Potensi Sumberdaya Lamun Untuk Mendukung Pengembangan Wisata Di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali
on
Journal of Marine and Aquatic Sciences 6(1), 78-89 (2020)
Potensi Sumberdaya Lamun Untuk Mendukung Pengembangan Wisata Di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali
Ida Ayu Novera Wandiani a*, I Wayan Restu a, Made Ayu Pratiwi a
a Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kampus UNUD Bukit Jimbaran, Bali 80361, Indonesia
* Penulis koresponden. Tel.: +6287754458986
Alamat e-mail: I.wandiani@yahoo.com
Diterima (received) 26 Februari 2018; disetujui (accepted) 7 September 2020; tersedia secara online (available online) 14 September 2020
Abstract
Seagrasses have functions and roles as primary producers, biota habitats, bottom seawater stabilizers, sediment catchers, and nutrient recyclers. With the function of seagrass as a habitat of biota, it can provide economic opportunities to be utilized as a marine tourism, especially marine ecotourism. Marine ecotourism is a concept of sustainable use of coastal resources with environmental service system that prioritizes coastal natural resources as an object of service. This study aimed to identify the seagrass potency ecologically and socially and to formulate the seagrass management strategies to support tourism development in Nusa Dua. This study was conducted from January-March 2017 using observation and interview method. Observation method was used to define the condition of seagrass, fish species, and environmental parameters. Then Interview method was used to know social conditiion of Mengiat Beach and analyzed by SWOT to formulate the seagrass management strategies. The result showed, there were 6 species, i.e., Halophila ovalis, Cymodocea Halodule pinifolia rotundata, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii, and Thalassodendron ciliatum. The percentage of seagrass coverage at 5 stations tend to be low (5,639%-47,49%). Based on Tourism Suitability Indexes, Mengiat Beach in Nusa Dua is suitable (S2) for tourism activities with value 75,08%. The priority strategies are formulated from the SWOT matrix is applying under water garden in seagrass base on tourism planning.
Keywords: Bali; ecotourism; Mengiat; potency; seagrass; strategies
Abstrak
Lamun memiliki fungsi dan peranan sebagai produsen primer, habitat biota, stabilisator di dasar perairan, penangkap sedimen, dan pendaur zat hara. Fungsi lamun sebagai habitat biota dapat memberikan peluang ekonomi untuk dimanfaatkan sebagai wisata perairan khususnya ekowisata bahari. Ekowisata bahari merupakan konsep pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya pesisir dengan sistem pelayanan jasa lingkungan yang mengutamakan sumberdaya alam pesisir sebagai obyek pelayanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi sumber daya lamun secara ekologi dan sosial dan merumuskan strategi pengelolaanya untuk mendukung pengembangan wisata di Nusa Dua. Penelitian dilakukan selama 3 bulan yaitu Januari-Maret 2017 dengan metode observasi dan wawancara. Metode observasi digunakan untuk kondisi lamun, jenis ikan dan parameter lingkungan. Sedangkan metode wawancara digunakan untuk mengetahui kondisi sosial dikawasan Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali. Dan dilakukan analisis dengan metode SWOT untuk membantu perumusan strategi pengelolaan sumber daya lamun. Berdasarkan pengamatan ditemukan 6 spesies lamun, yaitu Halophila ovalis, Cymodocea rotundata, Halodule pinifolia, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii dan Thalassodendron ciliatum. Persentase tutupan lamun pada 5 stasiun cenderung rendah (5,639%-47,49%). Berdasarkan nilai indeks kesesuaian wisata Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali termasuk dalam kategori sesuai (S2) dengan nilai 75,08 %. Prioritas strategi yang dirumuskan dari matriks SWOT adalah merencanakan kegiatan wisata berbasis wisata lamun dengan penerapan underwater garden.
Kata Kunci: Bali; lamun; Mengiat; potensi; ekowisata; strategi
Pada perairan, lamun memiliki peranan sebagai produsen primer, habitat biota, stabilisator dasar perairan dan penangkap sedimen. Fungsi lamun sebagai habitat biota dapat memberikan peluang ekonomi untuk dimanfaatkan ekowisata bahari seperti wisata snorkeling (Rahmawati, 2011).
Ekowisata bahari merupakan konsep pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya pesisir dengan sistem pelayanan jasa lingkungan yang mengutamakan sumberdaya alam pesisir sebagai obyek pelayanan. konsep pemanfaatan sumberdaya ekowisata adalah kesesuaian lahan dan daya dukung (carrying capacity) yang dapat mendukung kegiatan wisata bahari. Keseusaian lahan dan daya dukung merupakan hal yang menjamin tersedianya aset sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sesuai untuk dikembangkan dengan tidak melampaui batasan pemanfaatan, dimana kapasitas fungsional ekosistem diupayakan tidak terganggu dan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia secara berkelanjutan.
Wisata bahari sudah banyak tersebar di Indonesia seperti Pulau komodo, Kepulauan Seribu, Pulau Togean, Wakatobi, Derawan dan salah satunya di pulau Bali yang terletak di Kabupaten Karangasem. Selain di Kabupaten Karangasem, atraksi wisata bahari sudah mulai dikembangkan yaitu di perairan Nusa Dua karena memiliki karakterisitik adanya ujung karang, laguna, dan pantai sehingga terdapat kombinasi ekosistem lamun dan terumbu karang di Kawasan pesisir Nusa Dua. Menurut survei NDRF (2012), perairan Nusa Dua memiliki kekayaan jenis lamun yang lebih tinggi dari beberapa lokasi di Indonesia dengan ditemukannya 11 jenis lamun.
Kekayaan jenis lamun yang tinggi belum dikelola secara maksimal dan pengelolaan masih terfokus pada terumbu karang. Potensi lamun di perairan Nusa Dua perlu dikembangkan agar dapat memberikan dukungan terhadap objek daya tarik wisata utama di perairan Nusa Dua. Maka dari itu, sangat penting dan strategis untuk dilakukan penelitian ini agar dapat dijadikan sebagai baseline data dalam pengelolaan untuk mendukung pengembangan wisata di Perairan Nusa Dua khususnya wisata bahari. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kondisi umum, potensi ekologi sumberdaya lamun dilihat dari indeks kesesuaian wisata dan daya dukung, dan sosial sehingga dapat
dirumuskan strategi pengelolaan sumberdaya lamun kedepannya.
Penelitian ini dilaksanakan di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali. Pengumpulan data primer dan data sekunder dilakukan selama 3 bulan (Januari-Maret 2017). Pengambilan data dilakukan sekali pada 5 stasiun penelitian (Gambar 1).
Gambar 1. Lokasi Penelitian
-
2.2 Metode Penelitian
-
2.2.1. Potensi Sumber Daya Lamun
-
Pengamatan lamun dilakukan dengan transek garis dan transek kuadran. Pengambilan data dilakukan pada 5 stasiun pengamatan dengan 3 titik pengamatan pada masing-masing lokasi (Gambar 2).
Gambar 2. Skema Penetapan Stasiun Pengamatan
-
2.2.2. Pengamatan Ikan
Pengamatan jenis ikan dilakukan oleh 3 orang dalam transek garis. Data jenis ikan didapatkan dengan menggunakan metode sensus visual. Panjang transek garis sebesar 332-meter dan lebar 5-meter.
-
c. Indeks Keanekaragaman
(3)
-
2.2.3. Parameter Lingkungan
Teknik pengukuran kecerahan perairan dengan menggunakan secchi disk. Teknik pengamatan jenis substrat dilakukan secara visual dengan menentukan tipe susbtrat (pasir, lumpur, pasir-berlumpur, lumpur berpasir, pecahan karang, dan sebagainya). Pengambilan data kecepatan arus dilakukan dengan menggunakan alat current meter. Pengukuran kedalaman perairan laut
menggunakan tali berskala.
-
2.2.4. Wawancara
dimana H’ adalah Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener; Pi adalah Ni/N; Ni adalah jumlah individu genus ke-i; dan N adalah jumlah total individu (Fachrul, 2007).
-
d. Indeks Keseragaman
H'
Hmaks
(4)
dimana E adalah Indeks keseragaman; H’ adalah Keanekaragaman jenis; dan H maks adalah Indeks keanekaragaman maksimum (Hmaks = ln S, dimana S = jumlah jenis) (Fachrul, 2007).
-
e. Indeks Dominansi

(5)
Wawancara dilakukan terhadap Staff dari Nusa Dua Reef Foundation, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali, dan POKMASWAS. Wawancara pengunjung dilakukan menggunakan kuesioner terhadap 15 orang wisatawan lokal dan 15 orang wisatawan mancanegara.
-
2.3 Analisis Data
-
2.3.1. Potensi Sumber Daya Lamun
-
a. Tutupan Lamun
dimana D adalah indeks dominansi simpson; Ni adalah jumlah spesises individu ke-i; N adalah total individu; dan S adalah jumlah spesies (Fachrul, 2007).
-
2.3.2. Parameter Lingkungan
-
a. Kecerahan Perairan
K = D2 ×100%
D1
(6)
∑ (Mi. fi) ∑ f
(1)
dimana K adalah nilai kecerahan; D1 adalah kedalaman perairan saat keping secchi mulai tidak terlihat; dan D2 adalah kedalaman perairan saat keping secchi mulai terlihat.
-
b. Kecepatan Arus
dimana C adalah presentase penutupan jenis lamun i; Mi adalah Presentase titik tengah dari kelas kehadiran jenis lamun i; Ʃf adalah Jumlah frekuensi penutupan lamun dalam plot; dan Fi adalah rekuensi penutupan lamun (MNLH, 2004b).
-
b. Kerapatan Jenis Lamun
(7)
dimana V adalah Kecepatan arus (m/det); s adalah jarak tempuh layang-layang arus (m); t adalah waktu yang digunakan layang layang menempuh jarak (detik).
(2)
-
2.3.3. Kesesuaian Wisata
dimana Di adalah kerapatan spesies (tegakan/1 m2); Ni adalah jumlah total tegakan sepsies; dan A adalah luas area yang di sampling (1 m2) (Fachrul, 2007).
IKW = y| -N—1×100%
^ N max J (8)
dimana IKW adalah indeks kesesuaian wisata; Ni adalah nilai parameter ke-I (Bobot x skor); dan
Nmax adalah nilai maksimum dari suatu kategori wisata (Rajab dkk., 2013).
-
2.3.4. Daya Dukung Wisata
Ld Wt
DDK = KLp × —
Lt Wp
(9)
dimana DDK adalah daya dukung kawasan; K adalah potensi ekologis pengunjung per satuan unit area; Lp adalah Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan; Lt adalah Unit area untuk kategori tertentu; Wt adalah Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari; dan Wp adalah Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu (Rajab dkk., 2013).
-
2.3.5. SWOT
Analisis SWOT dilakukan dengan membuat daftar critical success factors yang menjadi kekuatan (strengths) dan kelemahan (weakness) atau menjadi peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Selanjutnya dilakukan penyusunan matriks SWOT, dimana setiap unsur SWOT dihubungkan untuk memperoleh alternatif strategi. Penentuan prioritas dari strategi yang dihasilkan dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor yang saling terkait. Ranking akan ditentukan berdasarkan urutan jumlah skor terbesar sampai yang terkecil dari semua strategi yang ada.
Berdasarkan hasil identifikasi jenis lamun di perairan Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali sumberdaya padang lamun didukung oleh 6 jenis lamun, seperti: Halophila ovalis, Cymodocea rotundata, Halodule pinifolia, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii dan Thalassodendron ciliatum. Spesies Cymodocea rotundata dan Syringodium isoetifolium merupakan jenis lamun yang hampir terdapat di semua stasiun.
-
3.1.2. Presentase Tutupan Lamun
Rata–rata total penutupan lamun di Pantai Mengiat
Nusa Dua Bali yaitu 27,35% (kategori rusak).
Stasiun I dan stasiun II termasuk kedalam kategori rusak dengan kondisi kurang sehat (30–59,9%). Sedangkan stasiun III, stasiun IV, dan stasiun V termasuk kedalam kategori rusak dengan kondisi miskin (≤ 29,9 %) (Gambar 3).

Gambar 3. Grafik persentase penutupan lamun di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali
-
3.1.3. Kerapatan
Kerapatan lamun di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali berkisar 33–2511 tegakan/m2. jenis Cymodocea rotundata mempunya nilai kerapatan tertinggi di semua stasiun. Dengan kisaran 33 – 2511 tegakan/m2. Nilai kerapatan terendah ditemukan pada jenis lamun Thalasia hemprichi dengan nilai 11,11 tegakan/ m2. Jenis lamun Cymodocea rotundata dan Syringodium isoetifolium hampir ditemukan di semua stasiun kecuali stasiun 4 (Tabel 1).
-
3.1.4. Struktur Komunitas
Indeks keanekaragaman pada Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali berkisar 0,03 -1,28 (Tabel 2). Stasiun I dan stasiun II termasuk kedalam kriteria keanekaragaman sedang dengan nilai diatas 1 (1 ≤ H’ ≤ 3) sedangkan stasiun III sampai dengan stasiun V termasuk kedalam kriteria keanekaragaman rendah dengan nilai dibawah 1 (H’≤ 1).
Nilai keseragaman pada Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali berkisar 0,05-0,92 (Tabel 2). Indeks keseragaman stasiun IV termasuk kedalam komunitas tertekan dengan nilai 0,0 < E ≤ 0,5. Indeks keseragaman Stasiun I, stasiun III, dan stasiun V termasuk kedalam komunitas stabil dengan nilai 0,75< E ≤ 1. Stasiun II termasuk kedalam komunitas labil 0,5 < E≤ 0,75.
Nilai dominansi pada Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali berkisar I 0,31-0,99 (Tabel 2). Nilai indeks dominansi tertinggi ditemukan pada stasiun IV. Stasiun IV termasuk kedalam dominansi tinggi dengan nilai 0,75 < D ≤ 1. Indeks dominansi terendah ditemukan pada stasiun I dengan nilai 0,306, dalam ketentuan kriteria indeks dominansi termasuk dalam dominansi rendah dengan nilai 0,0 < D ≤ 0,5.
Tabel 1
Kerapatan Lamun
NO Jenis Lamun |
Stasiun (Tegakan/m2) I II III IV V Total Per Spesies |
|
989 456 1445 1433 1322 2511 33 5299 611 1211 1822 2311 156 455,6 311 3233 244 11 256 2244 433 2677 |
TOTAL PER STASIUN |
5344 2178 4178 2255 778 14732 |
Kategori |
Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat rapat rapat rapat rapat rapat |
Tabel 2
Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman, dan Indeks Dominansi
Stasiun |
Nilai dan Kriteria H kriteria E Kriteria D kriteria |
I |
1,28 Sedang 0,92 Tinggi 0,31 Rendah |
II |
1,13 Sedang 0,7 Sedang 0,42 Rendah |
III |
0,91 Rendah 0,83 Tinggi 0,46 Rendah |
IV |
0,03 Rendah 0,05 Rendah 1,0 Tinggi |
V |
0,83 Rendah 0,75 Tinggi 0,47 Rendah |
Rata – Rata |
0,83 Rendah 0,65 Tinggi 0,53 Rendah |
-
3.2 Sumberdaya Ikan
Hasil identifikasi ikan pada 5 stasiun pengamatan ditemukan 14 jenis ikan yaitu; Apogon monochrous, Chaetodon andamanensis, Chaetodon vagabundus, Diodon liturosus, Halichoeres scapularis, Labroides dimidiatus, Myrichthys colobrinus, Canthigaster bennetti, Chrysiptera, Palapercis cylindrica, Dascyllus trimaculatus, Plectropomus aerolatum, Pomacanthus annularis, dan Siganus margaritiferus. Kekayaan jenis ikan tertinggi ditemukan pada stasiun I dengan nilai 339 individu (Gambar 8).
Gambar 4. Sumberdaya ikan
-
3.3 Parameter Lingkungan
Kecerahan perairan pada masing – masing stasiun 100% dengan kedalaman yang bervariasi. Kedalaman perairan pada 5 stasiun bervariasi. Pada stasiun I, stasiun II, dan stasiun V kedalaman
melebihi 1-meter namun tidak mencapai 3-meter. Sedangkan pada stasiun III dan stasiun IV tidak mencapai kedalaman 1 meter. Kecepatan arus pada stasiun I, stasiun II, dan stasiun IV 0,02 m/s. pada stasiun III 0,04 m/s dan pada stasiun V 0,06 m/s (Tabel 3). Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali memiliki jenis substrat pasir berkarang dan pasir. pada stasiun I, stasiun III, stasiun IV dan stasiun V merupakan jenis substrat pasir berkarang. Sedangkan hanya pada stasiun II berjenis substrat pasir (Tabel 3).
-
3.4 Potensi Sosial Ekonomi Wisatawan
-
3.4.1. Karakteristik Pengunjung
-
-
a. Umur
Komposisi asal pengunjung dikategorikan menjadi 2 yaitu, lokal dan mancanegara. Pada Tabel 4 5,58% pengunjung lokal ditemui di Pantai Mengiat diantaranya berasal dari Tanjung Benoa, Nusa Dua, Jimbaran, Singaraja, Karangasem, Banyuwangi, NTT, dan Jakarta. Sedangkan wisatawan mancanegara yang dapat ditemui hanya 58% yang berasal dari Quensland, India, Australia, Ireland, Inggris, Rusia, Perancis, England, Korea, dan Switzerland (Tabel 4).
Tabel 3
Parameter Kualitas Perairan
Parameter kualitas air |
I |
II |
III |
IV |
V |
Kecerahan (%) |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
Kecepatan arus (m/s) |
0,02 |
0,02 |
0,04 |
0,02 |
0,06 |
Kedalaman (cm) |
133,3 |
100 |
83,33 |
93,33 |
116,67 |
Jenis substrat |
Pasir berkarang |
Pasir |
Pasir berkarang |
Pasir berkarang |
Pasir berkarang |
Tabel 4
Karakteristik Pengunjung Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali
No |
Parameter |
Presepsi | |
Jawaban |
Presentase | ||
1 |
Umur |
Dewasa |
75% |
Remaja |
25% | ||
2 |
Asal |
Internasional |
42% |
Lokal |
58% | ||
Status perkawinan |
Belum kawin |
67% | |
3 |
Kawin |
33% | |
Lain-lain |
29% | ||
4 |
Pekerjaan |
Pelajar PNS |
21% 0% |
Swasta |
50% | ||
Pdp. IV (>Rp.2000.000) |
67% | ||
5 |
Pendapatan |
Pdp.I (< Rp. 500.000) Pdp.II (Rp. 500.000- Rp.1.000.000) |
17% 12% |
Pdp.III (Rp.1.000.000- Rp.2000.000) |
4% |
-
b. Asal
Pada diagram diatas, 58% pengunjung lokal ditemui di Pantai Mengiat. Sedangkan wisatawan mancanegara yang dapat ditemui hanya 58% (Tabel 4).
-
c. Status Perkawinan
Dilihat dari status hubungan pengunjung, status pengunjung belum kawin lebih banyak di temukan di Pantai Mengiat yaitu 67%. Sedangkan yang berstatus sudah kawin sebesar 33% (Tabel 4).
-
d. Pekerjaan
Berdasarkan dari jenis pekerjaan, pengunjung yang paling banyak datang ke Pantai Mengiat adalah pengunjung dengan kategori swasta. Selain itu, pengunjung kategori pelajar juga datang ke Pantai Mengiat sebanyak 21%. Pengujung dengan kategori PNS tidak ditemui datang ke Pantai Mengiat. Sebanyak 29% pengunjung dengan profesi diluar pelajar, PNS dan karyawan swasta (Tabel 4).
-
e. Pendapatan
Pendapatan pengunjung Pantai Mengiat jika dilihat dari diagram diatas cukup besar. Sebanyak 67% pengunjung dengan pendapatan lebih dari 2.000.000. 17% pendapatan kurang dari 500.000, sebanyak 12% pendapatan diantara 500.000 sampai
1000.000, dan 4% 1.000.000 sampai 2.000.000 (Tabel 4).
-
3.4.2. Presepsi Pengunjung
-
a. Manajemen
Pengunjung melakukan kunjungan lebih dari 5 kali sebanyak 38%, sebanyak 58% pengunjung melakukan kunjungan 1 sampai 5 jam. Dan sebanyak 4% yang tidak pernah melakukan kunjungan ke pantai Mengiat. Durasi kunjungan paling tinggi adalah 1 sampai 4 jam sebanyak 75%, lebih dari 4 jam sebanyak 21% dan lebih dari 1 jam hanya 4% (Tabel 5).
Sebanyak 75% atraksi wisata selain ombak dan biota yang menarik di pantai Mengiat seperti, pasir putih, berenang, dan berjemur. Sebanyak 25% ombak yang biasanya dimanfaatkan pengunjung untuk surfing. Dan sebanyak 0% untuk atraksi biota laut. Berdasarkan manajemen pengelolaan dan pelayanan, sebanyak 54% pengunjung menyatakan baik dan sebanyak 17% menyatakan tidak baik. Pengunjungan yang menyatakan tidak tahu tentang pengelolaan dan pelayanan sebanyak 29% (Tabel 5).
Sebanyak 79% pengunjung menyatakan liburan sebagai alasan datang ke Pantai Mengiat. Alasan
Tabel 5
Persepsi Pengunjung Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali
No |
Parameter |
Presepsi | |
Jawaban |
Presentase | ||
1 |
Kunjungan |
Jarang (1-5 kali) |
58% |
Sering (>5 kali) |
38% | ||
Tidak pernah |
4% | ||
2 |
Atraksi |
Biota |
0% |
Lainnya |
75% | ||
Ombak |
25% | ||
3 |
Pengelolaan dan pelayanan |
Baik |
54% |
Tidak baik |
17% | ||
Tidak Tahu |
29% | ||
4 |
Alasan Berkunjung |
Bekerja |
17% |
Liburan |
79% | ||
Lain - Lain |
4% | ||
5 |
Keinginan berkunjung |
Tidak |
4% |
Tidak Tahu |
8% | ||
Ya |
88% | ||
6 |
Fasilitas |
Baik |
58% |
Kurang Baik |
25% | ||
Tidak Tahu |
17% | ||
7 |
Pelayanan |
Baik |
58% |
Kurang Baik |
25% | ||
Tidak Tahu |
17% | ||
8 |
Kenyamanan |
Tidak |
0% |
Tidak Tahu |
4% | ||
Ya |
96% | ||
9 |
Durasi kunjungan |
<1 jam |
4% |
>4 jam |
21% | ||
1-4 jam |
75% | ||
10 |
Tahu Lamun |
25% | |
Pengetahuan pengunjung |
Tidak Tahu |
75% | |
11 |
Hambatan |
Ada |
21% |
Tidak ada |
75% | ||
Tidak Tahu |
4% |
bekerja sebanyak 4% dan 17% alasan lain – lain seperti karena dekat dari rumah dan karena hotel dari pengunjung berada di kawasan Pantai Mengiat. Dari 24 responden 88% pengunjung menyatakan bahwa ingin berkunjung kembali ke Pantai Mnegiat. Sebanyak 4% menyatakan tidak ingin berkunjung kembali dan 8% menyatakan tidak tahu (Tabel 5).
-
b. Fasilitas
Sebanyak 58% menyatakan bahwa fasilitas yang ada tergolong baik. Sebanyak 25% menyatakan fasilitas di kawasan Pantai Mengiat kurang baik. Sebanyak 17% pengunjung mneyatakan tidak tahu mengenai fasilitas yang ada (Tabel 5).
Sebanyak 58% pengunjung menyatakan pelayanan yang ada tergolong baik. Pelayanan yang kurang baik menurut pengunjung sebanyak 25%. Dan yang tidak tahu mengenai pelayanan sebanyak 17%. Hampir seluruh responden
menyatakan bahwa kawasan Pantai mengiat tergolong nyaman. Dengan jumlah responden yang menyatakan iya sebanyak 96%. Dan jumlah yang menyatakan tidak nyaman sebanyak 4% (Tabel 5). c. Aksesibilitas
Dilihat dari aksesibilitas, pengunjung yang menyatakan memiliki hambatan menuju Pantai Mengiat sebanyak 21%. Sebanyak 75% pengunjung menyatakan tidak memiliki hambatan untuk datang ke kawasan Pantai Mengiat. Sebanyak 4% pengunjung menyatakan tidak tahu (Tabel 5).
d. Atraksi
Berdasarkan pengetahuan pengunjung mengenai sumberdaya lamun, sebanyak 25% pengunjung yang di wawancara mengetahui tentang sunberdaya lamun. sebanyak 75% dari 24 pengunjung yang diwawancara menyatakan bahwa tidak mengetahui tentang lamun (Tabel 5).
-
3.5 Indeks Kesesuaian Wisata dan Daya Dukung Kawasan
Analisis kesesuaian wisata dilakukan agar kegiatan wisata yang akan dikembangkan sesuai dengan sumberdaya yang akan diperuntukkan. Nilai indeks kesesuaian wisata pada Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali berkisar 71-80% (Tabel 6). Stasiun II, Stasiun III, Stasiun IV dan stasiun V termasuk kedalam kategori S2 (sesuai). Daya dukung kawasan untuk kegiatan wisata lamun di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali sebesar 2797 orang per hari. Sedangkan daya dukung pemanfaatan lamun untuk wisata di Pantai Mengiat sebanyak 208 orang.
Tabel 6
Indeks Kesesuaian Wisata di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali
Stasiun |
IKW (%) |
Kategori |
I |
80 |
S1 |
II |
78.4 |
S2 |
III |
71 |
S2 |
IV |
75 |
S2 |
V |
71 |
S2 |
Total |
75.08 |
S2 |
-
3.6 Manajemen Strategi (SWOT)
Pada matriks Internal Factor Evaluation (IFE) komponen kekuatan pada Tabel 7 menunjukan bahwa faktor letak Pantai Mengiat Nusa Dua Bali yang berada dikawasan Nusa Dua, sebagai kawasan pariwisata yang sudah berkembang merupakan faktor kekuatan yang menjadi prioritas pertama dengan nilai 2,14. Faktor wisata lamun yang belum terkenal merupakan faktor kelemahan
Pada Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE) ditampilkan 4 faktor peluang dan 4 faktor ancaman (Tabel 8 ). Komponen peluang menunjukkan bahwa faktor adanya pemberdayaan masyarakat lokal merupakan faktor peluang yang menjadi prioritas pertama dengan nilai 1,61. Faktor kurangnya pengetahuan keberadaan sumberdaya lamun merupakan faktor ancaman yang menjadi prioritas pertama pada komponen ancaman dengan nilai 1,27.
Berdasarkan perhitungan total skor dan bobot IFE dan EFE, diperoleh masing – masing yaitu IFE sebesar 3,12 sedangkan EFE 2,88. Hasil perhitungan tersebut menunjukan IFE>EFE diatas 3,17. Hal tersebut menunjukan bahwa faktor internal lebih
kuat dibandingkan faktor Eksternal. Terdapat 14 alternatif yang dirumuskan dari matrik SWOT. Alternatif startegi Merencanakan kegiatan wisata berbasis wisata lamun dengan penerapan Underwater garden mendapatkan prioritas strategi pertama dengan skor 3,18 (Tabel 7).
Secara keseluruhan jenis lamun yang terdapat di Pantai Mengiat Nusa Dua Bali adalah 6 spesies lamun antara lain Halophila ovalis, Cymodocea rotundata, Halodule pinifolia, Syringodium isoetifolium, Thalassia hemprichii dan Thalassodendron Ciliatum. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh kecerahan perairan yang tinggi dan kecepatan arus yang rendah (Tabel 3). Menurut Sudiarta dan Sudiarta (2011), lamun yang telah terinventarisasi di pesisir provinsi Bali berjumlah 10 jenis. Penelitian yang dilakukan di pantai samuh oleh Faiqoh dkk. (2017), jumlah sepsies lamun yang ditemukan yaitu 6 jenis lamun yang termasuk dalam 5 genus yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Halodule pinifolia. Dari perbandingan antara Pantai Samuh dan Pantai Mengiat terdapat 4 genus lamun yang sama. Pantai Nusa Dua Bali merupakan pantai yang mempunyai hamparan padang lamun yang cukup luas setelah Pantai Sanur Bali (Graha dkk., 2016).
Nilai kecerahan perairan pada 5 stasiun penelitian didapatkan yakni 100%. Menurut Graha dkk. (2016), nilai kecerahan tinggi disebabkan oleh kondisi perairan yang tenang karena terdapat terumbu karang didekat lamun. Berdasarkan nilai kecerahan, menunjukan bahwa perairan Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali sangat sesuai untuk kegiatan wisata (MNLH, 2004a). Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali termasuk dalam perairan dangkal (93,33-133,33 cm) sehingga penetrasi cahaya mudah masuk kedalam perairan yang menyebabkan nilai kecerahan dengan tingkat yang baik yakni 100% (MNLH, 2004a).
Kecepatan arus di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali sangat lambat dengan nilai berkisar 0,02 m/s -0,06 m/s (Tabel 3). Menurut Juliana dkk. (2013), Kecepatan arus sangat dipengaruhi oleh perbedaan musim. Kecepatan arus di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali lebih dominan di pengaruhi oleh faktor angin. Jenis substrat pada Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali cenderung pasir berkarang. Hal tersebut dakibatkan oleh perairan yang dekat dengan daerah terumbu karang. Menurut Adli dkk. (2016),
Tabel 7 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) | |||
No Faktor Kekuatan (Strengths) |
Rating Bobot |
Rating x Bobot | |
Letak Pantai Mengiat Nusa Dua Bali yang berada dikawasan Nusa Dua, sebagai kawasan |
3 33 |
011 |
0 36 |
pariwisata yang sudah berkembang | |||
S2 Terdapat 6 jenis lamun di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali |
2,77 |
0,09 |
0,25 |
Adanya dukungan institusi dalam pengelolaan, pengawasan dan pengembangan sumberdaya |
3 03 |
010 |
0 30 |
di kawasan Pantai Mengiat Nusa Dua Bali | |||
S4 Sumberdaya lamun sebagai pendukung wisata di kawasan Pantai Mengiat Nusa Dua Bali |
3,03 |
0,10 |
0,30 |
S5 Sarana dan prasarana wisata yang memadai |
3,17 |
0,10 |
0,32 |
Adanya Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) dari Bali Tourism Development Corporation |
2 97 |
010 |
0 28 |
S6 (BTDC) Nusa Dua | |||
S7 Kemudahan aksesibilitas menuju pantai Megiat Nusa Dua, Bali |
3,27 |
0,11 |
0,34 |
Total |
2,14 | ||
Faktor Kelemahan (weaknesses) | |||
W1Wisata lamun belum terkenal |
3,47 |
0,11 |
0,39 |
W2Belum adanya penerapan sistem pengelolaan sumber daya lamun |
3,03 |
0,10 |
0,30 |
Belum adanya koordinasi antara pengelola kawasan dengan pengelola hotel di kawasan Pantai |
3,03 |
0,10 |
0,30 |
Mengiat | |||
Total |
0,98 | ||
Total |
31,10 |
1,00 |
3,12 |
Tabel 8
Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE)
No Faktor Peluang (Opportunities) |
Rating Bobot |
Rating x Bobot | |
Lamun di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali dapat dijadikan sebagai alternatif objek daya tarik |
3,00 |
0,13 |
0,40 |
wisata | |||
O2 Lamun sebagai faktor pendukung konservasi pantai |
2,90 |
0,13 |
0,37 |
O3 Adanya pemberdayaan masyarakat lokal |
3,13 |
0,14 |
0,44 |
O4 Penerapan Underwater garden untuk pengembangan wisata kategori lamun |
3,03 |
0,13 |
0,40 |
Total |
1,61 | ||
Faktor ancaman (threats) | |||
T1 Terdapat sampah dari sisa upacara keagamaan |
2,07 |
0,09 |
0,19 |
T2 Kurangnya dukungan pengelola hotel sekitar terhadap pengelolaan sumberdaya lamun |
2,80 |
0,12 |
0,35 |
T3 kurangnya pengetahuan keberadaan sumberdaya lamun |
3,03 |
0,13 |
0,40 |
T4 Aktivitas wisatawan yang bersifat destruktif |
2,73 |
0,12 |
0,33 |
otal |
1,27 | ||
Total |
22,69 |
1,00 |
2,88 |
Pada semua jenis substrat yakni berpasir campur lumpur, pasir bercampur karang, dan berpasir dapat ditumbuhi lamun.
Ditemukan 14 jenis ikan pada 5 stasiun penelitian. Ekosistem lamun di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali yang berdekatan dengan habitat terumbu karang menyebabkan adanya keanekaragaman dan kelimpahan ikan. Jumlah spesies yang paling banyak ditemukan adalah Siganus margaritiferus. Menurut Latuconsina dkk. (2013), ekosistem padang lamun yang terletak diantara ekosistem mangrove dan terumbu karang akan ikut memiliki keragaman ikan. Selain itu,
hubungan kuat akan terjadi antara ekosistem lamun dengan habitat terumbu karang atau mangrove sehingga mempengaruhi komposisi jenis dan kelimpahan ikan (Shoji dan Morimoto, 2016). Menurut Rappe (2010) jenis Siganus margaritiferus memiliki kebiasaan hidup bergerombol di daerah padang lamun.
Rata–rata total persentase penutupan lamun pada 5 stasiun penelitian menunjukkan kategori rusak dengan kondisi miskin (5,639-47,49). Hal tersebut disebabkan oleh Substrat Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali di dominansi oleh jenis substrat pasir berkarang. Menurut Feryatun dkk. (2012),
Tabel 9 Ranking Alternatif Strategi | ||||
No |
Alternatif strategi |
Keterkaitan dengan unsur SWOT |
Skor |
Ranking |
Strategi S-O | ||||
1 |
Meningkatkan partisipasi stakeholder terkait dalam kegiatan |
S3 S4 O1 O3 O4 |
1 83 |
4 |
pengelolaan kawasan pantai Mengiat | ||||
2 |
Merencanakan kegiatan wisata berbasis wisata lamun dengan |
S1, S2, S4, S5, S7, O1, O2, |
318 |
1 |
penerapan Underwater garden |
O3, O4 | |||
3 |
Melakukan promosi melalui media online atau cetak tentang |
S1 S2 S3 S4 O1 O4 |
1,99 |
2 |
potensi sumberdaya lamun yang ada di Pantai Mengiat | ||||
Pembentukan “Masyarakat Sadar Lamun” di kawasan Pantai |
QCJ Q∕∣ Ol OO OO |
1 β∩ | ||
Mengiat sebagai gerakan awal pengelolaan lamun |
S3, S4, O1, O2, O3 |
1,80 | ||
Strategi W-O | ||||
Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dengan memberikan | ||||
5 |
informasi dan pelatihan agar dapat membantu pengelolaan |
W2, W3, O1, O3, O4 |
1,24 |
13 |
sumberdaya lamun. | ||||
6 |
Kerjasama peneliti dan perguruan tinggi terkait lamun |
W1, W2, O2, O4 |
1,46 |
11 |
7 |
Pengadaan papan – papan informasi larangan atau edukasi |
W1, W2, O1, O2, O4 |
1,85 |
3 |
wisatawan tentang lamun | ||||
Strategi S-T | ||||
8 |
Membuat kampanye atau festival wisata lamun yang mengundang |
S1 S3 S4 T2 T3 |
1 70 |
8 |
orang luar dan bekerjasama dengan hotel sekitar Pantai Mengiat | ||||
9 |
Meningkatkan kesadaran pihak hotel akan pentingnya peran dan |
S3 S4 T2 T3 T4 |
1 67 |
9 |
fungsi ekosistem lamun pada perairan | ||||
10 |
Meningkatkan koordinasi dengan semua pihak terkait, guna |
S3 S4 T2 T3 |
1 34 |
12 |
mewujudkan pengelolaan yang berkelanjutan | ||||
11 |
Membuat rencana zonasi |
S1, S3, S4, T4 |
1,68 |
10 |
12 |
Mengadakan bersih-bersih pantai secara rutin bersama karang |
S1, S3, T1 |
0,84 |
14 |
taruna setempat | ||||
Strategi W-T | ||||
13 |
Mengikutsertakan pengunjung dan pihak hotel dalam pengelolaan |
W1, W3, T2, T3, T4 |
1,76 |
6 |
kawasan | ||||
14 |
Melakukan pengayaan jenis lamun di Pantai Mengiat |
W1, W2, W3, T2, T3 |
1,73 |
7 |
struktur substrat dapat mempengaruhi pertumbuhan suatu jenis lamun.
Kerapatan jenis lamun tertinggi ditemukan pada jenis Cymodocea rotundata di stasiun III dengan jumlah 2511 tegakan/m2. Kerapatan jenis lamun terendah ditemukan pada jenis Thalassia hemprichi di stasiun IV dengan jumlah 11 tegakan/m2 disebabkan oleh kondisi stasiun yang terekspose ketika air laut surut, sehingga jenis Cymodocea rotundata mudah untuk tumbuh dibandingkan jenis lainnya. Jenis lamun Thalassia hemprichi pada stasiun IV memilik nilai kerapatan terendah disebabkan oleh jenis substrat pada stasiun IV dominan Pasir berkarang. Kondisi kerapatan lamun di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali tergolong lamun dengan kondisi sangat rapat (>175 tegakan/m2). Menurut Munira dan Dobo (2013) lamun jenis Cymodocea rotundata mempunyai toleransi yang tinggi daerah tidak terendam air. Sedangkan jenis lamun Thalassia hemprichi pada umumnya tumbuh pada substrat yang berpasir.
Nilai indeks keanekaragaman di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali tergolong rendah (0,03-1,28) disebabkan oleh ditemukannya 6 sepsies lamun yang berarti individu berasal dari spesies yang berbeda – beda dengan jumlah sepsies yang sedang. Menurut Nugroho dkk. (2014), tinggi rendahnya nilai keanekaragaman jenis dapat disebabkan oleh ditemukan jenis lamun dalam jumlah yang melimpah dibandingkan dengan jenis lainnya dan kondisi dari ekosistem lamun (Arbi, 2011).
Rata-rata nilai kesaragaman di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali tergolong tinggi (0,65), tidak terdapat perbedaan yang mencolok. Menurut Irmawan dkk. (2010), nilai keseragaman rendah menunjukkan bahwa adanya dominansi oleh jenis tertentu. Semakin besar nilai keseragaman, maka kelimpahan setiap spesies relatif seimbang (Assy dkk., 2013).
Indeks dominasi di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali berkisar 0,31 – 1. Nilai dominansi tertinggi terdapat pada stasiun IV dengan nilai 1. Tingginya
Tabel 10
Perbandingan Indeks Kesesuaian Wisata, Daya Dukung Kawasan, Daya Dukung Pemanfaatan
Perbandingan |
Lokasi |
IKW (%) |
Kategori |
DDK (Orang/hari) |
DDP (Orang) |
Sitorus, 2011 |
Teluk Bakau |
64,21 |
S2 |
18507 |
1851 |
Wahyudi, 2008 |
Pulau Harapan |
74,04 |
S2 |
6 |
0 |
Wahyudi, 2008 |
Pulau Panggang |
70,13 |
S2 |
135 |
13 |
Situmorang, 2015 |
Desa Batu Licin Kep. Riau |
73,51 |
S2 | ||
Wandiani, 2017 |
Pantai Mengiat |
75,08 |
S2 |
2797 |
280 |
nilai dominasi pada stasiun IV disebabkan karena hanya terdapat 2 jenis lamun yaitu Thalassia hemprinchi dan Thalassodendron Ciliatum, namun jenis Thalassodendron ciliatum yang lebih mendominansi dengan jumlah tegakkan 2244 tegakan/m2 daripada jenis Thalassia hemprinchi yang mempunyai nilai tegakkan 11 tegakan/m2. Hal tersebut didukung oleh habitat dari Thalassodendron Ciliatum yang biasa menempel pada substrat pasir berkarang. Secara keseluruhan nilai dominansi di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali yakni 0,53 termasuk dalam kategori rendah. Menurut Purnama dkk. (2011), dominansi tinggi menandakan terdapat sepsies yang mendominasi spesies lainnya atau kondisi lingkungan yang tidak stabil.
Nilai indeks kesesuaian wisata Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali termasuk dalam kategori sesuai (S2) dengan nilai sebesar 75,08 % yang berarti dapat direkomendasikan sebagai daerah inti ekowisata kategori lamun. Namun masih terdapat faktor pembatas yang sedikit serius yaitu persentase tutupan lamun yang nilainya dibawah baku mutu (5,63%-47,49%). Jika dibandingkan dengan penelitian yang sudah dilakukan, Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali memiliki nilai indeks kesesuaian wisata tertinggi sehingga dapat direncanakan ekowisata kategori lamun namun sebelumnya perlu diadakan pengelolaan lebih lanjut dan monitoring yang mengkhusus pada sumberdaya lamun.
Daya Dukung Kawasan di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali 2797 orang setiap 1 hari dengan luas wilayah 699131,97 m2. Jika direncanakan menjadi taman wisata perairan, Daya Dukung Pemanfaatan di Pantai Mengat Nusa Dua, Bali sebanyak 280 orang dalam setiap 1 hari. Nilai tersebut menunjukkan bahwa lamun di Pantai Mengat Nusa Dua, Bali dapat dilakukan pemanfaatan karena sudah memenuhi 10% dari luas zona pemnafaatan..
Untuk mendukung pengembangan wisata di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali melalui perencanaan kegiatan wisata berbasis wisata lamun
dengan penerapan Underwater garden haruslah menjadi perhatian dan prioritas utama oleh pengambil kebijakan. Berdasarkan pengamatan hasil wawancara dengan pengunjung dan pemangku kepentingan serta observasi dilapangan, bahwa konsep perencanaan kegiatan wisata berbasis lamun dalam mendukung pengembangan wisata di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali sangat penting. Dengan demikian nantinya akan tercipta penerapan sistem pengelolaan yang mengkhusus terhadap sumberdaya lamun secara berjangka.
Nilai indeks kesesuaian wisata Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali termasuk dalam kategori sesuai (75,08%) yang terdapat faktor pembatas yang sedikit serius yaitu persentase tutupan lamun yang nilainya dibawah baku mutu (5,63%-47,49%). Daya Dukung Kawasan di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali 2797 orang setiap 1 hari dengan luas wilayah 699131,97 m2. Daya Dukung Pemanfaatan di Pantai Mengat Nusa Dua, Bali sebanyak 280 orang dalam setiap 1 hari yang menunjukkan bahwa lamun di Pantai Mengat Nusa Dua, Bali dapat dilakukan pemanfaatan karena sudah memenuhi 10% dari luas zona pemnafaatan.
Aksesibilitas dan fasilitas wisata di pantai Mengiat Nusa Dua, Bali mudah dan memadai namun, potensi lamun belum mendapatkan pengelolaan yang mengkhusus. Selain itu, pengunjung wisata memiliki pengetahuan yang kurang mengenai lamun. Partisipasi pengelola hotel disekitar Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali masih kurang.
Strategi alternatif pengelolaan wisata berbasis lamun yang diprioritaskan di Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali adalah merencanakan kegiatan berbasis wisata lamun dengan penerapan underwater garden. Diimbangi dengan melakukan pormosi melalui media online atau cetak dan pengadaan papan-papan informasi larangan atau edukasi mengenai lamun di kawasan Pantai Mengiat Nusa Dua, Bali.
Daftar Pustaka
Adli, A., Rizal, A., & Ya’la, Z. R. (2016). Profil ekosistem lamun sebagai salah satu indikator kesehatan pesisir Perairan Sabang Tende Kabupaten Tolitoli. Journal Of Sains And Teknologi Tadulako, 5(1), 49-61.
Arbi, U. Y. (2011). Struktur komunitas moluska di padang lamun perairan Pulau Talise, Sulawesi Utara.
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia, 37(1), 71-89.
Assy, D., & Widyorini, N., & Ruswahyuni. (2013).
Hubungan Kelimpahan Meiofauna pada Kerapatan Lamun yang Berbeda di Pulau Panjang, Jepara. Journal of Management of Aquatic Resources, 2(3), 226-232.
Fachrul, M. F. (2007). Metode Sampling Bioekologi. Jakarta, Indonesia: Bumi Aksara.
Faiqoh, E., Wiyanto, D. B., & Astrawan, I. G. B. (2017). Peranan Padang Lamun Selatan Bali Sebagai Pendukung Kelimpahan Ikan di Perairan Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 3(1), 10-18.
Feryatun, F., Hendrarto, B., & Widyorini, N. (2012). Kerapatan dan distribusi lamun (Seagrass) berdasarkan zona kegiatan yang berbeda di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Management of Aquatic Resources Journal, 1(1), 44-50.
Graha, Y. I., Arthana, I. W., & Karang, I. W. G. A. (2016). Simpanan karbon padang lamun di kawasan pantai sanur, kota denpasar. Ecotrophic: Journal of
Environmental Science, 10(1), 46-53.
Irmawan, R. N., Zulkifli, H., & Hendri, M. (2010). Struktur Komunitas Makrozoobentos di Estuaria Kuala Sugihan Provinsi Sumatera Selatan. Maspari Journal, 1(1), 53-58.
Juliana, Sya’rani, L., & Zainuri, M. (2013). Kesesuaian dan daya dukung wisata bahari di perairan bandengan Kabupaten Jepara Jawa Tengah. Jurnal Perikanan dan Kelautan Tropis, 9(1), 1-7.
Latuconsina, H., Sangadji, M., & Sarfan, L. (2013).
Struktur Komunitas Ikan Padang Lamun Di Perairan Pantai Wael Teluk Kotania Kabupaten Seram Bagian Barat. Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan, 6(3), 24-32.
MNLH. (2004a). Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku Kualitas Perairan.
Jakarta-Indonesia: Menteri Negara Lingkungan
Hidup.
MNLH. (2004b). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 200 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku Kerusakan Dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun. Jakarta-Indoensia: Menteri Negara Lingkungan
Hidup.
Munira, & Dobo, J. (2013). Karakteristik komunitas lamun di perairan Selat Lonthoir Kepulauan Banda. Agrikan: Jurnal Agribisnis Perikanan, 6(2), 33-39.
NDRF. (2012). Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Dua Tanjung Benoa. Laporan survei biofisik. Badung, Indonesia: Nusa Dua Reefs Foundation.
Nugroho, W., Ruswahyuni, & Suryanti. (2014). Kelimpahan Bintang Mengular (Ophiuroidea) Di Perairan Pantai Sundak Dan Pantai Kukup Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Management of Aquatic Resources Journal, 3(4), 51-57.
Purnama, P. R., Nastiti, N. W., Agustin, M. E., & Affandi, M. (2011). Diversitas Gastropoda Di Sungai Sukamade, Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Journal of Biological Researches, 16(2), 143-147.
Rahmawati, S. (2011). Estimasi cadangan karbon pada komunitas lamun di Pulau Pari, Taman Nasional Kepulauan Seribu, Jakarta. Jurnal Segara, 7(1), 1-12.
Rajab, M. A., Fahruddin, A., & Setyobudiandi, I. (2013). Daya dukung perairan Pulau Liukang Loe untuk aktivitas ekowisata bahari. DEPIK Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir dan Perikanan, 2(3), 114-125.
Rappe, R. A. (2010). Struktur Komunitas Ikan Pada Padang Lamun Yang Berbeda Di Pulau Barrang Lompo. Jurnal ilmu dan teknologi kelautan tropis, 2(2), 6273.
Shoji, J., & Morimoto, M. (2016). Changes in fish
community in seagrass beds in Mangoku-ura Bay from 2009 to 2014, the period before and after the tsunami following the 2011 off the Pacific coast of Tohoku earthquake. Journal of oceanography, 72(1), 9198.
Sudiarta, I. K., & Sudiarta, I. G. (2011). Status kondisi dan identifikasi permasalahan kerusakan padang lamun di Bali. Jurnal Mitra Bahari, 5(2), 104-126.
© 2020 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).
J. Mar. Aquat. Sci. 6: 78-89 (2020)
Discussion and feedback