Journal of Marine and Aquatic Sciences 8 2), 230-243 2022)

Korelasi indeks keanekaragaman dan kerapatan tegakan dengan simpanan karbon mangrove Estuari Perancak

Casamira Gitta Prasetyo a*, I Dewa Nyoman Nurweda Putra a, I Nyoman Giri Putra a a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Jl. Raya Kampus Unud, Jimbaran, Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali-Indonesia

* Penulis koresponden. Tel.: +62-812-1869-8027

Alamat e-mail: casamiragitta@gmail.com

Diterima (received) 10 Juni 2021; disetujui (accepted) 15 Oktober 2022; tersedia secara online (available online) 1 Desember 2022

Abstract

Land use change is a huge threat for mangrove ecosystems,which are known for their high carbon sequestration and storage capacity.Vegetation restoration efforts are often undertaken, but fail to restore optimal ecosystem carbon sequestration. The mangrove forest of Perancak Estuary with a history of restoration project was made the subject of this research. The objectives include: (i) estimation of mangrove biomass and sediment carbon stock; (ii) comparison of restored, mixed and natural mangroves’ total carbon stock; (iii) correlational analysis between stand density and diversity indices with ecosystem carbon stock. Nine sampling points were determined within three mangrove categories (mixed, natural, restored). Stand characteristics and diameter at breast height (DBH) were measured to allometrically estimate biomass carbon. Sediment carbon was analyzed with Loss on Ignition (LOI) method. Correlational analysis was done with Pearson’s correlation coefficient. Total ecosystem carbon stock is 4472,93 tonnes ha-1 (biomass C: 4046,31 tonnes ha-1; sediment C: 426,62 tonnes ha-1). Highest carbon stock value was found on restored mangroves due to high contribution of sediment C offsetting its low biomass C. Lowest carbon stock value was found on natural mangroves due to decreased root biomass production and increased decomposition due to change in tidal regimes. There is a strong positive correlation between stand density and biomass carbon. Simpson index of diversity has a stronger (though non significant) correlation with biomass carbon than Shannon-Wiener index.

Keywords: estuary; carbon stock; restored mangrove; diversity indices; stand density

Abstrak

Pengalihan fungsi lahan kian mengancam ekosistem mangrove yang berkapasitas tinggi dalam penyerapan dan penyimpanan karbon. Upaya restorasi vegetasi dilakukan, tetapi pemulihan penyerapan karbon tidak selalu terjamin optimal karena kurangnya pertimbangan terhadap komposisi spesies dan kondisi lingkungan. Mangrove estuari Perancak dengan sejarah restorasi dijadikan sebagai subyek penelitian ini yang bertujuan: (i) mengestimasi simpanan karbon biomassa dan sedimen mangrove; (ii) membandingkan simpanan karbon stratum mangrove alami, campuran dan restorasi; dan (iii) menentukan korelasi kerapatan tegakan dan indeks keanekaragaman dengan simpanan karbon ekosistem mangrove. Sebanyak sembilan titik sampling ditetapkan dengan 3 kategori mangrove (campuran, alami, restorasi). Karakteristik tegakan dan diameter pada ketinggian dada (diameter at breast height, DBH) didata untuk mengestimasikan simpanan karbon biomassa dengan persamaan allometrik. Kandungan karbon dari sedimen hingga kedalaman 1 m dianalisis dengan LOI (loss on ignition). Korelasi antara kerapatan tegakan serta indeks keanekaragaman dan simpanan karbon mangrove dianalisis dengan koefisien Pearson.. Total simpanan karbon ekosistem adalah 4472,93 ton ha-1, (karbon biomassa: 426,62 ton ha-1; sedimen: 4046,31 ton ha-1). Simpanan karbon tertinggi terdapat pada stratum restorasi karena kontribusi karbon sedimen tinggi dan terendah di stratum alami karena penurunan produksi dan peningkatan dekomposisi biomassa akar .Terdapat korelasi positif kuat non signifikan antara kerapatan tegakan dan karbon biomassa. Indeks keanekaragaman Simpson memiliki korelasi positif yang lebih kuat dibanding indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dengan simpanan karbon biomassa.

Kata Kunci: estuari, simpanan karbon; mangrove restorasi; indeks keanekaragaman; kerapatan tegakan

  • 1.    Pendahuluan

Menurut Kauffman dan Donato (2012), ekosistem mangrove memiliki potensi penyerapan dan penyimpanan karbon yang tinggi, dengan simpanan karbon mencapai 3-4 kali simpanan hutan tropis daratan. Hal ini membuat ekosistem mangrove salah satu ekosistem kunci yang perlu dilindungi untuk memitigasi dampak perubahan iklim melalui pengurangan emisi (Murdiyarso et al., 2015). Namun, mangrove Indonesia mengalami degradasi pada tiga dekade terakhir ini, umumnya akibat pengalihan fungsi lahan untuk pengembangan budidaya, yang diketahui dapat menyebabkan penurunan tutupan vegetasi serta pengikisan lapisan organik atas sedimen, sehingga menurunkan kemampuan mangrove menyimpan karbon (Kepel et al., 2018).

Restorasi mangrove merupakan salah satu upaya penanggulangan kerusakan yang disebabkan pengalihan fungsi lahan melalui penanaman ulang mangrove. Pada beberapa kasus, restorasi mangrove telah ditemukan membantu meningkatkan kerapatan, biomassa, serta kemampuan mangrove dalam menyimpan karbon, Akan tetapi, peningkatan kapasitas penyerapan maupun penyimpanan karbon tidak terjamin dapat dipulihkan secara optimal dan bahkan gagal karena ketidaksesuaian spesies pada lingkungan penanaman (Kodikara et al., 2017).

Penelitian Kepel et al. (2018), menemukan bahwa rerata simpanan karbon di mangrove rehabilitasi lebih rendah daripada di lokasi mangrove alami. Peningkatan simpanan karbon pada lahan yang telah mengalami alih fungsi membutuhkan waktu karena kapasitas simpanan karbon mangrove juga bergantung pada peningkatan usia pohon mangrove. Karakteristik dan proses sedimen pada stratum restorasi juga diduga berkembang pada laju yang jauh lebih lambat daripada pertumbuhan vegetasi itu sendiri (Osland et al., 2012).

Mangrove estuari Perancak merupakan ekosistem mangrove dengan sejarah pengalihan fungsi lahan budidaya dan restorasi dijadikan sebagai subyek dari penelitian ini. Setelah berlangsung lebih dari 20 tahun, diperlukan evaluasi terhadap pengaruh upaya restorasi mangrove terhadap peran ekosistem mangrove di Perancak sebagai carbon sink alami. Atas dasar tersebut, telah dilaksanakan penelitian pada pada ekosistem mangrove Perancak terkait produktivitas

stratum restorasi yang ditemukan tidak berbeda signifikan dari mangrove alami (Sidik et al., 2019). Selain itu, terdapat penelitian terkait karbon biomassa mangrove yang menunjukkan nilai simpanan karbon biomassa tergolong baik (Suryono dkk., 2018). Namun kedua penelitian tersebut belum mempertimbangkan faktor struktur komunitas dan karakteristik tegakan mangrove yang diketahui dapat memengaruhi simpanan karbon mangrove. Parameter struktur komunitas seperti keanekaragaman dapat meningkatkan simpanan karbon biomassa melalui peningkatan produksi biomassa (Chen et al., 2018). Sementara itu, parameter karakteristik tegakan seperti kerapatan tegakan tinggi dapat memperlambat aliran air, sehingga meningkatkan deposisi serasah dan tingkat sedimentasi, turut berkontribusi pada simpanan karbon sedimen (Pricillia et al., 2021).

Tujuan dari penelitian ini antara lain: (i) Mengestimasi nilai simpanan karbon dari kantong karbon (carbon pool) biomassa atas dan bawah permukaan sedimen serta kandungan karbon organik sedimen hutan mangrove di estuari Perancak, Jembrana; (ii) Menentukan perbandingan antara simpanan karbon mangrove pada stratum mangrove restorasi, mangrove alami, dan mangrove campuran (iii) Menentukan korelasi antara kerapatan tegakan dan indeks keanekaragaman mangrove dengan simpanan karbon ekosistem mangrove estuari Perancak, Jembrana.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Waktu dan lokasi penelitian

Pengumpulan data dan sampel sedimen mangrove dilakukan pada 22–23 Februari 2021 di kawasan hutan mangrove estuari Perancak, Kabupaten Jembrana, Bali, Indonesia (Gambar 1). Pemetaan kolam budidaya berdasarkan penelitian terdahulu (Proisy et al., 2018). Waktu pengumpulan sampel sedimen dilakukan pada saat surut terendah, ketika sedimen mangrove dapat diakses dan permukaannya jelas untuk keperluan pengukuran dimensi pohon.

  • 2.2    Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan antara lain meliputi pita transek, phi band, pita pengukur, open-faced soil auger sediment corer, GPS, oven, neraca digital, mortar, krusibel, muffle furnace, aplikasi MonMang dan

Tabel 1

Persamaan Allometrik Biomassa Atas dan Bawah Permukaan Beberapa Jenis Mangrove

Spesies

Atas Permukaan

Avicennia alba Avicennia marina Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Sonneratia alba

Bruguiera gymnorrhiza

Xylocarpus granatum

Persamaan allometrik (Y=axb)

B = 0,079211×DBH2,470895

B = 0,1848×DBH2.3524

B = 0,235×DBH2,42

B = 0,1466×DBH2,3136

B = 0,3841×ρ×DBH2,101

B = 0,0754× ρ × DBH2,505

B = 0,1832×DBH2,21

Sumber

(Tue et al., 2014)

(Dharmawan dan Siregar, 2008)

(Komiyama et al., 2008)

(Dharmawan, 2010)

(Kauffman dan Cole, 2010)

(Kauffman et al., 2012)

(Tarlan, 2008)

Persamaan Umum

B = 0,251×ρ×DBH2,46

(Komiyama et al., 2008)

Bawah Permukaan

Avicennia marina

B= 1,28×DBH1,17

(Komiyama et al., 2008)

Rhizophora apiculata

B= 0,00698×DBH2,15

(Komiyama et al., 2008)

Xylocarpus granatum

B = 0,145×DBH2,55

(Komiyama et al., 2008)

Persamaan Umum

B=0,199×ρ×0,899×DBH2,22

(Komiyama et al., 2008)

dimana B = biomassa (kg m-2); DBH = diameter pada ketinggian dada (cm); ρ = massa jenis kayu (g cm-3) Sumber: Suryono dkk. (2018) dan Sidik et al. (2019)


piranti lunak Rstudio. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah plastik sampel, aluminum foil, kertas label, buku identifikasi mangrove dan sampel sedimen.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian (A1-A3: Stratum Mangrove Alami; C1-C5: Stratum Mangrove Campuran;

R1: Stratum Mangrove Restorasi)

  • 2.3    Pengumpulan sampel dan pengukuran

    • 2.3.1.    Metode dan rancangan sampling

Metode penentuan titik sampling adalah sampling terstratifikasi (stratified sampling) dengan penentuan strata berdasarkan sejarah alih fungsi lahan: 1) Mangrove alami; 2) Mangrove restorasi; dan 3) Mangrove campuran. Terdapat sembilan stasiun pengamatan yang terbagi menjadi ketiga strata.

Pada tiap stasiun, plot bujur sangkar 10 m × 10 m ditempatkan acak dengan tiga kali pengulangan. Tegakan yang diperhitungkan adalah pohon hidup dewasa. Sampling dilakukan secara non destruktif/tanpa pemanenan. Terdapat reorganisasi dua stasiun dari kategori restorasi menjadi kategori campuran akibat kondisi lapangan.

  • 2.3.2.    Pengukuran pohon hidup untuk estimasi biomassa

Pengukuran diameter pohon pada ketinggian 1.3 m dilakukan pada pohon hidup di setiap plot menggunakan pita pengukur diameter (phi band).

  • 2.3.3.    Pengumpulan sampel sedimen

Sampel sedimen mangrove dikumpulkan di tiap stasiun dari kedalaman 1 meter (100 cm) dengan soil auger. Sebelum mengambil sampel, segala sampah organik pada permukaan sedimen dibersihkan dahulu. Sampel yang diperoleh dipartisikan menjadi empat subsampel berdasarkan lapisan kedalaman: 0-15 cm, 15-30 cm, 30-50 cm, dan 50-100 cm (Mahasani dkk., 2015).

  • 2.3.4.    Identifikasi dan penghitungan tegakan mangrove

Mangrove diidentifikasi dan dihitung tegakan per jenisnya dari setiap plot untuk dihitung kerapatan

dan indeks keanekaragamannya. Identifikasi jenis mangrove di lapangan menggunakan acuan utama Buku Panduan Mangrove Perancak BROL Jembrana (Sidik dkk., 2018).

  • 2.4    Metode analisis

    • 2.4.1.    Pendugaan biomassa mangrove

Pendugaan biomassa mangrove atas sedimen (above ground biomass, AGB) dan bawah sedimen (below ground biomass, BGB) diperoleh dengan memperhitungkan persamaan allometrik (Tabel 3). Apabila tidak terdapat persamaan allometrik untuk spesies tertentu, digunakan persamaan allometrik umum untuk menduga biomassa mangrove di kawasan Asia Tenggara (Komiyama et al., 2008).

  • 2.4.2.    Simpanan karbon biomassa

Menurut Kauffman dan Donato (2012), simpanan karbon pada biomassa mangrove dapat diperoleh dengan mengalikan proporsi karbon dari biomassa atas maupun bawah sedimen.

AGBC = 0,464 × AGB                       (1)

BGBC = 0,390 × BGB                       (2)

dimana AGBC adalah simpanan karbon biomassa atas sedimen (ton ha-1); AGB adalah biomassa atas sedimen (kg m-2); BGBC adalah simpanan karbon biomassa bawah sedimen (ton ha-1); dan BGB adalah biomassa bawah sedimen (kg m-2). Dari kedua komponen tersebut, diperoleh nilai total berikut:

TBC = AGBC + BGBC                (3)

dimana TBC adalah total simpanan karbon biomassa (total biomass carbon) (ton ha-1).

  • 2.4.3.    Analisis kandungan karbon organik sedimen

Kandungan karbon organik sampel sedimen dianalisis di laboratorium dengan metode loss on ignition (LOI) (Donato et al., 2011).

m- -m,}

% LOI =   ---× 100                        (4)

mi

dimana %LOI merupakan persentasi materi organik yang terbakar (%); mi merupakan massa awal sebelum pengeringan (g); dan mt merupakan massa akhir sampel setelah pengeringan(g).

Konsentrasi karbon organik sedimen (%Corg) diperoleh dari persamaan korelasi dari penelitian di Palau dengan R2 = 0.59 (Kauffman et al., 2011). Persamaannya adalah sebagai berikut:

% Corg = 0,415 × % LOI + 2,89                  (5)

dimana %Corg merupakan konsentrasi karbon organik sedimen (%); dan %LOI merupakan persentasi materi organik yang terbakar (%).

Bulk density (BD) tanah adalah massa partikel per satuan volume sedimen disertai porinya (Donato et al., 2011). BD dapat diperoleh melalui persamaan berikut:

m

BD = v                                 (6)

dimana BD merupakan bulk density (g cm-3); m merupakan massa kering sampel (g); dan v merupakan volume sampel (cm3).

Kepadatan karbon sedimen (ρC) dapat diperoleh dengan persamaan berikut:

ρC = % Cog × BD                      (7)

dimana ρC merupakan kepadatan karbon dalam sedimen (g cm-3); %Corg merupakan kandungan karbon organik sedimen; dan BD merupakan bulk density (g cm-3).

Simpanan karbon pada sedimen mangrove diperkirakan melalui persamaan:

SC = ρC × SDI                        (8)

dimana SC merupakan simpanan karbon sedimen (ton ha-1); ρC merupakan kepadatan karbon (g cm3); dan SDI merupakan interval kedalaman sampel (cm).

  • 2.4.4.    Total simpanan karbon

Total stok atau simpanan karbon vegetatif diperoleh dengan menjumlahkan kandungan karbon dari tiap komponen vegetatif (biomassa atas dan bawah permukaan, sedimen, dst.)

TC = TBC + SC                       (9)

dimana TC merupakan total simpanan karbon ekosistem mangrove (ton ha-1); TBC merupakan simpanan karbon biomassa mangrove (ton ha-1); dan SC merupakan simpanan karbon sedimen mangrove (ton ha-1).

  • 2.4.5.    Karakteristik tegakan mangrove

Karakteristik tegakan yang diperhitungkan adalah kerapatan tegakan sebagai parameter utama yang dianalisis dan luas bidang dasar (basal area, BA) sebagai parameter pendukung analisis. BA dapat diperoleh dengan rumus luas lingkaran pada tiap DBH tegakan mangrove per stasiun dan stratum. Kerapatan tegakan mangrove adalah jumlah tegakan terhadap luas petak contoh (Kauffman and Donato, 2012). Persamaannya adalah sebagai berikut:

K = N × 10.000                            (10)

A

dimana K merupakan kerapatan tegakan (ind ha-1); N merupakan jumlah total tegakan (ind); dan A merupakan luas seluruh petak contoh (ha).

  • 2.4.6.    Indeks keberagaman

Indeks keberagaman yang digunakan dalam analisis adalah indeks keberagaman atau dominansi Simpson (D), yang merupakan metrik keberagaman fungsional dan indeks keberagaman Shannon-Wiener (H’) yang merupakan metrik keberagaman filogenetik.

  • a.    Indeks Keberagaman/Dominansi Simpson (D) s

D =1-Σ (p? )                              (11)

i=1

dimana D merupakan indeks Simpson; pi merupakan jumlah individu spesies ke-i dalam komunitas (Mandal et al., 2013).

  • b.    Indeks keberagaman Shannon-Wiener (H’)

s

H= -(A)(ln (Pi))                             (12)

i=1

dimana H’ merupakan indeks keberagaman Shannon-Wiener; dan pI merupakan jumlah individu spesies ke-i dalam komunitas (Mandal et al., 2013).

  • 2.4.7.    Analisis korelasi

Korelasi antara indeks keanekaragaman dan simpanan karbon ditentukan dengan koefisien korelasi Pearson dengan memplot kerapatan tegakan serta indeks keanekaragaman terhadap simpanan karbon di tiap stasiun menggunakan piranti lunak Rstudio. Pendekatan ini mengacu

pada beberapa penelitian terdahulu (Mandal et al., 2013; Bai et al., 2020).

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Total simpanan karbon biomassa mangrove TBC)

Tabel 2 merupakan hasil penghitungan total karbon biomassa mangrove pada tiap plot berserta galat bakunya. Total karbon pada biomassa mangrove secara keseluruhan (TBC) dari sembilan stasiun pengamatan bernilai 426,62±1,42 ton ha-1, sedangkan untuk karbon pada biomassa atas permukaan sedimen (AGBC) bernilai 315,33±1,05 ton ha-1 dan untuk karbon biomassa bawah permukaan sedimen (BGBC) bernilai 111,29±0,33 ton ha-1

Tabel 2

Total Simpanan Karbon Biomassa Mangrove

Simpanan Karbon Biomassa (ton ha-1)

Stratum

AGBC BGBC TBC

Campuran

190,35±1,24

70,84±0,70

261,20±1,20

Restorasi

26,07±7,37

5,91±0,39

31,99±6,97

Alami

98,90±3,45

34,53±0,84

133,43±4,16

Pada tahun 2021, TBC mengalami penurunan sebesar 4,84 ton/ha akibat penurunan nilai simpanan karbon biomassa bawah permukaan sedimen (BGBC). Hal ini bertolakbelakang dengan kecenderungan umum yang meningkat terhadap waktu beriringan dengan peningkatan produksi biomassa mangrove, terutama bila mempertimbangkan bahwa nilai laju produktivitas primer (net primary productivity, NPP) ditemukan bernilai positif sebesar 1,4±0,4 - 1,9±0,3 ton ha-1 tahun-1 untuk akumulasi karbon biomassa bawah permukaan sedimen (BGBC) (Sidik et al., 2019).

Tabel 3

Perbandingan Simpanan Karbon Biomassa Mangrove 2021 dan 2018

Kantong Karbon Ekosistem Mangrove

Simpanan Karbon Biomassa

(ton ha-1)

Penelitian ini (2021)

Penelitian Suryono dkk. (2018)*

AGBC

315,33±1,05

258,35

BGBC

111,29±0,33

173,10

TBC

426,62±1,42

431,46

*nilai simpanan karbon penelitian terdahulu disesuaikan agar sebanding dengan sembilan stasiun penelitian ini

Menimbang produksi karbon biomassa atas permukaan sedimen (AGBC) bernilai positif, dapat disimpulkan bahwa penurunan BGBC tidak dapat secara konklusif disebabkan oleh penurunan produktivitas mangrove. Penurunan ini diduga menandakan terjadinya degradasi atau deteriorasi akar mangrove yang melampaui kemampuan regenerasi dan produksi akar mangrove. Berdasarkan peta prediksi BROL (2021), telah terjadi peningkatan frekuensi dan perubahan pola pasang surut pada lokasi sejak tiga tahun yang lalu. Pada beberapa penelitian, peningkatan inundasi sedimen ditemukan berkorelasi positif dengan akumulasi karbon sedimen (Gao et al., 2019). Namun, hal demikian tidak berlaku bagi simpanan karbon biomassa. Peningkatan frekuensi dan inundasi pasang surut pada lokasi dapat menyebabkan peningkatan transpor nutrien dan konsentrasi oksigen, yang kemudian mempercepat metabolisme akar serta laju penguraian akar oleh bakteri (Castañeda-Moya et al., 2011).

Berdasarkan penelitian Sidik et al. (2019), laju produksi akar mangrove ditemukan lebih lambat dibanding produksi biomassa atas permukaan sedimen mangrove. Hal ini menghambat mangrove untuk menggantikan biomassa akarnya yang terurai akibat peningkatan tekanan lingkungan tersebut, menyebabkan akumulasi simpanan karbon pada biomassa akar menurun. Sementara itu, nilai simpanan karbon biomassa atas permukaan sedimen (AGBC) mengalami peningkatan sebesar 56,98 ton ha-1, melampaui peningkatan yang diproyeksikan berdasarkan NPP penelitian terdahulu sebesar 30,00-32,40 ton ha-1 (Sidik et al., 2019).

Gambar 2. Rerata Proporsi Karbon Biomassa Atas Permukaan Sedimen (AGB) dan Bawah Permukaan Sedimen (BGB)

Simpanan karbon biomassa tertinggi ditemukan pada stratum mangrove campuran dan terendah pada stratum mangrove restorasi (Gambar 2). Bila

dikaitkan dengan karakteristik tegakan, stratum mangrove campuran dengan karbon biomassa tertinggi juga diketahui merupakan stratum dengan rerata DBH, kelimpahan spesies dan BA tertinggi di antara ketiga stratum, diikuti stratum alami dan terendah stratum restorasi. Secara umum, DBH, BA dan kelimpahan spesies memiliki dampak positif atau berbanding lurus terhadap biomassa mangrove serta simpanan karbon mangrove (Bai et al., 2020).

  • 3.2    Total karbon sedimen mangrove SC)

    • 3.2.1.    Bulk density

Secara keseluruhan nilai BD di mangrove estuari Perancak berkisar antara 0,25-0,50 g cm-3. Nilai ini masih tergolong nilai yang baik (<1,3 g cm-3) dan belum menghalangi pertumbuhan akar Castañeda-Moya et al., 2011).

Gambar 3. Profil Vertikal Rerata Bulk Density Sedimen Per Stratun

Rentang nilai bulk density penelitian ini lebih tinggi dibandingkan pada penelitian sebelumnya terhadap ketiga jenis stratum mangrove oleh penelitian terdahulu (0,10-0,20 g cm-3) (Mahasani dkk. (2015). Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan selama enam tahun terakhir. Beberapa faktor memungkinkan yang dapat menyebabkan peningkatan bulk density antara lain meliputi penurunan biomassa dan volume akar dan deposisi materi organik sedimen serta peningkatan frekuensi pasang surut yang menyebabkan peningkatan degradasi akar (Sasmito et al., 2019).

Peningkatan frekuensi dan perubahan pola pasang surut yang terjadi di Perancak sesuai terdata peta BROL juga dapat menyebabkan peningkatan peralihan dan drainase tinggi, yang dapat menyebabkan leaching (BROL, 2021). Di samping itu, peningkatan saturasi air melampaui batas juga dapat meningkatkan bulk density (Das et al., 2019).

  • 3.2.2.    Kandungan karbon organik

Kandungan karbon organik pada sedimen mangrove di estuari Perancak memiliki kisaran nilai 10–15 % dengan pengecualian stratum restorasi yang memiliki kandungan karbon organik 26% pada lapisan permukan. Nilai ini menunjukkan penurunan dari rentang nilai 41,57– 52,26% pada penelitian terdahulu (Mahasani dkk., 2015). Selain itu, juga menunjukkan penurunan dari 47,90 – 51,82% pada penelitian terdahulu terhadap mangrove alami Perancak (Indraiswari dan Putra, 2018).

Penurunan rentang nilai %Corg pada lokasi dapat dikaitkan dengan peningkatan frekuensi pasang surut yang terjadi selama tiga tahun terakhir, yang kemudian memperpanjang durasi perendaman mangrove (waterlogging), serta peningkatan bulk density. Kedua faktor ini dapat menghambat proses humifikasi. Humifikasi mengubah senyawa organik alifatik yang lebih rentan terhadap oksidasi dan pelarutan, menyebabkan kehilangan karbon (carbon loss) menjadi senyawa aromatik yang lebih stabil, mendukung dan mempertahankan stabilitas agregasi sedimen. Penghambatan dari proses ini dapat menyebabkan sedimen yang kurang stabil (Maitsui et al., 2015). Faktor lain yang diduga lebih memengaruhi persebaran karbon organik sedimen adalah ketersediaan nutrien seperti Fosfor (Huang et al., 2018).

Gambar 4. Profil Vertikal Rerata %Corg Sedimen Per Stratum

Selain bulk density, faktor lain yang memengaruhi konsentrasi karbon organik sedimen adalah tingkat produksi biomassa mangrove, yang merupakan salah satu sumber autochthonous utama dari materi organik yang terdeposisi pada sedimen (Bai et al., 2020). Penjelasan ini konsisten dengan hasil yang menunjukkan bahwa stratum campuran

sebagai stratum dengan nilai %Corg tertinggi juga merupakan stratum dengan simpanan karbon biomassa tertinggi (Gambar 2). Namun, hal yang sama tidak berlaku pada stratum alami dan restorasi. Stratum restorasi memiliki nilai %Corg yang lebih tinggi dibanding stratum alami walaupun memiliki simpanan karbon biomassa yang lebih rendah. Hal ini disebabkan adanya faktor lain yang berkontribusi terhadap konsentrasi karbon organik sedimen. Penelitian Kusumaningtyas et al. (2019), terhadap beberapa hutan mangrove Indonesia menemukan bahwa kerapatan tegakan mangrove yang relatif tinggi serta usia yang diindikasikan ukuran (DBH) pohon dapat meningkatkan produktivitas primer, yang kemudian meningkatkan deposisi biomassa pada sedimen. Selain itu, kerapatan tinggi juga dapat menghambat resuspensi materi organik akibat aliran air tawar maupun pasang surut dan memerangkap partikel tersuspensi pada sedimen (Alongi, 2012). Umumnya, peningkatan terhadap kedalaman ditemukan akibat peningkatan akumulasi karbon (Sasmito et al., 2020). Namun, hal ini tidak terlihat pada profil vertikal kandungan karbon organik sedimen pada penelitian ini. Kandungan karbon organik sedimen justru menunjukkan tren umum penurunan terhadap kedalaman. Hal ini dapat disebabkan kontribusi deposisi biomassa atau serasah mangrove terhadap karbon organik sedimen yang berkurang terhadap kedalaman (Chen et al., 2018).

Terdapat anomali pada stratum restorasi di mana lapisan permukaan dimulai dengan nilai konsentrasi karbon yang sangat besar, tetapi nilai tersebut berkurang secara signifikan di bawah lapisan tersebut. Namun hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian di estuari Dongzhaigang yang menemukan adanya tren menurun terhadap kedalaman dan terhadap peningkatan rentang pasang surut. Hal ini terkait dengan ketersediaan nutrien sedimen. Variasi serupa juga teramati secara horizontal terhadap zona pasang surut, menunjukkan adanya pengaruh substansial rezim pasang surut terhadap karbon sedimen (Huang et al., 2018).

  • 3.2.3.    Kepadatan karbon sedimen

Secara umum, nilai kepadatan karbon sedimen berkisar pada nilai 0,02 – 0,10 g cm-3 (rerata 0,03 – 0,10 g cm-3). Namun persebaran nilai lebih berkisar pada 0,03 – 0,05 g/cm3, sedangkan nilai 0,10 g cm-3

yang ditemukan pada lapisan permukaan restorasi merupakan anomali. Kisaran nilai ini lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai kepadatan karbon sedimen keseluruhan mangrove Perancak pada tahun 2015 yang berkisar pada 0,04 – 0,10 g cm-3 (Mahasani dkk., 2015). Penurunan nilai ini dapat dikaitkan dengan penurunan kontribusi biomassa dan laju penguraian akibat peningkatan frekuensi pasang surut (Das et al., 2019).

Pola dari profil vertikal kepadatan karbon sedimen sangat berbeda antara strata. Selain itu, seperti pada kandungan karbon organik, terdapat anomali pada stratum restorasi di mana nilai pada lapisan permukaan jauh lebih tinggi dibanding rentang nilai pada semua stratum. Keberadaan anomali ini disebabkan keterkaitan parameter konsentrasi karbon organik (%Corg) dengan kepadatan karbon sedimen. Sebagian besar simpanan karbon pada sedimen mangrove ditemukan sebagai senyawa organik kompleks (Kauffman dan Donato, 2012).

Gambar 5. Profil Vertikal Rerata Kepadatan Karbon Sedimen Per Stratum

Usia diketahui memiliki korelasi signifikan dengan kepadatan karbon sedimen (Chen et al., 2018). Namun, nilai kepadatan karbon sedimen pada lapisan terdalam stratum alami terlampaui oleh stratum campuran. Hal ini dapat terjadi walaupun mangrove alami memiliki rerata usia lebih tua dibanding campuran karena kontribusi deposisi biomassanya yang lebih rendah. Selain faktor usia, kepadatan karbon sedimen juga dipengaruhi oleh jumlah biomassa yang diproduksi mangrove sebagai salah satu sumber karbon sedimen utama (Wang et al., 2021).

  • 3.2.4.    Total simpanan karbon sedimen

Nilai karbon sedimen yang diperoleh berada pada kisaran 372,44 – 479,89 ton ha-1 (Tabel 4), jauh di

bawah rerata simpanan karbon sedimen global (749 ton ha-1) (Kauffman dan Bhomia, 2017). Namun, kisaran nilai ini lebih tinggi bila mengacu pada penelitian terdahulu dengan kisaran 83,28 – 167,07 ton ha-1 (Suryono dkk., 2018).

Tabel 4

Total Karbon Sedimen Mangrove

Stratum

Total Karbon Sedimen

(ton ha-1)

Campuran

2217,99

Restorasi

479,59

Alami

1348,73

Perbedaan nilai ini diduga disebabkan oleh peningkatan akumulasi karbon sedimen seiring bertambahnya usia mangrove selama pergantian waktu tiga tahun (Bai et al., 2020). Secara umum, tidak terdapat perbedaan signifikan antara simpanan karbon pada sedimen mangrove di antara ketiga stratum.

Gambar 6. Profil vertikal rerata simpanan karbon sedimen per stratum

Pada gambar 6, dapat terlihat bahwa simpanan karbon sedimen pada tiap stratum memiliki kecenderungan meningkat terhadap kedalaman. Hasil penelitian ini menunjukkan konsistensi dengan hasil penelitian-penelitian serupa di mana karbon berakumulasi pada lapisan terdalam sedimen (Gao et al., 2019). Ada pun anomali nilai C sedimen tinggi di permukaan stratum restorasi telah dijelaskan pada subbab konsentrasi karbon organik (%Corg).

  • 3.3    Total simpanan karbon

Jumlah total simpanan karbon hutan mangrove dari sembilan stasiun pengamatan di estuari Perancak adalah sebesar 4472,93 ton ha-1 yang

terdiri dari simpanan karbon biomassa mangrove (TBC) sebesar 426,62 ton ha-1 dan simpanan karbon sedimen mangrove (SC) sebesar 4046,31 ton ha-1.

Sementara itu, untuk perbandingan simpanan karbon antar strata dapat dilihat pada Gambar 7 bahwa secara keseluruhan stratum restorasi memiliki nilai simpanan karbon tertinggi dengan nilai 511,57 ton/ha. Kedua tertinggi adalah stratum campuran dengan rentang nilai 433,13 – 539,01 ton ha-1 dan rerata 495,85 ton ha-1. Total simpanan karbon terendah dimiliki stratum mangrove restorasi, yang hanya berbeda tipis dengan simpanan karbon stratum campuran dengan rentang nilai 451,65 - 528,72 ton ha-1 dengan rerata 494,06 ton ha-1. Total rerata simpanan karbon dari ketiga stratum adalah 1501,47 ton ha-1 yang terdiri dari simpanan karbon biomassa sebesar 128,70 ton ha-1 dan karbon sedimen sebesar 1372,76 ton ha-1.

Diketahui terdapat korelasi negatif yang kuat antara rentang pasang surut dengan kandungan karbon sedimen. Paparan frekuen dari arus pasang surut terhadap sedimen membuat kandungan karbon organik sedimen rentan terbilas dari sedimen dan terlarut dalam kolom air (Wang et al., 2021). Simpanan karbon sedimen pada kedua strata dengan lokasi sebagian besar stasiun yang lebih terpengaruh pasang surut menjadi lebih rendah. Di samping itu, peningkatan frekuensi pasang surut juga dapat menyebabkan penghambatan terhadap produksi biomassa pada stratum campuran dan alami.

Tabel 5

Total Simpanan Karbon Mangrove

Stratum

Simpanan Karbon (ton ha-1)

TBC

SC

TC

Campuran

261,20

2217,99

2479,19

Restorasi

31,99

479,59

511.58

Alami

133,43

1348,73

1482,16

TOTAL

426,62

4046,31

4472,93

Selain faktor pasang surut, proporsi sedimen lebih rendah pada stratum campuran dan alami juga dapat disebabkan pelarutan bahan organik sedimen tinggi akibat peningkatan input air tawar dari sungai yang kemudian menyebabkan kehilangan karabon akibat ekspor lateral karbon terlarut dalam bentuk organik maupun anorganik

dari ekosistem mangrove ke ekosistem berdekatan (Kida dan Fujitake, 2020).

Gambar 7. Perbandingan rerata total simpanan karbon mangrove serta proporsi tiap kantong karbon dalamnya (agc: karbon biomassa atas permukaan sedimen, bgc: karbon biomassa bawah permukaan sedimen, sed: karbon sedimen)

Walau demikian, perbedaan simpanan karbon keseluruhan dan pada sedimen mangrove tidak berbeda jauh antar strata. Simpanan karbon tertinggi kedua berada pada stratum campuran yang diketahui memiliki produksi biomassa, kerapatan tegakan, serta rentang DBH tertinggi di antara ketiga strata. Namun, simpanan karbon sedimen yang menyusun sebagian besar simpanan karbon mangrove padanya memiliki nilai yang lebih rendah. Hal ini menyebabkan simpanan karbon campuran bernilai lebih rendah dibanding restorasi.

Proporsi simpanan karbon sedimen terlihat dengan jelas mendominasi komposisi simpanan karbon mangrove di Perancak, mencapai hingga 89,46 – 93,75% dari total simpanan karbon ekosistem. Hasil ini cukup konsisten dengan literatur di mana kantong karbon sedimen (soil carbon pool) merupakan kontributor terbesar bagi simpanan karbon ekosistem mangrove, mencapai hingga 60 – 90% dari total simpanan karbon (Donato et al., 2011). Nilai simpanan karbon sedimen yang cukup tinggi menunjukkan bahwa sedimen mangrove di estuari Perancak masih dalam keadaan baik dan memiliki kapasitas penyimpanan karbon yang tinggi.

Namun pada sisi lain, proporsi simpanan karbon biomassa mangrove yang hanya mencapai sekitar 10-20% dari total simpanan karbon ekosistem dapat menandakan keadaan produktivitas primer yang kurang optimal. Hal ini

terutama tampak pada biomassa akar mangrove yang mengalami penurunan drastis.

Penyebab penurunan produksi biomassa akar dapat dikaitkan dengan perubahan pola dan frekuensi pasang surut yang meningkat selama 3 tahun terakhir, membuat rentan terjadinya penguraian akar mangrove. Pada saat yang sama, peningkatan penguraian akar mangrove juga dapat meningkatkan kontribusi karbon pada sedimen mangrove (Gao et al., 2019). Singkat kata, penguraian akar mangrove dapat mengurangi kontribusi kantong karbon biomassa sekaligus meningkatkan kontribusi kantong karbon sedimen dalam simpanan karbon ekosistem mangrove Perancak.

  • 3.4    Karakteristik tegakan mangrove

Secara umum mangrove dominan yang ditemukan adalah dari genus Rhizophora. Mangrove campuran memiliki rerata DBH dan BA yang paling besar di antara ketiga stratum. Sementara itu, walaupun mangrove restorasi memiliki rerata DBH yang lebih tinggi dibanding mangrove alami, mangrove alami tetap memiliki nilai luas bidang dasar (BA) yang lebih tinggi (Tabel 6).

Tabel 6

Karakteristik Tegakan Mangrove

Stratum

Mangrove

Spesies Dominan

Rerata DBH (cm)

BA (m2)

Alami

Avicennia spp.

9,26

1,00

Restorasi

Rhizophora spp.

10,15

0,17

Campuran

Rhizophora spp.

10,66

1,76

Kerapatan tegakan tertinggi ditemukan pada mangrove campuran dengan nilai rerata 1490,00 ind ha-1, diikuti oleh mangrove restorasi (1250,00 ind ha-1), dan terendah pada mangrove alami (1055,56 ind ha-1) (Gambar 8).

Gambar 8. Rerata Kerapatan Tegakan Mangrove (ind ha-1) di Tiap Stratum

  • 3.5    Analisis korelasi

    • 3.5.1.    Korelasi kerapatan tegakan dan simpanan karbon mangrove

Berdasarkan analisis, kerapatan tegakan mangrove dan total simpanan karbon mangrove secara keseluruhan tidak memiliki korelasi atau memiliki korelasi yang dapat diabaikan (R = -0,046; 0,01 > R > -0,2) dan tidak signifikan secara statistik (p = 0,91; p > 0,05).

Hasil analisis ini pun konsisten dengan hasil penelitian di mana stratum campuran yang memiliki kerapatan tegakan tertinggi tidak memiliki total simpanan karbon tertinggi, melainkan berada di posisi kedua tertinggi. Sementara itu stratum alami dengan kerapatan tegakan terendah yang memiliki perbedaan signifikan dengan kerapatan tegakan stratum campuran memiliki total simpanan karbon yang tidak berbeda jauh dengan simpanan karbon stratum campuran.

Kerapatan tegakan dengan simpanan karbon biomassa (Gambar 9(b)) ditemukan memiliki korelasi linier positif yang kuat (R=0,65; 0,40 < R < 0,70), tetapi tidak signifikan secara statistik (p = 0,056; p > 0,05). Hal ini disebabkan oleh keterkaitan kerapatan tegakan dengan produksi biomassa pohon mangrove. Kerapatan tegakan merupakan hitungan terhadap jumlah tegakan pohon mangrove (N) pada suatu area (A) (Kauffman dan Donato, 2012).

Korelasi antara kerapatan tegakan dan simpanan karbon pada sedimen mangrove (Gambar (9(c)) bersifat negatif dan sangat lemah sehingga dapat diabaikan (R = -0,19; -0,01 > R > -0,20) dan secara statistik tidak signifikan (p = 0,63; p > 0,05). Hasil analisis ini cukup konsisten dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa stratum campuran dengan kerapatan tertinggi tidak memiliki simpanan karbon sedimen tertinggi maupun terendah di antara ketiga strata, melainkan berada pada posisi pertengahan. Di samping itu, tidak ada pola jelas yang dapat mengaitkan kedua variabel. Penelitian Bai et al. (2020), menemukan hasil analisis serupa, yaitu korelasi negatif lemah antara kerapatan tegakan dengan karbon sedimen mangrove.

  • 3.5.2.    Korelasi kerapatan tegakan dan simpanan karbon mangrove

  • a.    Korelasi indeks keberagaman Shannon-Wiener dan simpanan karbon mangrove

Berdasarkan analisis, indeks keanekaragaman Shannon-Wiener dan total simpanan karbon mangrove secara keseluruhan memiliki korelasi negatif berkekuatan sedang (R= -0,37; -0,30 > R > -0,40) dan secara statistik tidak signifikan (p = 0,32; p > 0,05).

Hasil analisis ini tidak konsisten dengan hasil penelitian Bai et al. (2020), yang menemukan adanya korelasi positif antara indeks keanekaragaman dengan simpanan karbon mangrove. Walaupun demikian, hasil penelitian ini tidak istimewa dan pernah ditemukan pada penelitian lain. Menurut penelitian Carol Adair et al. (2018), secara umum faktor keanekaragaman atau keberagaman memiliki peran yang kurang penting dibanding karakteristik fungsional atau biotik dalam menentukan simpanan karbon mangrove.

Indeks keberagaman Shannon-Wiener dan simpanan karbon biomassa mangrove memiliki korelasi linier positif berkekuatan sedang (R = 0,35; 0,30 < R < 0,39) dan secara statistik tidak signifikan (p = 0,35; p > 0,05) (Gambar 10(b)). Hasil analisis ini cukup konsisten dengan beberapa penelitian yang menemukan bahwa keanekaragaman mangrove atau tumbuhan hutan berkorelasi positif dengan simpanan karbon pada biomassa (Bai et al., 2020).

Keanekaragaman diasosiasikan dengan variasi relung ekosistem luas yang dapat diisi oleh berbagai spesies mangrove, sehingga dapat meningkatkan efisiensi alokasi sumberdaya yang dibutuhkan untuk bertumbuh dan berproduksi dan secara konsekuen, meningkatkan produktivitas primer dan produksi biomassa (Cameron et al., 2018).

Korelasi antara indeks keberagaman ShannonWiener dengan simpanan karbon sedimen mangrove bersifat negatif dan lemah (R = -0,22; -0,20 > R > -0,30) dan secara statistik tidak signifikan (p = 0,57; p > 0,05). Menurut penelitian Carol Adair et al. (2018), metrik keberagaman seperti indeks keberagaman dapat menurunkan simpanan karbon sedimen melalui peningkatan penguraian atau dekomposisi materi organik dan secara keseluruhan memiliki dampak yang lebih lemah terhadap penyimpanan maupun kehilangan karbon mangrove, dan terutama lemah atau rendah

terhadap kantong karbon non-hidup mangrove seperti sedimen.

Gambar 9. Korelasi indeks keberagaman ShannonWiener dengan simpanan karbon (a) secara keseluruhan; (b) pada biomassa mangrove; (c) pada sedimen mangrove

  • b.    Korelasi indeks keberagaman Simpson dan simpanan karbon mangrove

Hasil analisis korelasi Pearson antara indeks keberagaman Simpson dengan simpanan karbon secara keseluruhan menunjukkan kedua variabel tidak memiliki korelasi atau memiliki hubungan yang dapat diabaikan (R = 0,07; 0,01 < R < 0,2) yang tidak signifikan secara statistik (p =0,85; p >0,05).

Hal ini menunjukkan bahwa indeks keberagaman Simpson tidak memiliki hubungan bermakna apa pun dengan simpanan karbon mangrove secara keseluruhan. Kekuatan korelasi ini jauh lebih lemah dibanding korelasi pada indeks Shannon-Wiener yang memiliki kekuatan sedang.

Gambar 10. Korelasi indeks keberagaman Simpson dengan simpanan karbon (a) secara keseluruhan; (b) pada biomassa mangrove; (c) pada sedimen mangrove

Hasil analisis ini didukung oleh penemuan bahwa metrik keberagaman fungsional seperti indeks Simpson memiliki kepentingan atau dampak lebih rendah terhadap simpanan karbon mangrove dibanding variabilitas filogenetik yang dapat diindikasikan indeks Shannon-Wiener dan faktor interaktif biotik maupun faktor keadaan lingkungan. (Carol Adair et al., 2018). Selain itu, simpanan karbon mangrove di Perancak ditemukan sangat didominasi simpanan karbon sedimen. Oleh sebab itu, korelasi antara indeks Shannon-Wiener dengan simpanan karbon keseluruhan menerima pengaruh lebih besar dari korelasi antara indeks Shannon-Wiener dengan simpanan karbon sedimen.

Terdapat korelasi linier positif kuat (R = 0,52; 0,40 < R < 0,70) walaupun tidak signifikan secara statistik (p = 0,18; p > 0,05) antara indeks Simpson dan simpanan karbon biomassa. Indeks keberagaman Simpson (1-D) lebih menekankan

pada proporsi dan kerataan persebaran data dengan melihat keberadaan atau ketiadaan dominasi dari satu spesies. Semakin merata persebaran dari berbagai spesies mangrove dalam sampel, semakin tinggi nilai indeks keberagaman Simpson. Walaupun keberagaman dapat berasosiasi positif dengan simpanan karbon mangrove, keberagaman dengan dominansi tinggi menandakan adanya beberapa spesies mangrove yang tidak dapat berkompetisi dengan spesies dominan dan dapat menghambat produksi biomassa spesies tersebut (Carol Adair et al., 2018).

Analisis korelasi antara indeks keberagaman Simpson dengan simpanan karbon sedimen menunjukkan ketiadaan korelasi atau korelasi yang hampir dapat diabaikan antara kedua variabel (R = 0,016; 0,01 < R < 0,20) dan secara statistik tidak signifikan (p = 0,97; p > 0,05). Metrik keberagaman memiliki pengaruh yang lebih lemah atau tidak bermakna terhadap simpanan karbon non-hidup mangrove, terutama simpanan karbon sedimen (Carol Adair et al., 2018).

  • 4.    Simpulan

Estimasi nilai total simpanan karbon mangrove estuari Perancak, Jembrana secara keseluruhan adalah 4472,93 ton ha-1, dengan kantong karbon biomassa bernilai 426,62 ton ha-1, dan kandungan karbon organik sedimen sebesar 4046,31 ton ha-1.

Total simpanan karbon tertinggi berada pada stratum restorasi (511,57 ton ha-1), kedua tertinggi adalah stratum campuran (495,84 ton ha-1), dan terendah stratum alami (494,06 ton ha-1). Perbedaan nilai simpanan karbon antar strata secara internal dipengaruhi dengan kuat oleh simpanan karbon sedimen dan karakteristik tegakan (usia dan kerapatan tegakan), dan secara eksternal oleh peningkatan frekuensi pasang surut.

Kerapatan tegakan memiliki korelasi positif yang kuat dengan simpanan karbon biomassa walaupun tidak signifikan serta memiliki korelasi yang lemah dan tidak signifikan dengan karbon sedimen. Kedua indeks keanekaragaman berkorelasi positif non signifikan dengan karbon biomassa, tetapi indeks Simpson memiliki korelasi yang lebih kuat.

Daftar Pustaka

Alongi, D. M. (2012). Carbon sequestration in mangrove forests. Carbon Management, 3(3), 313–322.

Bai, J., Meng, Y., Gou, R., Lyu, J., Dai, Z., Diao, X., Zhang, H., Luo, Y., Zhu, X., & Lin, G. (2020). Mangrove diversity enhances plant biomass production and carbon storage in Hainan island, China. Functional Ecology, 35(3), 774-786.

BROL. (2021). Peta Prediksi Pasang Surut di Perairan Indonesia. [online] Tersedia di: (http://bpol.litbang.kkp.go.id/imro-ofs/map.html), [diakses: 4 Februari 2021].

Cameron, C., Hutley, L. B., Friess, D. A., & Brown, B. (2018). Community structure dynamics and carbon stock change of rehabilitated mangrove forests in Sulawesi, Indonesia. Ecological Applications, 29(1), 1-18.

Carol Adair, E., Hooper, D. U., Paquette, A., & Hungate, B. A. (2018). Ecosystem context illuminates conflicting roles of plant diversity in carbon storage. Ecology Letters, 21(11), 1604-1619.

Castañeda-Moya, E., Twiley, R. R., Rivera-Monroy, V. H., Marx, B. D., Coronado-Molina, C., & Ewe, S. M. L. (2011). Patterns of Root Dynamics in Mangrove Forests Along Environmental Gradients in the Florida Coastal Everglades, USA. Ecosystems, 14(7), 1178–1195.

Chen, G. C., Gao, M., Pang, B. P., Chen, S. Y., & Ye, Y. (2018). Top-meter soil organic carbon stocks and sources in restored mangrove forests of different ages. Forests Ecology and Management, 422(2018), 87-94.

Das, L., Patel, R., Salvi, H., & Kamboj, R. D. (2019). Assessment of natural regeneration of mangrove with reference to edaphic factors and waters in Southern Gulf of Kachchh, Gujarat, India. Heliyon, 5(8), 1-9.

Dharmawan, I. W. S., & Siregar. (2008). Karbon tanah dan pendugaan karbon tegakan Avicennia marina (Forsk.) Vierh. Di Ciasem, Purwakarta. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, 5(4), 317-328.

Dharmawan, I. W. S. (2010). Pendugaan Biomasa Karbon di Atas Tanah Pada Tegakan Rhizophora mucronata di Ciasem, Purwakarta. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 15(1),50-56.

Donato, D. C., Kauffman, J. B., Murdiyarso, D., Kurnianto S., Stidham, M., & Kanninen, M. (2011). Mangroves among the most carbon-rich forests in the tropics. Nature Geoscience, 4(5), 293–297.

Gao, Y., Zhou, J., Wang, L., Guo, J., Feng, J., Wu, H., & Lin, G. (2019). Distribution patterns and controlling factors for the soil organic carbon in four mangrove forests of China. Global Ecology and Conservation, 17, 1-14.

Huang, X., Wang, X., Li, X., Xin, K., Yan, Z., Sun, Y., & Bellerby, R. (2018). Distribution pattern and influencing factors for soil organic carbon (SOC) in mangrove communities at Dongzhaigang, China. Journal of Coastal Research, 34(2), 434-442.

Indraiswari, I. G. A. A. M., & Putra, I. D. N. N. (2018). Estimasi Persentase Karbon Organik pada Tanah di Hutan Mangrove Alami, Perancak, Bali. Journal of Marine Research and Technology, 1(1), 1-4.

Kauffman, J. B., & Bhomia, R.K. (2017). Ecosystem carbon stocks of mangroves across broad environmental gradients in West-Central Africa: global and regional comparisons. PLoS ONE, 12(11), 1-17.

Kauffman, J. B., & Cole, T. G. (2010). Micronesian mangrove forest structure and tree responses to a severe typhoon. Wetlands, 30(6), 1077-1084.

Kauffman, J. B., & Donato, D. C. (2012). Protocols for the measurement, monitoring and reporting of structure, biomass and carbon stocks in mangrove forests. Bogor, Indonesia: Cifor.

Kauffman, J. B., Heider, C., Cole, T. G., Dwire, K. A., & Donato, D. C. (2011). Ecosystem carbon stocks of Micronesian mangrove forests. Wetlands, 31(2), 343352.

Kida, M., & Fujitake, N. (2020). Organic Carbon Stabilization Mechanisms in Mangrove Soils: A Review. Forests, 11(9), 1-15.

Kodikara, K. A., Mukherjee, N., Jayatissa, L. P., Dahdouh-Guebas, F., & Koedam, N. (2017). Have mangrove restoration projects worked? An in-depth study in SriLanka. Restoration Ecology, 25(5), 705–716.

Komiyama, A., Ong, J. E., & Poungparn, S. (2008). Allometry, biomass, and productivity of mangrove forests: a review. Aquatic Botany, 89(2), 128-137.

Kusumaningtyas, M. A., Hutahaean, A. A., Fischer, H. W., Pérez-Mayo, M., Ransby, D., & Jennerjahn, T. C. (2019). Variability in the organic carbon stocks, sources, and accumulation rates of Indonesian mangrove ecosystems. Estuarine, Coastal and Shelf Science, 218(2019), 310-323.

Mahasani, I. G. A. I., Widagti, N., & Karang, I. W. G. .A. (2015). Estimasi Persentase Karbon Organik Di Hutan Mangrove Bekas, Tambak, Perancak, Jembrana, Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 1(2015), 14–18.

Mandal, R. A., Dutta, I. C., Jha, P. K., & Karmacharya, S. (2013). Relationship between Carbon Stock and Plant Biodivesity in Collaborative Forests in Terai, Nepal. International Scholarly Research Notices, 2013, 1-7.

Matsui, N., Meepol, W., & Chukwamdee, J. (2015). Soil Organic Carbon in Mangrove Ecosystems with Different Vegetation and Sedimentological Conditions. Journal of Marine Science and Engineering, 3(4), 14041424.

Murdiyarso, D., Purbopuspito, J., Kauffman, J. B., Warren, M. W., Sasmito, S. D., Donato, D. C., Manuri, S., Krisnawati, H., Taberima, S., & Kurnianto, S. (2015). The potential of Indonesian mangrove forests for global climate change mitigation. Nature Climate Change, 5(12), 1089–1092..

Osland, M. J., Spivak, A. C., Nestlerode, J. A., Lessmann, J. M., Almario, A. E., Heitmuller, P. T., Russell, M. J., Krauss, K. W., Alvarez, F., Dantin, D. D., Harvey, J. E., From, A. S., Cormier, N., & Stagg, C. L. (2012). Ecosystem  development after mangrove wetland

creation: plant–soil change across a 20-year chronosequence. Ecosystems, 15(5), 848–866.

Pricillia, C. C., Patria, M. P., & Herdiansyah, H. (2021). Environmental conditions to support blue carbon storage in mangrove forest: A case study in the mangrove forest, Nusa Lembongan, Bali, Indonesia. Biodiversitas, 22(6), 3304-3314.

Proisy, C., Viennois, G., Sidik, F., Andayani, A., Enright, J. A., Guitet, S., Gusmawati, N., Lemonnier, H., Muthusankar, G., Olagoke, A., Prosperi, J., Rahmania, R., Ricout, A., Soulard, B., & Suhardjono (2018). Monitoring mangrove forests after aquaculture abandonment using time series of very high spatial resolution satellite images: A case study from the Perancak estuary, Bali, Indonesia. Marine Pollution Bulletin, 131(2018), 61-71.

Sasmito, S. D., Sillanpää, M., Hayes, M. A., Bachri, S., Saragi-Sasmito, M. F., Sidik, F., Hanggara, B. B., Mofu, W. Y., Rumbiak, V. I., Hendri, Taberima,S., Suhaemi, Nugroho, J. D., Pattiasina, T. F., Widagti, N., Barakalla,Rahajoe, J. S., Hartantri, H., Nikijuluw, V., Jowey, R. N., Heatubun, C. D., zu Ermgassen, P., Worthington, T. A., Howard, J., Lovelock, C. E., Fries, D. A., Hutley, L. B., & Murdiyarso, D. (2020). Mangrove blue carbon stocks and dynamics are controlled by hydrogeomorphic settings and land-use change. Global Change Biology, 26(5), 3028–3039.

Sasmito, S. D., Taillardat, P., Clendenning, J. N., Cameron, C., Friess, D. A., Murdiyarso, D., & Hutley, L. B. (2019).

Effect of land-use and land-cover change on mangrove blue carbon: A systematic review. Global Change Biology, 25(12), 4291–4302.

Sidik, F., Fernanda Adame, M., & Lovelock, C. E. (2019). Carbon sequestration and fluxes of restored mangroves in abandoned aquaculture ponds. Journal of the Indian Ocean Region, 15(2), 177-192.

Sidik, F., Wigati, N., Zaky, A. R., Hidayat, J. J., Kadarisman, H. P., & Islamy, F. (2018). Panduan Mangrove Estuari Perancak. Jembrana, Bali: Balai Riset dan Observasi Laut

Suryono, Soenardjo, N., Wibowo, E., Ario, R., & Rozy, E. F. (2018). Estimasi Kandungan Biomassa dan Karbon di Hutan Mangrove Perancak Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Buletin Oseanografi Marina, 7(1), 1–8.

Tarlan, M. A. (2008). Persamaan Penduga Biomassa Pohon Jenis Nyirih (Xylocarpus granatum Koenig. 1784) dalam Tegakan Mangrove Hutan Alam Di Batu Ampar, Kalimatan Barat. Skripsi. Bogor, Indonesia: Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Tue, N. T., Dung, L. V., Nhuan, M. T., & Omori, K. (2014).Carbon storage of a tropical mangrove forest in Mui Ca Mau National Park, Vietnam. Catena, 121(2014), 119-126.

Wang, G., Singh, M., Wang, J., Xiao, L., & Guan, D. (2021). Effects of marine pollution, climate, and tidal range on biomass and sediment organic carbon in Chinese mangrove forests. Catena, 202(2021), 1-11.

© 2022 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).

J. Mar. Aquat. Sci. 8: 230-243 (2022)