Analisis Kesesuaian Wisata dan Kesediaan untuk Membayar Kategori Wisata Rekreasi di Pantai Samuh, Bali
on
Journal of Marine and Aquatic Sciences 8(2), 288-296 (2022)
Analisis Kesesuaian Wisata dan Kesediaan untuk Membayar Kategori Wisata Rekreasi di Pantai Samuh, Bali
Angel Maria Arief a*, Nyoman Dati Pertami a, Made Ayu Pratiwi a
a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Jimbaran, Badung, Bali-Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +62-878-854-1607
Alamat e-mail: angelinamariaa212@gmail.com
Diterima (received) 18 Juni 2021; disetujui (accepted) 24 November 2022; tersedia secara online (available online) 1 Desember 2022
Abstract
This study aimed to determine the tourism suitability index and the willingness to pay (WTP) for the category of beach recreation tourism in Samuh Beach area, Bali. The research method used was descriptive qualitative. The parameters used to determine the value of the coastal recreation were beach type, beach width, current speed, brightness, depth, beach slope, water base material, current velocity, coastal land cover, hazardous biota, and availability of fresh water. The calculation result of the tourism suitability index value at Samuh Beach for beach recreation activities at station I was 2.05% which included in the Suitable category, station II was 2.88% which included in the Very Suitable category, and Station III was 2.92% which included in the category. Very Suitable category. Based on that result, it can be seen that station III occupies the highest IKW value in the Very Suitable category. The average value of tourism suitability index in Samuh Beach was 2.62% (very suitable category). The average value of the WTP was IDR 9.500,- and the total value was IDR 57.000.000,- - at Samuh Beach. This value was greater than the entrance fee for Samuh Beach tourism in the form of a motorbike parking fee of IDR 2000, - and a car park of IDR 5000,- respectively. Respondents are willing to pay more for environmental services obtained from tourism objects in Samuh Beach.
Keywords: tourism suitability index; Samuh Beach; willingness to pay
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana indeks kesesuaian wisata (IKW) dan kesediaan pengunjung untuk membayar (willingnes to pay/WTP)kategori wisata rekreasi pantai di kawasan Pantai Samuh, Bali. Metode penelitian yang digunakan yaitu dekriptif kuantitatif. Parameter yang digunakan untuk menentukan nilai IKW rekreasi pantai yaitu tipe pantai, lebar pantai, kecepatan arus, kecerahan, kedalaman, kemiringan pantai, material dasar perairan, kecepatan arus, penutupan lahan pantai, biota berbahaya, serta ketersediaan air tawar.Hasil perhitungan nilai IKW di Pantai Samuh untuk kegiatan rekreasi pantai pada stasiun I sebesar 2,05% yang termasuk dalam kategori sesuai, sebaliknya stasiun II dan III kategorinya adalah sangat sesuai dengan nilai IKW secara berurutan sebesar 2,88% dan 2,92%. Berdasarkan data tersebut maka dapat diketahui nilai IKW rekreasi di Pantai Samuh sebesar 2,62% dengan kategori sangat sesuai, dan stasiun III menempati nilai IKW tertinggi. Nilai rata-rata WTP sebesar Rp9.500,- dan nilai total WTP sebesar Rp57.000.000,- di Pantai Samuh. Nilai tersebut lebih besar dari pada uang masuk obyek wisata Pantai Samuh berupa biaya parkir motor sebesar Rp2000,- dan parkir mobil sebesar Rp5000,- Responden bersedia membayar lebih besar atas jasa lingkungan yang didapat dari obyek wisata di Pantai Samuh.
Kata Kunci: indeks kesesuaian wisata; kesediaan membayar; Pantai Samuh
Pantai Samuh merupakan salah satu pantai yang berada di selatan pulau Bali. Potensi wisata alam khususnya wisata rekreasi Pantai Samuh sangat baik karena memiliki pantai pasir putih dengan
pemandangan bahari bawah laut yang menawan. Selain itu kegiatan wisata rekreasi di Pantai Samuh juga beragam seperti, menikmati keindahan laut, menikmati matahari terbenam dan matahari terbit, berenang, memancing, olahraga air, dan menyelam. Pantai samuh juga memiliki tempat pelestarian
terumbu karang dan ekosistem padang lamun (Vindia dkk., 2019).
Kegiatan wisata memiliki standarisasi sumberdaya dan lingkungan yang sesuai dengan objek wisata yang akan dikembangkan untuk melakukan segala macam aktivitas wisata. Ketertarikan suatu kawasan belum bisa ditentukan dengan baik secara visual dan ekologi, masih diperlukan pertimbangan dan pengujian beberapa parameter fisik dan biologi. Selain itu adanya fasilitas yang memadai, akomodasi untuk memenuhi kebutuhan wisatawan dalam
melakukan kegiatan wisata, serta sarana prasarana sangatlah penting diperhatikan demi kenyamanan wisatawan.
Salah satu kajian untuk mengetahui standarisasi kategori wisata rekreasi Pantai Samuh dengan menggunakan analis Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) oleh Yulianda (2019). Kesesuaian wisata diperlukan untuk pengembangan kawasan wisata itu sendiri dengan cara memperkirakan beberapa hal diantaranya yaitu, dampak lingkungan pada obyek wisata, pengendalian dan pembatasan pengelolaan, sehingga obyek wisata menjadi selaras. Nilai IKW terbagi menjadi empat kategori yaitu sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai, dan sangat tidak sesuai.
Hal lain yang perlu diperhatikan agar kelsetarian terjaga adalah kontribusi wisatawan yang berkunjung ke suatu lokasi wisata. Salah satu parameter yang dapat digunakan adalah analisis kesedian untuk membayar (Willingness to Pay/WTP). Analisis tersebut dapat membantu mengukur jumlah maksimum yang ingin wisatawan berikan untuk suatu barang atau jasa. Selain itu konsumen terlindungi dari monopoli harga yang tidak sebanding dengan jasa lingkungan yang tersedia . Sampai saat ini belum ada penelitian ilmiah yang mengkaji kesesuaian wisata rekreasi yang mendukung dan kajian mengenai WTP untuk memelihara kawasan Pantai Samuh dengan keindahan alam, sarana prasarana, akomodasi, serta fasilitas yang tersedia. Oleh karena itu perlu adanya penelitian tentang kajian kesesuaian wisata rekreasi dan kajian kesediaan untuk membayar yang akan difokuskan di kawasan Pantai Samuh, Kelurahan Benoa, Kabupaten Badung, Bali.
Pemilihan lokasi pengambilan data di Pantai Samuh, Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan
Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali dibagi menjadi tiga stasiun. Berdasarkan hasil observasi pendahuluan bahwa daerah tersebut merupakan lokasi yang sering digunakan wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata rekreasi pantai. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan Februari 2021. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Lokasi penelitian (Pantai Samuh, Bali)
Lokasi stasiun penelitian di Pantai Samuh berdasarkan Gambar 1. terdapat 3 (tiga) pembagian diantaranya sebagai berikut :
-
1. Stasiun 1 berada pada bagian utara yang terdapat kawasan penyandaran perahu dengan titik koordinat -8°47’12.106"S dan
115°13'40.915"E.
-
2. Stasiun 2 berada antara stasiun 1 dan 3. Stasiun ini merupakan kawasan wisata pantai. Berada tepat didepan pintu masuk pantai Samuh dengan titik koordinat -8°47’16.843"S dan
115°13'46.835"E.
-
3. Stasiun 3 berada bagian selatan. Terdapat kawasan Hotel Melia Nusa Dua dengan titik koordinat -8°47’21.764"S dan 115°13'49.877"E.
-
2.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan data di kawasan Pantai Samuh dilakukan dengan metode purposive sampling.
-
2.2.1. Kecepatan Arus
Arus merupakan pergerakan massa air secara vertikal dan horizontal, gerakan yang terjadi diakibatkan adanya pergerakan pada permukaan, kolom, dan dasar perairan (Suryadhi, 2013). Perhitungan kecepatan arus menggunakan rumus:
(1)
D1 + D 2
N =-----
2
(2)
dimana V adalah kecepatan arus (cm det-1); s adalah panjang lintasan arus (cm); dan t adalah waktu tempuh (detik).
dimana N adalah kecerahan perairan; D1 adalah kedalaman tidak tampak (cm); dan D2 adalah kedalaman tampak (cm).
-
2.2.2. Kecerahan Perairan
-
2.2.3. Kemiringan Pantai
Kecerahan perairan diukur dengan menggunakan cakera secchi untuk mengetahui seberapa transparansi perairan yang diamati. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung kecerahan perairan yaitu:
Kemiringan pantai yaitu tingkat kelandaian suatu pantai, pengamatan dilakukan dengan menggunakan tali ukuran dan tongkat. Adapun rumus untuk menghitungan kemiringan pantai menurut Lestari (2013) yaitu:
Tabel 1
Parameter kesesuaian sumber daya untuk wisata pantai kategori rekreasi pantai.
No. |
Parameter |
Bobot |
Kategori |
Skor |
1 |
Tipe pantai |
0,200 |
Pasir putih |
3 |
Pasir putih campur pecahan karang |
2 | |||
Pasir hitam, sedikit terjal |
1 | |||
Lumpur, berbatu, terjal |
0 | |||
2 |
Lebar pantai (m) |
0,200 |
>15 |
3 |
10-15 |
2 | |||
3-<10 |
1 | |||
<3 |
0 | |||
3 |
Material dasar perairan |
0,170 |
Pasir |
3 |
Karang berpasir |
2 | |||
Pasir berlumpur |
1 | |||
Lumpur, lumpur berpasir |
0 | |||
4 |
Kedalaman perairan (m) |
0,125 |
0-3 |
3 |
>3-6 |
2 | |||
>6-10 |
1 | |||
>10 |
0 | |||
5 |
Kecerahan perairan (m) |
0,125 |
>80 |
3 |
>50-80 |
2 | |||
20-50 |
1 | |||
<20 |
0 | |||
6 |
Kecepatan arus (cm/dt) |
0,080 |
0-17 |
3 |
17-34 |
2 | |||
34-51 |
1 | |||
>51 |
0 | |||
7 |
Kemiringan pantai (o) |
0,080 |
>10 |
3 |
10-25 |
2 | |||
>25-45 |
1 | |||
>45 |
0 | |||
8 |
Penutupan lahan pantai |
0,010 |
Kelapa, lahan terbuka |
3 |
Semak, berlukar, rendah, savanna |
2 | |||
Berlukar tinggi |
1 | |||
Hutan bakau, pemukiman, pelabuhan |
0 | |||
9 |
Biota berbahaya |
0,005 |
Tidak ada |
3 |
Bulu babi |
2 | |||
Bulu babi, ikan pari |
1 | |||
Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu |
0 | |||
10 |
Kesediaan air tawar (Jarak/km) |
0,005 |
<0,5 |
3 |
>0,5-1 |
2 | |||
>1-2 |
1 | |||
>2 |
0 |
Sumber: (Yulianda, 2019)
(. Y ^
α = arc tan —
I X J
(3)
dimana ɑ adalah sudut yang dibentuk (0); Y adalah tinggi total pantai (m); dan X adalah jarak datar total pantai (m).
-
2.2.4. Analisis Indeks Kesesuaian Wisata
Wisata rekreasi pantai memiliki beberapa parameter yang terdapat pada Tabel 1. Setiap parameter memiliki bobot yang berbeda-beda tergantung pada seberapa pentingnya parameter tersebut, semakin penting parameter tersebut maka semakin tinggi bobotnya. Pemberian skor ditentukan dari hasil lokasi penelitian dan dibuktikan dalam bentuk dokumentasi, yang nantinya jumlah skor tersebut akan dikalikan dengan bobot setiap parameter, dimana nilai maksimum yang dapat diperoleh yaitu sebanyak 3,00.
Analisis kesesuaian wisata disusun menggunakan matriks yang mendukung setiap parameter kegiatan daerah tersebut (Adi dkk., 2013). Indeks kesesuaian wisata pantai kategori rekreasi mengacu pada matriks kesesuaian Yulianda (2019) yang menggunakan rumus yaitu:
IKW = ∑ I -N- J × 100% (4) ^ Nmaks J
dimana IKW adalah indeks kesesuaianwisata; Ni adalah nilai paramater ke-i (bobot x skor); dan Nmaks adalah nilai maksimum kategori wisata.
Klasifikasi kesesuaian dapat dilihat dari tingkatan presentase nilai pada Tabel 2. Nilai tersebut didapatkan dari hasil perhitungan IKW dilokasi penelitian. Menurut Yulianda (2019) klasifikasi kesesuaian wisata rekreasi pantai dibagi menjadi empat tingkatan nilai yaitu:
Tabel 2
Klasifikasi kesesuaian wisata rekreasi.
No. |
Klasifikasi |
Nilai |
1. |
Sangat sesuai |
≥2,5 |
2. |
Sesuai |
2,0≤ - < 2,5 |
3. |
Tidak sesuai |
1≤ - <2,0 |
4. |
Sangat tidak sesuai |
<1 |
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
-
2.2.5. Analisis Kesediaan untuk Membayar
Analisis Kesediaan untuk Membayar (Willingness to
Pay)/WTP dilakukan dengan menggunakan
pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) yang bertujuan untuk melakukan upaya pelestarian lingkungan obyek wisata Pantai Samuh. WTP merupakan nilai rata-rata hasil penjumlahan yang dibagi dengan banyaknya responden (Annisa dan Harini, 2017). Adapun rumus WTP yaitu:
n
∑ Wi
EWTP = J=!— n
(5)
dimana EWTP adalah dugaan rataan WTP; n adalah jumlah responden; dan Wi adalah nilai WTP ke-i.
Setelah mendapatkan nilai rata-rata WTP maka selanjutnya dihitung nilai total WTP responden dengan menggunakan rumus:
n
TWTP = Y WTP — P ∑ i IN J
(6)
dimana TWTP adalah total WTP; WTPi adalah WTP individu sampel ke-i; ni adalah jumlah sampel ke-i yang bersedia membayar sebesar WTP; N adalah jumlah sampel; P adalah jumlah populasi; dan i adalah responden ke-i yang bersedia membayar (i = 1,2,...,n).
Pengambilan data WTP dilakukan dengan melakukan pembagian kuesioner dengan tetap melakukan protokol kesehatan dan jaga jarak. Sedangkan penentuan jumlah responden untuk mengetahui nilai WTP, mengingat dengan adanya kondisi pandemi Corona Virus Dease – 19 atau yang dikenal dengan sebutan virus Covid-19 saat ini menyebabkan adanya penurunan drastis populasi wisatawan nasional maupun mancanegara (Wijaya dan Mariani, 2021). Maka jumlah responden menjadi 40 orang. Terdiri dari 25 orang wisatawan nusantara dan 15 orang wisatawan mancanegara.
-
3.1.1. Tipe Pantai
Tipe pantai berdasarkan pengamatan visual di pantai Samuh disajikan pada Tabel 3. Pengamatan dilakukan dengan mengamati jenis dan warna pasir, hasil yang didapatkan menunjukan bahawa ketiga stasiun tersebut memiliki tipe pantai pasir putih. Berdasarkan data tersebut tipe pantai dengan pasir
putih tergolong kategori sangat sesuai dengan skor 3.
Tabel 3
Hasil pengamatan kesesuaian tipe pantai.
Stasiun |
Tipe Pantai |
Kategori Kesesuian |
I |
Pasir Putih |
Sangat Sesuai |
II |
Pasir Putih |
Sangat Sesuai |
III |
Pasir Putih |
Sangat Sesuai |
Tipe pantai pasir putih merupakan memiliki daya tarik tersendiri bagi Pantai Samuh, pantai berpasir putih merupakan kategori yang paling baik jika dibandingkan dengan pantai berbatu dan berkarang (Chasanah dkk., 2017). Selain itu tipe pantai pasir putih sangat cocok untuk wisatawan melakukan kegiatan wisata pantai seperti rekreasi dan jalan-jalan (Ardian dkk., 2015).
-
3.1.2. Lebar Pantai
Berdasarkan hasil pengukuran yang disajikan pada Tabel 4. didapatkan bahwa lebar pantai pada stasiun I yaitu 12,63 termasuk kedalam kategori sesuai dengan skor 2, sedangkan pada stasiun II dan III masuk kategori sangat sesuai (skor 3). Dengan besaran nilai secara berurutan adalah 34,75 dan 23,37.
Tabel 4
Hasil pengukuran kesesuaian lebar pantai.
Stasiun |
Lebar Pantai (m) |
Kategori Kesesuian |
I |
12,63 |
Sesuai |
II |
34,75 |
Sangat Sesuai |
III |
23,37 |
Sangat Sesuai |
Pengukuran lebar pantai dilakukan dengan mengukur antara jarak pasang tertinggi hingga vegetasi terakhir yang ada di pantai (Chasanah dkk., 2017). Yulianda (2019) menyatakan bahwa idealnya lebar pantai untuk aktivitas rekreasi pantai yaitu lebih dari 15 m. Pantai yang lebar dengan hamparan pasir sangat memungkinkan untuk melakukan aktivitas di sepanjang pantai, baik itu kegiatan rekreasi seperti jalan-jalan, sarana bermain bagi pengunjung terutama anak-anak, lokasi
permandian, dan kegiatan pariwisata lainnya
(Armos, 2013).
-
3.1.3. Kedalaman Perairan
Kedalaman perairan diukur dari pasang surut tertinggi hingga terendah. Penentuan kedalaman perairan yang diukur yaitu 10 meter kearah laut dari garis pantai pada saat pasang tertinggi (Yulisa dkk., 2016). Kedalaman Perairan pada Pantai Samuh disajikan pada Tabel 5. berkisar antara 1,18 m sampai 1,35 m, dan termasuk kedalam kategori sangat sesuai. Hal ini didukung oleh Yulianda (2019) yang menyatakan bahwa idealnya kedalaman air untuk wisata rekreasi pantai yaitu 03 m.
Tabel 5
Hasil pengukuran kedalaman perairan.
Stasiun |
Kedalaman Perairan (m) |
Kategori Kesesuian |
I |
1,35 |
Sangat Sesuai |
II |
1,18 |
Sangat Sesuai |
III |
1,30 |
Sangat Sesuai |
-
3.1.4. Material Dasar Perairan
Pantai Samuh memiliki tipe substrat yang berbeda, pada stasiun I material dasar berupa pasir berlumpur yang termasuk dalam kategori tidak sesuai (skor 1), sedangkan pada stasiun II dan III berupa pasir yang termasuk kategori sangat sesuai dengan skor 3 (Tabel 6). Material dasar perairan pasir merupakan kategori yang paling sesuai untuk melakukan wisata rekreasi. Sedangkan material dasar perairan berlumpur mengakibatkan perairan menjadi keruh dan tidak sesuai untuk dijadikan rekreasi pantai (Yulianda, 2019).
Tabel 6
Hasil pengamatan material dasar perairan. | ||
Stasiun |
Penutupan Lahan Pantai |
Kategori Kesesuian |
I |
Pasir Berlumpur |
Tidak Sesuai |
II |
Pasir |
Sangat Sesuai |
III |
Pasir |
Sangat Sesuai |
-
3.1.5. Kecepatan Arus
Berdasarkan hasil penelitian kecepatan arus yang disajikan pada Tabel 7. Pantai Samuh memiliki kecepatan arus pada stasiun I yaitu 19 cm det-1 dengan skor 2 yang temasuk dalam kategori Sesuai.
Stasiun II yaitu 6,7 cm det-1 dan stasiun III yaitu 8,9 cm det-1 dengan skor 3 yang temasuk kategori sangat sesuai.
Tabel 7
Hasil pengukuran kecepatan arus.
Stasiun |
Kecepatan Arus (cm det-1) |
Kategori Kesesuian |
I |
19 |
Sesuai |
II |
6,7 |
Sangat Sesuai |
III |
8,9 |
Sangat Sesuai |
Pengukuran kecepatan arus dilakukan pada saat pasang menuju surut (Subandi dkk., 2018). Arus yang lemah sangat baik untuk wisawatan melakukan kegiatan, sedangkan arus yang kuat sangat berbahaya bagi para wisatawan yang sedang melakukan aktivitas mandi atau berenang (Yulisa dkk., 2016). Kecepatan arus 0-17 cm det-1 merupakan kondisi yang aman untuk melakukan wisata berenang (Yulianda, 2019).
-
3.1.6. Kecerahan Perairan
Hasil pengukuran kecerahan perairan di Pantai Samuh disajikan pada Tabel 8. menunjukan bahwa pada setiap stasiun memiliki skor yang berbeda-beda. Pada stasiun I dengan kecerahan 40%, stasiun II dengan kecerahan 77%, dan stasiun III dengan kecerahan 100%. Berdasarkan matriks kesesuaian wisata pada Tabel 1. stasiun I termasuk dalam kategori tidak sesuai dengan skor 1, stasiun II temasuk dalam kategori sesuai dengan skor 2, dan stasiun III termasuk dalam kategori sangat sesuai pada dengan skor tertinggi yaitu 3.
Tabel 8
Hasil pengukuran kecerahan perairan.
Stasiun |
Kecerahan Perairan (%) |
Kategori Kesesuian |
I |
40 |
Tidak Sesuai |
II |
77 |
Sesuai |
III |
100 |
Sangat Sesuai |
Kecerahan perairan berperan penting untuk kegiatan ekowisata pantai. Semakin tinggi tingkat kecerahan maka semakin jernih pula perairan tersebut untuk wisatawan menikmati keindahan dasar laut dari permukaan perairan. Stasiun I memiliki meterial dasar pasir berlumpur,
Fikhruddin dan Dermawan (2019), menyatakan bahwa pasir berlumpur mengakibatkan perairan menjadi keruh. Faktor lain yang mempengaruhi diduga karena tingginya aktivitas pada salah satu lokasi penelitian. Kecerahan perairan menurun karena banyaknya padatan limbah tersuspensi akibat limbah domestik. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Mainassy (2017), yang menyatakan bahwa rendahnya kecerahan perairan dapat disebabkan oleh aktivitas manusia yang menghasilkan limbah dan partikel tersuspensi yang berasal dari aktivitas manusia tersebut.
-
3.1.7. Penutupan Lahan Pantai
Penutupan lahan pantai dilakukan dengan mengamati vegetasi yang berbatasan langsung dengan kawasan pantai. Hasil pengamatan terkait penutupan lahan pantai menunjukan bahwa pada stasiun I terdapat pohon kelapa dan lahan terbuka. Stasiun I juga merupakan tempat sandar kapal nelayan dan aktivitas wisata air. Stasiun II terdapat lahan terbuka. Stasiun II berada tepat didepan pintu masuk. Lebih lanjut diketahui bahwa pada stasiun III terdapat lahan terbuka yang cukup luas dan pohon kelapa yang berjajar rapi. Lebih lanjut diketahui bahwa pada stasiun III terdapat bangunan hotel (Tabel 9). Skor yang didapatkan dari setiap stasiun yaitu 3 dengan kategori kesesuaian sangat sesuai.
Tabel 9
Hasil pengamatan penutupan lahan pantai.
Stasiun |
Penutupan Lahan Pantai |
Kategori Kesesuian |
I |
Kelapa, Lahan terbuka |
Sangat Sesuai |
II |
Lahan Terbuka |
Sangat Sesuai |
III |
Kelapa, Lahan terbuka |
Sangat Sesuai |
-
3.1.8. Biota Berbahaya
Hasil pengamatan visual menunjukan bahwa biota berbahaya tidak ditemukan pada area aktivitas wisata rekreasi pantai. Kawasan Pantai Samuh sangat sesuai untuk wisatawan dalam aspek keamanan dan kenyamanan pengunjung. Semakin sedikit biota berbahaya seperti bulu babi, ikan pari, ular laut, dan ikan berbisa maka semakin baik untuk wisatawan melakukan aktivitas rekreasi pantai (Chasanah dkk., 2017). Berdasarkan hasil yang tetera maka pantai samuh memiliki skor 3 dengan nilai sangat sesuai (Tabel 10).
Tabel 10
Hasil pengamatan biota berbahaya.
Stasiun |
Biota Berbahaya |
Kategori Kesesuian |
I |
Tidak Ada |
Sangat Sesuai |
II |
Tidak Ada |
Sangat Sesuai |
III |
Tidak Ada |
Sangat Sesuai |
berenang atau bermain-main dengan ombak ditepian pantai. Hal ini sesuai dengan pendapat Armos (2013), yang mengatakan bahwa pantai datar sampai landai sangat baik untuk kegiatan wisata renang dimana wisatawan dapat melakukan berbagai kegiatan seperti berenang, bermain pasir serta dapat bermain-main dengan ombak di tepinya.
-
3.1.9. Ketersediaan Air Tawar
Berdasarkan hasil penelitian di Pantai Samuh jarak ketersediaan air tawar dari setiap stasiun sangat terjangkau, setiap stasiun termasuk kategori sangat sesuai dengan skor 3 (Tabel 11). Jarak antara stasiun I dengan sumber air tawar sebesar 0,13 km, stasiun II dengan jarak 0,10 km, dan stasiun III dengan jarak 0,27 km.
Ketersediaan air tawar merupakan hal yang penting bagi wisatawan dalam melaksanakan rekreasi pantai, air tawar digunakan oleh wisatawan untuk kebutuhan primer. Air tawar tersedia dalam bentu kamar kecil yang terawat dan terkelola dengan baik. Hal ini didukung Yulianda (2019), dalam matriks kesesuaian wisata bahwa ketersediaan air tawar dengan lokasi area wisata tergolong sangat sesuai apabila jarak nya <0,5 km.
Tabel 11
Hasil pengukuran ketersediaan air tawar.
Stasiun |
Ketersediaan Air Tawar (km) |
Kategori Kesesuian |
I |
0,13 |
Sangat Sesuai |
II |
0,10 |
Sangat Sesuai |
III |
0,27 |
Sangat Sesuai |
-
3.1.10. Kemiringan Pantai
Berdasarkan hasil pengukuran kemiringan, diketahui bahwa stasiun I sampai III secara berurutan nilainya adalah 12,95 °; 5,71 °; 12,68 °. Berdasarkan hasil tersebut maka stasiun I dan III termasuk kedalam kategori sesuai dengan skor 2, sedangkan stasiun II dengan kemiringan pantai yang cukup landai termasuk kedalam kategori sangat sesuai dengan skor 3 (Tabel 12).
Kemiringan pantai berkaitan dengan tinggi rendahnya kelandaian suatu area pantai. Kemiringan pantai pada suatu area wisata cenderung mempengaruhi keamanan seseorang untuk melakukan kegiatan wisata pantai seperti
Tabel 12
Hasil Pengukuran Kemiringan Pantai.
Stasiun |
Kemiringan pantai (o) |
Kategori Kesesuian |
I |
12,95 |
Sesuai |
II |
5,71 |
Sangat Sesuai |
III |
12,68 |
Sesuai |
-
3.2 Indeks Kesesuaian Wisata Rekreasi Pantai Samuh
Berdasarkan hasil keseluruhan Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) Rekreasi di Pantai Samuh didapatkan tingkat nilai kesesuaian wisata berbeda pada masing-masing stasiun. Hasil tersebut disajikan pada Tabel 13. Stasiun I memiliki nilai 2,05% dengan kategori kesesuaian sesuai, sedangkan stasiun II dan III termasuk dalam kategori sangat sesuai dengan besaran nilai secara berurutan adalah 2,88% dan 2,92%. Nilai rata-rata IKW Pantai Samuh yaitu 2,62% dengan kategori kesesuaian sangat sesuai.
Tabel 13
Nilai Indek Kesesuaian Wisata Rekreasi Pantai Samuh.
Stasiun |
IKW(%) |
Kategori Kesesuian |
I |
2,05 |
Sesuai |
II |
2,88 |
Sangat Sesuai |
III |
2,92 |
Sangat Sesuai |
Total |
7,85 | |
Rata-rata |
2,62 |
Sangat Sesuai |
Berdasarkan hasil pengamatan pada setiap stasiun memiliki beberapa kondisi fisik yang berbeda-beda. Hal ini diduga karena pada setiap stasiun memiliki karakteristiknya masing-masing. Khususnya pada stasiun I yang merupakan tempat aktivitas para nelayan yang memiliki material dasar perairan lumpur, dimana parameter lebar pantai, kecepatan arus dan kemiringan pantai termasuk kategori sesuai. Sedangkan pada parameter material dasar perairan dan kecerahan perairan
termasuk kategori tidak sesuai. Pada stasiun II yang berada tepat pada pintu masuk pantai Samuh, hampir setiap parameter termasuk kategori sangat sesuai kecuali pada parameter kecerahan yang termasuk kategori sesuai.
Parameter kecerahan berdasarkan matrik Yulianda (2019), memiliki peran yang cukup penting. Kecerahan pada stasiun II termasuk kedalam kategori sesuai, hal ini diduga karena tingginya aktivitas pada area tersebut. Kecerahan perairan menurun diduga karena banyaknya padatan limbah tersuspensi akibat limbah domestik. Kawasan hotel mendapatkan nilai tertinggi, namun pada parameter kemiringan pantai pada area tersebut masuk dalam kategori sesuai. Parameter kemiringan pantai merupakan bagian dari
geomorgrafi dan memiliki bobot lebih kecil,
berdasarkan matrik kesesuaian Yulianda (2019). Hal ini menyebabkan nilai IKW pada stasiun III lebih unggul dari pada stasiun II.
-
3.3 Kesediaan untuk Membayar
Kesediaan untuk membayar (Willingness to Pay)/WTP rata-rata responden pada obyek wisata Pantai Samuh yaitu sejumlah Rp9.500,
perwisatawan dan total WTP yang didapatkan yaitu sebesar Rp57.000.000,- pertahunnya,
diperkirakan harga tersebut masih terjangkau bagimasyarakat. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 14. Berdasarkan jumlah tersebut diperkirakan masih terjangkau dan pengunjung tidak keberatan membayar lebih besar jika melihat kualitas lingkungan dan fasilitas meningkat secara nyata.
Nilai WTP tersebut diluar dari biaya masuk kendaraan sebesar Rp2000,- untuk kendaraan bermotor dan Rp5000,- untuk kendaraan roda empat. Alasan pengunjung bersedia membayar jasa lingkungan yaitu diharapkan dengan harga tersebut Pantai Samuh dapat meningkatkan fasilitas yang ada dan memperbanyak aktivitas rekreasi pantai lainnya. Selain itu pengunjung juga mengharapkan agar obyek wisata tersebut dapat terjaga hingga generasi mendatang. Hal ini sesuai oleh Simanjuntak dkk. (2015), yang menyatakan bahwa hasil dari penarikan retribusi masuk suatu objek wisata tersebut dapat dialokasikan untuk penambahan dan perbaikan fasilitas, sarana liburan ataupun sarana permainan.
Tabel 14
Perhitungan nilai WTP responden Pantai Samuh. | ||
No. Nilai WTP |
Jumlah |
Nilai WTP x |
(Rp/kunjungan) |
Responden |
Jumlah Responden |
(orang) |
(Rp) | |
1. 3.000 |
5 |
15.000 |
2. 5.000 |
12 |
60.000 |
3. 10.000 |
13 |
130.000 |
4. 15.000 |
5 |
75.000 |
5. 20.000 |
5 |
100.000 |
Total 40 |
Rp380.000,- |
Rata-rata |
Rp9.500,- |
Total Pengunjung per-Tahun (orang) 6000 | |
Total Pendapatan per-Tahun (Rp) |
Rp57.000.000,- |
Berdasarkan hasil wawancara kepada pengunjung kerusakan lingkungan yang membuat pengunjung tidak lagi berkunjung ke Pantai Samuh untuk melakukan kegiatan wisata rekreasi pantai yaitu adanya sampah yang memenuhi pemandangan pantai dan penurunannya kualitas air di wilayah perairan tersebut. Hasil wawancara tersebut diharapkan adanya pengelolaan terpadu, seperti menyadarkan dan meningkatkan kepedulian masyarakat maupun wisatawan untuk ikut menjaga kebersihan lingkungan sekitar obyek wisata. Hal ini sesuai dengan kajian yang dilakukan Emka dkk. (2020), yang menyatakan bahwa adanya kepuasan akan pelayanan jasa lingkungan dapat meningkatkan keinginan wisatawan untuk membayar jasa lingkungan dan fasilitas pengunjung.
Kualitas jasa lingkungan yang sesuai dengan yang diharapkan oleh pengunjung akan memunculkan rasa puas pengunjung, sehingga memutuskan untuk kembali mengunjungi Pantai Samuh. Demir et al. (2015), mengatakan hubungan antara kualitas jasa dengan kepuasan dan WTP memberikan hasil bahwa daya tanggap (responsivness), keandalan (reliability), dan berwujud (tangible) berpengaruh terhadap kepuasan konsumen. Kepuasan konsumen akan meningkatkan kesetiaan pelanggan terhadap penyedia jasa. Pada akhirnya kepuasan dan kesetiaan konsumen berpengaruh positif terhadap peningkatan nilai WTP. Oleh karena itu dengan memperhatikan kualitas jasa lingkungan seperti menyokong fasilitas penunjang sektor wisata, meningkatkan potensi alam yang ada di Pantai Samuh, serta lebih menjaga kelestarian lingkungan diharapkan dapat membantu memberikan
kepuasan bagi para pengunjung, sehingga pengujung pun akan meningkat.
Kawasan perairan bagian selatan Pantai Samuh (kawasan Hotel Mulia Nusa Dua) menjadi kawasan yang sangat sesuai untuk dikembangkan sebagai obyek wisata rekreasi pantai. Responden bersedia membayar lebih besar atas jasa lingkungan yang didapat dari obyek wisata di Pantai Samuh (nilai rata-rata WTP sebesar Rp9.500,- dan nilai total WTP sebesar Rp57.000.000,-). Nilai tersebut lebih besar dari pada uang masuk obyek wisata Pantai Samuh saat ini.
Ucapan terimakasih
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak pengurus Pantai Samuh yang telah membantu dalam proses pengambilan data penelitian, serta telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di Pantai Samuh, Bali.
Daftar Pustaka
Adi, A. B., Mustafa, A., & Ketjulan, R. (2013). Kajian potensi kawasan dan kesesuaian ekowisata terumbu karang Pulau Lara untuk pengembangan ekowisata bahari. Jurnal Mina Laut Indonesia, 1(1), 49-60.
Annisa, T. M. & Harini, R. (2017). Analisis kesediaan membayar (WTP) untuk mendukung ekowisata
berkelanjutan di kawasan Wisata Gua Pindul, Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Bumi Indonesia, 6(4), 1-9.
Ardian, Khodijah, & Zen L. W. (2015). Kajian kesesuaian kawasan wisata pantai di Kampung Pasir Panjang Tanjung Siambang Pulau Dampak Kota Tanjung Pinang. Jurnal Universitas Maritim Raja Ali Haji, 21(5), 36-45.
Armos, N. H. (2013). Studi Kesesuaian Lahan Pantai Wisata Boe Desa Mappakalalompo Kecamatan Galesong. Skripsi. Makasar, Indonesia: Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanudin.
Chasanah, I., Purnomo, W. P., & Haeruddin. (2017). Analisis kesesuaian wisata Pantai Jodo Desa Sidorejo Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang. Jurnal
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 7(3), 235243.
Demir, A., Talaat, K., & Aydinli, C. (2015). The relations among dimensions of service quality, satisfaction, loyalty, and willingness to pay more: case of gsm operators service at Northern-Iraq. International Journal of Academic Research Accounting, 5(4), 146-154.
Emka, J., Restu, I. W., & Saraswati, S. A. (2020). Analisis kesesuaian pengembangan wisata bahari
berkelanjutan di Pantai Jemeluk, Amed, Karangasem, Bali. Current Trends in Aquatic Sciences, 3(2), 67-75.
Fikhruddin, A. & Dermawan. V. (2019). Studi kondisi pengangkutan sedimen pada sungai kahayan hulu Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah. Jurnal Teknik Pengairan, 2(2), 1-12.
Lestari, L. H. (2013). Komprasi karakteristik Pantai Peneluran Penyu (Kasus Pantai Pengumbahan dan Sindang Kerta Jawa Barat). Tesis. Bandung, Indonesia: Program Pascasarjana, Universitas Padjajaran.
Mainassy, M. C. (2017). Pengaruh parameter fisika dan kimia terhadap kehadiran Ikan Lompa (Thryssa baelama Forsskal) di Perairan Pantai Apui Kabupaten Maluku Tengah. Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada, 19(2), 61-66.
Simanjuntak, B. A., Tanjung, F., & Nasution, R. (2015). Sejarah Pariwisata Menuju Perkembangan Pariwisata Indonesia. Jakarta, Indonesia: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Subandi, I. K., Dirgayusa, I. G. N. P., & As-syakur, A. R. (2018). Indeks kesesuaian wisata di Pantai Pasir Putih, Kabupaten Karangasem. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 4(1), 47-57.
Suryadhi. (2013). Rancang bangun alat ukur kecepatan dan arah arus laut berbasis mikrokontroller. Neptunus Jurnal Kelautan, 19(1), 1-12.
Vindia, W. I., Julyantoro, P. G. S., & Wulandari, E. (2019). Asosiasi echinodermata pada ekosistem padang lamun di Pantai Samuh, Nusa Dua, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 5(1), 500-108.
Wijaya, B. K., & Mariani, W. E. (2021). Dampak pandemi Covid-19 pada sektor perhotelan di Bali. Warmadewa Management and Business Journal, 3(1),49-59.
Yulianda, F. (2019). Ekowisata perairan. Bogor, Indonesia: IPB Press.
Yulisa, E. N., Johan. Y., & Hartono, D. (2016). Analisis kesesuaian dan daya dukung ekowisata pantai kategori rekreasi Pantai Laguna Desa Merpas Kabupaten Kaur. Jurnal Enggano, 1(1), 97-110.
© 2022 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).
J. Mar. Aquat. Sci. 8: 288-296 (2022)
Discussion and feedback