Estimation Pendugaan CPUE (Catch Per Unit Effort) dan Potensi Maksimum Lestari Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) yang Didaratkan di PPN Pengambengan, Jembrana-Bali
on
Journal of Marine and Aquatic Sciences 8(2), 323-328 (2022)
Pendugaan CPUE (Catch Per Unit Effort) dan Potensi Maksimum Lestari Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) yang Didaratkan di PPN Pengambengan, Jembrana-Bali
I Gusti Bagus Ngurah Adywan Surya Bhuwana a*, IGB. Sila Dharma b, Ni Luh Putu Ria Puspitha c
a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung, Bali-Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +62-895-606-209-620
Alamat e-mail: adywansurya@gmail.com
Diterima (received) 1 Januari 2021; disetujui (accepted) 22 November 2022; tersedia secara online (available online) 1 Desember 2022
Abstract
Lemuru is one of the highest catches landed in PPN Pengambengan. PPN Pengambengan is a strategic fishery port owned by Jembrana with a function as a center or center for marine fisheries landing. Improvement of fishing technology will be related to the problem of abundance or availability of fishery resoure stocks, so it is necessary to study CPUE, MSY and JTB so that they can utilize the resources with optimal but still maintain its preservation in nature. This research has a purpose, which is to know the tren of CPUE, MSY and JTB of lemuru fish (Sardinella lemuru) landed in PPN Pengambengan. The method used is a quantitative descriptive method using a surplus production analysis from Schaefer. The data used in this study are catch and fleet data from 2014–2019 obtained directly from the PPN Pengambengan office. The results showed the highest CPUE in 2015 amounted to 6,15 tons/fleet, but after that the CPUE tren tended to decline, especially since 2016 while the MSY value was obtained at 9.598,49 tons/year with a maximum sustained effort of 4.545,45 fleets/year. Furthermore, the JTB value is 80% of the MSY value, a figure of 7.678,8tons/year is obtained. This indicates overfishing and over-exploitation in the PPN Pengambengan area. To prevent overfishing and over-exploitation, prevention can be done, such as limiting fishing capacity and effort can also apply fisheries management models, such as co-management and EBFM (eco-based fisheries management).
Keywords: lemuru; CPUE; MSY; JTB; PPN Pengambengan
Abstrak
Ikan lemuru merupakan salah satu hasil tangkapan tertinggi yang didaratkan di PPN Pengambengan. PPN Pengambengan merupakan sebuah pelabuhan perikanan strategis yang dimiliki Jembrana dengan fungsi sebagai pusat atau sentra pendaratan perikanan laut. Peningkatan operasi penangkapan akan sangat erat kaitannya dengan masalah ketersediaan stok sumberdaya hayati ikan, maka dari itu perlu dilakukan kajian mengenai CPUE, MSY serta JTB agar dapat termanfaatkan dengan dan optimal namun tetap menjaga kelestariannya di alam. Penelitian ini memliki tujuan, yakni mengetahui tren CPUE, MSY serta JTB ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang didaratkan di PPN Pengambengan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif menggunakan analisis surplus produksi dari Schaefer. Data yang dipakai untuk melaksanakan penelitian ini adalah data hasil tangkapan (catch) dan armada (effort) dari tahun 2014–2019 yang didapatkan langsung dari kantor PPN Pengambengan. Hasil penelitian didapatkan CPUE tertinggi di tahun 2015 sebesar 6,15 ton/armada, namun setelah itu tren CPUE cenderung menurun, khususnya sejak tahun 2016 sedangkan nilai MSY didapatkan sebesar 9.598,49 ton/tahun dengan effort maksimum lestari sebesar 4.545,45 armada/tahun. Selanjutnya nilai JTB merupakan 80% dari nilai MSY diperoleh angka sebesar 7.678,8 ton/tahun. Hal ini mengindikasikan terjadinya overfishing dan over-exploitation di wilayah PPN Pengambengan, Jembrana-Bali. Untuk mencegah terjadinya overfishing dan over-exploitation dapat melakukan pencegahan, seperti membatasi fishing capacity serta effort dan dapat pula menerapkan model pengelolaan perikanan, seperti co-management dan EBFM (Ecosystem Based Fisheries Management).
Kata Kunci: ikan lemuru; CPUE; MSY; JTB; PPN Pengambengan
Perikanan ialah salah satu bidang maupun yang diharapkan mampu menopang kesejahteraan rakyat, khususnya para nelayan Indonesia. Industri perikanan sangat memiliki peran vital dalam pemulihan perekonomian negara Indonesia karena potensinya begitu dalam jumlah dan keanekaragamannya di dalamnya (Rahmawati dkk., 2013).
Menurut Sanjaya dkk. (2019), hasil perikanan tangkap di provinsi Bali sangat banyak ditemukan ikan pelagis kecil maupun pelagis besar. Ikan pelagis kecil adalah ikan yang sebagian besar hidupnya secara schooling dengan makanan utamanya adalah zooplankton maupun fitoplankton. Salah satu jenis ikan pelagis yang juga termasuk perikanan tangkap yang menyumbang total nilai produksi yang besar adalah ikan lemuru.
Di Indonesia ikan jenis ini sangat melimpah jumlahnya dan banyak dimanfaatkan menjadi ikan pindang, sarden dan tepung ikan. Ikan ini biasanya hidup di perairan dangkal dengan bergerombol antara satu dengan yang lainnya. Salah satu produsen dengan komoditas ikan lemuru yang sangat melimpah terdapat di Provinsi Bali tepatnya di Kabupaten Jembrana (Sanjaya dkk., 2019).
Kabupaten Jembrana dengan potensi perikanan tangkapnya yang menjanjikan, khususnya ikan pelagis dimana didalamnya termasuk ikan lemuru yang merupakan salah satu produksi perikanan tangkap laut terbesar yang dihasilkan oleh Jembrana. Adapun jumlah produksi ikan lemuru di Perairan Jembrana terus meningkat, dimana tahun 2017 total produksi ikan lemuru sebesar 7.606,3 ton dan di tahun 2018 meningkat menjadi 14.840,3 ton. Salah satu lokasi pendaratan ikan lemuru yang cukup terkenal di Jembrana adalah PPN Pengambengan (BPS Provinsi Bali, 2015).
Menurut Listiyani dkk. (2017), PPN Pengambengan merupakan pelabuhan perikanan strategis yang dimiliki Jembrana yang memiliki fungsi sebagai pusat atau sentra pendaratan perikanan laut. Menurut data PPN Pengambengan (2019), jumlah tangkapan lemuru di tahun 2019 sebesar 6.995 ton, dimana jumlah ini melonjak drastis dari tahun 2018 sebesar 252,1 ton. Namun faktanya terdapat permasalahan yang krusial, salah satunya adalah nelayan di Pengambengan ini belum mengetahui jumlah pasti maksimum ikan yang ditangkap serta upayanya.
Adapun metode yang dapat dilakukan untuk mengkaji suatu keadaan itu adalah dengan melakukan analisis CPUE serta potensi maksimum lestari untuk menghasilkan informasi mengenai dugaan kelimpahan stok (stock abundance) serta cadangan sumberdayanya. Disamping itu analisis potensi lestari ini juga memberikan rekomendasi mengenai jumlah upaya penangkapan optimum di wilayah PPN Pengambengan (Nurhayati, 2013).
Adapun penelitian ini sudah terlaksana di bulan April 2020-Juni 2020 yang meliputi kegiatan tahapan pengambilan data, pengolahan data serta analisis data.
Gambar 1. Peta lokasi penelitian di PPN Pengambengan
-
2.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan, diantaranya, yakni berupa laptop dan alat tulis. Kemudian untuk bahan utama yang diperlukan yaitu data time series produksi perikanan dan effort lemuru tahun 2014-2019.
-
2.3 Metode Penelitian
Metode deskripsi merupakan metode yang diimplementasikan pada skripsi ini, dimana metode ini dapat mendeskripsikan mengenai suatu objek atau spesies yang akan diteliti guna mendapatkan gambaran secara terstruktur dan sistematis
-
2.4 Analisis Data
-
2.4.1. Perhitungan Upaya Penangkapan (Effort) Lemuru
e —2
Cmsy =— 4 b
(7)
Langkah pertama yakni menghitung effort lemuru dari tahun 2014-2019. Perhitungan effort lemuru diperlukan terlebih dahulu dikarenakan data yang diperoleh di PPN Pengambengan masih dalam bentuk effort ikan keseluruhan, maka dari itu harus dihitung effort khusus ikan lemuru. Adapun rumus untuk mencari effort ikan lemuru adalah sebagai berikut.
dimana satuan dari Cmsy adalah ton/tahun; dan Emsy adalah armada/tahun. Tahap selanjutnya setelah mendapatkan nilai Cmsy, dilanjutkan dengan mencari nilai JTB.
JTB = 80% × Cmsy
(8)
(1)
Effort Lemuru Periode — i = Persentase Produksi
Lemuru Periode — i × Effort Keseluruhan Periode — i
(2)
2.4.2. Analisis Hasil Penangkapan per Unit
Penangkapan (CPUE)
_ C CPUE=C
E
(3)
dimana CPUE adalah hasil tangkapan per upaya penangkapan (ton/armada); C adalah total penangkapan (ton); dan E adalah jumlah upaya penangkapan (armada).
2.4.3. Model Schaefer
Menurut Simbolon dkk. (2011), rumus untuk mencari potensi lestari (Cmsy) dengan model Schaefer ini diawali dengan regresi linier sederhana, dapat dicari menggunakan persamaan berikut ini.
a=∑ yi- b (∑ xi)
n
(4)
n ∑ xiyi-∑ χi (∑ yi i) b = n (∑ xi 2) - (∑ xi)2
(5)
dimana x adalah upaya penangkapan (E); y adalah hasil penangkapan per unit satuan upaya (CPUE); dan n adalah jumlah sampel. Jika sudah didapatkan parameter a dan b selanjutnya mencari persamaan potensi maksimum lestari (Cmsy) dan effort maksimum lestari (Emsy).
Emsy=—
2 b
(6)
Aktivitas kegiatan perikanan di Pengambengan sudah berlangsung hampir selama 40 tahun silam yang awalnya bernama Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pengambengan yang dibangun tahun 1977. Kegiatan tersebut berlangsung cukup lama dan pada tahun 2005 berdasarkan surat Menteri Pemberdayagunaan Aparatur Negara dilakukan peningkatan kelas dari PPI menjadi PPN.
Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pengambengan berada di Desa Pengambengan, Jembrana – Bali dengan posisi 08023’46” lintang selatan dan 114034’47” bujur timur. Jarak PPN Pengambengan dari pusat kota Jembrana yakni 1520 menit, sedangkan jarak dari ibukota Denpasar yakni 105 km (Wujdi, 2013).
3.2 Catch Per Unit Effort (CPUE) Ikan Lemuru Tahun 2014 – 2019
Menurut Sibagariang dkk. (2011), CPUE memiliki tujuan untuk mendapatkan suatu kelimpahan relatif dari spesies yang diteliti dengan didasari membagi nilai catch dengan nilai effort. Berdasarkan diagram dibawah didapatkan bahwa CPUE ikan lemuru di PPN Pengambengan mengalami fluktuasi cenderung menurun.
Angka CPUE di tahun 2015 merupakan CPUE tertinggi dengan 6,15 ton/armada (Tabel 1 dan Gambar 2). Setelah tahun 2015 berakhir, tepatnya memasuki tahun 2016 CPUE mulai mengalami penurunan. Menurut Nugraha dkk. (2018), yang mengatakan dalam penelitiannya untuk periode 2016–2017 mengalami musim paceklik, dimana menurut nelayan musim paceklik terjadi karena kelangkaan ikan akibat terlalu banyak menangkap ikan. Pada saat musim banjir ikan nelayan di PPN Pengambengan dapat melakukan 2 kali trip dalam sehari.
Tabel 1
CPUE ikan lemuru tahun 2014 -2019
Tahun |
Catch (ton) |
Effort (armada) |
CPUE (ton/armada) |
2014 |
14.146 |
2.724 |
5,2 |
2015 |
16.038 |
2.605 |
6,15 |
2016 |
7.150 |
1.391 |
5,14 |
2017 |
76,5 |
28 |
2,8 |
2018 |
1.154,1 |
458 |
2,52 |
2019 |
16.002,9 |
4.661 |
3,44 |
Total |
54.567,5 |
11.867 |
25,25 |
Gambar 2. Diagram CPUE ikan lemuru tahun 2014 – 2019
Selanjutnya faktor musim paceklik, dimana perikanan lemuru yang terdapat di daerah fishing ground wilayah Selat Bali mengalami akibat perubahan lingkungan global. Terjadinya perubahan iklim karena efek El-Nino menyebabkan suhu perairan menjadi hangat, sehingga ikan lemuru akan berenang ke perairan lebih dalam. Faktor musim yang kadang sulit ditebak dan tak menentu mengakibatkan pola migrasi ikan. Hal ini sesuai dengan Ridha dkk. (2013), dimana hasil tangkapan ikan lemuru di awal musim timur sangat rendah namun seiring berjalannya keadaan akan mengalami fase peningkatan di akhir musim timur, sedangkan di musim barat berkebalikam dengan musim timur, dimana di awal sangat tinggi dan semakin merendah di akhir. Adapun musim timur terjadi di bulan Juni–Agustus, sedangkan musim barat di bulan Desember–Februari.
Menurut Wiyono (2011), faktor terakhir yang menyebabkan tren CPUE menurun adalah alat tangkap. Adapun alat tangkap yang paling sering beroperasi di wilayah PPN Pengambengan adalah purse seine. Di PPN Pengambengan purse seine digunakan oleh kapal berukuran 10 – 30 GT dengan mata jaring (mesh size) jaring 0,5 inchi, berdasarkan hal tersebut bertentangan dengan PERMEN-KP No. 71 Tahun 2016 (PPN Pengambengan, 2019).
Peraturan itu berisi penggunaan purse seine harus dengan ketentuan ≥ 1 inchi, sementara yang digunakan di Pengambengan masih menggunakan mata jaring (mesh size) 0,5 inchi yang dapat mengindikasikan terjadinya recruitment overfishing. Untuk menanggulangi overfishing ini dapat melakukan reservasi terhadap sejumlah stok induk. Selain itu dapat pula melakukan diversifikasi usaha perikanan, salah satu contohnya adalah stimulasi untuk usaha peningkatan budidaya di kalangan nelayan. Apabila diversifikasi ini diterapkan dengan optimal akan mengurangi tekanan penangkapan terhadap jenis ikan pelagis, khususnya lemuru menggunakan alat tangkap purse seine.
3.3 MSY dan JTB
MSY adalah acuan biologis dari tujuan pengelolaan perikanan di perairan dengan perhitungan statistik menggunakan metode surplus produksi dari Schaefer dengan tujuan untuk pengelolaan ikan yang baik (Nugraha dkk., 2018).
Gambar 3. Kurva maximum sustainable yield (MSY)
Hasil dari MSY dalam penelitian ini diperoleh angka sebesar 9.598,49 ton/tahun (Gambar 3) dengan effort maksimum lestari sebesar 4.545,45 armada/tahun (Gambar 3). Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya mengenai MSY di Pengambengan, maka jelas ada penurunan MSY dari periode ke periode yang mengindikasikan sudah terjadi penangkapan berlebih yang ditunjukkan dengan nilai produksi yang terus menurun (Gambar 4).
Selanjutnya untuk memastikan seberapa banyak ikan yang boleh ditangkap, maka harus
mengetahui JTB (jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB). JTB adalah metode atau cara yang dilakukan untuk membatasi operasi penangkapan yang dilakukan instansi berwenang untuk menjaga ketersediaan stok ikan agar tidak terjadi penurunan populasi di habitatnya.
Beberapa Hasil Penelitian MSY di Pengambengan
l∞000
66000
50000
O

23447
Merta et aL, 1986 Merta et aL,1992 Setyohadi., 2009
1986 »1992 « 2009
Gambar 4. Beberapa penelitian MSY di Pengambengan
Nilai JTB sebesar 80% dari nilai MSY sudah ditetapkan secara resmi oleh KKP. Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan nilai JTB sebesar 7.678,8 ton/tahun. Apabila dibandingkan dengan rata-rata penangkapan tahun 2014-2019 sebesar 9.094,58 ton/tahun, hal ini mengindikasikan nilai rata-rata produksi ikan lemuru tahun 2014–2019 sudah melebihi nilai JTB yang menandakan terjadinya overfishing dan over-exploitation.
Menurut Muhammad dkk. (2018), untuk mengatasi hal tersebut dapat menempuh berbagai kebijakan, seperti (1) membatasi fishing capacity serta effort (armada) penangkapan ikan dengan contoh, yaitu satu armada hanya dapat melakukan satu kali trip saja, (2) mengidentifikasi kawasan SPAGs (spawning aggregation sites) yang dijadikan sebagai kawasan larangan tangkap agar nelayan tidak melakukan penangkapan di wilayah tersebut, khususnya di wilayah yang sudah terjadi penurunan populasi secara massif.
Selain uraian di atas, masalah yang terdapat di PPN Pengambengan yang menyebabkan terjadinya overfishing dan over-exploitation secara tidak langsung adalah sumberdaya perikanan masih bersifat common properties (kepemilikannya dimiliki bersama) dan open access (penangkapannya boleh dilakukan secara terbuka oleh nelayan berbendera Indonesia tanpa adanya batasan).
Menurut Alains dkk. (2009), guna mengatasi isu-isu dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dibutuhkan sebuah model pengelolaan yang baik
dengan menyelaraskan peran masyarakat, pemerintah serta stakeholder yang tergabung didalamnya, metode ini dikenal dengan sebutan comanagement. Di masa mendatang model ini akan memberikan berbagai efek yang memberikan kebermanfaatan, seperti (1) dapat memberikan edukasi secara menyeluruh bagi masyarakat akan pentingnya wilayah pesisir, (2) memberikan peran lebih banyak kepada masyarakat untuk berkontribusi lebih dalam pelaksaannya, (3) menambah finansial masyarakat dengan pengoptimalan potensi perikanan secara terpadu dan lestari.
Selain itu dapat pula menggunakan metode EBFM (Ecosystem Based Fisheries Management). EBFM ditafsirkan sebagai metode guna mengelola suatu perikanan yang berkelanjutan dimulai dari pengelolaan fisik, ekonomi maupun biologi serta berbagai interaksi yang terdapat di dalamnya guna mencapai tujuan sosial (Susilowati, 2013). Penerapan EBFM sudah diterapkan di negara Filipina yang merupakan negara berkembang seperti Indonesia dan mendapatkan respon positif di negara tersebut. Cara terbaik penerapan EBFM ini adalah memasukannya dan melengkapinya dalam program-prgram yang dibuat oleh pemerintah daerah, hal ini disebabkan karena EBFM bukan model substitusi melainkan suatu pendekatan yang dibutuhkan untuk memperbaiki suatu tata kelola. Keberhasilan EBFM ini tidak dapat diharapkan dalam jangka pendek melainkan harus melalui berbagai proses dan tahapan agar model EBFM ini bisa bermanfaat di masyarakat (Susilowati, 2013).
4. Simpulan
Kesimpulan yang diperoleh ada 2, yaitu (1) angka CPUE tertinggi terdapat di tahun 2015 sebesar 6,15 ton/armada, namun setelah tahun 2015 CPUE mengalami tren penurunan dimana faktor yang mengakibatkan tren penurunan seperti adanya musim paceklik ikan, adanya pencemaran di sekitar Selat Bali, adanya perubahan lingkungan global (El-Nino) serta faktor alat tangkap yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan dalam hal ini adalah alat tangkap purse seine, (2) hasil MSY diperoleh pada penelitian ini sebesar 9.598,49 ton/tahun serta effort maksimum lestari sebesar 4.545,45 armada/tahun sedangkan JTB sebesar 7.678,8 ton/tahun. Nilai JTB tersebut menandakan
sudah terjadinya overfishing dan over-exploitation di wilayah PPN Pengambengan.
Ucapan terimakasih
Terimakasih kepada segenap stakeholder yang telah berkontribusi dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini, khususnya kepada Kepala PPN Pengambengan beserta staff yang sudah memberikan data yang penulis perlukan selama melaksanakan penelitian ini.
Daftar Pustaka
Alains, A. M., Putri, S. E., & Haliawan, P. (2009).
Pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis masyarakat (PSPBM) melalui model co-management perikanan. Jurnal Ekonomi Pembangunan: Kajian
Masalah Ekonomi dan Pembangunan, 10(2), 172-198.
BPS Provinsi Bali. (2015). Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Bali Tahun 2015. Denpasar, Indonesia: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali.
Listiyani, A., Wiajayanto, D., & Jayanto, B. B. (2017). Analisis CPUE (catch per unit effort) dan tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan lemuru (Sardinella lemuru) di Perairan Selat Bali. Jurnal
Perikanan Tangkap: Indonesian Journal of Capture Fisheries, 1(01), 290-302.
Muhammad, S., Mallawa, A., & Zainuddin, M. (2018). Analisis daerah penangkapan dan pola pergerakan ikan terbang di Perairan Utara Majene. Jurnal IPTEKS Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, 5(9), 26-40.
Nugraha, S. W., Ghofar, A., & Saputra, S. W. (2018). Monitoring perikanan lemuru di Perairan Selat Bali. Management of Aquatic Resources Journal, 7(1), 130140.
Nurhayati, A. (2013). Analisis potensi lestari perikanan tangkap di Kawasan Pangandaran. Jurnal Akuatika, 4(2), 195-209.
PPN Pengambengan. (2019). Laporan Pertanggung Jawaban PPN Pengambengan. Jembrana, Indonesia: Pelabuhan Perikanan Nusantara Pengambengan.
Rahmawati, M., Fitri, A. D. P., & Wijayanto, D. (2013). Analisis hasil tangkapan per upaya penangkapan dan pola musim penangkapan ikan teri (Stolephorus spp.) di Perairan Pemalang. Journal of Fisheries Resources Utilization Management and Technology, 2(3), 213-222.
Ridha, U., Hartoko, A., & Muskanonfola, M. R. (2013). Analisa sebaran tangkapan ikan lemuru (Sardinella lemuru) berdasarkan data satelit suhu permukaan laut dan klorofil-a di Perairan Selat Bali. Management of Aquatic Resources Journal, 2(4), 53-60.
Sanjaya, P. N. K. K., Restu, I. W., & Pratiwi, M. A. (2019). Kajian pertumbuhan ikan tongkol (Auxis thazard) yang didaratkan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Kusamba, Kabupaten Klungkung, Bali pada musim barat. Current Trens in Aquatic Science, 2(1), 13-20.
Sibagariang, O. P., Fauziyah, F., & Agustriani, F. (2011). Analisis potensi lestari sumberdaya perikanan tuna longline di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Maspari Journal, 3(2), 24-29.
Simbolon, D., Wiryawan, B., Wahyuningrum, P. I., & Wahyudi, H. (2011). Tingkat pemanfaatan dan pola musim penangkapan ikan lemuru di Perairan Selat Bali. Buletin PSP, 19(3), 293-307.
Susilowati, I. (2013). Prospek pengelolaan sumber daya perikanan berbasis ekosistem: studi empiris di Karimunjawa. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 14(1), 1637.
Wiyono, E. S. (2011). Alat tangkap unggulan di Kabupaten Bangka Selatan, Bangka Belitung. Buletin PSP, 19(3), 229-238.
Wujdi, A. (2013). Some population parameters of Bali Sardine (Sardinella lemuru) in Bali Strait Waters. Widyariset, 16(2), 211-218.
© 2022 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).
J. Mar. Aquat. Sci. 8(2): 323-328 (2022)
Discussion and feedback