Journal of Marine and Aquatic Sciences 9(1), 82-95 (2023)

Perbandingan Beberapa Metode Klasifikasi Menggunakan Citra Landsat dan Sentinel Untuk Pemetaan Sebaran Mangrove Di Kawasan Ekowisata Mangrove PIK Jakarta Utara

Muhamad Alfiansyah a*, I Wayan Nuarsa a, Ida Bagus Mandhara Brasika a a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kampus UNUD Bukit Jimbaran, Bali 80361, Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-895-3209-84927

Alamat e-mail: mhmdalfiansyah21@gmail.com

Diterima (received) 26 Oktober 2021; disetujui (accepted) 9 Maret 2023; tersedia secara online (available online) 1 Juni 2023

Abstract

Mangroves are one of the coastal ecosystems that have many functions and have a very large role for living things associated with mangroves. One of the mangrove ecosystems in DKI Jakarta is in the Mangrove Ecotourism Area of the Sedyatmo Toll Road, North Jakarta. Remote sensing technology is the right method for mangrove monitoring activities that are efficient, effective and wide area coverage. Mangrove mapping is one of the remote sensing techniques to determine the distribution of mangroves in a region. This study aims to assess mangroves and compare the accuracy of the supervised classification method (Maximum Likelihood, Minimum Distance) and object based classification in the distribution of mangroves in the Mangrove Ecotourism Area of the Sedyatmo Toll Road using Landsat 8 and Sentinel-2A images. Comparison of the results of the supervised classification and object based classification of the two images to be tested for accuracy using a confusion matrix. The results showed that the mangroves were evenly distributed along the Sedyatmo toll road and its surroundings with an average mangrove area of >60 ha. In Landsat 8 imagery, the Overall Accuracy for the classification of Maximum Likelihood is 87,50%, Minimum Distance is 75,00% and object based classification is 89,83%. Sentinel-2A image classification results Overall Accuracy classification method Maximum Likelihood 89,83%, Minimum Distance 77,50%, and object-based classification 90,00%. The results of the Overall Accuracy show that object-based classification is better than the Maximum Likelihood and Minimum Distance classifications in mapping the distribution of mangroves on Landsat 8 and Sentinel-2A images.

Keywords: remote sensing; mangrove mapping; supervised classification; object based classification; North Jakarta

Abstrak

Mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang memiliki banyak fungsi dan memiliki peran yang sangat besar untuk makhluk hidup yang berasosiasi dengan mangrove. Salah satu ekosistem mangrove yang ada di DKI Jakarta berada di Kawasan Ekowisata Mangrove Tol Sedyatmo, Jakarta Utara. Teknologi penginderaan jauh merupakan metode yang tepat untuk kegiatan monitoring mangrove yang efisien, efektif serta cangkupan wilayah yang luas. Pemetaan mangrove merupakan salah satu teknik penginderaan jauh untuk memetakan sebaran mangrove di suatu wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan sebaran mangrove serta membandingkan akurasi metode klasifikasi terbimbing (Maximum Likelihood, Minimum Distance) dan klasifikasi berbasis objek dalam memetakan sebaran mangrove di Kawasan Ekowisata Mangrove Tol Sedyatmo menggunakan citra Landsat 8 dan Sentinel-2A. Perbandingan hasil klasifikasi metode klasifikasi terbimbing dan berbasis objek pada kedua citra akan diuji akurasi menggunakan confusion matrix. Hasil kualifikasi menunjukan bahwa mangrove tersebar secara merata disepanjang jalan tol sedyatmo dan sekitarnya dengan luas rata rata mangrove >60 Ha. Hasil klasifikasi citra landsat 8 menghasilkan Overall Accuracy metode klasifikasi Maximum Likelihood 87,50%, Minimum Distance 75,00%, dan klasifikasi berbasis objek 89,83%. Hasil

klasifikasi citra Sentinel-2A menghasilkan Overall Accuracy metode klasifikasi Maximum Likelihood 89,83%, Minimum Distance 77,50%, dan klasifikasi berbasis objek 90,00%. Hasil Overall Accuracy menunjukan klasifikasi berbasis objek lebih baik dari klasifikasi Maximum Likelihood dan Minimum Distance dalam memetakan sebaran mangrove baik pada citra Landsat 8 maupun citra Sentinel-2A.

Kata Kunci: pengindraan jauh; pemetaan mangrove; klasifikasi terbimbing; klasifikasi berbasis objek; Jakarta Utara

  • 1.    Pendahuluan

Mangrove merupakan ekosistem pesisir yang keberadaannya cukup penting untuk melindungi daerah pesisir dan memiliki banyak fungsi serta peran yang bersar untuk makhluk hidup yang berasosiasi dengan manrove termasuk biota laut dan masyarakat pesisir. Berdasarkan besar perannya terhadap ekosistem di sekitarnya, maka mangrove dinilai memiliki kemampuan dalam menopang dan menciptakan keseimbangan ekosistem perairan disekitarnya. Mangrove merupakan ekosistem pesisir yang paling banyak mendapatkan tekanan dan ancaman dari berbagai kegiatan (Murdiyarso et al., 2015). Salah satu ekosistem mangrove di DKI Jakarta berada di sepanjang pesisir utara jakarta, tersebar di kawasan hutan mangrove angke kapuk di pantai utara kota Jakarta dan sekitar kepulauan seribu. Salah satu hutan mangrove yang ada di Kawasan Hutan Angke Kapuk adalah Kawasan ekowisata mangrove Pantai Indah Kapuk yang berdekatan dengan jalan tol Sedyatmo.

Teknologi pengindraan jauh merupakan salah satu solusi dalam kegiatan pemetaan mangrove dengan cangkupan wilayah yang luas dengan menggunakan bantuan citra satelit sehingga lebih efektif dan efisien (Heumann, 2011). Citra satelit yang sering digunakan dalam pengindraan jauh adalah Citra Satelit Landsat dengan resolusi spasial 30 m. Penerapan citra satelit Landsat dengan resolusi spasial menengah sudah menjadi alternative bagi penelitian, salah satunya untuk pemetaan kawasan ekosistem mangrove dengan metode pengindraan jauh (Heumann, 2011). Penggunaan citra dengan rosolusi spasial tinggi dalam memetakan kondisi ekosistem mangrove dapat menghasilkan data yang lebih detail. Salah satu citra dengan resolusi spasial tinggi adalah Sentinel-2A yag merupakan citra dengan resolusi spasial 10 m. Sentinel-2 memiliki tingkat efisiensi dan efektifitas lebih baik dibandingkan Landsat 8 berdasakan ketersedian data citra lebih cepat, hemat biaya, akurasi lebih tinggi (Andiko dkk., 2019).

Berbagai metode klasifikasi citra untuk deteksi telah banyak dikembangkan dari data pengindraan jauh. Metode klasifikasi berbasis piksel sudah banyak diterapkan dalam deteksi pemetaan mangrove. klasifikasi terbimbing merupakan metode klasifikasi berbasis piksel (Karyono dkk., 2013). Metode klasifikasi terbimbing Maximum Likelihood paling sering diterapkan dalam pemetaan ekosistem mangrove (Kuenzer et al., 2011). Selain itu terdapat metode klasifikasi terbaimbing lain yaitu Minimum Distance yang bisa digunakan dalam pemetaan mangrove. Dalam pengindraan jauh juga terdapat metode klasifikasi lain yaitu metode klasifikasi berbasis objek (OBIA), dimana metode klasifikasi ini menggunakan proses segmentasi citra untuk klasifikasi (Srifitriani et al., 2019). Pendekatan klasifikasi berbasis objek memiliki potensi yang besar dalam mengekstraksi pemetaan mangrove dari citra satelit dan mengatasi kekurangan dari klasifikasi berbasis piksel yang memberikan hasil klasifikasi mengandung efek salt and paper (poligon kecil yang tidak beraturan) (Parsa, 2013). Perbedaan metode klasifikasi berbasis objek dan klasifikasi terbimbing terdapat pada proses analisis citra, dimana klasifikasi berbasis objek berupa citra objek atau segmen sedangkan klasifikasi terbimbing berupa piksel. Tingginya nilai akurasi klasifikasi berbasis objek bisa dijadikan sebagai alternatif dalam memetakan mangrove dan penutupan lahan (Alimudi dkk., 2017).

Metode klasifikasi yang berbeda akan menghasilkan tingkat ketelitian yang berbeda. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk memetakan mangrove di Kawasan ekowisata mangrove tol Sedyatmo Jakarta Utara dan mengetahui sebaran mangrove menggunakan teknologi penginderaan jauh menggunakan citra satelit Landsat resolusi menengah dan citra satelit Sentinel resolusi tinggi. Pada penelitian ini klasifikasi citra menggunakan 3 metode yaitu Maximum Likelihood Classification (MLC), Minimum Distance Classification (MDC) dan klasifikasi berbasis objek (OBIA).

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat ketelitian klasifikasi mangrove dengan metode klasifikasi Maximum Likelihood, Minimum Distance dan klasifikasi berbasis objek (OBIA) pada Citra Landsat 8 dan Citra Sentinel-2A. Penelitian ini juga memetakan sebaran mangrove di Kawasan Ekowisata Mangrove Tol Sedyatmo PIK Jakarta Utara menggunakan citra Landsat 8 dan Sentinel-2A dengan metode klasifikasi Maximum Likelihood, Minimum Distance dan klasifikasi berbasis objek (OBIA). Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan pengelolahan kawasan mangrove, dan juga sebagai refrensi untuk penelitian lebih lanjut di Kawasan Ekowisata Mangrove Tol Sedyatmo PIK Jakarta Utara.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1.    Waktu dan Tempat

Lokasi penelitian berada di Kawasan Ekowisata Mangrove Tol Sedyatmo Pantai Indah Kapuk (PIK), Kec Penjaringan, Jakarta Utara. Pengambilan data lapangan dilaksanakan pada bulan Januari 2021 sampai bulan Mei 2021. Pengolahan data dilaksanakan di Laboratorium Remote Sensing dan Gis, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian.

  • 2.2.    Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

  • a.    Laptop yang digunakan sebagai media pengolahan data.

  • b.    Software QGIS yang digunakan untuk mengolah data citra Landat 8 dan Sentinel-2A serta layout peta.

  • c.    Software eCognition yang digunakan untuk mengolah data citra Landat 8 dan Sentinel-2A berbasis objek.

  • d.    Microsoft Word dan Excel untuk Uji akurasi klasifikasi citra.

  • e.    GPS yang digunakan untuk menentukan koordinat geografis di lapangan.

  • f.    Citra Landsat 8 Level 2 terakuisisi 11 Mei 2021 dan Citra Sentinel-2A Level 1C terakuisisi 24 April

2021 sebagai data citra yang akan diolah.

  • 2.3.    Metode Penelitian

    • 2.3.1.    Pra Pengolahan Citra

Pra pengolahan citra dilakukan dengan Software QGIS 3.16 meliputi tiga tahapan yaitu koreksi atmosfer, pemotongan citra dan penyusunan citra komposit. Koreksi atmosfer yang dilakukan untuk mengoreksi nilai reflektan yang tidak sesuai karena adanya pengaruh gangguan dari awan dengan metode Dark Object Subtraction (DOS). Pemotongan citra dilakukan untuk membatasi area penelitian dan meringankan proses pada tahap pengolahan citra. Area penelitian pada penelitian ini adalah Kawasan Ekowisata Mangrove Tol Sedyatmo. Penyusunan citra komposit digunakan untuk mempermudah interpretasi pada citra, citra komposit menggunakan 3 kombinasi band yang diberi warna dasar merah, hijau dan biru. Pada landsat 8 digunakan RGB 564 yang merupakan false color composite (FCC) dari band red infrared yang bisa mempresentasikan mangrove dan bisa membuat mangrove terlihat berbeda dari objek di sekitarnya. Pada Sentinel-2A dibuat citra komposit band true colors dengan kombinasi RGB 432 yakni untuk mengidentifikasi objek hutan mangrove. Citra komposit ini akan menampilkan objek sebagaimana warna aslinya.

  • 2.3.2.    Pengolahan Citra

Tahap pengolahan citra meliputi pembuatan traning area, dan segmentasi citra. Pembuatan traning area bertujuan mengelompokan individu piksel menjadi kelompok piksel yang kemudian akan di analisis berdasarkan kemiripan nilai spektral. Training area adalah tahap mengidentifikasi atau penentuan area contoh, objek yang dipilih untuk mewakili setiap kelas berdasarkan data yang diperoleh di lapangan (Deswina dkk., 2018). Pemilihan training area dilakukan dengan cara turun langsung ke lapangan mencari koordinat setiap kelas yang ada di lapangan. Kelas yang ada di lapangan diantaranya mangrove, air, lahan terbangun, lahan kosong dan vegetasi lain. Pembuatan traning area dilakukan dengan cara membentuk poligon pada tiap kelas klasifikasi berdasarkan pada titik refrensi yang digunakan. Pembentukan poligon dimaksudkan untuk mengkasifikasikan titik refrensi masing masing kelas klasifikasi yang mewakili kelas tersebut agar bisa di klasifikasi berdasarkan tiap kelas yang ada. Pada proses pembentukan sampel poligon harus memilki jumlah minimal tiga poligon pada setiap kelas klasifikasi

Segmentasi citra merupakan langkah awal pada proses klasifikasi berbasis objek. Segmentasi citra digunakan untuk membuat setiap region atau wilayah. Segmentasi citra dengan algoritma segmentasi multiresolusi menggunakan tiga nilai parameter yaitu scale, bentuk, dan kekompakkan yang akan mempengaruhi jumlah, ukuran dan bentuk dari objek segmen citra yang dihasilkan untuk diklasifikasikan training sample nanti. Parameter scale yang akan digunakan ditentukan secara eksperimen oleh pengguna dengan cara melakukan segmentasi berulang untuk menemukan nilai parameter yang sesuai dengan segmen citra yang digunakan. Nilai parameter yang digunakan pada citra Landsat 8 yaitu scale 15, bentuk 0.1, dan kekompakkan 0.5. Sedangkan untuk Sentinel-2A yaitu scale 3, bentuk 0.5, dan kekompakkan 0.9.

  • 2.3.3.    Ground Check

Pengecekan lapangan dilakukan untuk mengecek kebenaran hasil analisis, pengamatan keadaan atau kondisi di lapanan secara nyata sebagai pelengkap informasi atau pembanding bagi analisis selanjutnya. Pengecekan dilapangan dilakukan dengan metode purposive sampling dan mengambil titik-titik koordinat dari kelas kelas lahan yang ada di lokasi. Pengambilan titik koordinat di lapangan sebanyak 400 titik yang akan digunakan untuk membangun traning area dan uji akurasi dengan perbandingan sebesar 60% untuk pembangunan traning area dan 40% untuk uji akurasi.

  • 2.3.4.    Uji Akurasi Citra

Tahapan uji akurasi citra dilakukan dengan Matriks kesalahan (confusion matrix) yang berfungsi untuk melihat penyimpangan klasifikasi berupa kelebihan piksel dari kelas yang lain atau

kekurangan piksel pada masing-masing kelas (Setyawan dkk., 2014). Tahapan uji akurasi klasifikasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara hasil klasifikasi citra dengan kondisi lapangan. Persentase ketepatan hasil klasifikasi tersebut dapat dilihat dari nilai akurasi pembuat (Producer accuracy), akurasi pengguna (User accuracy), dan akurasi keseluruhan (Overall Accuracy).

Akurasi ini dianalisis dengan menggunakan suatu matriks bujur sangkar (Nugroho dkk., 2019). Menurut Jaya dan Etyarsa, (2014), contoh perhitungan akurasi error matrix dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Contoh confusion matrix

Hasil Klasifikasi

Data Survei Lapangan

A

B

C

Jumlah

PA %

A

X11

X12

X13

X1+

X11/X+1

B

X21

X22

X23

X2+

X22/X+2

C

X31

X32

X33

X3+

X33/X+3

Jumlah

X+1

X+2

X+3

N

UA %

X11/X1+

X22/X2+

X33/X3+

OA %

(X11+X12+X13)/N

Producer’s accuracy (PA) merupakan kemungkinan seberapa besar suatu data lapangan di kelaskan dengan benar, rumus akurasi pembuat dapat dinyatakan pada persamaan berikut:

X

Pr oducer s accuracy = ^ × 100

(1)


User accuracy (UA) merupakan kemungkinan sebuah pixel dalam peta mewakili dengan benar kelas pada lapangan, rumus akurasi pengguna dapat dinyatakan pada persamaan berikut:

X

User accuracy = ^i × 100%

(2)


Omission error (OE) adalah kesalahan dari proses klasifikasi berupa kurangnya jumlah piksel suatu kategori, dikarenakan masuknya piksel-piksel kategori tersebut ke dalam kategori lain. kemungkinan membuang suatu daerah yang seharusnya termasuk ke dalam suatu kelas tertentu, rumus Omission error dapat dinyatakan pada persamaan berikut:

Omssion error = 100% Pr oducer accuracy

(3)


Comission error (CE) adalah sebuah kemungkinan memasukkan suatu daerah yang seharusnya dibuang dari suatu kelas tertentu, rumus comission error dapat dinyatakan pada persamaan berikut:

Comission error = 100% User accuracy

(4)


Overall Accuracy (OA) merupakan sebuah metode untuk uji akurasi keseluruhan kelas hasil klasifikasi, rumus akurasi total dapat dinyatakan pada persamaan berikut:

rX

Overall Accuracy =


"-l ×100

(5)


N

dimana N adalah Jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan; Xii adalah Nilai diagonal dari matriks kesalahan baris ke -i dan kolom ke-I; X=1 adalah Jumlah piksel dalam kolom ke-I; X1+ adalah Jumlah piksel dalam baris ke-I; dan r adalah Jumlah baris atau lajur pada matriks kesalahan (jumlah kelas).

Menurut Sutanto, (2013), tingkat ketelitian hasil klasifikasi penggunaan lahan dapat menggunakan parameter kesesuaian lahan >80% dan Jika nilai Overall Accuracy yang dihasilkan <80% akan dilakukan klasifikasi ulang kembali ke tahap penentuan kelas contoh / training area sebanyak 3x dan jika hasil masih <80% maka akan tetap dilanjutkan ke hasil dan pembahasan.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Citra Landsat

Proses klasifikasi pada citra Landsat 8 menggunakan metode klasifikasi terbimbing dengan algoritma (Maximum Likelihood, Minimum Distance) dan klasifikasi berbasis objek (OBIA). Metode klasifikasi Maximum Likelihood paling banyak digunakan karena memperhitungkan nilai statistik spektral terbanyak dalam proses klasifikasinya dan piksel yang dimasukkan mempunyai peluang paling tinggi terhadap kelas atau kategori tertentu pada training area.

Metode klasifikasi Minimum Distance membutuhkan nilai ambang sehingga apabila semua jarak yang dihitung tidak memenuhi nilai tersebut maka piksel yang dihitung dianggap tidak terklasifikasikan. Metode klasifikasi berbasis objek mempunyai parameter scale saat segmentasi yang berpengaruh pada jumlah objek yang dihasilkan dan ukuran objek. Ukuran objek dapat mengalami over segmentation (kelebihan objek) atau under segmentation (kekurangan objek). Hasil klasifikasi citra Landsat 8 menggunakan metode klasifikasi Maximum Likelihood, Minimum Distance dan OBIA disajikan pada Gambar 2, Gambar 3 dan Gambar 4.

Peta tematik hasil klasifikasi dengan metode Maximum Likelihood (Gambar 2), menunjukan bahwa kelas terluas adalah mangrove, yaitu 68.59 ha (46%), diikuti lahan terbangun 32.19 ha (21%), air 25.25 ha (17%), vegetasi lain 22.44 ha (15%) dan lahan kosong 2.16 ha (1%) (Tabel 2).

Sementara itu, pada peta tematik hasil klasifikasi dengan metode Minimum Distance (Gambar 3), diperoleh kelas terluas adalah mangrove dengan luas 65.6 ha (44%), diikuti lahan terbangun 31.5 ha (20%), air 23.38 ha (16%), vegetasi lain 27.17 ha (18%) dan lahan kosong 2.16 ha (2%) (Tabel 2)

Di lain pihak, pada peta tematik hasil klasifikasi berbasis objek (Gambar 4), kelas terluas juga ditunjukkan oleh mangrove dengan luas 63.34 ha (43%), diikuti lahan terbangun 32.3 ha (21%), air 26.58 ha (18%), vegetasi lain 24.9 ha (17%) dan lahan kosong 2.48 ha (1%) (Tabel 2)

Adapun rincian luasan setiap kelas hasil klasifikasi citra Landsat 8 berdasarkan hasil metode klasifikasi Maximum Likelihood, Minimum Distance, dan klasifikasi berbasis objek dapat dilihat pada Tabel 2.

Gambar 2. Peta tematik hasil klasifikasi Maximum Likelihood citra Landsat 8.

Gambar 3. Peta tematik hasil klasifikasi Minimum Distance citra Landsat 8.

Gambar 4. Peta tematik hasil klasifikasi Berbasis Objek citra Landsat 8.

Tabel 2 menunjukan kelas mangrove merupakan kelas dengan luas tertinggi untuk ketiga metode klasifikasi masing masing hasil klasifikasi dengan metode Maximum Likelihood luasmangrove, yaitu 68.59 ha (46%). Sementara hasil klasifikasi dengan metode Minimum Distance luas mangrove, yaitu 65.6 ha (44%). Selanjutnya hasil klasifikasi dengan metode klasifikasi berbasis objek luas mangrove, yaitu 63.34 ha (43%). Berdasarkan Tabel 2 dengan metode Maximum Likelihood, Minimum Distance, dan klasifikasi berbasis objek kelas mangrove merupakan kelas dominan dengan persentase luas > 43 %, sedangkan kelas lahan kosong merupakan kelas dengan persentase luas terendah yaitu < 2%.

Tabel 2. Luasan area setiap kelas hasil klasifikasi Maximum Likelihood, Minimum Distance, dan klasifikasi berbasis objek Citra Landsat 8.

Kelas

Maximum Likelihood

Minimum Distance

Klasifikasi berbasis objek

(ha)

(%)

(ha)

(%)

(ha)

(%)

Lahan Terbangun

32.19

21,00

31.5

20,00

32.3

21,00

Air

25.25

17,00

23.38

16,00

26.58

18,00

Mangrove

68.59

46,00

65.6

44,00

63.34

43,00

Vegetasi Lain

22.44

15,00

27.17

18,00

24.9

17,00

Lahan Kosong

2.16

1,00

2.95

2,00

2.48

1,00

Total

150.6

100

150.6

100

150.6

100

  • 3.2.    Citra Sentinel

Proses dan metode klasifikasi pada Citra Sentinel-2A adalah sama seperti yang diterapkan pada Citra Landsat 8. Pada klasifikasi berbasis objek Citra Sentinel-2A, nilai scale yang digunakan yaitu scale 3. Hasil klasifikasi Citra Sentinel-2A menggunakan metode klasifikasi Maximum Likelihood, Minimum Distance, dan klasifikasi berbasis objek dapat dilihat pada Gambar 5, Gambar 6 dan Gambar 7.

Gambar 5. Peta tematik hasil klasifikasi Maximum Likelihood citra Sentinel-2A.

Gambar 5 menunjukan hasil klasifikasi dengan metode Maximum Likelihood (Gambar 5), terlihat kelas terluas adalah mangrove, yaitu 68.5 ha (46%), diikuti lahan terbangun 33.1 ha (22%), air 25.7 ha (17%), vegetasi lain 21.4 ha (14%), dan lahan kosong 1.9 ha (1%) (Tabel 3).

Tabel 3. Luasan area setiap kelas hasil klasifikasi Maximum Likelihood, Minimum Distance, dan klasifikasi berbasis objek Citra Sentinel-2A.

Kelas

Maximum Likelihood

Minimum Distance

Klasifikasi berbasis objek

(ha)

(%)

(ha)

(%)

(ha)

(%)

Lahan Terbangun

33.1

22,00

29.7

20,00

35.3

23,00

Air

25.7

17,00

24.6

16,00

24.33

16,00

Mangrove

68.5

46,00

65.3

43,00

64.67

44,00

Vegetasi Lain

21.4

14,00

29.4

20,00

24.1

16,00

Lahan Kosong

1.9

1,00

1.6

1,00

2.2

1,00

Total

150.6

100

150.6

100

150.6

100

Gambar 6. Peta tematik hasil klasifikasi Minimum Distance citra Sentinel-2A

Gambar 7. Peta tematik hasil klasifikasi berbasis objek citra Sentinel-2A

Peta tematik hasil klasifikasi dengan metode Minimum Distance (Gambar 6), diperoleh kelas terluas adalah mangrove dengan luas 65.3 ha (43%), diikuti lahan terbangun 32.19 ha (20%), air 25.25 ha (16%), vegetasi lain 29.4 ha (20%) dan lahan kosong 1.6 ha (1%) (Tabel 3).

Sementara itu, pada peta tematik hasil klasifikasi dengan metode berbasis objek (Gambar 7), kelas terluas adalah juga ditunjukan oleh mangrove dengan luas 64.67 ha (44%), diikuti lahan terbangun 35.3 ha (23%), air 24.33 ha (16%), vegetasi lain 24.1 ha (16%) dan lahan kosong 2.2 ha (1%) (Tabel 3).

Adapun rincian luasan setiap kelas hasil klasifikasi Sentinel-2A berdasarkan hasil metode klasifikasi Maximum Likelihood, Minimum Distance, dan OBIA dapat dilihat pada Tabel 3.

Kelas mangrove merupakan kelas dengan luas dengan luas tertinggi untuk ketiga metode klasifikasi. Tabel 8 menunjukkan hasil klasifikasi dengan metode klasifikasi Maximum Likelihood luas mangrove, yaitu 68.5 ha (46%). Sementara hasil klasifikasi dengan metode Minimum Distance terlihat luas mangrove, yaitu 65.3 ha (43%). Selanjutnya hasil klasifikasi dengan metode klasifikasi berbasis objek luas mangrove yang didapat yaitu, 64.67 ha (44%). Berdasarkan pada Tabel 8 mangrove merupakan kelas dominan di ketiga metode klasifikasi dengan persentase luas > 43 %, sedangkan kelas lahan kosong merupakan kelas dengan persentase luas terendah yaitu < 1%.

  • 3.3.    Uji Akurasi Hasil Klasifikasi

Perhitungan uji akurasi hasil pemetaan citra klasifikasi dengan data hasil pengamatan di lapangan menggunakan 160 titik referensi. Data hasil klasifikasi dan uji medan disusun dalam satu matriks kesalahan atau confusion matrix. Parameter akurasi dan kesalahan yang dihitung meliputi User accuracy (UA), Producer accuracy (PA), Omission error (OE), commission error (CE), dan Overall Accuracy (OA). Producer accuracy (PA) menggambarkan ketepatan jangkauan daerah dari training area yang diambil dalam mewakili kelas tertentu. User accuracy (UA) menggambarkan ketepatan antara training area yang sudah diwakili oleh kelas tertentu dengan kelas yang dilapangan. Hasil perhitungan uji akurasi Citra Landsat 8 dapat dilihat pada Tabel 4, Tabel 5, dan Tabel 6.

Hasil Klasifikasi Citra landsat 8 (Tabel 4) dengan metode Maximum Likelihood menunjukan bahwa nilai UA tertinggi diperoleh pada lahan kosong, yaitu 100% dan terendah pada kelas lahan terbangun dan air, yaitu masing masing 80%. Hal ini menunjukan bahwa kelas lahan kosong terklasifikasi dengan baik. Berdasarkan nilai UA terkecil 80% maka CE yang didapatkan sebesar 20%. Sementara itu nilai PA tertinggi terdapat pada kelas lahan kosong dan lahan terbangun, yaitu 100% dan terendah kelas vegetasi lain, yaitu 72,00%. Nilai PA terendah pada kelas vegetasi lain menyebabkan OE tertinggi, yaitu 28,00%. Nilai akurasi keseluruhan (Overall Accuracy) klasifikasi Citra Landsat 8 dengan metode Maximum Likelihood adalah 87,50%.

Tabel 4. Matrix kesalahan metode klasifikasi Maximum Likelihood citra Landsat 8

Hasil Klasifikasi

LT

A

M

V

LK

Total

UA (%)

CE (%)

LT

32

1

5

2

0

40

80,00

20,00

A

0

24

3

3

0

30

80,00

20,00

M

0

2

56

I 2

0

60

93,33

6,67

V

0

2

0

18

0

20

90,00

10,00

LK

0

0

0

0

10

10

100

0

Total

32

29

64

25

10

160

PA (%)

100

82,76

87,5

72,00

100

OA (%)

87,50

OE (%)

0

17,24

12,5

28,00

0

Tabel 5. Matrix kesalahan metode klasifikasi Minimum Distance citra Landsat 8

Hasil Klasifikasi

LT

A

M

V

LK

Total

UA (%)

CE (%)

LT

29

0

10

0

1

40

72,50

27,50

A

1

20

6

3

0

30

66,67

33,33

M

3

1

50

6

0

60

83,33

16,67

V

0

3

2

15

0

20

75,00

25,00

LK

0

0

1

3

6

10

60,00

40,00

Total

33

24

69

27

7

160

PA (%)

87,88

83,33

72,46

55,56

85,71

OA (%)

75,00

OE (%)

12,12

16,67

27,54

44,44

14,29

Tabel 6. Matrix kesalahan metode klasifikasi berbasis objek citra Landsat 8

Hasil Klasifikasi

LT

A

M

V

LK

Total

UA (%)

CE (%)

LT

34

1

4

1

0

40

85,00

15,00

A

0

26

4

0

0

30

86,67

13,33

M

0

1

57

2

0

60

95,00

5,00

V

0

1

0

19

0

20

95,00

5,00

LK

0

0

3

0

7

10

70,00

30,00

Total

34

29

68

22

7

160

PA (%)

100

89,66

83,82

86,36

100

OA (%)

89,38

OE (%)

0

10,34

16,18

13,64

0

Keterangan: lahan terbangun (LT), air (A), mangrove (M), vegetasi lain (V) dan lahan kosong (LK).

Sementara itu, hasil klasifikasi dengan metode Minimum Distance (Tabel 5) diperoleh nilai UA tertinggi terlihat pada kelas mangrove, yaitu 95% dan terendah pada kelas lahan kosong, yaitu 70%. Hal ini menunjukan CE yang didapatkan lahan kosong sebesar 30%. Hasil nilai PA tertinggi terdapat pada kelas lahan terbangun, yaitu 87,88%. Nilai PA terendah pada kelas vegetasi lain, yaitu 55,56%. Nilai PA terendah pada kelas vegetasi lain menyebabkan OE sebesar 44,44%. Nilai Overall Accuracy klasifikasi Citra Landsat 8 dengan metode Minimum Distance adalah 75%.

Tabel 6 hasil klasifikasi dengan metode klasifikasi berbasis objek menunjukan nilai UA tertinggi diperoleh kelas mangrove dan vegetasi lain, yaitu masing masing 95,00% dan terendah kelas lahan kosong, yaitu 70,00%. Berdasarkan nilai UA terkecil maka CE yang didapatkan lahan kosong sebesar 30,00%. Nilai PA tertinggi terdapat pada kelas lahan terbangun dan lahan kosong, yaitu 100%. Nilai PA terendah pada kelas mangrove, yaitu 83,82%. Nilai Overall Accuracy klasifikasi Citra Landsat 8 dengan metode klasifikasi berbasis objek adalah 89,38%.

Hasil dari perhitungan uji akurasi Citra Sentinel-2A dapat dilihat pada Tabel 7, Tabel 8, dan Tabel 9. Hasil Klasifikasi Citra Sentinel-2A dengan metode Maximum Likelihood (Tabel 7) menunjukan bahwa nilai UA tertinggi diperoleh pada kelas mangrove dan vegetasi lain, yaitu masing masing 95% dan terendah pada kelas lahan kosong, yaitu 80%. Berdasarkan nilai UA terkecil 80% maka CE lahan

kosong yang didapatkan sebesar 20%. Sementara itu nilai PA tertinggi terdapat pada kelas lahan kosong, yaitu 100% dan terendah kelas mangrove, yaitu 85,07%. Nilai PA terendah pada kelas vegetasi lain menyebabkan OE tertinggi, yaitu 14,93%. Nilai akurasi keseluruhan (Overall Accuracy) klasifikasi citra Sentinel-2A dengan metode Maximum Likelihood adalah 89,38%.

Tabel 7. Matrix kesalahan metode klasifikasi Maximum Likelihood citra Sentinel-2A

Hasil Klasifikasi

LT

A

M

V

LK

Total

UA (%)

CE (%)

LT

34

1

5

0

0

40

85,00

15,00

A

1

25

3

1

0

30

83,33

16,67

M

0

1

57

2

0

60

95,00

5,00

V

0

1

0

19

0

20

95,00

5,00

LK

0

0

2

0

8

10

80,00

20,00

Total

35

28

67

22

8

160

PA (%)

97,14

89,29

85,07

86,36

100

OA (%)

89,38

OE (%)

2,86

10,71

14,93

13,64

0

Tabel 8. Matrix kesalahan metode klasifikasi Minimum Distance citra Sentinel-2A

Hasil Klasifikasi

LT

A

M

V

LK

Total

UA (%)

CE (%)

LT

28

1

11

0

0

40

70,00

30,00

A

2

22

4

2

0

30

73,33

26,67

M

4

2

49

5

0

60

81,67

18,33

V

0

2

0

18

0

20

90,00

10,00

LK

0

0

2

1

7

10

70,00

30,00

Total

34

27

66

26

7

160

PA (%)

82,35

81,48

74,24

69,23

100

OA (%)

77,50

OE (%)

17,65

18,52

25,76

30,77

0

Tabel 9. Matrix kesalahan metode klasifikasi berbasis objek citra Sentinel-2A

Hasil Klasifikasi

LT

A

M

V

LK

Total

UA (%)

CE (%)

LT

35

2

3

0

0

40

87,50

12,50

A

0

27

2

1

0

30

90,00

10,00

M

1

0

58

1

0

60

96,67

3,33

V

0

0

1

19

0

20

95,00

5,00

LK

2

0

2

0

5

10

50,00

50,00

Total

38

29

66

21

5

160

PA (%)

91,11

93,10

87,88

90,00

100

OA (%)

90,00

OE (%)

7,89

6,90

12,12

10,00

0

Keterangan: lahan terbangun (LT), air (A), mangrove (M), vegetasi lain (V) dan lahan kosong (LK).

Tabel 8 hasil klasifikasi dengan metode Minimum Distance diperoleh nilai UA tertinggi terlihat pada kelas vegetasi lain, yaitu 90% dan terendah pada kelas lahan terbangun dan lahan kosong, yaitu masing masing 70%. Hal ini menunjukan CE yang didapatkan lahan terbangun dan lahan kosong sebesar 30%. Hasil nilai PA tertinggi terdapat pada kelas lahan kosong, yaitu 100%. Nilai PA terendah pada kelas vegetasi lain, yaitu 69,23%. Nilai PA terendah pada kelas vegetasi lain menyebabkan OE sebesar 30,77%. Nilai Overall Accuracy klasifikasi Citra Sentinel-2A dengan metode Minimum Distance adalah 77,50%.

Sementara itu, hasil klasifikasi dengan metode klasifikasi berbasis objek (Tabel 9) menunjukan nilai UA tertinggi diperoleh kelas mangrove, yaitu 96,67% dan terendah kelas lahan kosong, yaitu

50,00%. Berdasarkan nilai UA terkecil maka CE yang didapatkan lahan kosong sebesar 50,00%. Nilai PA tertinggi terdapat pada kelas vegetasi lain dan lahan kosong, yaitu 100%. Nilai PA terendah pada kelas lahan terbangun, yaitu 87,88%. Nilai Overall Accuracy klasifikasi Citra Sentinel-2A dengan metode klasifikasi berbasis objek adalah 90,00%.

  • 3.4.    Perbandingan Hasil Klasifikasi

Hasil uji ketelitian klasifikasi Citra Landsat 8 d engan Overall Accuracy menunjukkan bahwa metode klasifikasi berbasis objek memberikan tingkat ketelitian terbesar, yaitu 89,50% diikuti oleh metode Maximum Likelihood sebesar 87,50% dan terkecil metode Minimum Distance sebesar 75,00% (Tabel 10). Sementara itu, pada Tabel 10, hasil perhitungan akurasi dari klasifikasi Citra Sentinel-2A terbesar juga ditunjukan metode klasifikasi berbasis objek, yaitu sebesar 90,00% diikuti oleh metode Maximum Likelihood sebesar 89,83% dan terkecil metode Minimum Distance sebesar 77,50%. Berdasarkan hasil pada Citra Landsat 8 dan Sentinel-2A metode klasifikasi berbasis objek merupakan metode terbaik dalam pemetaan sebaran mangrove di Kawasan Ekowisata Mangrove Tol Sedyatmo.

Tabel 10. Perbandingan hasil Overall Accuracy dengan metode klasifikasi Maximum Likelihood, Minimum Distance, dan klasifikasi berbasis objek

Metode Klasifikasi

Overall Accuracy (%)

Landsat 8

Sentinel-2A

Maximum Likelihood

87,50

89,83

Minimum Distance

75,00

77,50

Klasifikasi Berbasis Objek

89,83

90,00

Pada metode klasifikasi berbasis piksel (Maximum Likelihood dan Minimum Distance) analisis data pada proses pengolahannya akan mengelompokkan piksel berdasarkan dari kesamaan atau kemiripan spektral, sedangkan metode klasifikasi berbasis objek tidak hanya mempertimbangkan aspek spektral tetapi juga spasial objek sehingga hasil klasifikasinya lebih baik. Salah satu keunggulan dari metode klasifikasi berbasis objek adalah hasil (output) dari klasifikasinya tidak mengalami efek salt and paper tidak seperti hasil (output) klasifikasi berbasis piksel (Maximum Likelihood dan Minimum Distance) yang sering kali menghasilkan efek salt and paper (poligon kecil yang tidak beraturan).

Hasil klasifikasi dengan metode Maximum Likelihood pada Citra Landsat 8 (Tabel 4) terlihat lebih baik dalam mengklasifikasikan mangrove dan lahan terbangun dibandingkan dengan metode Minimum Distance. Pada Citra Landsat 8 (Tabel 4) hasil klasifikasi metode Maximum Likelihood mangrove diperoleh 56 titik yang benar terklasifikasikan dari 60 titik. Sedangkan pada hasil klasifikasi Citra Landsat 8 (Tabel 5) metode Minimum Distance mangrove diperoleh 50 titik yang benar terklasifikasikan dari 60 titik. Ketepatan metode klasifikasi Maximum Likelihood menyebabkan nilai Overall Accuracy lebih tinggi dan lebih baik dibandingkan metode Minimum Distance.

Hasil klasifikasi dengan metode Minimum Distance pada Citra Landsat 8 (Tabel 5) diperoleh hasil lebih banyak salah dalam mengklasifikasikan mangrove dan lahan terbangun dibandingkan dengan metode Maximum Likelihood dan klasifikasi berbasis objek. Pada Citra Landsat 8 (Tabel 5) hasil klasifikasi metode Minimum Distance mangrove diperoleh 10 titik yang salah terklasifikasikan dari 60 titik. Sedangkan hasil klasifikasi Citra Landsat 8 (Tabel 4) metode Maximum Likelihood mangrove diperoleh 4 titik yang salah terklasifikasikan dari 60 titik. Hal ini menyebabkan nilai Overall Accuracy dengan metode Minimum Distance lebih kecil dibandingkan metode Maximum Likelihood dan klasifikasi berbasis objek.

Pada hasil klasifikasi dengan metode berbasis objek pada Citra Landsat 8 (Tabel 6) terlihat lebih baik dalam mengklasifikasikan mangrove dan lahan terbangun dibandingkan dengan metode Minimum Distance dan Maximum Likelihood. Pada Citra Landsat 8 (Tabel 6) hasil klasifikasi metode berbasis objek mangrove diperoleh 57 titik yang benar terklasifikasikan dari 60 titik. Sedangkan pada

hasil klasifikasi Citra Landsat 8 (Tabel 5) metode Minimum Distance mangrove diperoleh 50 titik yang benar dan pada hasil klasifikasi Citra Landsat 8 (Tabel 4) metode Maximum Likelihood mangrove diperoleh 56 titik yang benar terklasifikasikan dari 60 titik. Ketepatan hasil klasifikasi berbasis objek dalam memetakan mangrove memberikan hasil nilai Overall Accuracy lebih tinggi dan lebih baik dibandingkan metode Maxmum likelihood dan Minimum Distance.

Menurut Sutanto, (2013), jika nilai Overall Accuracy >80% tingkat ketelitian hasil klasifikasi tersebut sudah terkategori baik dan sesuai. Maka hasil penelitian dapat digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya.

Penelitian dengan membandingkan klasifikasi terbimbing (piksel) dan klasifikasi berbasis objek juga pernah dilakukan oleh Maksum dkk. (2016), dalam memetakan tutupan lahan di wilayah kota Semarang, menggunakan data citra Landsat 8 dan Citra Quickbird. Dalam uji akurasi ini menggunakan 7 kelas tutupan lahan dengan hasil Overall Accuracy pada Citra Landsat 8 untuk metode klasifikasi berbasis objek 77.14% dan metode klasifikasi berbasis piksel 75.71%. sedangkan pada Citra Quickbird untuk metode klasifikasi berbasis objek 87.14% dan metode klasifikasi berbasis piksel 85.85%.

  • 4.    Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemetaan sebaran mangrove pada Citra Landsat 8 menunjukan luas mangrove yang terhitung dengan persentase luas tertinggi diperoleh metode Maximum Likelihood, yaitu 68.59 ha, sedangkan pada metode Minimum Distance dan klasifikasi berbasis objek terhitung masing masing 65.6 ha dan 63.34 ha. Sementara itu, hasil klasifikasi pada Citra Sentinel-2A juga menunjukan luas mangrove dengan persentase luas tertinggi diperoleh metode Maximum Likelihood, yaitu 68.50 ha, Sedangkan dengan metode Minimum Distance dan klasifikasi berbasis objek persentase luas mangrove yang terhitung masing masing 65.3 ha dan 64.67 ha.

Pada Citra Landsat 8 hasil klasifikasi dengan metode klasifikasi berbasis objek menunjukkan nilai Overall Accuracy terbesar, yaitu 89,83% diikuti metode Maximum Likelihood, yaitu 87,50%, dan terkecil metode Minimum Distance, yaitu 75,00%. Pada Citra Sentinel-2A juga menunjukkan nilai Overall Accuracy terbesar dengan metode klasifikasi berbasis objek, yaitu 90,00% diikuti metode Maximum Likelihood, yaitu 89,83% dan terkecil metode Minimum Distance, yaitu 77,50%. Hasil metode klasifikasi berbasis objek menunjukan tingkat ketelitian klasifikasi citra tertinggi baik menggunakan citra Landsat 8 maupun Sentinel-2A dengan perhitungan Overall Accuracy.

Adapun saran yang bisa diberikan penulis adalah perlu ketelitian dalam pembuatan training area untuk klasifikasi Maximum Likelihood dan Minimum Distance agar setiap kelas yang ada terklasifikasi dengan baik dan tidak terjadi kesalahan. Sedangkan untuk proses segmentasi dalam klasifikasi berbasis objek diperlukan banyak percobaan berulang yang dilakukan dalam menentukan nilai parameter yang dipakai agar jumlah dan ukuran objek yang akan digunakan dalam klasifikasi cukup dan tidak mengalami under segmentation atau over segmentation. Diperlukan lebih banyak penelitian dalam menggunakan klasifikasi berbasis objek agar klasifikasi ini lebih banyak dikenal oleh masyarakat.

Daftar Pustaka

Alimudi, S., Susilo, S. B., & Panjaitan, J. P. (2017). Deteksi Perubahan Luasan Mangrove

Menggunakan Citra Landsat Berdasarkan Metode Obia Di Teluk Valentine Pulau Buano. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, 8(2), 139-146.

Andiko, J. A., Duryat, D., & Darmawan, A. (2019). Efisiensi Penggunaan Citra Multisensor untuk Pemetaan Tutupan Lahan. Jurnal Sylva Lestari, 7(3), 342-349.

Deswina, D., Oktorini, Y., & Jhonnerie, R. (2018). Klasifikasi terbimbing berbasis objek menggunakan algoritma nearest neighbor untuk pemetaan mangrove di Sungai Kembung, Pulau Bengkalis. Maspari Journal: Marine Science Research, 10(2), 185-198.

Heumann, B. W. (2011). Satellite remote sensing of mangrove forests: Recent advances and future opportunities. Progress in Physical Geography, 35(1), 87-108.

Jaya, I. N. S., & Etyarsah, S. (2014). Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jauh untuk Pengelolaan Sumber Daya Alam. (Vol. 1). Bogor, Indonesia: PT Penerbit IPB Press.

Karyono, A., Pribadi, R., & Helmi, M. (2013). Analisis perubahan luas mangrove berdasarkan citra satelit IKONOS tahun 2004 dan 2010 di kecamatan Mlonggo, Tahunan dan Kedung kabupaten Jepara Jawa Tengah. Journal of Marine Research, 2(3), 129-137.

Kuenzer, C., Bluemel, A., Gebhardt, S., Quoc, T. V., & Dech, S. (2011). Remote sensing of mangrove ecosystems: A review. Remote Sensing, 3(5), 878-928.

Maksum, Z. U., Prasetyo, Y., & Haniah, H. (2016). Perbandingan Klasifikasi Tutupan Lahan Menggunakan Metode Klasifikasi Berbasis Objek Dan Klasifikasi Berbasis Piksel Pada Citra Resolusi Tinggi Dan Menengah. Jurnal Geodesi Undip, 5(2), 97-107.

Murdiyarso, D., Purbopuspito, J., Kauffman, J. B., Warren, M. W., Sasmito, S. D., Donato, D. C., Manuri, S., Krisnawati, H., Taberima, S., & Kurnianto, S. (2015). The potential of Indonesian mangrove forests for global climate change mitigation. Nature Climate Change, 5(12), 1089-1092.

Nugroho, U. C., Kushardono, D., & Dewi, E. K. (2019). Identifikasi Kawasan Pertambangan Timah Menggunakan Data Satelit Sentinel–1 dengan Metode Object Based Image Analysis (OBIA). Jurnal Ilmu Lingkungan, 17(1), 140-148.

Parsa, I. M. (2013). Optimalisasi parameter segmentasi untuk pemetaan lahan sawah menggunakan citra satelit landsat (studi kasus Padang Pariaman, Sumatera Barat dan Tanggamus, Lampung) (parameter optimization of segmentation for wetland mapping using landsat satellite image (case study Padang Priaman-West Sumatra, and Tanggamus-Lampung). Jurnal Penginderaan Jauh, 10(1), 29-40.

Srifitriani, A., Supriyono, S., & Parwito, P. (2019). Study of Model Object-Based Image Analysis (OBIA) For Data Interpretation Based Mangrove Vegetation Landsat 8 Operational Land Imager on the West Coast City of Bengkulu. Sumatra Journal of Disaster, Geography and Geography Education, 3(2), 77-84.

Setyawan, R. E., Puspaningsih, N., & Saleh, M. B. (2014). Klasifikasi Penutupan Lahan Hutan Mangrove di Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur, Dengan Citra Terrasar-X High Resolution. In Prosiding Seminar Nasional Penginderaan Jauh 2014. Bogor, Indonesia, 21 April 2014 (pp. 129-140).

Sutanto. (2013). Metode Penelitian Penginderaan Jauh. Yogyakarta, Indonesia: Badan Penerbit Fakultas Geografi (BPFG) Universitas Gajah Mada.


© 2023 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY) license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).

J. Mar. Aquat. Sci. |Vol. 9, No. 1| 82-95 (2023)