Deteksi Pola Sebaran Tumpahan Minyak (Oil Spill) Menggunakan Citra Sentinel-1A di Perairan Karawang
on
Journal of Marine and Aquatic Sciences 8 2), 210-220 2022)
Deteksi Pola Sebaran Tumpahan Minyak (Oil Spill) Menggunakan Citra Sentinel-1A di Perairan Karawang
Fernanda Nadia Damayanti a*, I Dewa Nyoman Nurweda Putra a, I Wayan Nuarsa a, Maryani Hartuti b
a Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Kampus UNUD Bukit Jimbaran, Bali 80361, Indonesia b Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Jl. Kalisari No. 8, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta 13710
* Penulis koresponden. Tel.: +62-823-3369-9969
Alamat e-mail: [email protected]
Diterima (received) 10 September 2020; disetujui (accepted) 15 November 2022; tersedia secara online (available online) 1 Desember 2022
Abstract
In recent years, oil spill accidents very often occur due to the development of sea transportation and oil exploitation. Increased exploitation of oil resources is a concern for oil spills that are very harmful to marine ecosystems. On July 12 2019, there was a well kick in the well reactivation YYA-1 owned by PT. Pertamina Hulu Energi work area Offshore North West Java (ONWJ) in Karawang Sea. The oil spill were spread up to Banten and continued to spread widely. Remote sensing is one of the methods that can be used to detect and monitor the oil spill by quickly viewing the location and spill points, and the pace and direction of the oil that can be utilized for cleaning. This research aims to determine the detection of oil spill using Sentinel-1A imagery and to determine oil spill patterns in Karawang Sea before spills occur until the well YYA-1 was closed that was on October 7 2019. This detection is done with adaptive threshold algorithm through Sentinel applications platform (SNAP). The results showed that oil spill has a trajectory spread pattern at the beginning of the spill which occur on July 18 2019. After July 18th, the spread pattern turned random and interrupted the spreading process. The spread has an estimated spread area of 145.85 km2. The spread of oil spill moved towards the northwest to the west approaching the coast and further away from the source of the spill, to Pandjang Island, Banten.
Keywords: oil spill; oil pollution; sentinel-1A; adaptive threshold; karawang sea
Abstrak
Dalam beberapa tahun terakhir, kecelakaan tumpahan minyak sering terjadi karena perkembangan transportasi laut dan ekploitasi minyak. Meningkatnya kegiatan eksploitasi sumber daya minyak tersebut menjadi kekhawatiran akan adanya tumpahan minyak yang sangat berbahaya bagi ekosistem laut. Pada tanggal 12 Juli 2019, terjadi well kick pada sumur reaktivasi YYA-1 milik PT. Pertamina Hulu Energi area kerja Offshore North West Java (ONWJ) di Perairan Karawang. Tumpahan minyak tersebar luas hingga Banten dan akan terus menyebar dalam waktu yang sangat cepat. Penginderaan jauh menjadi salah satu metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi dan memantau tumpahan minyak dengan melihat lokasi dan titik tumpahan dengan cepat, laju serta arah pergerakan minyak yang dapat dimanfaatkan untuk pembersihan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendeteksian tumpahan minyak menggunakan citra Sentinel-1A dan mengetahui pola sebaran tumpahan minyak di perairan Karawang dari sebelum terjadi tumpahan hingga sumur YYA-1 berhasil ditutup yaitu pada tanggal 7 Oktober 2019. Pendeteksian ini dilakukan dengan algoritma threshold adaptif melalui tool oil spill detection pada perangkat lunak sentinel applications platform (SNAP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebaran tumpahan minyak sumur YYA-1 memiliki pola penyebaran berbentuk lintasan pada saat awal terdeteksi tumpahan yaitu pada 18 Juli 2019. Setelah tanggal tersebut, pola penyebarannya berubah menjadi acak serta terputus dengan lebar penyebaran yang lebih luas. Sebaran tersebut memiliki estimasi luas penyebaran seluas 145,85 km2. Penyebaran tumpahan minyak bergerak menuju kearah barat laut hingga barat mendekati pesisir dan menjauhi sumber tumpahan hingga ke Pulau Pandjang, Banten.
Kata Kunci: tumpahan minyak; pencemaran minyak; sentinel-1A; threshold adaptif; perairan karawang
Dalam beberapa tahun terakhir, kecelakaan tumpahan minyak sering terjadi karena perkembangan transportasi laut dan eksploitasi minyak besar–besaran (Yu et al., 2017). Meningkatnya kegiatan eksploitasi minyak tersebut menjadi kekhawatiran akan adanya tumpahan minyak yang sangat berbahaya bagi ekosistem laut (Klemas, 2010; Ng dan Song, 2010). Minyak adalah senyawa hidrokarbon yang beracun, apabila minyak berada di permukaan laut maka akan menghasilkan pencemaran yang dapat mempengaruhi rantai makanan dalam ekosistem. Pada kenyataannya, tumpahan minyak akan mengurangi sinar matahari menembus kolom air, hal ini mengakibatkan terbatasnya kegiatan fotosintesis dari tanaman laut dan fitoplankton (Garcia-Pineda et al., 2013) Tumpahan minyak dapat terjadi selama pengeboran, pengangkutan, penyimpanan minyak, kecelakaan laut berupa kerusakan oil platform maupun kecelakaan antar kapal (Sulma dkk., 2019).
Pada tanggal 12 Juli 2019, terjadi well kick pada sumur reaktivasi YYA-1 milik PT Pertamina Hulu Energi (PHE) area kerja Offshore North West Java (ONWJ) di Perairan Karawang, Jawa Barat. Kejadian tersebut mengakibatkan terjadinya tumpahan minyak yang mencemari lingkungan laut dan menyebar luas hingga laut utara Jawa, Bekasi dan Kepulauan Seribu (Arumingtyas dan Syahni, 2019). Total tumpahan minyak yang telah mencemari Perairan Karawang mencapai 876.430 liter atau setara 5.512 barel dengan rata–rata jumlah tumpahan minyak sekitar 400 – 500 barel setiap harinya.
Penginderaan jauh merupakan teknologi yang dapat digunakan untuk mendeteksi dan memantau tumpahan minyak dengan melihat lokasi dan titik tumpahan dengan cepat, laju serta arah pergerakan minyak yang dapat dimanfaatkan untuk pembersihan serta penilaian risiko (Xing et al., 2015; Yu et al., 2017). Beberapa jenis data penginderaan jauh telah dimanfaatkan untuk kepentingan deteksi sebaran tumpahan minyak mulai dari data dengan resolusi rendah seperti data Landsat 7 ETM oleh Taravat dan Del Frate (2012), Landsat 8 oleh Sihombing dkk. (2018), Landsat OLI dan DubaiSat-2 oleh Lee et al. (2016), dan MODIS oleh Maianti et al. (2014). Citra resolusi tinggi yaitu dengan Ikonos, RapidEye, dan WorldView2 oleh Polychronis dan
Vassilia (2013), Quickbird oleh Kolokoussis dan Karathanassi (2013) juga data Sentinel-2A dan Sentinel-2B digunakan oleh Kolokoussis dan Karathanassi (2018). Data SAR oleh Topouzelis dan Kitsio (2015), Sulma dkk. (2019), dan Chaturvedi et al. (2020).
Penelitian sebelumnya mengenai tumpahan minyak dengan citra Sentinel 1A sudah dilakukan oleh beberapa peneliti, diantaranya adalah Chaturvedi et al. (2020), dengan polarisasi VV dan VH. Dalam penelitian ini, polarisasi VV memperlihatkan hasil yang lebih baik untuk mengenali tumpahan minyak. Penelitian yang sama juga telah dilakukan oleh Prastyani dan Basith (2019), dengan menggunakan data tambahan berupa Sea Surface Temperature (SST) dan konsentrasi klorofil-A. Studi tersebut mengadopsi teknik interpretasi visual dalam melakukan analisis deteksi minyak dan identifikasi look-alike. Kendala yang ditemukan dalam studi tersebut yaitu citra SAR yang dianggap dapat melakukan akuisisi citra dalam segala kondisi ternyata mengalami tantangan tersendiri dalam proses akuisisi di wilayah dengan tutupan awan yang tinggi, sehingga penting adanya data tambahan untuk menghindari adanya kesalahan deteksi.
Selain itu, Sulma dkk. (2019), juga melakukan penelitian deteksi minyak dengan Sentinel 1A dengan membandingkan dua metode yaitu analisis tekstur menggunakan Grey Level Co-occurrence Matrix (GLCM) dan adaptive threshold dengan modifikasi kapal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua metode memberikan hasil yang cukup baik pada area tumpahan minyak yang tebal. Sedangkan untuk area tumpahan minyak yang tipis, metode adaptive threshold memberikan hasil lebih baik.
Penelitian ini memanfaatkan data penginderaan jauh aktif atau radar. Radar memiliki sensor microwave dengan kemampuan citra untuk melakukan akuisisi data dalam segala kondisi cuaca baik siang ataupun malam bahkan saat kondisi berawan dan berkabut. Citra satelit yang digunakan adalah Sentinel 1A. Sentinel 1A dirancang untuk memberikan informasi spasial yang akurat, tepat waktu dan mudah diakses untuk meningkatkan pengelolaan lingkungan. Citra ini disediakan oleh European Space Agency (ESA) yang memiliki resolusi temporal yang cukup tinggi
dengan waktu perulangan setiap 12 hari (Silva et al., 2017; Fingas dan Brown, 2018).
Konsep dasar deteksi tumpahan minyak pada citra radar berkaitan erat dengan dinamika laut dan mekanisme backscatter. Mekanisme backscattering di laut tergantung dari incidence angle, polarisasi, kecepatan dan arah angin serta tidak terlepas dari gelombang. Permukaan laut akan menghamburkan sinyal radar yang terdiri dari gelombang capillary dan gravity. Kedua jenis gelombang ini terbentuk karena adanya interaksi antara angin dengan massa air. Keberadaan dari tumpahan minyak akan menindih gelombang capillary atau gravity dan mengurangi tingkat kekasaran permukaan laut sehingga menjadi lebih rata dibandingkan sekitarnya. Area dengan tumpahan minyak tersebut akan memiliki backscatter yang lebih rendah dan akan tampak gelap pada citra radar (Prastyani dan Basith, 2019). Deteksi tumpahan minyak pada citra radar dibatasi oleh kecepatan angin pada saat akuisisi. Pada kecepatan angin rendah, backscatter tidak terjadi. Sebaliknya, pada kecepatan angin tinggi, tumpahan minyak pada permukaan laut akan bercampur dengan air laut dan tenggelam ke dalam kolom air sehingga tidak terdeteksi pada citra radar. Deteksi tumpahan minyak pada citra radar dapat dilakukan dengan kecepatan angin berkisar antara 2-14 m/s (Brekke dan Solberg, 2005; Topouzelis, 2008; Prastyani dan Basith, 2019). Kisaran optimal kecepatan angin untuk mendeteksi tumpahan minyak adalah 5-6 m/s (Jones, 2001). Masalah yang sering muncul saat pendeteksian tumpahan minyak adalah membedakan antara lapisan minyak dari fenoena alam lainnya yang menyerupai lapisan minyak (look-alike). Tumpahan minyak akan memberikan pengurangan hamburan balik dalam kisaran 0,6 dB - 13,0 dB sedangkan look-alike dalam kisaran 0,8 -11,3 dB (Brekke dan Solberg, 2005).
Pencemaran akibat tumpahan minyak di laut dapat berdampak terhadap ekosistem pesisir dan laut secara luas dan lebih khusus berdampak pada organisme serta biota laut (Mujahidawati, 2018). Secara kimia, minyak mengandung senyawa hidrokarbon yang bersifat toksik dan dapat mematikan organisme laut. Sedangkan secara biologi, limbah minyak dapat mengganggu kehidupan organisme khususnya produsen pertama di perairan laut. Tumpahan minyak di laut juga akan menyebabkan kerugian baik dari aspek ekologi maupun ekonomi. Kerugian dari aspek
ekologi yaitu kerusakan pada ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang. Adapun dampak dari aspek ekonomi diantaranya adalah menurunnya hasil tangkapan perikanan dan industri pariwisata (Sudibjo dkk., 2013).
Oleh karena itu, pemantauan tumpahan minyak di perairan laut menjadi hal yang sangat dibutuhkan. Pemantauan ini digunakan untuk memperoleh informasi penting tentang sebaran tumpahan minyak dari waktu ke waktu dan menentukan tingkat penanggulangan guna meminimalisir dampak kerusakan lingkungan yang lebih besar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendeteksian tumpahan minyak dengan memanfaatkan citra Sentinel 1A dengan metode adaptive thresholding dan mengetahui pola sebaran tumpahan minyak di Perairan Karawang dari sebelum terjadi tumpahan hingga sumur YYA-1 berhasil ditutup pada tanggal 10 Oktober.
Penelitian ini dilakukan di daerah tercemar akibat tumpahan minyak dari sumur YYA-1 PT Pertamina Hulu Energi (PHE) area kerja Offshore North West Java (ONWJ). Lokasi sumur ini terletak sekitar 2 km dari pantai Utara Jawa, Karawang, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan pada tanggal 6 Juli hingga 10 Oktober 2019. Kegiatan analisis dan pengolahan data dilakukan di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (PUSFATJA-LAPAN).
Gambar 1. Peta lokasi penelitian
-
2.2 Alat dan data penelitian
Data yang digunakan adalah data Sentinel 1A polarisasi VV dengan mode data Interferometric Wide Swath (IW) dan level data citra yang dipergunakan adalah produk Level-1 Ground Range Detected High (GRDH) yang mampu mengkombinasikan lebar perekaman yang luas yaitu 250 km. Polarisasi VV dipilih karena memberikan kontras antara air dan minyak yang lebih baik dan mampu memberikan backscatter radar yang tinggi dari permukaan laut (Misra dan Balaji, 2017). Data citra yang digunakan adalah data akuisisi sebelum terjadi tumpahan minyak sampai dengan sumur YYA-1 berhasil ditutup yaitu 6 Juli hingga 10 Oktober 2019. Waktu akuisisi citra dapat dilihat pada Tabel 1. Software yang digunakan untuk mengolah data yaitu SNAP 7.0 dan QGIS 2.18.15, sedangkan software yang digunakan dalam proses analisis dan pembuatan peta atau layout yaitu Arc Map 10.7.
Tabel 1
Waktu akuisisi citra Sentinel-1A.
Data Waktu Akuisisi
Sentinel 1-A 06 Juli 2019
18 Juli 2019
30 Juli 2019
11 Agustus 2019
23 Agustus 2019
4 September 2019
16 September 2019
28 September 2019
10 Oktober 2019
-
2.3 Metodologi penelitian
-
2.3.1. Pra pengolahan citra
-
Tahap pra pengolahan citra sentinel-1A meliputi koreksi geometrik dengan menggunakan algoritma Range Doppler Terrain Correction yang bertujuan untuk mengoreksi kesalahan geometrik. Citra kemudian di kalibrasi radiometrik untuk memperoleh nilai piksel berupa backscatter radar dari permukaan pantulan objek. Kalibrasi radiometrik diterapkan oleh persamaan berikut:
Value (i) =
IDNI2
Ai2
(1)
dimana value i) adalah nilai digital piksel; dan Ai adalah nilai dari sigma Nought i).
Tahapan terakhir adalah speckle filtering yang bertujuan untuk mengurangi noise pada citra dengan menggunakan Single Product Speckle Filter dan filter Lee dengan ukuran jendela piksel 5x5. Matriks jendela piksel dapat dilihat pada Gambar 2.
Filter Lee dipilih karena mampu menghilangkan noise dengan frekuensi tinggi serta mampu beroperasi dengan baik pada lapisan minyak yang linier (Marghany dan Van Genderen, 2014; Misra dan Balaji, 2017). Hasil dari pra-pengolahan citra kemudian digunakan untuk deteksi tumpahan minyak dengan metode threshold adaptif.
-
2.3.2. Deteksi tumpahan minyak
Deteksi tumpahan minyak dilakukan dengan tool ocean application-oil spill detection pada SNAP. Algoritma ini bekerja dengan mengidentifikasi titik-titik gelap menggunakan threshold adaptif diikuti oleh klasterisasi berdasarkan dimensi klaster dan ukuran minimum dari klaster tersebut. Algoritma ini sudah pernah dilakukan oleh Misra dan Balaji (2017) dan telah dimodifikasi lagi oleh Sulma dkk. (2019).
Penerapan algoritma ini melalui tahapan awal yaitu tingkat rata-rata nilai backscatter diperkirakan menggunakan piksel dalam ukuran jendela yang luas. Threshold pendeteksian ditetapkan sebesar k decibel di bawah perkiraan tingkat rata-rata nilai backscatter. Piksel dalam jendela dengan nilai lebih rendah dari threshold akan terdeteksi sebagai titik gelap. k atau threshold shift adalah parameter yang di pilih pengguna. Pada penelitian ini, threshold shift yang digunakan mengacu pada hasil penelitian Solberg et al. (2007) dengan kisaran threshold shift 1 hingga 4 dB. Tahap akhir dari algoritma ini adalah mengeliminasi klaster piksel dengan dimensi sesuai luas minimum sebesar 0,1 km2.
-
2.3.3. Wind field estimation
Metode threshold adaptif tidak dapat hanya didasarkan pada hubungan antara sudut datang dan intensitas saja, berbagai variabel lingkungan berpotensi dapat mempengaruhi algoritma tumpahan minyak. Dalam threshold adaptif, diketahui bahwa nilai dibentuk dari sudut datang dan kondisi lingkungan untuk setiap piksel pada citra. Kecepatan angin merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam algoritma tersebut (Mera et al., 2012). Permukaan laut secara langsung dipengaruhi oleh angin, yang menghasilkan kekasaran permukaan. CMOD5 adalah fungsi model geofisika C-Band yang menghubungkan backscatter radar dari permukaan laut kasar untuk memperkiraan kecepatan dan arah angin (Hersbach et al., 2007). Model ini dijalankan menggunakan ukuran jendela 20 km dan diinterpolasi menggunakan kriging pada SNAP. Dimasukkannya nilai estimasi kecepatan dan arah angin digunakan untuk meningkatkan kinerja algoritma (Garcia-Pineda et al., 2009). Nilai kecepatan dan arah angin kemudian ditambahkan ke sampel piksel tumpahan minyak untuk mendapat nilai threshold adaptif baru. Perhitungan nilai threshold dibandingkan dengan nilai rata-rata intensitas, apabila memiliki nilai yang sama atau lebih rendah maka piksel dijadikan sebagai calon tumpahan minyak. Sebaliknya, apabila memiliki nilai threshold lebih tinggi dari nilai rata-rata intensitas maka piksel tersebut didiskriminasikan sebagai perairan yang bersih. Setiap piksel hitam dalam output dievaluasi, jika nilai kecepatan anginnya lebih rendah dari 3 m/s, maka piksel diberi label sebagai look-alike.
-
2.4 Analisis data
Analisis data menggunakan analisis spasialtemporal dengan overlay. Overlay dilakukan dengan cara menghubungkan beberapa data spasial citra dengan waktu akuisisi, nilai dan atribut yang berbeda-beda yang kemudian akan dilakukan penyatuan sheingga menghasilkan data baru yang memuat informasi mengenai semua nilai yang sebelumnya terdapat pada masing-masing data.
-
2.5 Uji verifikasi
Uji verifikasi bertujuan untuk menguji seberapa jauh tujuan yang sudah dituliskan sesuai dengan harapan. Uji verifikasi dilakukan dengan
pengumpulan data dari media massa dan laporan formal serta laporan harian yang telah dipublikasi oleh pihak terkait. Data yang berhasil dikumpulkan tersebut kemudian digunakan untuk memperkuat analisis pada penelitian ini.
Pola sebaran tumpahan minyak dari tanggal 6 Juli sampai 10 Oktober 2019 merupakan kasus tumpahan minyak mentah yang berasal dari sumur YYA-1 di wilayah perairan Karawang. Tumpahan minyak terjadi pada tanggal 12 Juli 2019. Proses persebaran tumpahan minyak yang terjadi di perairan Karawang ini cukup cepat dan berskala besar. Menurut Pertamina Hulu Energi (2019), lapisan minyak muncul ke permukaan baru terdeteksi pada tanggal 14 Jul 2019 pukul 22.40 WIB. Selang empat hari, terlihat dari hasil perekaman citra SAR akuisisi tanggal 18 Juli 2019 bahwa tumpahan minyak yang berasal dari sumur YYA-1 sudah mulai tersebar ke arah barat perairan Karawang hingga kecamatan Cemarajaya dengan estimasi luasan 10,81 km2 (Gambar 3).
Gambar 3. Pola sebaran tumpahan minyak akuisisi tanggal 6 dan 18 Juli 2019
Deteksi tumpahan minyak pada citra SAR dibatasi oleh kecepatan angin saat akuisisi. Pendeteksian hanya dapat dilakukan dengan rentang kecepatan angin berkisar 2-14 m/s (Brekke dan Solberg, 2005). Dari hasil estimasi kecepatan anign, diketahui bahwa area gelap yang merupakan tumpahan minyak memiliki kecepatan antara 5,2-9,2 m/s. Rentang ini masih sesuai dengan rentang yang disebutkan untuk melakukan pendeteksian.
Citra Sentinel 1A kembali melakukan perekaman pada tanggal 30 Juli 2019. Hasil perekamannya menghasilkan citra yang tidak begitu baik. Ditemukan area gelap dengan ukuran yang cukup besar dengan diameter ±85 km di barat Kepulauan Seribu (Gambar 4). Asumsi yang digunakan adalah area tersebut bukan tumpahan minyak, melainkan titik gelap yang menyerupai minyak (look-alike). Jika benar titik gelap tersebut adalah pencemaran minyak dari sumur YYA-1, hal tersebut sudah akan dilaporkan oleh pihak Pertamina ataupun instansi lainnya yang menangani kasus tumpahan minyak tersebut. Namun faktanya tidak ada laporan ataupun berita terkait tumpahan minyak hingga ke barat Kepulauan Seribu dengan luasan yang cukup besar tersebut.
Gambar 4. Fenomena yang diduga objek look-alike
Dari hasil estimasi kecepatan angin, diketahui bahwa area gelap pada Gambar 4 memiliki kecepatan berkisar 0,3-1,2 m/s. Rentang kecepatan angin yang rendah tersebut tidak sesuai dengan rentang yang disebutkan untuk pendeteksian tumpahan minyak pada citra SAR. Pernyataan Brekke dan Solberg (2005) mengenai penampakan angin pada citra SAR dapat digunakan untuk memperkuat argumen bahwa objek gelap tersebut bukan tumpahan minyak. Menurut Brekke dan Solberg (2005), pada kecepatan angin 0-3 m/s memberikan probabilitas tinggi terlihatnya objek yang menyerupai minyak (look-alike).
Per-tanggal 30 Juli 2019, tumpahan minyak yang terdeteksi oleh citra Sentinel 1A seluas 99,57 km2. Tumpahan minyak tersebut tersebar luas ke arah barat hingga Pulau Pandjang, Banten (Gambar 5).
Dengan tumpahan minyak yang terus muncul dari sumur YYA-1, mengacu pada laporan harian yang dilakukan oleh PHE ONWJ, bahwa PHE melakukan upaya pengendalian dan mematikan sumur YYA-1 dengan melakukan pengeboran sumur kendali. Pengeboran ini mulai dilakukan pada 1 Agustus 2019. Sumur kendali ini akan menembus sampai kedalaman sekitar 2.675 meter. Pengeboran ini dilakukan untuk menutup sumur YYA-1 secara permanen sehingga dapat menghentikan tumpahan minyak. Disamping upaya pengendalian sumur, PHE juga melakukan penanganan tumpahan minyak yang sudah tersebar di permukaan laut dan mencapai pesisir. Proses pengendalian serta penanganan tersebut mempengaruhi sebaran tumpahan minyak.
Gambar 5. Pola sebaran tumpahan minyak akuisisi tanggal 30 Juli 2019
Citra SAR Sentinel 1A kembali melakukan perekaman pada tanggal 11 Agustus 2019. Pada akuisisi tersebut, terdeteksi lapisan minyak tersebar dengan estimasi luasan 2,70 km2 (Gambar 6a). Tumpahan minyak yang terdeteksi sudah tidak begitu luas dibandingkan dengan deteksi pada bulan Juli. Berkurangnya tumpahan minyak ini dikarenakan adanya proses penanganan yang dilakukan PHE serta pengaruh dari kondisi oseanografi perairan tersebut. Selain itu, proses adveksi dan proses peluruhan juga membuat lapisan minyak terus berpindah dan menghilang sehingga mengurangi luasan dari minyak itu sendiri.
Laporan harian PHE ONWJ per-tanggal 23 Agustus mengatakan bahwa pengeboran sumur kendali telah mencapai kedalaman 1.947 meter. Seiring dengan proses pengendalian sumur YYA-1
yang belum selesai, masih ada kemungkinan tumpahan minyak yang terus muncul dari sumur tersebut. Dilihat dari hasil interpretasi citra SAR Sentinel 1A perekaman 23 Agustus 2019, luasan tumpahan minyak yang terdeksi bertambah dengan estimasi luasan total 7,44 km2 (Gambar 6b).
Citra SAR Sentinel 1A menyediakan data sebanyak tiga akuisisi pada bulan September 2019. Berdasarkan hasil interpretasi citra Sentinel 1A akuisisi 4 September 2019 terdeteksi tumpahan minyak dengan estimasi luasan total 13,06 km2 (Gambar 6c). Sedangkan akuisisi 16 September 2019 mendeteksi tumpahan minyak dengan estimasi luasan total 5,80 km2 (Gambar 6d). Semakin mengecilnya luasan persebaran tumpahan minyak dikarenakan adanya upaya penanganan oleh pihak PHE dan penutupan sumber tumpahan minyak.
Perekaman citra Sentinel-1A akuisisi 28 September 2019 mendeteksi adanya tumpahan minyak yang memiliki luasan jauh lebih kecil dibanding bulan Juli hingga pekan ketiga bulan September. Lapisan minyak yang terdeteksi memiliki estimasi luasan total 0,46 km2 (Gambar 6e). Ini mengindikasikan lapisan minyak yang meluap dari sumur YYA-1 sudah berangsur berkurang.
Mengacu pada laporan penanganan yang dilakukan PHE, sumur YYA-1 area kerja ONWJ telah berhasil ditutup secara permanen per-tanggal Ini mengindikasikan lapisan minyak yang meluap dari sumur YYA-1 sudah berangsur berkurang. Mengacu pada laporan penanganan yang dilakukan PHE, sumur YYA-1 area kerja ONWJ telah berhasil ditutup secara permanen per-tanggal 7 Oktober 2019. Namun pada hasil perekaman citra SAR akuisisi 10 Oktober 2019 masih terlihat adanya sisa lapisan minyak yang ada di permukaan sekitar Oil Rig ONWJ. Lapisan minyak tersebut memiliki luasan total sebesar 6,02 km2 (Gambar 6f).
Dari hasil sebaran tumpahan minyak diatas, dapat diketahui bahwa sebaran tumpahan minyak sumur YYA-1 memiliki pola penyebaran berbentuk lintasan trajectory) pada saat awal terdeteksi tumpahan yaitu pada 18 Juli 2019. Sedangkan setelah tanggal tersebut pola penyebarannya berubah menjadi acak serta terputus dengan lebar penyebaran yang lebih luas. Estimasi total luasan tumpahan minyak yang terdeteksi dari tanggal 18 Juli hingga 10 Oktober 2019 adalah 145,85 km2 (Gambar 7).

Gambar 6. Sebaran tumpahan minyak sumur YYA-1 ONWJ Karawang, Jawa Barat. (a) Akuisisi 11 Agustus 2019, (b) Akuisisi 23 Agustus 2019, (c) Akuisisi 4 September 2019, (d) Akuisisi 16 September 2019, (e) Akuisisi 28 September 2019, (f) Akuisisi 10 Oktober 2019
Gambar 7. Pola sebaran tumpahan minyak 6 Juli – 10
Oktober 2019
-
3.2 Pengaruh angin terhadap pergerakan tumpahan minyak
Angin menjadi salah satu parameter yang menentukan pergerakan tumpahan minyak. Tumpahan minyak di permukaan laut umumnya cenderung bergerak ke arah yang sama dengan pergerakan angin. Periode dari pergerakan minyak, jarak dan arah migrasi serta kecepatan angin disajikan pada Tabel 2. Pada bulan Juli angin bergerak dominan ke arah Barat Laut dengan rentang kecepatan 0,02 - 9,02 m/s (Gambar 8). Pada periode ini, pergerakan minyak mencapai batas maksimum perpindahan sejauh 169,72 km.
Pergerakan minyak tersebut mencapai daerah pesisir Provinsi Banten.
Gambar 8. Pergerakan angin dan sebaran tumpahan minyak bulan Juli 2019
Periode bulan Agustus menunjukkan angin bergerak didominasi ke arah Barat Laut. Kecepatan angin periode Agustus berkisar antara 0,02 – 9,16 m/s (Gambar 9). Lapisan minyak pada periode ini berangsur berkurang karena adanya penanganan dan pergerakan yang semakin menjauhi Perairan Utara Jawa. Pergerakan minyak pada periode 11 Agustus mencapai batas maksimum 41,92 km. sedangkan periode 23 Agustus mencapai batas maksimum perpindahan sejauh 43,14 km.
Tabel 2
Periode Migrasi Minyak
Periode |
Jarak Migrasi (km) |
Arah Migrasi |
Angin | ||
Min |
Max |
Kecepatan (m/s) |
Arah | ||
18 Juli 2019 |
0 |
32,14 |
Barat Laut |
0,02 – 9,02 |
286o |
30 Juli 2019 |
0 |
169,72 |
Barat Laut | ||
11 Agustus 2019 |
5,96 |
41,92 |
Barat Laut |
0,02 – 9,16 |
275 o |
23 Agustus 2019 |
3,34 |
43,14 |
Barat Laut | ||
04 September 2019 |
1,86 |
37,93 |
Barat | ||
16 September 2019 |
1,74 |
8,45 |
Barat |
0,01 – 9,14 |
268 o |
28 September 2019 |
3,29 |
9,28 |
Barat | ||
10 Oktober 2019 |
0 |
6,38 |
Barat |
0,02 – 8,23 |
237o |
Gambar 9. Pergerakan angin dan sebaran tumpahan minyak bulan Agustus 2019
Berbeda dengan periode Juli dan Agustus, pada periode September angin bergerak didominasi ke arah Barat dengan rentang kecepatan angin antara 0,01 – 9,15 m/s (Gambar 10). Selang dua bulan setelah terjadinya well kick pada sumur YYA-1, tumpahan minyak yang diluapkan berangsur berkurang dengan pergerakan minyak yang tidak sejauh saat awal terjadi tumpahan. Pada periode 4 September, terdapat lapisan minyak yang bergerak hingga Tanjung Pakis dengan jarak maksimum 37,93 km. Sedangkan pergerakan minyak periode 16 dan 28 September mencapai jarak maksimum 9,28 km.
Gambar 10. Pergerakan angin dan sebaran tumpahan minyak bulan September 2019
Seiring waktu, proses penanganan yang dilakukan pihak PT. Pertamina Hulu Energi juga semakin baik sehingga membuat lapisan minyak terus berkurang dan menghilang. Pada periode Oktober, angin didominasi ke arah Barat dengan
rentang kecepatan angin antara 0,02 – 8,23 m/s (Gambar 11). Pergerakan angin tersebut menimbulkan perpindahan lapisan minyak mencapai jarak maksimum sejauh 6,38 km. Lapisan minyak pada periode ini semakin berkurang disebabkan sudah tertutupnya secara permanen sumur YYA-1 PHE ONWJ dan penanggulangan berskala besar.
Gambar 11. Pergerakan angin bulan Oktober 2019
-
3.3 Uji verifikasi
Berdasarkan data yang didapatkan dari laporan formal serta laporan harian penanganan yang dilakukan PT. Pertamina Hulu Energi (PHE) maupun media massa terkait tumpahan minyak Karawang, diketahui beberapa fakta yang dapat memperkuat adanya tumpahan minyak di sekitar Perairan Karawang. Hal tersebut dibuktikan dengan ditemukannya dua lumba – lumba jenis dolpi dalam kondisi membusuk dan terkubur pasir dengan penuh ceceran limbah minyak berwarna hitam terdampar di pesisir Pantai Pelangi, Desa Sungai Buntu, Karawang. Selain itu, Dinas Perikanan dan Kelautan (DPK) Kabupaten Karawang merilis data jumlah terumbu karang yang terdampak mencapai 234 hektar. Fakta lainnya disampaikan oleh pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Karawang bahwa terdapat 232.000 tanaman mangrove tercemar minyak mentah milik PHE ONWJ. Terdapat sepuluh lokasi hutan mangrove yang terindikasi tercemar yaitu Cemarajaya, Sedari, Sukajaya, Sukakerta, Muara, Tanjung Pakis, Tambaksari, Muara Baru, Pusakajaya Utara dan Sumber Jaya menurut data dari Dina Perikanan dan Kelatan Karawang. Petambak ikan, udang dan garam juga merugi dengan kebocoran minyak tersebut yang
menyebabkan ikan dan udang mati. Sementara garam, tidak dapat diproduksi karena terkontaminasi minyak.
Citra Sentinel-1A mampu memberikan informasi tentang tumpahan minyak di Perairan Karawang dengan menerapkan algoritma adaptive threshold. Pendeteksian dilakukan secara otomatis dengan menggunakan tool oil spill detection yang terdapat pada software sentinel application platfrom (SNAP).
Hasil pendeteksian tumpahan minyak sumur YYA-1 memiliki pola penyebaran berbentuk lintasan trajectory) pada saat awal terdeteksi tumpahan yaitu pada 18 Juli 2019. Sedangkan setelah tanggal tersebut pola penyebarannya berubah menjadi acak serta terputus dengan lebar penyebaran yang lebih luas karena pengaruh angin di perairan Karawang. Sebaran tumpahan minyak tersebut memiliki estimasi luas penyebaran seluas 145.85 km2. Penyebaran tumpahan minyak bergerak menuju ke arah barat laut hingga barat mendekati pesisir dan menjauhi sumber tumpahan.
Daftar Pustaka
Arumingtyas, L., & Syahni, D. (2019). Tragedi tumpahan minyak pertamina di Karawang, horor bagi manusia dan lingkungan. [online] Mongabay Situs Berita
Lingkungan, (https://www.mongabay.co.id), [diakses: 20 September 2019].
Brekke, C., & Solberg, A. H. S. (2005). Oil spill detection by satellite remote sensing. Remote Sensing of Environment, 95(1), 1-13.
Chaturvedi, S. K., Banerjee, S., & Lele, S. (2020). An assessment of oil spill detection using Sentinel 1 SAR-C images. Journal of Ocean Engineering and Science, 5(2),116-135.
Fingas, M., & Brown, C. E. (2018). A review of oil spill remote sensing. Sensors, 18(1), 1-18.
Garcia-Pineda, O., Zimmer, B., Howard, M., Pichel, W., Li, X., & MacDonald, I. R. (2009). Using SAR images to delineate ocean oil slicks with a texture-classifying neural network algorithm (TCNNA). Canadian Journal of Remote Sensing, 35(5), 411-421.
Garcia-Pineda O., MacDonald I. R., Li, X., Jackson C. R., & Pichel W. G. (2013). Oil spill mapping and measurement in the gulf of mexico with textural classifier neural network algorithm (TCNNA). IEEE Journal of Selected Topics in Applied Earth Observations and Remote Sensing, 6(6), 2517-2525.
Hersbach, H., Stoffelen, A., & de Haan, S. (2007). An improved C-band scatterometer ocean geophysical
model function: CMOD5. Journal of Geophysical Research, 112(C3), 1-18.
Jones, B. (2001). A comparison of visual observations of surface oil with Synthetic Aperture Radar imagery of the Sea Empress oil spill. International Journal of Remote Sensing, 22(9), 1619–1638.
Klemas, V. (2010). Tracking oil slicks and predicting their trajectories using remote sensors and models: case studies of the sea princess and deepwater horizon oil spills. Journal of Coastal Research, 26(5), 789-797.
Kolokoussis, P., & Karathanassi, V. (2018). Oil spill detection and mapping suing sentinel 2 imagery. Journal of Marine Science and Engineering, 6(1), 1-12.
Lee, M., Park, K., Lee, H., Park, J., Kang, C., & Lee, M. (2016). Detection and dispersion of oil spills from satellite optical images in a coastal bay. In Proceedings IEEE International Geoscience and Remote Sensing Symposium. Beijing, China, 10 July 2016 (pp. 24912494).
Maianti, P., Rusmini, M., Tortini, R., & Gianinetto, M. (2014). Monitoring large oil slick dynamics with moderate resolution multispectral satellite data. Natural Hazards, 73(2), 473–492.
Marghany, M., & Van Genderen, J. (2014). Entropy algorithm for automatic detection of oil spill from radarsat-2 sar data. In Proceedings IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, Volume 18, 8th International Symposium of the Digital Earth (ISDE8). Sarawak, Malaysia, 26-29 August 2013 (pp. 6-11).
Mera, D., Cotos, J. M., Varela-pet, J., & Garcia-Pineda, O. (2012). Adaptive thresholding algorithm based on SAR images and wind data to segment oil spills along the northwest coast of the Iberian Peninsula. Marine Pollution Bulletin, 64(10), 2090-2096.
Misra, A., & Balaji, R. (2017). Simple approaches to oil spill detection using sentinel application platform (SNAP)-ocean application tools and texture analysis: A comparative study. Journal of the Indian Society of Remote Sensing, 45(6), 1065-1075.
Mujahidawati. (2018). Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut Akibat Pencemaran di Perairan Kecamatan Gunung Kijang Kabupaten Bintan. Disertasi. Bogor, Indonesia: Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjanan Institut Pertanian Bogor.
Ng, A. K. Y., & Song, S. (2010). The environmental impacts of pollutants generated by routine shipping operations on ports. Ocean & Coastal Management, 53(56), 301-311.
Pertamina Hulu Energi (2019). Update Harian 14 Juli. [online]. Tersedia di: https:/www.pertamina.com, [diakses: 3 April 2020].
Polychronis, K., & Vassilia, K. (2013). Detection of oil spills and underwater natural oil outflow using multispectral satellite imagery. International Journal of Remote Sensing Applications, 3(3), 145-154.
Prastyani, R., & Basith, A. (2019). Deteksi tumpahan minyak di Selat Makassar dengan penginderaan jauh sensor aktif dan pasif. Jurnal Geodesi dan Geomatika ELIPSOIDA, 2(1), 88-94.
Sihombing, V. L., Putra, I. D. N. N., & Sasmita, G. M. A. (2018). Aplikasi deteksi tumpahan minyak dengan interpretasi citra satelit landsat 8. Jurnal Ilmiah Merpati (Menara Penelitian Akademika Teknologi Informasi), 6(3), 244-251.
Silva, A. C., Branco, W. G., Silva, D. P. T., Habl, L. T. C., Sarmento, T. R., & Pascual, M. F. (2017). Semi-automatic Oil Spill Detection in Sentinel-1 SAR Images at Brazil’s Coast. In Proceedings of The Ninth International Conference on Advanced Geographic Information Systems, Applications, and Services. Nice, France, 2923 March 2017 (pp. 1–5).
Solberg, A. H. S., Brekke, C., & Husøy, P. O. (2007). Oil spill detection in radarsat and envisat SAR images. IEEE Transactions on Geoscience and Remote Sensing, 45(3), 746-755.
Sudibjo, M., Siregar, V. P., & Gaol, J. L. (2013). Algoritma untuk deteksi tumpahan minyak Di Laut Timor menggunakan citra modis. Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, 4(1), 41-62.
Sulma, S., Rahmi, K. I. N., Febrianti, N., & Sitorus, J. (2019). Deteksi tumpahan minyak menggunakan metode adaptive threshold dan analisis tekstur pada data SAR. Majalah Ilmiah Global, 21(1), 45–52.
Taravat, A., & Del Frate, F. (2012). Development of band ratioing algorithms and neural networks to detection of oil spills using Landsat ETM+ data. EURASIP Journal on Advances in Signal Processing, 2012(1), 1-8.
Topouzelis, K., & Kitsiou, D. (2015). Detection and classification of mesoscale atmospheric phenomena above sea in SAR imagery. Remote Sensing of Environment, 160, 263-272.
Topouzelis, K. N. (2008). Oil spill detection by SAR images: Dark formation detection, feature extraction and classification algorithms. Sensors, 8(10), 6642-6659.
Xing, Q., Li, L., Lou, M., Bing, L., Zhao, R., & Li, Z. (2015). Observation of oil spills through landsat thermal infrared imagery: a case of deepwater horizon. Aquatic Procedia, 3, 151–156.
Yu, F., Sun, W., Li, J., Zhao, Y., Zhang, Y., & Chen, G. (2017). An improved otsu method for oil spill detection from SAR images. Oceanologia, 59(3), 311-317.
© 202 by the authors; licensee Udayana University, Indonesia. This article is an open access article distributed under the terms and conditions of the Creative Commons Attribution license (http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/).
J. Mar. Aquat. Sci. 8: 210-220 (2022)
Discussion and feedback