Journal of Marine and Aquatic Sciences 9(1), 70-81 (2023)

Deteksi Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Satelit Sentinel-2 di Kabupaten Klungkung, Bali

Jesikapna Callia Br Guru Singa a*, I Wayan Nuarsa a, I Gusti Ngurah Putra Dirgayusa a

a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kampus UNUD Bukit Jimbaran, Bali 80361, Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-858-2934-7683 Alamat e-mail: jesikapnacallia@gmail.com

Diterima (received) 5 Agustus 2021; disetujui (accepted) 3 Maret 2023; tersedia secara online (available online) 1 Juni 2023

Abstract

Coastline changes are a process that occurs continuously due to movement of sediments, ocean currents, waves, and land use. The impact of this process can be in the form of abrasion and accresion. Due to the huge waves on the south coast, the beaches along the Klungkung Regency are often experience abrasion and accresion. Detection of coastline can use remote sensing methods. This study uses Sentinel-2 satellite images with a spatial resolution of 10 ms to extract the coasline of Klungkung Regency in 2015 and 2020. The coastline extraction method used is the threshold value and band ratio approach. In this study, the digital coastline analysis system (DSAS) toolbox was used for coastline change analysis. The analysis result of coastline change in Klungkung Regency in 2015 and 2020 shows that Gunaksa Village experienced the highest abrasion of 108,6 meters, while Negari Village experienced the highest accrestion of 46,98 meters. The highest rate of coastline change in Klungkung Regency is the abrasion range from 0,058 m/year to 1,846 m/year, while those accretion range from 0,055 m/year to 1,084 m/year.

Keywords: coastline change; Klungkung Regency; remote sensing; sentinel-2.

Abstrak

Perubahan garis pantai merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dikarenakan pergerakan sedimen, arus, gelombang dan penggunaan lahan. Dampak yang terjadi dapat berupa abrasi dan akresi. Pantai di sepanjang Kabupaten Klungkung sering mengalami abrasi maupun akresi yang disebabkan karena tingginya gelombang pantai selatan. Deteksi garis pantai dapat menggunakan metode penginderaan jauh. Pada penelitian ini menggunakan citra satelit Sentinel-2 dengan resolusi spasial 10 m untuk mengekstraksi garis pantai Klungkung tahun 2015 dan 2020. Metode ekstraksi garis pantai yang digunakan adalah pendekatan nilai ambang batas (threshold) dan rasio band (band ratio). Dalam menganalisis perubahan garis pantai, penelitian ini menggunakan toolbox Digital Shoreline Analysis System (DSAS). Hasil analisis perubahan garis pantai di Kabupaten Klungkung pada tahun 2015 hingga 2020 menunjukkan bahwa Desa Gunaksa mengalami abrasi tertinggi yaitu mencapai 108,6 m sedangkan Desa Negari mengalami Akresi tertinggi yaitu mencapai 46,98 m. Laju perubahan garis pantai di Kabupaten Klungkung yang bersifat abrasi berkisar 0,058 m/th hingga 1,846 m/th, sedangkan yang bersifat akresi berkisar 0,055 m/th hingga 1,084 m/th.

Kata Kunci: Kata Kunci: perubahan garis pantai; Kabupaten Klungkung; penginderaan jauh; sentinel-2.

  • 1.    Pendahuluan

Pantai memiliki sifat yang terus menerus melakukan penyesuaian menuju keseimbangan alami terhadap dampak yang terjadi sehingga sangat mempengaruhi perubahan pada garis pantainya (Mills et al., 2005; Darmiati, 2020). Perubahan garis pantai terjadi dalam 2 peristiwa yaitu abrasi yang

merupakan pengurangan garis pantai (Lantuit et al., 2010), sedangkan akresi merupakan perubahan garis pantai ke arah laut lepas yang diakibatkan oleh proses sedimentasi (Istiqomah dkk., 2016).

Kabupaten Klungkung memiliki panjang pantai sejauh 90 km yang terdiri atas 20 km berada di Klungkung daratan dan 70 km berada di Klungkung kepulauan. Pantai di sepanjang Kabupaten Klungkung diperkirakan mengalami proses abrasi ataupun akresi, hal ini diakibatkan oleh tingginya gelombang pantai selatan (Arthayasa, 2014). Dalam mendeteksi garis pantai, metode yang dapat digunakan adalah one line model, penginderaan jauh, dan menggunakan perangkat lunak tertentu (Nugraha dkk., 2017). Menurut Malenovský et al. (2012), dan Hedley et al. (2012), penggunaan citra satelit Sentinel-2 dalam mendeteksi perubahan garis pantai telah menunjukkan hasil yang memuaskan.

Penelitian perubahan garis pantai di sepanjang pantai Kabupaten Klungkung daratan sebelumnya telah dilakukan oleh Nugraha dkk. (2017), dimana dalam hasil penelitian tersebut ditemukan bahwa perubahan garis pantai di Kawasan Pesisir Klungkung akibat abrasi diantara -8,8795 hingga -0,8833 m/tahun sedangkan akresi yang terjadi diantara 0,06337 hingga 2,6875 m/tahun. penelitian tersebut menggunakan citra Landsat pada tahun 1995, 2005, dan 2015. Dalam penelitian Artama, dkk. (2019), perubahan garis pantai di Kawasan Pesisir Klungkung akibat abrasi yaitu mencapai 168.142,05 m2 dimana laju abrasi tertinggi terdapat di Desa Jumpai, sedangkan akresi yang terjadi mencapai 207.531,2 m2 dimana laju akresi tertinggi terdapat pada Desa Gunaksa. Penelitian tersebut menggunakan Synthetic Aperture Radar (SAR) pada tahun 2007 dan 2018.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan garis pantai dan laju perubahannya di pesisir pantai Kabupaten Klungkung pada tahun 2015 hingga 2020 menggunakan Citra Satelit Sentinel-2.

  • 2.    Metode Penelitian
    • 2.1.    Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2021 hingga Juni 2021 di sepanjang garis pantai Kabupaten Klungkung Bali (Gambar 1) dan diolah di Laboratorium Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian.

  • 2.2.    Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

  • a.    Komputer yang digunakan sebagai media pengolahan data.

  • b.    Software QGIS yang digunakan dalam pengolahan citra dan layout peta.

  • c.    Digital Shoreline Analysis System (DSAS) Versi 4.3 yang digunakan untuk menghitung laju perubahan garis pantai.

  • d.    Citra satelit Sentinel-2 Level 1C yang terakusisi tanggal 30 November 2015 dengan elevasi pasut saat perekaman citra pukul 10:29 WITA yaitu 2 m dan citra yang terakusisi tanggal 18 November 2020 dengan elevasi pasut saat perekaman citra pukul 10:34 WITA yaitu 1,8 m.

  • 2.3.    Metode Penelitian

    • 2.3.1.    Pra Pengolahan Citra

Pra pengolahan citra merupakan tahap awal yang dilakukan sebelum citra masuk ke dalam tahap pengolahan citra. Pra pengolahan citra dilakukan pada Software QGIS versi 3.12 meliputi dua tahapan yaitu koreksi atmosfer dan pemotongan citra. Koreksi atmosfer dilakukan untuk mengoreksi nilai reflektan yang tidak sesuai karena adanya pengaruh gangguan dari awan, hamburan dan pantulan atmosfer. Sedangkan pemotongan citra dilakukan untuk membatasi daerah penelitian.

  • 2.3.2.    Pengolahan Citra

Tahap pengolahan citra dilakukan sesudah pra pengolahan yang meliputi threshold, band ratio, kombinasi pendekatan threshold dengan band ratio, ekstraksi garis pantai dan overlay. Pendekatan threshold dilakukan untuk memisahkan antara daratan dengan lautan pada daerah berpasir menggunakan nilai ambang batas gelombang inframerah dan pada sentinel 2 saluran inframerah adalah pada band 11 (SWIR-1). Selanjutnya tahap band ratio dilakukan untuk menyempurnakan pendekatan threshold yaitu memisahkan daratan dan lautan yang berlumpur dan bervegetasi. Pendekatan ini menggunakan band hijau (b3) yang dibandingkan dengan band inframerah dekat (b8). Hasil dari kedua pendekatan dikombinasikan dengan operasi perkalian untuk mendapatkan citra biner keduanya. Ekstraksi garis pantai menggunakan perbandingan 2 band pada band hijau dan inframerah dekat memiliki hasil ekstraksi yang terbaik (Winarso dkk., 2001). Hasil dari kedua pendekatan tersebut akan menghasilkan citra biner dari keduanya dan kemudian dikombinasikan. Setelah keduanya dikombinasikan, citra yang masih memiliki struktur raster dikonversi ke dalam bentuk vektor shp. Hasil konversi dalam bentuk vektor tersebut kemudian diubah tipe data grafisnya menjadi bentuk line untuk mendapatkan garis pantai. Garis pantai tersebut kemudian ditumpang susunkan dengan citra (overlay) untuk mempermudah dalam menganalisis perubahan garis pantainya yang dihitung dengan toolbox Digital Shoreline Analysis System (DSAS) versi 4.3.

  • 2.3.3.    Koreksi Pasang Surut

Menurut Aryastana, dkk. (2016), Perubahan garis pantai sangatlah dipengaruhi oleh pasang surut. Maka, perlu dilakukan koreksi mengingat waktu perekaman citra satelit yang tidak bersamaan dengan waktu pasang tertinggi.

Koreksi ini menggunakan data pasang surut stasiun Benoa. Penelitian ini menggunakan data perbandingan kemiringan pantai berdasarkan teori segitiga dengan persamaan berikut.

Y = Tk---Tx .tanθ

I Tb )

(1)


dimana Y adalah koreksi garis (m); Tk adalah HWL Kawasan (m); Tb adalah HWL stasiun Benoa (m); Tx adalah tinggi pasang surut gelombang (m); dan tanθ adalah perbandingn slope (kemiringan lahan) di wilayah pesisir.

Data HWL Kabupaten Klungkung, HWL Benoa dan perbandingan slope diperoleh dari Balai Wilayah Sungai Bali Penida (BWS-BP).

Gambar 2. Peta pembagian slope di Pulau Bali (BWS-BP, 2015).


  • 2.4.    Perhitungan Laju Perubahan Garis Pantai

Perhitungan laju perubahan garis pantai dilakukan saat ekstraksi garis pantainya didapatkan. Tahap ini menggunakan bantuan toolbox DSAS (Digital Shoreline Analysis System) 4.3. Nilai statistik yang digunakan adalah Net Shoreline Movement (NSM) dan End Point Rate (EPR) (Gambar 3 dan Gambar 4). NSM menunjukkan jarak antara garis pantai waktu yang terlama dengan waktu termuda, sedangkan EPR menunjukkan laju perubahan garis pantai terlama dengan waktu termuda.

Gambar 3. Net Shoreline Movement (NSM).


Gambar 4. End Point Rate (EPR).


Menurut Kasim (2010), Statistik end point rate (EPR) dalam perhitungan laju perubahan garis pantai dapat dibuatkan algoritma yaitu:

Vc =


L

ae

y n ae


Y-1


(2)


dimana Vc adalah rata-rata kecepatan perubahan maju/mundur garis pantai; Lae adalah Panjang keseluruhan single transect; Nae adalah jumlah keseluruhan transek; dan Y adalah rentang waktu ekstraksi garis pantai 2015 sampai 2020.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan
    • 3.1.    Ekstraksi Garis Pantai

Berdasarkan hasil pengolahan, didapatkanlah ekstraksi garis pantai berupa line. Garis pantai tiap tahunnya ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Garis Pantai tahun 2015 (a) dan 2020 (b).

  • 3.2.    Koreksi Pasut

Deteksi garis pantai menggunakan citra satelit sangat dipengaruhi oleh pasang surut, maka perlu dilakukannya koreksi terhadap pasang surut (Tabel 1, Tabel 2, dan Tabel 3) mengingat pula waktu perekaman citra yang tidak bersamaan dengan pasang tertinggi.

Tabel 1. Daftar pembagian slope dan nilai HWL tiap ruas di Kabupaten Klungkung

Nomor Ruas

Kabupaten

Slope

HWL (m)

20

Klungkung

1 : 15

2,4

21

Klungkung

1 : 16

2,4

22

Klungkung

1 : 7

2,4

23

Klungkung

1 : 7

2,4

Tabel 2. Koreksi garis pantai citra tahun 2015

Ruas

HWL kawasan (m)

HWL Benoa (m)

Pasut (m)

Slope

Koreksi (m)

20

2,4

2,6

1,8

15

5,744

21

2,4

2,6

1,8

16

5,536

22

2,4

2,6

1,8

7

9,529

23

2,4

2,6

1,8

7

9,529

Tabel 3. Koreksi garis pantai citra tahun 2020

Ruas

HWL kawasan (m)

HWL Benoa (m)

Pasut (m)

Slope

Koreksi (m)

20

2,4

2,6

2

15

6,507

21

2,4

2,6

2

16

6,251

22

2,4

2,6

2

7

11,155

23

2,4

2,6

2

7

11,155

  • 3.3.    Perhitungan Laju Perubahan Garis Pantai

Garis pantai hasil ekstraksi dihitung menggunakan transek yang dibuat dengan DSAS, transek tersebut akan mengikuti pola garis pantainya. Transek yang dibuat memiliki jarak antar transek 50

m dan panjang 300 m. Jarak antar transek diharapkan dapat mewakili tiap pantai di setiap desa, sedangkan panjang transek 300 m dibuat agar transek mencakup seluruh garis pantai sehingga perhitungan jarak antar garis pantai dapat dilakukan.

Hasil tumpang susun (overlay) garis pantai menunjukkan bahwa Kabupaten Klungkung mengalami abrasi dan juga akresi pada tahun 2015 hingga 2020. Perubahan yang mendominasi bersifat abrasi ditunjukkan oleh warna merah pada Gambar 6. Perhitungan perubahan garis pantai dan laju perubahan garis pantai di sepanjang pantai Kabupaten Klungkung dihitung berdasarkan desa.

Gambar 6. Hasil overlay garis pantai 2015 dan 2020.

  • 3.3.1.    Desa Negari

Perubahan garis pantai di Desa Negari dihitung dengan menggunakan 14 transek. Pola perubahan garis pantai didominasi akresi dengan nilai tertinggi pada transek ke-10 dengan nilai 46,98 m, sedangkan tingkat erosi tertinggi terdapat pada transek pertama dengan nilai 5.52 m. Laju perubahan garis pantai berdasarkan grafik dibawah di Desa Negari adalah 1,0847 m/tahun bersifat akresi (Gambar 7).

Gambar 7. Grafik perubahan Garis Pantai di Desa Negari.

  • 3.3.2.    Desa Takmung

Perubahan garis pantai di Desa Takmung dihitung dengan menggunakan 29 transek. Pola perubahan garis pantai didominasi oleh erosi dimana tingkat erosi dengan nilai tertinggi 33.21 m pada transek ke-18, sedangkan tingkat akresi tertinggi terdapat pada transek ke-25 dengan nilai 14.47 m. Laju perubahan garis pantai berdasarkan grafik dibawah di Desa Takmung adalah 0.5766 m/tahun bersifat erosi (Gambar 8).

Desa Takmung

Gambar 8. Grafik perubahan Garis Pantai di Desa Takmung.

  • 3.3.3.    Desa Satra

Perubahan garis pantai di Desa Satra dihitung dengan menggunakan 6 transek. Transek perhitungannya menunjukkan bahwa Desa Satra hanya mengalami erosi dengan tingkat erosi tertinggi berada di transek ke-5 dengan nilai 17,79 m. Berdasarkan grafik dibawah, laju perubahan garis pantai di Desa Satra adalah 0,6056 m/tahun bersifat erosi (Gambar 9).

Gambar 9. Grafik perubahan Garis Pantai di Desa Satra.

  • 3.3.4.    Desa Tojan

Perubahan garis pantai di Desa Tojan dihitung dengan menggunakan 18 transek. Transek perhitungannya menunjukkan bahwa Desa Tojan hanya mengalami erosi dengan tingkat erosi tertinggi berada di transek ke-2 dengan nilai 32,75 m. Berdasarkan grafik dibawah, laju perubahan garis pantai di Desa Tojan adalah 0,8416 m/tahun bersifat erosi (Gambar 10).

Gambar 10. Grafik perubahan Garis Pantai di Desa Tojan.

  • 3.3.5.    Desa Gelgel

Perubahan garis pantai di Desa Gelgel dihitung dengan menggunakan 25 transek. Pola perubahan garis pantai menunjukkan tingkat akresi lebih mendominan dengan nilai tertinggi adalah 18,94 m pada transek ke-17, sedangkan tingkat erosi tertinggi terdapat pada transek pertama dengan nilai 10,92 m. Laju perubahan garis pantai berdasarkan grafik dibawah di Desa Gelgel adalah 0,2816 m/tahun bersifat akresi (Gambar 11).

Gambar 11. Grafik perubahan Garis Pantai di Desa Gelgel.

  • 3.3.6.    Desa Jumpai

Perubahan garis pantai di Desa Jumpai dihitung dengan menggunakan 38 transek. Pola perubahan garis pantai menunjukkan akresi yang lebih dominan dimana nilai tertinggi adalah 46,76 m pada transek ke-9, sedangkan tingkat erosi tertinggi bernilai 16,43 pada transek ke-33. Laju perubahan garis pantai di Desa Jumpai adalah 0,4968 m/tahun bersifat akresi (Gambar 12).

Gambar 12. Grafik perubahan Garis Pantai di Desa Jumpai.

  • 3.3.7.    Desa Tangkas

Perubahan garis pantai di Desa Tangkas dihitung dengan menggunakan 5 transek. Pola perubahan garis pantai didominasi erosi dengan nilai tertinggi 3,92 m pada transek pertama, sedangkan tingkat akresi tertinggi bernilai 7,19 m pada transek ke-3. Laju perubahan garis pantai di Desa Tangkas adalah 0,058 m/tahun bersifat erosi (Gambar 13).

Desa Tangkas

Gambar 13. Grafik perubahan Garis Pantai di Desa Tangkas.

  • 3.3.8.    Desa Gunaksa

Perubahan garis pantai di Desa Gunaksa dihitung dengan menggunakan 19 transek. Pola perubahan pada Desa Gunaksa hanya bersifat erosi dengan nilai tertinggi yaitu 108,6 m pada transek ke-7. Laju perubahan garis pantai di Desa Gunaksa adalah 1.8461 m/tahun bersifat erosi (Gambar 14).

Desa Gunaksa

JumIahTransek


Gambar 14. Grafik perubahan Garis Pantai di Desa Gunaksa.

  • 3.3.9.    Desa Kusamba

Perubahan garis pantai di Desa Kusamba dihitung dengan menggunakan 49 transek. Pola perubahannya menunjukkan kalau Desa Kusamba tidak didominasi oleh akresi maupun erosi. Dapat dilihat pada grafik dimana di transek ke-1 hingga ke-25 mengalami erosi sedangkan di transek ke-26 hingga ke-49 mengalami akresi. Dengan nilai erosi tertinggi yaitu 78,9 m pada transek ke-2, sedangkan tingkat akresi tertinggi yaitu 32,76 m pada transek ke-44. Berdasarkan grafik perubahannya, laju perubahan garis pantai di Desa Kusamba adalah 0,7019 m/tahun bersifat erosi (Gambar 15).

Gambar 15. Grafik perubahan Garis Pantai di Desa Kusamba.



  • 3.3.10.    Kampung Islam Kusamba

Perubahan garis pantai di Kampung Islam Kusamba dihitung dengan menggunakan 9 transek. Pola perubahan di Kampung Islam Kusamba menunjukkan adanya akresi yang dominan dengan nilai tertinggi yaitu 6,33 m pada transek ke-7, sedangkan tingkat erosi tertinggi bernilai 6,32 pada transek ke-9. Berdasarkan grafik perubahannya, laju perubahan garis pantai di Kampung Islam Kusamba adalah 0,0551 m/tahun bersifat akresi (Gambar 16).

  • 3.3.11.    Desa Pesinggahan

Perubahan garis pantai di Desa Pesinggahan dihitung dengan menggunakan 47 transek. Pola perubahannya menunjukkan bahwa Desa Pesinggahan hanya mengalami akresi. Dimana tingkat

akresi tertinggi terdapat pada transek ke-1 dengan nilai 24,01 m. Laju perubahan garis pantai di Desa Pesinggahan adalah 0,5196 m/tahun bersifat akresi (Gambar 17).

Gambar 16. Grafik perubahan Garis Pantai di Kampung Islam Kusamba.


Gambar 17. Grafik perubahan Garis Pantai di Desa Pesinggahan.


  • 3.3.12.    Laju Perubahan Garis Pantai

Laju perubahan garis pantai di Kabupaten Klungkung dapat ditunjukkan pada gambar. Berdasarkan grafik tersebut, terdapat 6 Desa yang mengalami abrasi diantaranya Desa Takmung, Desa Satra, Desa Tojan, Desa Tangkas, Desa Gunaksa, dan Desa Kusamba dimana laju abrasi tertinggi terdapat pada Desa Gunaksa yang mencapai 1,846 m/th. Untuk desa-desa yang mengalami akresi terdapat pada 5 desa diantaranya Desa Negari, Desa Gelgel, Desa Jumpai, Kampung Islam Kusamba, dan Desa Pesinggahan dimana laju akresi tertinggi terdapat pada Desa Negari mencapai 1,084 m/th (Gambar 18).

Laju Perubahan Garis Pantai

Takmung

Satra

Tojan

Gelge

Jumpai

Tangkas

Gunaksa

Kusamba

■ Kl Kusamba

Pesinggahan


Negari


Gambar 18. Grafik laju perubahan Garis Pantai di Kabupaten Klungkung.

  • 4.    Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh dapat disimpulkan bahwa Perubahan garis pantai di sepanjang pantai Kabupaten Klungkung dari tahun 2015 hingga 2020 menunjukkan adanya abrasi atau akresi yang terjadi di tiap desanya. Dampak abrasi tertinggi terjadi pada Desa Gunaksa dengan panjang hingga 108,6 m, sedangkan dampak akresi tertinggi terjadi pada Desa Negari dengan panjang hingga 46,98 m. Laju perubahan garis pantai di Kabupaten Klungkung yang bersifat abrasi berkisar 0,058 m/th hingga 1,846 m/th, sedangkan yang bersifat akresi berkisar 0,055 m/th hingga 1,084 m/th.

Berdasarkan penelitian ini penulis mengalami beberapa kendala dalam koreksi pasang surut. Maka dari itu saran yang dapat diberikan adalah perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai koreksi pasang surut terhadap garis pantai agar menghasilkan hasil koreksi yang lebih valid.

Ucapan terimakasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini khususnya dalam pengambilan data lapangan dan kepada pihak BWS-BP yang telah memenuhi kebutuhan bahan dalam penelitian ini.

Daftar Pustaka

Artama, K. D., Karang, I. W. G. A., & Putra, I. N. G. (2019). Deteksi Perubahan Garis Pantai Menggunakan Citra Synthetic Aperture Radar (SAR) di Pesisir Tenggara Bali (Kabupaten Gianyar dan Klungkung). Journal of Marine and Aquatic Sciences, 5(2), 278-288.

Arthayasa,    P.     (2014).    Pantai    Selatan    Klungkung    Alami    Abrasi.    [online]

(http://bali.antaranews.com/berita/64805/pantai-selatan-klungkung-alami-abrasi.) [diakses: 26 September 2020].

Aryastana, P., Eryani, I. G. A. P., & Candrayana, K. W. (2016). Perubahan garis pantai dengan citra satelit di Kabupaten Gianyar. PADURAKSA: Jurnal Teknik Sipil Universitas Warmadewa, 5(2), 7081.

BWS-BP. (2015). Studi Updating Abrasi Pantai Provinsi Bali. Denpasar, Indonesia: Balai Wilayah Sungai Bali Penida.

Hedley, J., Roelfsema, C., Koetz, B., & Phinn, S. (2012). Capability of the Sentinel 2 mission for tropical coral reef mapping and coral bleaching detection. Remote Sensing of Environment, 120, 145-155.

Istiqomah, F., Sasmito, B., & Amarrohman, F. J. (2016). Pemantauan Perubahan Garis Pantai Menggunakan Aplikasi Digital Shoreline Analysis System (DSAS) Studi Kasus: Pesisir Kabupaten Demak. Jurnal Geodesi UNDIP Semarang, 5(1),78-89.

Kasim, F. (2010). Laju Perubahan Garis Pantai Menggunakan Modifikasi Teknik Single Transect (ST) dan Metode End Point Rate (EPR): Studi Kasus Pantai Sebelah Utara Indramayu-Jawa barat. Jurnal Ilmiah Agropolitan, 3(2), 588-600.

Lantuit, H., Overduin, P. P., Couture, N., Wetterich, S., Aré, F., Atkinson, D., Brown, J., Cherkashov, G., Drozdov, D., Forbes, D, L., Gaylord, A, G., Grigoriev, M., Hubberten, H, W., Jordan, J., Jorgenson, T., Odegard, R, S., Ogorodov, S., Pollard, W, H., Rachold, V., Sendeko, S., Solomon, S., Steenhulsen, F., Streletskaya, I., & Vasiliev, A. (2012). The Arctic coastal dynamics database: a new classification scheme and statistics on Arctic permafrost coastlines. Estuaries and Coasts, 35(2), 383-400.

Malenovský, Z., Rott, H., Cihlar, J., Schaepman, M. E., García-Santos, G., Fernandes, R., & Berger, M. (2012). Sentinels for science: Potential of Sentinel-1,-2, and-3 missions for scientific observations of ocean, cryosphere, and land. Remote Sensing of environment, 120, 91-101.

Mills, J. P., Buckley, S. J., Mitchell, H. L., Clarke, P. J., & Edwards, S. J. (2005). A geomatics data integration technique for coastal change monitoring. Earth Surface Processes and Landforms. the Journal of the British Geomorphological Research Group, 30(6), 651-664.

Nugraha, I. N. J., Karang, I. W. G. A., & Dharma, I. G. B. S. (2017). Studi Laju Perubahan Garis Pantai di Pesisir Tenggara Bali Menggunakan Citra Satelit Landsat (Studi Kasus Kabupaten Gianyar dan Klungkung). Journal of Marine and Aquatic Sciences, 3(2), 204-214.

Thieler, E. R., Himmelstoss, E. A., Zichichi, J. L., & Ergul, A. (2009). The Digital Shoreline Analysis System (DSAS) version 4.0-an ArcGIS extension for calculating shoreline change (No. 2008-1278). US Geological Survey.


© 2023 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY) license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).

J. Mar. Aquat. Sci. |Vol. 9, No. 1| 70-81 (2023)