi (Ernawati et al., 2015). Bahan makanan yang biasa digunakan dalam budidaya lobster air tawar adalah bahan alami seperti biji-bijian, lumut, daging segar, cacing, bangkai, dan sayuran.
Sidharta et al., (2018) menambahkan bahwa kombinasi antara ketiga pakan alami tersebut diperlukan untuk proses perkembangan telur. Bila tauge, cacing sutra, dan ubi jalar putih dikombinasikan, maka nutrisi yang diperoleh mampu mempercepat proses reproduksi secara kualitas maupun kuantitas. Tauge diketahui memiliki kandungan vitamin E (Siswanto et al., 2014).
Vitamin E bermanfaat untuk lama waktu matang gonad, fekunditas telur serta kelangsungan hidup larva (Inayatsyah & Nasution, 2016). Selanjutnya, Santoso et al., (2021) menyatakan kualitas lingkungan yang sesuai, kecukupan pakan, dan suhu air yang tepat memengaruhi tingkat keberhasilan reproduksi.
-
4.2. Jumlah Larva Yang Dihasilkan
Selain performa induk, performa larva juga menjadi bagian penting pengamatan dari setiap perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan waktu yang diperlukan oleh induk lobster mengerami telur membutuhkan waktu lima minggu. Hal ini sesuai dengan penelitian Khalil et al., (2018) yang menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan induk lobster untuk mengerami telur (gendong telur) hingga benih lepas dari induk membutuhkan waktu lima minggu.
Jumlah larva berkaitan dengan produktivitas induk (Ataguba et al., 2013). Selain itu, jumlah larva yang dihasilkan juga berkaitan dengan keberhasilan induk lobster mengerami telur dan kualitas air. Selanjutnya, Rihardi et al., (2013) menambahkan bahwa tingkat kelangsungan hidup larva berkaitan dengan penanganan pada saat sampling, aklimatisasi, dan perawatan larva.
-
4.3. Tingkat kelangsungan hidup Induk
Selama berjalannya proses penelitian ini mulai dari penampungan induk hingga induk bertelur mempunyai nilai tingkat kelangsungan hidup yang baik (mencapai 100%) atau tidak ada induk yang mati. Hal ini dikarenakan perlakuan yang diberikan tidak menyebabkan induk stres. Selain itu, beberapa hal yang menunjang adalah penanganan yang tepat serta kualitas air pemeliharaan yang selalu terjaga dalam batas-batas yang dapat ditoleransi oleh udang lobster air tawar. Selain itu, sistem pemeliharaan yang menggunakan shelter mampu meminimalkan kanibalisme. Kanibalisme akan terjadi pada saat udang mengalami moulting Fenomena moulting terjadi karena beberapa faktor yaitu pertumbuhan, reproduksi, dan stres (Hess, 1941). Selanjutnya, Farida et al., (2018) menyatakan bahwa tingkat kelangsungan hidup dipengaruhi oleh ketersediaan pakan dan kondisi lingkungan.
-
4.4. Persentase Induk Bertelur Perminggu
Berdasarkan pengamatan induk bertelur per minggu diketahui bahwa induk yang bertelur cenderung tinggi pada minggu ke dua setelah penyatuan induk pada wadah pemijahan. Hal ini disebabkan setelah penggabungan, induk jantan dan betina memerlukan waktu sebelum melakukan pemijahan. Kondisi ini diperkuat oleh hasil penelitian Khalil et al., (2018) bahwa sebelum memijah, induk jantan dan betina saling menyesuaikan diri dengan lingkungan dan pasangannya.
Induk yang diberikan perlakuan C memiliki persentase bertelur tinggi dibandingkan perlakuan lain pada minggu ke tiga. Hal ini berkaitan dengan kandungan nutrien pada pakan. Kualitas protein pakan dapat ditentukan berdasarkan komposisi asam amino esensial. Rendahnya kandungan asam
amino esensial dapat menjadi penghambat perkembangan gonad dan embrio (Sidharta et al., 2018). Selanjutnya, Sinjal et al., (2014) menyatakan bahwa terjadi kelambatan perkembangan gonad akibat kekurangan pakan yang menyebabkan kadar gonadotropin rendah.
-
4.5. Kualitas air
Kualitas air merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pemeliharaan lobster. Jika kualitas air yang dipakai buruk, maka hasil yang di capai tidak akan maksimal, bahkan bisa menyebabkan kematian bagi lobster (Khalil et al., 2018).
Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air pada Tabel 1 dan dibandingkan dengan kisaran parameter kualitas air yang standar menurut referensi maka dapat dikatakan bahwa kisaran parameter kualitas air selama penelitian berlangsung adalah cukup baik atau memenuhi syarat dalam menunjang eksistensi kehidupan LAT secara layak.
Seluruh perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase induk bertelur (PIB) Lobster Air Tawar. Perlakuan yang memberikan nilai PIB mendekati nilai perlakuan kontrol (pakan pellet) adalah dari perlakuan C yaitu pemberian pakan cacing sutra (Tubifex sp) dengan pakan nabati sehingga jenis pakan cacing sutra dapat direkomendasikan menjadi pakan substitusi terbaik menggantikan pakan pellet.
Merujuk dari hasil analisis penelitian ini maka disarankan bahwa pemberian pakan cacing sutra dan jenis pakan lainnya dapat dijadikan pakan alternatif untuk memenuhi kebutuhan protein hewani namun sebaiknya pemberian pakan tetap dikombinasikan bersama jenis pakan nabati sebagai pelengkap nutrisi karena LAT bersifat omnivora. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan yang berfokus pada perbandingan kombinasi pemberian pakan cacing sutra dengan berbagai jenis pakan nabati.
Ucapan terima kasih
Penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik berkat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih kepada Farm Agribsnis Ikan, Unit Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat Politeknik Negeri Pontianak dan semua anggota tim penelitian.
Daftar Pustaka
Ataguba, G. A., Okomoda, V. T., & Onwuka, M. C. (2013). Relationship Between Broodstock Weight Combination and Spawning Success in African Catfish (Clarias gariepinus). Croatian Journal of Fisheries: Ribarstvo, 71(4), 176–181.
Daris, L., & Febri. (2013). Pengaruh Dosis Pakan Buatan Yang Berbahan Baku Lokal Dalam Pakan Pembesaran Lobster Air Tawar Capit Merah (Cherax quadricarinatus). Jurnal Balik Diwa, 4(1), 1–7.
Dina, R., Sulistiono, S., & Sutrisno. (2014). Beberapa Aspek Biologi Lobster Air Tawar, Cherax quadricarinatus Di Danau Maninjau, Sumatera Barat. Prosiding Seminar Nasional Limnologi VI, 158– 178.
Ernawati, & Chrisbiyantoro. (2014). Teknik Pembenihan Lobster Air Tawar Red Claw (Cherax quadricarinatus) Di Unit Pembenihan Budidaya Air Tawar (Upbat) Punten Kota Batu Jawa Timur. Agromix, 5(2), 65–71.
Ernawati, T., Kembaren, D., & Karsono, W. (2015). Penentuan Status Stok Sumberdaya Rajungan (Portunus Pelagicus Linnaeus, 1758) dengan Metode Spawning Potential Ratio di Perairan Sekitar Belitung. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 21(2), 63–70.
Farida, F., Gunarsa, S., & Hasan, H. (2018). Penambahan Tepung Kunyit Dan Oodev Dalam Pakan Untuk Menginduksi Pematangan Gonad Induk Ikan Biawan (Helostoma temminkii). Jurnal Ruaya: Jurnal Penelitian Dan Kajian Ilmu Perikanan Dan Kelautan, 6(02), 70–80.
Fatwana, N., Komariyah, S., Rosmaiti, R., & Hasri, I. (2021). Evaluasi Pakan Alami yang Berbeda Terhadap Maturasi Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus). Acta Aquatica: Aquatic Sciences Journal, 8(3), 198.
Ghanawi, J., & Saoud, I. P. (2012). Molting, reproductive biology, and hatchery management of redclaw crayfish Cherax quadricarinatus (von Martens 1868). Aquaculture, 358–359, 183–195.
Gobel, R. van, Naiu, A. S., & Yusuf, N. (2016). Formulasi Cookies Udang Rebon. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan, 4(3), 107–112.
Hess, W. N. (1941). Factors Influencing Moulting in The Crustacean, Crangon armillatus. The Biological Bulletin, 81(2), 215–220.
Inayatsyah, I., & Nasution, R. (2016). Efektivitas Induksi Reproduksi Macrobachium rosenbergi Betina dengan Kombinasi Ablasi Unilateral dan Suplementasi Vitamin E. Jurnal Perikanan Tropis, 3(1), 64–74.
Khalil, M., Ramadhani, I., & Ayuzar, E. (2018). Observasi aktivitas pengeraman telur dan
perkembangan larva lobster air tawar (Cherax quadricarinatus). Acta Aquatica: Aquatic Sciences Journal, 5, 45–51.
Komariyah, S., Haser, T. F., & Putriningtias, A. (2021). The Effectiveness of Maturation Stimulation Method on Fecundity and Egg Diameter of Freshwater Lobster (Cherax quadricarinatus). Jurnal Agroqua: Media Informasi Agronomi Dan Budidaya Perairan, 19(2), 328.
Lengka, K., Kolopita, M., & Asma, S. (2013). Teknik Budidaya Lobster (Cherax quadricarinatus) Air Tawar di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Tatelu. E-Journal Budidaya Perairan, 1(1), 15-21.
Mahendra, M., Damara, D., Nufus, M., & Putri, V. R. (2019). Giving Lemna Minor and Mud to the Growth of Tubifex sp. Budapest International Research in Exact Sciences (BirEx) Journal, 1(3), 23–27.
Mualim, A., Lestari, S., & Hanggita, S. (2013). Kandungan Gizi dan Karakteristik Mi Basah dengan Subtitusi Daging Keong Mas (Pomacea canaliculata). Fishtech, 2(1), 74–82.
Rihardi, I., Amir, S., & Abidin, Z. (2013). Pertumbuhan Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus) pada Pemberian Pakan dengan Frekuensi yang Berbeda. Jurnal Perikanan Unram, 1(2), 28–36.
Santoso, A., Yonvitner, & Akmal, S. G. (2021). Length based-spawning potential ratio (LB-SPR) model for estimating successful adaptation of invasive crayfish (Cherax quadricarinatus, Morten) in Java. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 674(1), 1–6.
Sidharta, V., Pinandoyo, & Agung Nugroho. (2018). Performa Kematangan Gonad, Fekunditas, dan Derajat Penetasan melalui Strategi Pemberian Pakan Alami yang Berbeda pada Calon Induk Lobster Air Tawar (Cherax quadricarinatus). Jurnal Sains Akuakultur, 2(2), 64–74.
Sinjal, H., Ibo, F., & Pangkey, H. (2014). Evaluasi Kombinasi Pakan Dan Estradiol-17β terhadap Pematangan Gonad dan Kualitas Telur Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal LPPM Bidang Sains Dan Teknologi, 1(1), 97–112.
Siswanto, Budisetyawati, & Ernawati, F. (2014). Peran Beberapa Zat Gizi Mikro dalam Sistem Imunitas. Gizi Indonesia, 36(1), 57–64.

© 2023 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY) license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).
J. Mar. Aquat. Sci. |Vol. 9, No. 1| 61-69 (2023)
Discussion and feedback